• Tidak ada hasil yang ditemukan

ءرسلاب ءيشا ةلباقم Artinya: “menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain” 17

3. Rukun Dan Syarat Jual Beli

28Imam Mustofa, Fiqh Muamalah Kontemporer,…,hlm 23

29Dimyauddin Djuwaini, pengantar fiqh muamalah,…,hlm.73

30Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, ( Bandung: PT Al-Ma’arif, 1987), juz 12, hlm.45

Dalam melaksanakan jual beli, terdapat rukun dan syarat yang harus dipenuhi. Secara bahasa rukun yaitu yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu pekerjaan31 sedangkan syarat yaitu ketentuan(peraturan, petunjuk) yang harus diindahkan dan dilakukan.

Jual beli mempunyai rukun dan syarat yang harus dipenuhi sehingga jual beli itu dapat dikatakan sah oleh syara’.dalam menentukan rukun jual beli terdapat perbedaan ulama hanafiyah dengan jumhur ulama.

Rukun jual beli menurut ulama hanafiyah hanya satu, yaitu ijab dan qabul.

Menurut mereka, yang menjadi rukun dalam jual beli itu hanyalah kerelaan(

rida/taradhi) kedua belah pihak untuk melakukan transaksi jual beli.akan tetapi, karena unsur kerelaan itu merupakan unsur hati yang sulit untuk diindra sehingga tidak kelihatan, maka diperlukan indikasi yang menunjukkan kerelaan kedua belah pihak yang melakukan transaksi jual beli menurut mereka boleh tergambar dalam ijab dan qabul, atau melalui cara saling memberikan barang dan harga barang.

Akan tetapi, jumhur ulama menyatakan bahwa rukun jual beli itu ada empat, yaitu:

a. Ada orang yang berakad atau al-muta’aqidain (penjual dan pembeli).

b. Ada shighat(lafal ijab dan qabul) c. Ada barang yang dibeli.

d. Ada nilai tukar pengganti barang.32

31Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,(Jakarta: Balai Pustaka,2002),hlm.966

32Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah,(Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000), hlm. 114-115

Adapun syarat-syarat jual beli sesuai dengan rukun jual beli yang dikemukakan jumhur ulama diatas adalah sebagai berikut:

a. Syarat orang yang berakad

Para ulama fiqh sepakat menyatakan bahwa orang yang melakukan akad jual beli itu harus memenuhi syarat:

1) Berakal, jual beli yang dilakukan oleh anak kecil, yang belum berakal dan orang gila, hukumnya tidak sah. Adapun anak kecil yang sudah mumayyiz, menurut ulama hanafiyah, apabila akad yang dilakukannya membawa keuntungan bagi dirinya, seperti menerima hibah, wasiat, dan sedekah,maka akadnya sah.sebaliknya apabila akad itu membawa kerugian bagi dirinya, seperti meminjamkan hartanya kepada orang lain, mewakafkan, atau menghibahkannya, maka tindakan hukumnya ini tidak boleh dilaksanakan.

Apabila transaksi yang dilakukan anak kecil yang telah anak kecil yang telah mumayyiz mengandung manfaat dan mudharat sekaligus. Seperti jual beli, sewa menyewa, dan perserikatan dagang, maka transaksi ini hukumnya sah, jika walinya mengizinkan. Dalam kaitan ini, wali anak kecil yang telah mumayyiz itu benar-benar mempertimbangkan kemaslahatan anak kecil itu.

2) Yang melakukan akad itu adalah orang yang berbeda. Artinya, seseorang tidak dapat bertindak dalam waktu yang bersamaan sebagai penjual, sekaligus pembeli. Misalnya, rudi menjual sekaligus membeli barangnya sendiri. Jual beli seperti ini adalah tidak sah.33

33Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah,…, hlm. 115-116

b. Syarat yang terkait dengan ijab qabul

Para ulama fiqh mengemukakan bahwa syarat ijab dan qabul itu adalah sebagai berikut:

1) Orang yang mengucapkan telah baliqh dan berakal menurut jumhur ulama atau telah berakal menurut ulama hanafiyah. Sesuai dengan perbedaan mereka dalam syarat-syarat orang yang melakukan akad yang disebutkan diatas.

2) Qabul sesuai dengan ijab.

Ijab dan qabul itu dilakukan dalam satu majlis. Ulama hanafiyah dan malikiyah mengatakan bahwa antara ijab dan qabul bias saja diantara waktu, yang diperkirakan bahwa pihak pembeli sempat untuk berfikir, namun ulama syafi’iyah dan hanabilah berpendapat bahwa jarak antara ijab dan qabul tidak terlalu lama, yang dapat menimbulkan dugaan bahwa objek pembicaraan telah berubah.

Akan tetapi ulama hanafiyah berpendapat bahwa transaksi jual beliharus dilakukan dengan ucapan yang jelas atau sindiran melalui ijab dan qabul.34

Syarat sah ijab qabul menurut para ulama adalah:

a. Menurut ulama malikiyah, yang menjadi syarat dari ijab qabul yaitu:

1) Tempat akad harus bersatu.

2) Pengucapan ijab dan qabul tidak terpisah.

b. Menurut ulama hambali, yang menjadi syarat dalam ijab qabul yaitu:

34Abdul Rahman Ghazaly, fiqh muamalat,…,hlm. 73-74

1) Berada ditempat yang sama.

2) Tidak terpisah, antara ijab dan qabul tidak terdapat pemisah yang menggambarkan adanya penolakan.

3) Tidak dikaitkan dengan sesuatu. Akad tidak boleh dikaitkan dengan sesuatu yang tidak berhubungan dengan akad.35

c. Syarat barang yang dijual belikan

Adapun syarat barang/benda yang diperjual belikan sebagai berikut:

1) Barang itu ada atau tidak ditempat ditempat tetapi pihak penjual menyatakan kesanggupan untuk mengadakan barang itu.

2) Dapat bermanfaat dan juga dimanfaatkan oleh manusia. Maka bangkai,khamar, dan darah tidak sah menjadi obyek jual beli, karena dalam pandangan syara’ benda-benda seperti itu tidak bermanfaat bagi muslim.

3) Milik seseorang. Barang yang sifatnya belum dimilki seseorang tidak boleh diperjual belikan.

4) Boleh diserahkan saat akad berlangsung, atau pada waktu yang disepakati bersama ketika transaksi berlangsung.36

5) Suci atau untuk disucikan serta tidaksah menjual benda –benda najis seperti anjing, babi, dll

6) Jangan ditaklik, yaitu dikaitkan atau digantungkan dengan hal-hal lain.

7) Tidak dibatasi waktunya.

8) Dapat diserahkan dengan cepat atau lambat.

9) Barang yang diperjualbelikan harus diketahui banyaknya37

35Rachmad Syafe;I, Fiqh Muamalah,…,Hlm. 80-84

36Abdul Rahman Ghazaly, fiqh muamalat,…,hlm. 75

Syarat barang yang diperjual belikan menurut para ulama, yaitu:

a. Menurut ulama hanafiyah.

1) Maq’qud alaih harus ada, tidak boleh akad atas barang yang tidak ada, seperti jual beli buah yang belum tampak atau jual beli yang anak hewan yang didalam kandungan.

2) Harta harus kuat, tetap dan bernilai, yakni benda yang mungkin dapat dimanfaatkan dan bernilai.

3) Benda tersebut milik sendiri.

4) Dapat diserahkan.

b. Menurut ulama syafi’iyah 1) Suci.

2) Bermanfaat.

3) Dapat diserahkan..

4) Barang milik sendiri atau menjadi wakil orang lain.

5) Jelas dan diketahui oleh kedua orang yang berakad.

c. Menurut ulama Hambali 1) Harus berupa harta.

2) Milik penjual secara sempurna.

3) Baranng dapat diserahkan ketika akad.

4) Barang diketahui oleh penjual dan pembeli.

5) Harga diketahui oleh kedua belah pihak yang berakad.

6) Terhindar dari unsur-unsur yang menjadikan akad tidak sah.

37Hendi suhendi, fiqh muamalah,…,hlm.72

Dokumen terkait