• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan sebelumnya, maka peneliti merumuskan masalah penelitian ini, yaitu “Bagaimana Implementasi Program Kartu Tani Dalam Penyaluran Pupuk Bersubsidi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi?”

10 1.3 Tujuan Penelitian

Setiap penelitian yang diajukan mempunyai sasaran ataupun tujuan yang hendak dicapai. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan Implementasi Program Kartu Tani dalam Penyaluran Pupuk Bersubsidi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi.

1.4 Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat antara lain:

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya kajian ilmu-ilmu administrasi publik dan khususnya pengembangan ilmu berkaitan dengan implementasi program. Selain itu bagi peneliti diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan pengalaman yang berharga dalam menganalisis suatu fenomena dan membandingkan dengan teori-teori yang dipelajari.

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan mampu menyumbangkan beberapa masukan dan saran kepada pemerintah Kabupaten Dairi dalam hal memahami bagaimana penerapan kartu tani agar dapat dilaksanakan dengan baik dan juga solusi terhadap persoalan yang dihadapi oleh pemerintah dalam penerapan kartu tani tersebut.

11 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Implementasi

Secara etimologis pengertian implementasi menurut Kamus Webster yang dikutip oleh Wahab adalah:

Konsep implementasi berasal dari bahasa inggris yaitu to implement. Dalam kamus besar Webster, to implement (mengimplementasikan) berarti to provide the means for carrying out (menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu);

dan to give practical effect to (untuk menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu)”(Webster dalam Wahab, 2004:64).

Implementasi berasal dari bahasa Inggris yaitu to implement yang berarti mengimplementasikan. Implementasi merupakan penyediaan sarana untuk melaksanakan sesuatu yang menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu.

Sesuatu tersebut dilakukan untuk menimbulkan dampak atau akibat itu dapat berupa undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan dan kebijakan yang dibuat oleh lembaga-lembaga pemerintah dalam kehidupan kenegaraan.

Pengertian implementasi selain menurut Webster di atas dijelaskan juga menurut Van Meter dan Van Horn bahwa implementasi adalah: Implementasi adalah tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu/pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan”(Meter & Horn dalam Wahab, 2004:65).

Pandangan Meter & Horn bahwa implementasi merupakan tindakan oleh individu, pejabat, kelompok badan pemerintah atau swasta yang diarahkan pada

12

tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam suatu keputusan tertentu.

Badan-badan tersebut melaksanakan pekerjaan-pekerjaan pemerintah yang membawa dampak pada warganegaranya. Namun dalam praktinya badan-badan pemerintah sering menghadapi pekerjaan-pekerjaan di bawah mandat dari undang-undang, sehingga membuat mereka menjadi tidak jelas untuk memutuskan apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang seharusnya tidak dilakukan.

Mazmanian & Sabatier juga mendefinisikan implementasi sebagai berikut:

Implementasi adalah pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan-keputusan badan peradilan”.(Mazmanian &

Sebastiar dalam Wahab, 2004:68)

Implementasi menurut Mazmanian & Sabatier merupakan pelaksanaan kebijakan dasar berbentuk undang-undang juga berbentuk perintah atau keputusan-keputusan yang penting atau seperti keputusan-keputusan badan peradilan. Proses implementasi ini berlangsung setelah melalui sejumlah tahapan tertentu seperti tahapan pengesahan undang-undang, kemudian output kebijakan dalam bentuk pelaksanaan keputusan dan seterusnya sampai perbaikan kebijakan yang bersangkutan.

Dari beberapa pendapat di atas dapat dikatakan bahwa implementasi adalah suatu rangkaian kegiatan untuk melaksanakan suatu kebijakan yang ditujukan kepada publik atau masyarakat untuk mencapai hasil berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan tersebut tidak hanya melibatkan aparat pelaksana sampai pada tingkat paling rendah, tetapi juga melibatkan masyarakat, kegiatan mana menciptakan

13

peluang bagi masyarakat melibatkan dirinya dalam mengakses kepentingannya dan tercapainya kepentingan dalam pengambil kebijakan.

2.1.1 Model-Model Implementasi

Model implementasi adalah suatu konsep yang penting untuk melihat proses implementasi secara riil dan sederhana dari keseluruhan implementasi yang dihadapi oleh para aktor kebijakan publik. Sehubungan dengan hal tersebut, beberapa model implementasi kebijakan publik dapat dilihat dari perspektif para ahli yang mengagas sesuai dengan tujuan dan persepsi masyarakat yang menjadi pelaksana dari kebijakan yang tersebut.

Model implementasi merupakan deskripsi sederhana mengenai asepek-aspek penting yang dipilih dan disusun sebagai upaya mengejawantahkan, meniru, menjelaskan, meramalkan, mencoba dan menguji hipotesis implementasi kebijakan publik untuk tujuan tertentu (Setyawan, 2017:114).

Berikut akan dipaparkan beberapa model implementasi kebijakan:

1. Model Van Meter & Van Horn

Van Meter & Van Horn (dalam Hutahayan, 2019:25-26), mengatakan bahwa implementasi kebijakan berjalan linear dari kebijakan publik, implementor dan kinerja kebijakan publik.

Ada beberapa variabel yang dimasukkan sebagai variabel yang mempengaruhi kebijakan publik. Variabel-variabel tersebut antara lain adalah :

a. Policy standard and objectives (Ukuran dan tujuan kebijakan)

Untuk mengukur kinerja implementasi kebiajkan yang menegaskan ukuran dan tujuan tertentu yang harus dicapai oleh pelaksana

14

kebijakan, kinerja kebijakan pada dasarnya merupakan penilaian atas tingkat pencapaian standar dan sasaran tersebut. Kejelasan dan sasaran kebijakan harus dapat dilihat secara spesifik hingga diakhir program dapat diketahui keberhasilan atau kegagalan dari kebijakan atau program yang dijalankan.

b. Resources (sumberdaya)

Sumber daya mengarah kepada seberapa besar dukungan finansial dan sumber daya manusia untuk melaksanakan program atau kebijakan.Hal sulit yang sering terjadi ialah berapa nilai sumber daya (baik finansial maupun manusia) untuk menghasilkan implementasi kebijakan dengan kinerja baik

c. Interorganizational communication and enforcement activities (komunikasi antara organisasi dan aktivitas pelaksana)

Koordinasi adalah suau cara kerja yang sangat berpengaruh dalam implementasi kebijakan publik. Semakin baik koordinasi komunikasi antara pihak dalam proses implementasi, maka dapat diasumsikan kesalahan kecil akan jarang terjadi.

d. The characteristics of implementation of agencies (karakteristik pelaksana)

Yang dimaksudan dengan agen pelaksana di sini adalah menyangkut organisasi formal maupun informal yang terlibat dalam pengimplementasian suatu program. Hal ini sangat penting karena kinerja implementasi kebijakan sangat dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta cocok dengan para agen pelaksananya. Misalnya implementasi kebijakan publik yang berusaha untuk merubah perilaku atau tingkah laku manusia secara radikal, maka agen pelaksana proyek itu haruslah berkarakteristik keras dan ketat pada aturan serta sanksi hukum.

e. The diposition or response of implementers (disposisi atau respon dari para pelaksana

Sikap penerimaan atau penolakan dari pelaksana akan sangat banyak mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja implementasi kebijakan publik. Hal ini sangat mungkin terjadi oleh karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat yang mengenal betul persoalan dan permasalahan yang mereka rasakan.

Melainkan kebijakan yang akan implementor laksanakan adalah kebijakan “dari atas ke bawah” (top down) yang sangat mungkin pengambil keputusannya tidak mengetahui kebutuhan, keinginan, atau permasalahan yang ingin diselesaikan.

15

f. The economic, social and political environment (lingkungan ekonomi, sosial dan politik)

Hal yang terakhir menjadi perhatian guna menilai kinerja implementasi kebijakan publik yang ditawarkan oleh Van Meter dan Van Horn adalah sejauh mana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan publik yang telah ditetapkan. Lingkungan ekonomi, sosial, dan politik yang tidak kondusif dapat menjadi penyebab dari kegagalan kinerja implementasi kebijakan. Oleh karena itu, upaya untuk mengimplementasikan kebijakan harus pula memperhatikan lingkungan eksternal.

Gambar 2.1 Model Implementasi Van Meter & Van Horn

Sumber : Hill dan Hupe (dalam Hutahayan, 2019:26)

Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikatakan dalam melaksanakan suatu kebijakan diperlukan aktivitas atau kegiatan, sehingga pada akhirnya hasil yang didapatkan sesuai dengan tujuan awal kebijakan tersebut. Hubungan yang saling terikat dan kompleks dari berbagai variabel sangat mungkin terjadi dalam implementassi kebijakan, sehingga penelitian implementasi tidak dilihat sebagai suatu yang sederhana.

16 2. Model Implementasi Mazmanian & Sabatier

Model kerangka analisis implementasi (a fream work for implementation analysis) yang diperkenalkan oleh Mazmanian & Sabatier (dalam Sulila, 2017: 57-58) mengklasifikasikan proses implementasi kebijakan ke dalam 3 (tiga) variabel utama, yakni :

a. Variabel independen, yaitu mudah tidaknya masalah yang akan digarap dikendalikan

b. Variabel intervening, yaitu kemampuan keputusan kebijakan untuk menstruktur secara tepat proses implementasi

c. Pengaruh langsung berbagai variabel politik terhadap keseimbangan dukungan bagi tujuan yang termuat dalam keputusan kebijakan tersebut.

Variabel tergantung (dependen), yaitu tahapan dalam proses implementasi dengan lima tahapan, yaitu pemahaman dari lembaga atau badan pelaksana dalam bentuk disusunnya kebijakan pelaksana, kepatuhan objek, hasil nyata, penerimaan atas hasil nyata tersebut dan akhirnya mengarah kepada revisi atas kebijakan yang dibuat dan dilaksankan tersebut atau keseluruhan kebijakan yang bersifat mendasar.

Gambar 2.2 Model Implementasi Mazmanian & Sabatier

Sumber: Mazmanian & Sabatier (dalam Sulila, 2017: 59)

17

Dari model ini dapat dilihat bahwa implementasi adalah upaya melaksanakan keputusan kebijakan. Model ini mengklasifikasikan proses implementasi dalam tiga variabel, yaitu: mudah tidaknya masalah yang dikendalikan, kemampuan keputusan kebijakan untuk menstrukturkan secara tepat proses implementasinya dan pengaruh langsung berbagai variabel politik terhadap keseimbangan dukungan bagi tujuan yang termuat dalam keputusan kebijakan tersebut serta tahap tahap implementasi yang harus dilalui.

3. Model Implementasi Edward III

Menurut teori Edward III (dalam Sulila, 2015:48-50), ada 4 (empat) faktor atau variabel dalam implementasi kebijakan publik. Tidak ada variabel tunggal dalam proses implementasi kebijakan, sehingga perlu dijelaskan keterkaitan antara satu variabel dengan variabel lain, dan bagaimana variabel-variabel ini mempengaruhi proses implementasi kebijakan.

Berikut 4 (empat) faktor atau variabel yang mempengaruhi kebijakan publik tersebut, yaitu:

a. Komunikasi

Menunjukkan peran penting sebagai acuan agar pelaksana kebijakan mengetahui secara pasti apa yang akan mereka kerjakan. Berarti komunikasi juga dapat dinyatakan perintah dari atasan terhadap pelaksana-pelaksana sehingga penerapan kebijakan tidak keluar dari sasaran yang dikehendaki dengan demikian harus dinyatakan dengan jelas, tepat dan konsisten.

b. Sumber daya

Variabel ini bukan hanya mencakup faktor sumber daya manusia/aparat semata tetapi juga mencakup penempatan pegawai staf, informasi, wewenang dan fasilitas untuk mendukung keberhasilan pelaksanaan kebijakan tersebut. Hal ini dapat dijelaskan bahwa sumber

18

daya yang memadai dan memenuhi kualifikasi akan menghasilkan pelaksanaan kebijakan yang tepat dan efektif.

c. Disposisi atau sikap

Yang diartikan sebagai keinginan atau kesepakatan dikalangan pelaksana untuk menerapkan pelaksanaan kebijakan. Jika penerapan kebijakan dilaksanakan secara efektif, pelaksana bukan hanya mengetahui apa yang harus mereka kerjakan, tetapi juga harus memiliki kemampuan untuk menerapkannya, serta mereka juga harus mempunyai keinginan untuk menerapkan kebijakan tersebut

d. Struktur birokrasi.

Merupakan variabel terakhir yang mempunyai dampak terhadap penerapan kebijakan dalam arti bahwa penerapan kebijakan itu tidak akan berhasil jika terdapat kelemahan dalam struktur birokrasi tersebut, dalam hal ini ada dua hal yaitu sikap dan prosedur yang rutin secara fragmentasi dalam pertanggungjawaban diantara berbagai mitra organisasi.

Gambar 2.3 Model Implementasi Edward III

Sumber:Edward III (dalam Sulila, 2015:51)

Dari gambar tersebut dapat dilihat komunikasi ditempatkan pada posisi teratas dalam besarnya pengaruh terhadap keefektifan implementasi kebijakan. Ini berkaitan dengan interelasi dan interaksi antara aktor perumus kebijakan (pengambil keputusan) dengan aktor pelaksana kebijakan, maupun komunikasi antar pelaksana kebijakan

19

dengan kelompok sasaran. Berkomunikasi dapat memberikan kejelasan informasi yang akan disampaikan.

Berdasarkan dari pemaparan di atas, maka peneliti mengambil model implementasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah model dari Van Meter &

Van Horn yang mengemukakan enam (6) kategori yang berkaitan dengan keberhasilan atau kegagalan implementasi suatu kebijakan, yaitu faktor ukuran dan tujuan kebijakan, sumber daya, karakteristik agen pelaksana, disposisi, komunikasi antar organisasi dan lingkungan ekonomi, sosial dan politik. Alasan peneliti memilih model tersebut adalah karena kategori yang dikemukakan oleh Van Meter & Van Horn dapat menjelaskan secara menyeluruh tentang implementasi program kartu tani dalam penyaluran pupuk bersubsidi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi dan dapat lebih konkret dalam menjelaskan proses implementasi sebenarnya.

2.2 Pengertian Program

Program merupakan tahap-tahap dalam penyelesaian rangkaian kegiatan yang berisi langkah-langkah yang akan dikerjakan untuk mencapai tujuan dan merupakan unsur pertama yang harus ada demi tercapainya kegiatan implementasi. Program akan menunjang implementasi, karena dalam program telah dimuat berbagai aspek antara lain :

a. Adanya tujuan yang ingin dicapai.

b. Adanya kebijaksanaan-kebijaksanaan yang diambil dalam mencapai tujuan itu.

c. Adanya aturan-aturan yang harus dipegang dan prosedur yang harus dilalui.

d. Adanya perkiraan anggaran yang dibutuhkan.

20

e. Adanya strategi dalam pelaksanaan (Manila, 2006 : 43).

Selanjutnya Keban (2004 : 35), menyebutkan : Apakah program efektif atau tidak, maka standar penilaian yang dapat dipakai adalah organisasi, interpretasi, penerapan.

Ketiga standar penilaian tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Organisasi

Maksudnya disini ialah organisasi pelaksanaan program. Selanjutnya organisasi tersebut harus memiliki strukutur organisasi, adanya sumber daya manusia yang berkualitas sebagai tenaga pelaksana dan perlengkapan atau alat-alat kerja serta didukung dengan perangkat hukum yang jelas. Stuktur organisasi yang kompleks, stuiktur ditetapkan sejak semula dengan desain dari berbagai komponen atau subsistem yang ada tersebut.

Sumber daya manusia yang berkualitas berkaitan dengan kemampuan aparatur dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Aparatur dalam hal ini petugas yang terlibat dalam pelaksanaan program. Tugas aparat pelaksana program yang utama adlah memberikan pelayanan kepada masyarakat yang dipercayakan kepadanya untuk mencapai tujuan negara. Agar tugas-tugas pelaksana program dapat dilaksanakan secara efektif maka setiap aparatur dituntut memiliki kemampuan yang memadai sesuai dengan bidang tugasnya.

b. Interpretasi

Maksudnya disini agar program dapat dilaksanakan sesuai dengan peraturan atau ketentuan yang berlaku, harus dilihat apakah pelaksanaannya telah

21

sesuai dengan petunjuk pelaksana dan petunjuk teknis yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang.

1) Sesuai Dengan Peraturan

Sesuai dengan peraturan berarti setiap pelaksanaan kebijaksanaan harus sesuai dengan peraturan yang berlaku baik Peraturan Tingkat Pusat, Provinsi, Kabupaten.

2) Sesuai Dengan Petunjuk Pelaksana.

Sesuai dengan petunjuk pelaksana berarti pelaksanaan kebijaksanaan dari peraturan sudah dijabarkan cara pelaksanaannya pada kebijaksanaan yang bersifat administratif, sehingga memudahkan pelaksana dalam melakukan aktifitas pelaksanaan program.

3) Sesuai Petunjuk Teknis

Sesuai dengan petunjuk teknis berarti kebijaksanaan yang sudah dirumuskan dalam bentuk petunjuk pelaksana dirancang lagi secara teknis agar memudahkan dalam operasionalisasi program. Petunjuk teknis ini bersifat strategis lapangan agar dapat berjalan efisien dan efektif, rasional dan realistis.

c. Penerapan

Maksudnya disini peraturan/kebijakan berupa petunjuk pelaksana dan teknis telah berjalan sesuai dengan ketentuan, untuk dapat melihat ini harus dilengkapi dengan adanya prosedur kerja yang jelas, program kerja serta jadwal kegiatan yang disiplin.

1) Prosedur kerja yang jelas

22

Prosedur kerja yang sudah ada harus memiliki prosedur kerja agar dalam pelaksanaannya tidak terjadi tumpang tindih, sehingga tidak bertentangan antara unit kegiatan yang terdapat di dalamnya.

2) Program kerja

Program kerja harus sudah terprogram dan terencana dengan baik, sehingga tujuan program dapat direalisasikan dengan efektif

3) Jadwal kegiatan

Program yang sudah ada harus dijadwalkan kapan dimulai dan diakhiri suatu program agar mudah dalam mengadakan evaluasi. Dalam hal ini yang diperlukan adanya tanggal pelaksanaan dan rampungnya sebuah program sudah ditentukan sebelumnya.

2.2.1 Implementasi Program

Program merupakan unsur pertama yang harus ada demi tercapainya kegiatan implementasi. Unsur kedua yang harus di penuhi dalam proses implementasi program yaitu adanya kelompok masyarakat yang menjadi sasaran program, sehingga masyarakat dilibatkan dan membawa hasil dari program yang dijalankan dan adanya perubahan dan peningkatan dalam kehidupannya. Tanpa memberikan manfaat kepada masyarakat maka dikatakan program tersebut telah gagal dilaksanakan. Berhasil atau tidaknya suatu program diimplementasikan tergantung dari unsur pelaksanaannya (eksekutif). Unsur pelaksanaan ini merupakan unsur ketiga. Pelaksanaan penting artinya karena pelaksanaan baik itu organisasi maupun perorangan bertanggungjawab

23

dalam pengelolaan maupun pengawasan dalam proses implementasi. (Riggs, 2005:54).

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa implementasi program adalah tindakan-tindakan yang dilaksanakan oleh individu-individu atau pejabat-pejabat terhadap suatu objek atau sasaran yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, melalui adanya organisasi, interpretasi dan penerapan.

Guna mencapai tujuan implementasi program secara efektif, pemerintah harus melakukan aksi atau tindakan yang berupa penghimpunan sumber dana dan pengelolaan sumber daya alam dan manusia. Hasil yang diperoleh dari aksi pertama dapat disebut input kebijakan, sementara aksi yang kedua disebut sebagai proses implementasi kebijakan (Ratmiko, 2005:4). Untuk mengoperasionalkan implementasi program agar tercapainya suatu tujuan serta terpenuhinya misi program diperlukan kemampuan yang tinggi pada organisasi pelaksanaannya.

2.3 Electronic Government (E-Government)

The World Bank Group (2006), mendefinisikan e-government adalah penggunaan teknologi informasi oleh badan-badan pemerintah. Forman (2005) menjelaskan bahwa e-government secara umum dapat didefinisikan sebagai penerapan TIK untuk meningkatkan kinerja dari fungsi dan layanan pemerintah tradisional. Sedangkan menurut Inpres No.3 Tahun 2003, pengembangan e-government merupakan upaya untuk mengembangkan penyelenggaraan kepemerintahan yang berbasis elektronik, dalam rangka meningkatkan kualitas layanan publik secara efektif dan efisien. Pengembangan e-government merupakan

24

sebuah proyek yang kompleks dan tidak murah sehingga membutuhkan perencanaan yang baik yang merujuk pada sebuah metode atau best practice agar tujuan dari proyek dapat tercapai.

Menurut Wibisono & Sulistyaningsih (dalam Indrajit, 2005) e-government digunakan oleh pemerintah dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi di dalam proses administrasi dan penghantar jasa. E-government menghubungkan informasi dan komunikasi, seperti jaringan, internet dan komputerisasi melalui pemerintah untuk meningkatkan jasa pelayanan. Dengan demikian e-government merupakan pemanfaatan dan pendayagunaan teknologi informasi dan komunikasi secara online dengan menggunakan internet atau perangkat lainnya yang dikelola oleh pemerintah untuk mentransformasikan informasi kepada masyarakat, pihak bisnis dan sesama pihak-pihak pemerintah lainnya untuk meningkatkan efisiensi, efektifitas, transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik.

Menurut Indrajit (2002) apabila dilihat dari sejarahnya, konsep e-government berkembang karena adanya tiga pemicu utama, yaitu:

1. Era globalisasi yang datang lebih cepat dari yang diperkirakan telah membuat isu-isu semacam demokratisasi, hak asasi manusia, hukum, transparansi, korupsi, civil society, good corporate governance, perdagangan bebas, pasar terbuka dan lain sebagainya menjadi hal-hal utama yang harus diperhatikan oleh setiap bangsa jika yang bersangkutan tidak ingin disingkirkandari pergaulan dunia. Dalam format ini, pemerintah harus mengadakan reposisi

25

terhadap perannya di dalam sebuah negara, dari yang bersifat internal dan fokus terhadap kebutuhan dalam negeri, menjadi lebih berorientasi ke eksternal dan fokus kepada bagaimana memposisikan masyarakat dan negaranya di dalam sebuah pergaulan global.

2. Kemajuan teknologi informasi (komputer dan telekomunikasi) terjadi sedemikian pesatnya sehingga data, informasi dan pengetahuan dapat diciptakan dengan teramat sangat cepat dan dapat segera disebarkan ke seluruh lapisan masyarakat di berbagai belahan dunia dalam hitungan detik.

3. Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat di dunia tidak terlepas dari semakin membaiknya kinerja industri swasta dalam melakukan kegiatan ekonominya. Kedekatan antara masyarakat (sebagai pelanggan) dengan pelaku ekonomi (pedagang, investor, perusahaan dan lain-lain) telah membuat terbentuknya sebuah standar pelayanan yang semakin membaik dari waktu ke waktu.

Ketiga aspek di atas, menyebabkan terjadinya tekanan dari masyarakat yang menginginkan pemerintah memperbaiki kinerjanya secara signifikan dengan cara memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi yang ada. Inisiasi pemerintah pada e-government pun kemudian terus dikembangkan untuk menjawab tuntutan tersebut.

Pengembangan e-government merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas layanan publik secara efektif dan efisien. Dengan kata lain, melalui pengembangan e-government dilakukan penataan sistem manajemen dan

26

proses kerja di lingkungan pemerintah dengan mengoptimasikan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi.

Untuk melaksanakan maksud tersebut, berdasarkan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan E-Government, pengembangan e-government diarahkan untuk mencapai 4 (empat) tujuan, yaitu:

1. Pembentukan jaringan informasi dan transaksi pelayanan publik yang memiliki kualitas dan lingkup yang dapat memuaskan masyarakat luas serta dapat terjangkau di seluruh wilayah Indonesia pada setiap saat tidak dibatasi oleh sekat waktu dan dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat.

2. Pembentukan hubungan interaktif dengan dunia usaha untuk meningkatkan.

3. Perekonomian nasional dan memperkuat kemampuan menghadapi perubahan dan persaingan perdagangan internasional.

4. Pembentukan mekanisme dan saluran komunikasi dengan lembaga-lembaga negara serta penyediaan fasilitas dialog publik bagi masyarakat agar dapat berpartisipasi dalam perumusan kebijakan negara.

5. Pembentukan sistem manajemen dan proses kerja yang transparan dan efisien serta memperlancar transaksi dan layanan antar lembaga pemerintah dan pemerintah daerah otonom.

27

Pengembangan sistem e-government tentunya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pengembangan e-government dibuat dan dinikmati oleh semua kalangan masyarakat serta dapat diakses kapan saja. E-government dapat menjadi sarana bagi masyarakat dalam memberitahukan keluhan atau kekurangan dari pelayanan yang diberikan oleh pemerintah. Melalui hal itu, maka peran masyarakat dalam proses pembuatan maupun pelaksanaan suatu program pemerintah sangat diperlukan. Hal ini tentu saja agar pemerintahan semakin transparan, berkualitas dan meningkatkan kinerja pemerintah.

Secara umum, penerapan e-government (Indrajit, 2002) diberbagai negara yang dikaji mempunyai tujuan sebagai berikut:

1. Meningkatkan kualitas layanan masyarakat, terutama dalam hal mempercepat proses dan mempermudah akses interaksi masyarakat.

2. Meningkatkan transparansi pemerintahan dengan memperbanyak akses informasi publik.

3. Meningkatkan pertanggungjawaban pemerintah dengan menyediakan lebih

3. Meningkatkan pertanggungjawaban pemerintah dengan menyediakan lebih