• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ruang lingkup pola pemidanaan menurut KUHP

BAB III KONSEP KETENTUAN SANKSI PIDANA PADA

B. Tujuan dan fungsi peraturan daerah

3. Ruang lingkup pola pemidanaan menurut KUHP

a. Pola jenis sanksi pidana

Di dalam Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) terdapat 2 (dua) jenis pidana, yaitu:

1. Pidana Pokok: a. Pidana mati b. Pidana penjara c. Pidana kurungan d. Pidana denda e. Pidana tutupan 2. Pidana Tambahan:

a. Pencabutan hak-hak tertentu b. Perampasan barang tertentu

119

Muladi, Pidana Mati ditinjau dari Sudut Tujuan Pemidanaan, Makalah pada Simposium Nasional Tentang “Relevansi Pidana Mati di Indonesia” yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta, tanggal 15 Juni 1989.

c. Pengumuman putusan hakim

Selanjutnya akan diuraikan jenis-jenis pidana dalam Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, sebagai berikut:

1. Pidana pokok

a. Pidana mati

Pidana mati merupakan pidana yang terberat. Eksistensi pidana mati masih menjadi perdebatan, mengingat keberadaannya sangat terkait erat dengan isu hak asasi manusia. Roeslan Saleh mengemukakan, bagi kebanyakan negara keberadaan pidana mati sekarang ini tinggal mempunyai arti dari sudut kultur historis, karena kebanyakan negara sudah tidak mencantumkan lagi di dalam KUHP.120

Pidana mati menurut KUHP Indonesia diatur dalam Pasal 11, yang menyatakan bahwa pidana mati dijalankan dengan menjerat tali yang terikat di tiang gantungan pada leher terpidana, kemudian algojo menjatuhkan papan tempat terpidana berdiri.

Berdasarkan Penetapan Presiden Nomor 2 tahun 1964, Lembaran Negara 1964, Nomor 38, yang ditetapkan menjadi Undang-undang dengan Undang-undang Nomor 5 tahun 1969, ditetapkan bahwa pidana mati dijalankan dengan menembak mati terpidana.

b. Pidana penjara

120

Pidana penjara adalah suatu pidana berupa pembatasan kebebasan bergerak dari seorang terpidana, yang dilakukan dengan menutup orang tersebut di dalam sebuah lembaga pemasyarakatan, dengan mewajibkan orang itu menaati semua peraturan tata tertib yang berlaku di dalam lembaga pemasyarakatan. Andi Hamzah mengemukakan bahwa pidana penjara disebut juga dengan pidana hilang kemerdekaan, bukan saja dalam arti sempit bahwa ia tidak merdeka bepergian, tetapi juga narapidana kehilangan hak-hak tertentu, seperti hak memilih dan dipilih, hak memangku jabatan publik, dan beberapa hak sipil lain.121

Pidana penjara berfariasi dari penjara sementara minimal 1 hari sampai pidana penjara seumur hidup. Namun pada umumnya pidana penjara maksimum 15 tahun dan dapat dilampaui sampai dengan 20 tahun. Perlu dikemukakan disini, walaupun pidana penjara sudah menjadi pidana yang umum diterapkan di seluruh dunia, namun dalam perkembangan terakhir ini banyak yang mempersoalkan kembali manfaat penggunaan pidana penjara dari segi efektifitas dan akibat-akibat negatif dari pidana penjara. Puncak dari kritik-kritik tajam terhadap keberadaan pidana penjara tersebut yakni dengan adanya gerakan untuk menghapus pidana penjara.122

121

Andi Hamzah, Op. Cit., hlm. 28. 122

Barda Nawai Arief, Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara, Op. Cit., hlm. 43 dan 46.

Pidana penjara ini masih terus mendapatkan sorotan, yakni masalah penerapan pidana penjara dalam jangka waktu yang pendek.123 Sebagaimana diketahui bahwa menurut banyak kalangan pidana penjara jangka waktu yang pendek (maksimal 6 bulan) ini, mempunyai dampak yang negatif bagi narapidana.

c. Pidana kurungan

Pidana kurungan juga merupakan pidana berupa pembatasan kemerdekaan bergerak bagi seorang terpidana. Lamanya pidana kurungan sekurang-kurangnya adalah satu hari dan selama-lamanya adalah satu tahun. Akan tetapi lamanya pidana kurungan tersebut dapat diperberat hingga satu tahun empat bulan, yaitu bila terjadi samenloop, recidive, dan berdasarkan pasal 52 KUHP jangka waktu pidana kurungan lebih pendek dari pidana penjara, sehingga pembuat undang-undang memandang pidana kurungan lebih ringan dari pada pidana penjara, kemudian pidana kurungan diancamkan kepada delik-delik yang dipandang ringan seperti delik culpa dan pelanggaran.124

Menurut penjelasan di dalam Memori Van Toelichting, dimasukkannya pidana kurungan dalam KUHP terdorong oleh dua macam kebutuhan, masing-masing yaitu:

123

Menurut D. Schaffmeister, pelbagai negara menetapkan batas waktu pidana penjara jangka pendek ini maksimal 6 bulan. Batas waktu ini dipelbagai negara ditentukan berdasarkan pertimbangan bahwa batas waktu tersebut perlakuan penitensir masih mungkin dilaksanakan, D. Schaffmeister, Pidana Badan Singkat sebagai Pidana di waktu luang (diterjemahkan oleh Tristam Pascal Moeljono), Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991, hlm. 12.

124

a. Oleh kebutuhan akan perlunya suatu bentuk pidana yang sangat sederhana berupa pembatasan kebebasan bergerak atau suatu vrijheidsstraf yang sangat sederhana bagi delik-delik yang sifatnya ringan.

b. Oleh kebutuhan akan perlunya suatu bentuk pidana berupa suatu pembatasan kebebasan bergerak yang sifatnya tidak begitu mengekang bagi delik-delik yang sifatnya jahat pada pelaku, ataupun yang juga sering disebut sebagai suatu custodia honesta belaka.125

Selanjutnya, berkenaan dengan perbedaan pidana kurungan dan pidana penajara dapat dirinci sebagai berikut:

1. Pelaksanaan pidana kurungan, terpidana tidak boleh dipindahkan ke tempat lain diluar tempat ia berdiam pada waktu dieksekusi, tanpa kemauannya sendiri.

2. Pekerjaan yang dibebankan kepada terpidana kurungan lebih ringan dari pada terpidana penjara.

3. Terpidana kurungan dapat memperbaiki nasib dengan biaya sendiri menurut ketentuan yang berlaku. Hak inilah yang disebut dengan hak Pistole.

4. Pidana kurungan tidak ada kemungkinan pelepasan bersyarat seperti pada pidana penjara.126

125

Lamintang, Hukum Penitensier Indonesia, Armico, Bandung, 1984, hlm. 69. 126

d. Pidana denda

Pidana denda adalah salah satu jenis pidana dalam stelsel pidana pada umumnya dan merupakan jenis pidana pokok yang pada dasarnya dapat dijatuhkan bagi orang-orang dewasa. Pidana denda ini diancamkan sebagai pidana alternatif dari pidana kurungan terhadap hampir semua pelanggar yang tercantum dalam buku III KUHP terhadap semua kejahatan ringan. Pidana denda itu diancamkan sebagai alternatif dari pidana penjara, demikian pula terhadap kejahatan yang dilakukan dengan tidak sengaja.127

Pidana denda mempunyai sifat perdata, mirip dengan pembayaran yang diharuskan dalam perkara perdata terhadap orang yang melakukan perbuatan yang merugikan orang lain. Perbedaan pidana denda dengan perkara perdata adalah pidana denda dibayarkan kepada negara atau masyarakat dan perkara perdata dibayarkan kepada orang pribadi atau badan hukum. Pidana denda dalam perkara pidana dapat diganti dengan pidana kurungan jika tidak dibayar. Jumlah pidana denda tidaklah diperhitungkan sesuai dengan jumlah kerugian yang ditimbulkan oleh suatu perbuatan sebagaimana dalam perkara perdata. Pidana denda tetap dijatuhkan walaupun terpidana telah membayar ganti rugi secara perdata kepada korban.128

127

M.Hamdan, Politik Hukum Pidana, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997, hlm. 144. 128

Pidana denda merupakan pidana yang diancamkan kepada harta benda orang. Kitab Undang-undang Hukum Pidana menentukan bahwa besarnya pidana denda sekurang-kurangnya adalah 25 sen, sedangkan ketentuan maksimum umumnya tidak ada.129 Dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 18 tahun 1960 ditentukan bahwa mulai April 1960 tiap-tiap jumlah denda yang diancamkan baik dalam KUHP, sebagaimana beberapa kali diubah dan terakhir dengan Undang-undang Nomor 1 tahun 1960 (L.N. tahun 1960 No.1) maupun dalam ketentuan- ketentuan pidana lainnya yang dikeluarkan sebelum 17 Agustus 1945, sebagaimana harus dibaca dalam mata uang rupiah dan dilipatgandakan menjadi 15 kali.

e. Pidana tutupan

Pidana tutupan merupakan suatu pidana pokok baru yang dimasukkan ke dalam KUHP berdasarkan Undang-undang Nomor 20 tahun 1946 tanggal 31 Oktober 1946.

Pidana tutupan dijatuhkan sebagai pengganti penjara dalam hal mengadili orang yang melakukan kejahatan yang diancam dengan pidana penjara, karena terdorong oleh maksud yang dihormati.

2. Pidana tambahan

a. Pencabutan hak-hak tertentu

129

Pasal 35 Kitab Undang-undang Hukum Pidana dinyatakan bahwa yang dapat dicabut hanya hak-hak tertentu saja, artinya orang tidak mungkin akan dijatuhi pencabutan semua haknya, karena dengan demikian tidak dapat hidup. Selengkapnya hak-hak tertentu yang dapat dicabut menurut Pasal 35 KUHP adalah:

a. Hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan tertentu; b. Hak memasuki angkatan bersenjata;

c. Hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum;

d. Hak menjadi penasehat atau pengurus menurut hukum, hak menjadi wali, wali pengawas, pengampu atau pengampu pengawas atas orang yang bukan anak sendiri;

e. Hak menjalankan kukuasaan bapak, menjalankan perwalian atau pengampuan atas anak sendiri;

f. Hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian atau pengampuan atas anak sendiri;

g. Hak menjalankan pencaharian yang tertentu.

Lamanya jangka waktu pencabutan hak-hak tertentu ditentukan dalam Pasal 38 KUHP, yakni untuk pidana penjara seumur hidup lamanya adalah seumur hidup. Pada pidana penjara atau kurungan sementara, lamanya pencabutan paling sedikit 2 tahun dan paling banyak lima tahun lebih lama dari pidana pokoknya. Dalam pidana denda, lamanya

pencabutan hak mulai berlaku pada hari putusan hakim dapat dijalankan.

b. Perampasan barang-barang tertentu.

Perampasan barang-barang tertentu juga tidak untuk semua barang atau seluruh kekayaan. Mengenai barang-barang yang dapat dirampas, menurut ketentuan Pasal 39 KUHP dapat dibedakan atas dua macam, yaitu:

1. Barang-barang (termasuk binatang) yang diperoleh dengan kejahatan; 2. Barang-barang (termasuk binatang) yang dengan sengaja dipakai

melakukan kejahatan. c. Pengumuman putusan hakim

Putusan hakim itu selalu diucapakan di muka umum, akan tetapi bila dianggap perlu disamping sebagai pidana tambahan, putusan tersebut secara khusus dapat diumumkan lagi sejelas-jelasnya dengan cara yang ditentukan oleh hakim, misalnya melalui media cetak, elektronik maupun media lainnya. Pidana tambahan berupa pengumuman putusan hakim bagi pelaku tindak pidana telah diatur dalam pasal-pasal 127, 204, 205, 359, 360, 372, 375, 378, 396 KUHP.

b. Pola lama (berat ringannya pidana)

1. Sistem penetapan jumlah ancaman pidana

Penetapan jumlah atau lamanya ancaman pidana, dikemukakan oleh Barda Nawawi Arief terdapat dua alternatif sistem, yaitu:

a. Sistem atau pendekatan absolut, yakni untuk setiap tindak pidana ditetapkan bobot/kualitasnya sendiri-sendiri, yaitu dengan menetapkan ancaman pidana maksimum (dapat juga ancaman pidana minimum) untuk setiap tindak pidana. Penetapan maksimum pidana untuk tiap tindak pidana ini dikenal dengan sebutan sistem indefinite atau sistem maksimum. Sistem ini biasa digunakan dalam perumusan KUHP/WvS diberbagai negara termasuk dalam praktik legislatif di Indonesia, sehiggga dikenal sebagai sistem tradisional.

b. Sistem atau pendekatan relatif, yaitu untuk tiap-tiap tindak pidana tidak ditetapkan bobot/kualitasnya (maksimum pidananya) sendiri- sendiri, tetapi bobotnya direlatifkan, yaitu dengan melakukan penggolongan tindak pidana dalam beberapa tingkatan dan sekaligus menetapkan maksimum pidana untuk tiap kelompok tindak pidana. 2. Masalah maksimum dan minimum pidana

Menurut pola KUHP/WvS maksimum khusus pidana penjara yang paling rendah adalah berkisar 3 minggu dan 15 tahun yang dapat mencapai 20 tahun apabila ada pemberatan. Sendangkan maksimum yang di bawah 1 tahun sangat bervariasi dengan menggunakan bulan dan minggu. Menurut konsep KUHP, ancaman pidana maksimum khusus yang paling rendah untuk pidana penjara adalah 1 (satu) tahun dan 15 tahun yang dapat juga mencapai 20 tahun apabila ada pemberatan.