• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.4 RUSITEC

RUSITEC adalah salah satu pengujian menggunakan metode continous-culture untuk mengevaluasi pengaruh pakan terhadap proses fermentasi rumen.

Kelebihan RUSITEC adalah dapat digunakan untuk mengetahui gambaran dinamika proses fermentasi dalam periode yang panjang (beberapa minggu).

Metode RUSITEC juga dipilih untuk mengevaluasi beberapa informasi penting sebelum melakukan riset secara in vivo (Garcia et al., 2010). Teknik ini berfungsi untuk mengetahui efek perlakuan pakan terhadap fermentasi rumen. Parameter yang dapat diteliti adalah fermentasi rumen, kecernakan pakan dan produksi gas (Wahyono et al., 2012). Dalam RUSITEC, sampel pakan berada dalam kantong nilon yang diganti setiap 24 jam dan hal ini memungkinkan pengujian kecernakan,

16

fermentatif dan parameter mikroba dalam waktu yang sama (Czerkawski &

Breckenridge, 1997).

Evaluasi pakan secara in vitro dengan menggunakan alat Rumen Simulation Technique (RUSITEC) telah dikembangkan oleh Kajikawa et al., (2003). Alat ini dapat digunakan untuk mengukur beberapa parameter yaitu hasil fermentasi (pH, amonia, total volatile fatty acid/TVFA, biomasa mikroba, gas CH4) dan degradasi pakan (bahan kering dan bahan organik).

Sistem RUSITEC dilengkapi dengan 8x800 mLvessel yang digunakan untuk inkubasi dengan kapasitas dua sampel pakan didalam kantong nilon selama 24 jam. Waktu inkubasi ditentukan sedemikian rupa untuk mengatur efisiensi fermentasi selama 24 jam. Khusus pada hari pertama dilakukan inkubasi padatan rumen sebagai inokulan untuk proses fermentasi selama 8 hari (Kajikawa et al., 2003). Vessel sebagai fermentor diisi dengan 400 mL cairan rumen dan 400 mL saliva buatan.

Gambar 7. Diagam Sistematika RUSITEC.

17 Keterangan:

A Motor

B Batang penghubung pemutar rotor C Papan penggerak feed container

D Batang penghubung feed container dengan papan penggerak

E Waterbath

F Vessel untuk fermentasi

G Feed container

H Penahan samping vessel

I Penahan atas vessel

J Selang outlet effluent K Botol penampung effluent

L Kantong penampung gas

M Selang inlet saliva buatan

N Peristaltic pump

O Penampung saliva buatan

P Heater

Q Lubang kontrol effluent.

1A dan 1C Tanpa tampilan botol penampung effluent dan kantong penampung gas

1B Tanpa tampilan penampung saliva buatan dan peristaltic pump (Kajikawa et al., 2003)

Menurut Bhatta et al., (2006) faktor utama uji RUSITEC adalah kestabilan pH selama running yang mempengaruhi produksi mikroba, VFA dan gas.

Pengkondisian pH untuk meningkatkan aktivitas bakteri mungkin adalah salah satu metode untuk mengoptimalkan produksi VFA, menurunkan CH4 dan meningkatkan performa ternak.

18 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Mei 2016 di Laboratorium Pengujian Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Jalan Lebak Bulus Pasar Jumat Jakarta Selatan.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah perlatan gelas, sentrifus, cawan porselen, pompa vakum, seperangkat alat destilasi, mesin RUSITEC, desikator (Phyrex), kantong nilon ukuran pori-pori 50µ, microtube, yellowtube, pH meter (Hanna Istrumens), oven (Fisher Isotemp Oven), neraca analitik (Satrorius), tanur (Heraeus), tabung effluent (Scott DURAN), cawan conway (Phyrex) dan grinder (Fritsch Standard Funnel V2A 14304).

Bahan-bahan yang digunakan adalah tanaman sorghum, cairan rumen domba, residu isi rumen domba, saliva buatan (larutan Mc Dougall), EDTA (Merck), probiotik BIOS K2, NaOH (Merck), H2SO4 (Merck), HCl (Merck), K2CO3 (Merck), CuSO4 (Merck), buffer pH (Agilent Technologies) dan gas CO2.

3.3 Prosedur Percobaan 3.3.1 Pembuatan Pakan

Pakan yang dibuat pada penelitian ini sebanyak 3 jenis, yaitu pakan A (hijauan sorghum), pakan B (silase sorghum) dan pakan C (silase sorghum+BIOS K2). Pembuatan pakan A dilakukan dengan cara hijauan sorghum sebanyak 50 Kg

19

dipotong-potong, kemudian dikeringkan menggunakan oven pada suhu 105oC.

Setelah itu pakan A disimpan di dalam drum dengan volume 50 L pada suhu kamar (±25oC). Pembuatan pakan B dilakukan dengan cara hijauan sorghum sebanyak 50 Kg dipotong-potong, kemudian dimasukkan ke dalam drum pembuatan silase (Silo) dengan volume 50 L. Drum di tutup rapat hingga kondisinya kedap udara. Proses pembuatan silase akan berlangsung selama 21 hari.

Pembuatan pakan C dilakukan dengan cara hijauan sorghum dipotong-potong, kemudian dimasukkan ke dalam drum pembuatan silase (Silo) dengan volume 50 L. Selanjutnya, ke dalam silo ditambahkan 500 mL probiotik BIOS K2 yang sudah diencerkan dengan aquades (20 g dan molases 1%). Drum di tutup rapat hingga kondisinya kedap udara. Proses pembuatan silase akan berlangsung selama 21 hari.

Setelah 21 hari, masing-masing sampel pakan A, B dan C dikeringkan menggunakan oven 105oC kemudian dihaluskan menggunakan grinder hingga didapatkan serbuk. Selanjutnya sampel pakan ditimbang sebanyak 15 g dan dimasukkan kedalam kantong nilon, dan disimpan pada suhu 60oC. Hal ini dipersiapkan untuk pengujian RUSITEC.

Uji proksimat dilakukan terhadap pakan meliputi setiap perlakuan. Uji ini dilakukan untuk mengetahui kualitas awal pakan yang akan digunakan. Uji ini meliputi pengukuran bahan kering (BK), bahan organik (BO), serat kasar (SK), protein kasar (PK), dan lemak kasar (LK) yang dianalisis di Laboratorium Peternakan Institut Pertanian Bogor (IPB).

20 3.3.2 Prosedur Penentuan Uji Proksimat

3.3.2.1 Penentuan Bahan Kering (BK) (Metode AOAC 2005)

Disiapkan cawan yang sebelumnya telah dipanaskan ± 1 jam pada oven 105 C dinginkan dalam desikator, kemudian di timbang berat cawan kosong (X).

Setelah itu, di timbang pakan A (hay sorghum), pakan B (silase sorghum), dan pakan C (silase+BIOS K2) ± 5 g (Y) kemudian letakkan ke dalam cawan.

Selanjutnya masukkan cawan ke dalam oven 105˚C selama ± 4-6 jam (hingga tercapai bobot tetap). Angkat kemudian dinginkan dalam desikator, timbang dan catat beratnya. Ulangi tahap berikut sampai diketahui berat stabilnya (Z).

%BK = ( )

( ) x 100%

Keterangan:

X : Bobot cawan kosong (g) Y : Bobot sampel (g)

Z : Bobot akhir (g)

3.3.2.2 Penentuan Bahan Organik (BO) (Metode AOAC 2005)

Disiapkan cawan yang sebelumnya telah dipanaskan pada tanur 400-600˚C, dinginkan dalam desikator kemudian timbang dikeluarkan dari oven dan dimasukkan ke dalam desikator selama 1 jam ditimbang. Sampel pakan A, B, dan C yang telah di oven (c) kemudian di tanur dengan suhu 600˚C selama 4 jam.

Setelah itu, sampel pakan dimasukkan ke dalam desikator selama 1 jam lalu ditimbang (d).

Penentuan bahan kering (%BK), berat abu (%BA) dan bahan organik (%BO) diketahui dengan rumus sebagai berikut:

21

% BA = ( )

( ) 100%

%BO = %BK - %BA Keterangan:

a : Bobot cawan kosong (g) c : Bobot yang telah di oven (g) d : Bobot akhir (g)

3.3.2.3 Penentuan Serat Kasar (Metode AOAC 2005)

Sampel pakan A, B, dan C masing-masing dimasukkan ke dalam labu refluks sebanyak 1 g (X). Kemudian sampel ditambahkan 50 mL H2SO4 0,3 N dan didihkan selama 30 menit. Setelah itu ditambahkan 5 mL NaOH 1,5 N dan didihkan kembali selama menit. Kemudian disiapkan kertas saring yang telah dipanaskan dalam oven 105̊C selama 1 jam kemudian ditimbang (a). Lalu saring cairan menggunakan kertas saring di atas ke dalam corong Buchner, penyaringan tersebut dilakukan dengan labu penghisap yang dihubungkan dengan pompa vakum. Setelah itu, cuci bertutur-turut menggunaakn 50 mL air panas, 50 mL H2SO4 0,3 N, 50 mL air panas dan 25 mL aseton. Kemudian masukkan kertas saring beserta isinya ke dalam cawan porselen, lalu keringkan dengan oven 105̊C selama 1 jam, angkat dan dinginkan dalam eksikator kemudian timbang (Y).

Setelah itu masukkan kembali cawan kedalam tanur, angkat dan dinginkan kemudian timbang (Z). Penentuan serat kasar ini dapat dihitung dengan rumus :

% Serat Kasar = 100%

Keterangan:

a : Bobot kertas saring (g) Y : Bobot yang telah di oven (g) Z : Bobot akhir setelah di tanur (g)

22

3.3.2.4 Penentuan Lemak Kasar (Metode AOAC 2005)

Disiapkan labu penyari dengan batu didih di dalamnya yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 105-110 C dan didinginkan dalam eksikator.

Selanjutnya timbang berat labu penyari (a), timbang sampel pakan A, B, dan C ditimbang sebanyak ± 1 g (x), kemudian sampel dibungkus menggunakan kertas saring. Setelah itu, sampel pakan dimasukkan ke dalam soklet, dieksraksi dengan petroleum eter selama 6 jam. Sampel di oven kembali sampai bobot tetap dan ditimbang (b). Penentuan lemak kasar dapat dihitung dengan rumus :

%Lemak Kasar = 100%

Keterangan:

a : Bobot labu penyari (g) x : Bobot sampel (g) b : Bobot akhir (g)

3.3.2.5 Penentuan Protein Kasar (Metode AOAC 2005)

Sampel pakan A, B, dan C ditimbang sebanyak 0,3 g ditambahkan 1,5 g katalis selenium mixture, selanjutnya dimasukkan kedalam labu Kjeldahl 20 mL H2SO4 lalu sampel didestruksi sampai warna larutan menjadi hijau-kekuningan jernih, setelah itu dinginkan selama 15 menit. Kemudian ditambahkan 300 mL aquadest dan dinginkan kembali. Setelah itu ditambahkan 100 mL NaOH (teknis), kemudian lakukan destilasi tampung hasil destilasi dengan 10 mL H2SO4

0,1 N yang ditambah 3 tetes indikator campuran methylen blue dan methylen red.

Lakukan titrasi dengan NaOH 0,1 N sampai terjadi perubahan warna dari ungu biru kehijauan. Selanjutnya tetapkan penetapan blanko, pipet 10 mL H2SO4 0,1 N dan ditambah 2 tetes indikator PP selanjutnya titrasi dengan NaOH 0,1 N.

23

%Protein Kasar = ( ) ,

( ) 100%

3.3.3 Pengujian RUSITEC (Kajikawa et al. 2003)

Optimalisasi alat RUSITEC dilakukan tanpa sampel pakan, hal ini bertujuan untuk mengecek kinerja alat agar seluruh komponen bekerja optimal, mulai dari pompa peristaltik, vessel, sampai dengan heater. Optimalisasi alat dilakukan dengan running RUSITEC tanpa menginkubasi sampel dan menggunakan akuades sebagai simulasi cairan rumen serta saliva buatan. Adapun tahapannya adalah water bath diisi dengan akuades sampai vessel terendam.

Kemudian jirigen penampung saliva buatan diisi dengan akuades. Selanjutnya jirigen, selang dan peristaltic pump dirangkai secara berurutan. Masing-masing vessel diisi dengan akuades sampai penuh kemudian dimasukkan dalam water bath. Selang dari peristaltic pump disambungkan ke masing-masing tube inlet vessel kemudian sambungkan selang dari tube outlet vessel pada botol penampung akuades untuk mengoptimalkan laju flow rate saliva buatan antara 25 – 30 mL/jam. Optimalisasi dilakukan selama 1x24 jam untuk mengoptimalkan kondisi laju flow rate saliva buatan dan menginvestigasi jika ada gangguan pada rangkaian alat RUSITEC.

Inkubasi Sampel, persiapan media berupa cairan rumen harus dipersiapkan terlebih dahulu. Cairan rumen yang digunakan berasal dari domba dan disaring menggunakan empat lapis kain kasa kemudian dipisahkan antara padatan serta cairan. Sebanyak 75 g padatan rumen dimasukan dalam kantong nilon untuk ditempatkan pada bagian bawah container dalam masing-masing vessel. Total padatan rumen yang harus dipersiapkan adalah 75 g x 6 vessel container dan

24

dipersiapkan juga sampel pakan sebanyak 6x15 g. Pada inkubasi hari pertama, setiap vessel container diisi dengan satu padatan rumen (75 g) dan satu sampel pakan (15 g). Lalu ditambahkan campuran 400 mL cairan rumen dan 400 mL saliva buatan. Setiap hari dilakukan pergantian pakan dalam nilon sambil dilakukan sampling (setelah 24 jam running). Pada penggantian sampel pakan untuk hari yang kedua, padatan rumen diganti dengan sampel pakan yang baru.

Pada hari ketiga sampai seterusnya, penggantian sampel pakan dilakukan pada sampel yang sudah diinkubasi selama 48 jam. Selama penggantian pakan perlakuan, mesin RUSITEC dan peristaltic pump harus dalam kondisi inaktif serta selalu disuplai gas CO2 pada container vessel.

Pengontrolan aliran saliva buatan ke vessel selama inkubasi harus dilakukan untuk menjaga kestabilan aliran hasil inkubasi ke tabung effluent. Pengambilan effluent dan gas hasil inkubasi dilakukan setiap 24 jam. Pengambilan sampel pakan setelah inkubasi dilakukan setiap 48 jam. Produksi effluent ditampung di dalam botol merek Scott DURAN 1000 mL. Botol–botol tersebut ditempatkan pada lokasi yang lebih rendah dari mesin RUSITEC dan harus disterilkan dengan es.

Effluent hasil inkubasi dihomogenkan dan selanjutnya akan dianalisis pH, amonia, VFA total, VFA parsial, biomassa bakteri dan protozoa, degradasi bahan kering (DBK), degradasi bahan organik (DBO), produksi gas total dan komposisi gas.

25

3.3.3 Derajat Keasaman (pH) (Plummer D.T., 1971)

Pengukuran pH dilakukan pada effluent hasil inkubasi dari sampel A, B, dan C. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan pH meter. Sebelum dilakukan pengukuran, pH meter terlebih dahulu dikalibrasi dengan larutan pH 4 dan 7.

3.3.4 Pengukuran Kandungan Amonia (General Laboratory Procedure, 1966)

Effluent hasil inkubasi sampel cairan rumen dari pakan pakan A, B dan C masing-masing diambil sebanyak 1 mL dan dimasukkan ke dalam salah satu sekat Conway. Kemudian dimasukkan larutan K2CO3 sebanyak 1 mL dimasukkan pada sekat yang lainnya dan cawan kecil ditengah Conway diisi dengan 1 mL indikator Conway. Bagian tepi Conway diolesi dengan vaselin kemudian ditutup.

Conway di shaker sampai sampel dan K2CO3 tercampur rata. Sampel dibiarkan selama dua jam hingga larutan pada cawan kecil di bagian tengah Conway berubah menjadi kebiruan yang menandakan adanya amonia yang terikat dengan asam borat. Larutan hasil mikrodifusi Conway dititrasi dengan HCl 0.0167 N sampai warna kebiruan tersebut berubah kembali menjadi merah muda.

Kandungan amonia dihitung dengan rumus berikut :

NH3 (mM) = ( ) [ ] 1000

3.3.5 Pengukuran Kandungan Volatile Fatty Acid (VFA) Total (General Laboratory Procedures, 1966)

Effluent hasil inkubasi sampel cairan rumen A, B dan C masing-masing diambil sebanyak 5 mL dimasukkan ke dalam yellowtube dan ditambahkan H2SO4

1 N sebanyak 1 mL. Selanjutnya sampel disentrifugasi dengan kecepatan 3000

26

rpm selama 15 menit untuk memisahkan antara supernatan dengan pelet.

Kemudian cairan supernatan sebanyak 5 mL dimasukkan ke dalam tabung destilasi, lalu tabung ditutup dan dihubungkan dengan labu pendingin (Leibiq).

Selanjutnya tabung yang berisi sampel dimasukkan ke dalam labu penyuling berisi air mendidih yang dipanaskan selama proses destilasi. Uap air panas yang mendesak VFA akan terkondensasi dalam pendingin dan air yang terbentuk ditampung dalam erlenmeyer yang berisi larutan NaOH 0,5 N sebanyak 5 mL.

Destilat yang terkumpul sebanyak 300 mL, lalu ditambahkan indikator phenolpthalen (PP) sebanyak dua tetes dan dititrasi dengan HCl 0,5 N sampai terjadi perubahan warna dari merah muda menjadi tidak berwarna. Produksi VFA total dihitung dengan persamaan:

VFA (mM) = (a-b) x N HCl x 1000/5 mM Keterangan:

a = Volume blanko (mL) N HCl = Konsentrasi HCl b = Volume terpakai (mL)

3.3.6 Konsentrasi VFA parsial (IK15 BALITNAK)

Pengukuran konsentrasi VFA parsial menggunakan alat Gas Chromatogafi (GC) dan dilakukan di Balai Laboratorium Ternak. Effluent sebanyak 1 mL dimasukkan ke dalam tabung eppendorf ditambahkan dengan 30 mg asam sulfo-5-salisilat dihidrat dan dihomogenkan. Selanjutnya tabung eppendorf disentrifus pada kecepatan 12000 rpm selama 10 menit pada suhu 7oC. Sebelum diinjeksikan sampel terlebih dahulu diinjeksikan larutan standar VFA rumen. Perbedaan partisi atau absorbsi pada fase diam (kolom) dan fase bergerak (gas) memunculkan puncak pada layar monitor GC. Dengan membaca kromatogam standar acuan

27

VFA yang konsentrasinya telah diketahui, maka VFA sampel tersebut dapat diukur. Konsentrasi VFA parsial kemudian diukur dengan rumus:

VFA (mM) =

Keterangan:

VFA = Volatile fatty acid (asetat, propionat, butirat) BM = Berat molekul VFA parsial

Konsentrasi VFA standar 1mg/mL = 1000µg/mL

3.3.7 Biomassa Bakteri dan Protozoa (Blummel et al., 1999)

Microtube kosong dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 105oC selama satu jam. Selanjutnya microtube dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit, lalu ditimbang berat awal (Bo). Lalu sampel cairan rumen sebanyak 10 mL dimasukkan ke dalam microtube. Kemudian sampel disentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama sepuluh menit hingga membentuk supernatan dan pelet. Supernatan yang terbentuk dipindahkan ke dalam microtube baru.

Microtube tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 3500 rpm selama 10 menit hingga membentuk endapan. Endapan yang terbentuk adalah protozoa.

Selanjutnya supernatan yang terbentuk, dipindahkan ke microtube lain dan disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit dan menghasilkan endapan. Endapan yang terbentuk adalah bakteri. Sepuluh microtube yang berisi lima microtube berisi protozoa dan lima microtube berisi bakteri dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 60oC selama 24 jam lalu dipindahkan ke dalam oven dengan suhu 105oC selama satu jam. Microtub diletakkan dalam desikator selama 15 menit kemudian ditimbang berat akhir (Bt). Biomassa bakteri dan protozoa dapat dihitung dengan rumus:

28

Pengukuran DBK dilakukan dengan memasukkan kantong nilon beserta sisa pakan hasil inkubasi ke dalam oven 60°C dan oven 105°C. Setelah berat kantong konstan, kantong berisi sisa pakan ditimbang kemudian DBK dapat diukur dengan rumus:

Pengukuran degradasi bahan organik (DBO) dengan memasukkan sebagaian sampel pakan ke dalam tanur 600 °C. Selisih berat sampel sebelum dan sesudah dimasukkan tanur adalah kandungan bahan organik sampel. Nilai DBO dapat dihitung menggunakan rumus:

29

3.3.9 Produksi Gas Total (Owens & Goesfsch 1998)

Pengujian hasil produksi gas dilakukan dengan cara ditampung di dalam gas bag khusus untuk penampung gas hasil fermentasi. Pengukuran total produksi gas dilakukan menggunakan bejana air dengan memanfaatkan hukum Archimedes.

Pengamatan dilakukan dengan cepat untuk meminimalisir adanya perubahan suhu. Perhitungan gas total dapat dihitung dengan rumus :

Gas Total (mL/200mg) = . . .

Keterangan:

Vol.t : Volume gas 24 jam Vol.to : Volume gas awal Vol.blanko : Volume gas pada blanko BK sampel : Berat kering sampel

3.3. 10 Analisis Gas CO2 dan CH4 (Owens & Goesfsch 1998)

Gas dikeluarkan dari syringe dan langsung dimasukkan kedalam plastik untuk menampung gas, secara perlahan piston syringe ditekan agar gas tidak keluar dari dalam wadah. Setelah itu, semua sampel yang sudah dimasukkan dalam wadah dianalisis menggunakan gas analyzer.

3.4 Analisis Data

Data hasil penelitian ini dianalisis menggunakan analysis of variance (ANOVA) dan pengujian lanjutan menggunakan perhitungan Duncan untuk membandingkan semua parameter dari tiga perlakuan pengujian in vitro yaitu cairan rumen domba yang diberikan hay (hijauan sorghum yang dikeringkan) (A), silase sorghum (B), dan silase sorghum yang ditambahkan dengan probiotik BIOS K2 (C). Pengujian ini dilakukan dengan pengulangan 2 kali pada setiap sampel.

Pengujian hipotesis berdasarkan pada ketetapan H0 dan H1:

30

H0= Tidak ada perbedaan pada setiap perlakuan

H1 = Terdapat perbedaan dari setiap perlakuan

Jika Sig. < 0.05 maka H0 ditolak dan H1 diterima Jika Sig. > 0.05 maka H0diterima dan H1 ditolak.

31 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Uji Proksimat Pakan

Analisis proksimat merupakan suatu metode untuk mengindentifikasi kandungan nutrisi pada makanan dari bahan pangan atau pakan. Analisis ini memiliki manfaat untuk mengetahui kualitas pakan terutama pada standar zat makanan yang terkandung didalamnya. Pakan yang digunakan dalam uji in vitro ini adalah tanaman sorghum. Tanaman ini diberikan suatu perlakuan yang berbeda-beda yang terdiri dari perlakuan hay, silase, dan silase + BIOS K2. Hay merupakan proses pengawetan dengan cara sampel dikeringkan di bawah sinar matahari. Sedangkan silase merupakan suatu produk fermentasi yang dilakukan secara anaerob dan disimpan dalam waktu tertentu. Selanjutnya, pakan ini dilakukan pengujian pada parameter kandungan bahan kering (%BK), bahan organik (%BO), protein kasar (%PK), lemak kasar (%LK), dan serat kasar (%SK) (Tabel 2).

Tabel 2. Kandungan Nutrisi Tanaman Sorghum Proksimat

Hasil analisis proksimat kandungan bahan kering pada sampel A diperoleh 87,64% lebih tinggi dibandingkan dengan sampel B dan C sebesar 86,15% dan 87,27%. Tingginya kandungan bahan kering pada sampel A (hay sorghum), hal ini adanya perlakuan pengeringan pada hijauan. Proses pengeringan dilakukan

32

dengan cara memanaskan sampel di bawah sinar matahari, akibat adanya proses tersebut menyebabkan kandungan air pada tanaman sorghum lebih rendah sehingga bahan keringya tinggi. Sedangkan pada perlakuan B dan C adanya proses fermentasi pada silase terjadinya menyebabkan kandungan air tinggi sehingga kandungan bahan keringnya lebih rendah.

Bahan organik adalah bahan alam selain kandungan air dan abu, meliputi kandungan karbohidrat, lemak, dan protein yang terdapat pada pakan. Kandungan bahan organik sangat dibutuhkan oleh ternak dalam jumlah yang cukup. Hasil kandungan bahan organik yang diperoleh pada pakan sampel A sebesar 82,16%

lebih tinggi dibandingkan dengan sampel B dan C yaitu sebesar 80,53% dan 81,4%. Adanya proses fermentasi pada sampel B dan C menjadikan kandungan bahan organik lebih rendah. Kandungan bahan organik yang rendah dapat mempercepat proses degradasi pada pakan, sehingga pakan mudah dicerna dan diuraikan oleh ternak.

Kandungan protein kasar pada sampel B diperoleh sebesar 12,25% lebih tinggi dibandingkan dengan sampel A dan C yaitu sebesar 8,54% dan 10,49%.

Adanya peningkatan kandungan protein pada pakan menjadikan peningkatan kualitas pakan. Hal ini karena protein memiliki peranan penting di dalam rumen, karena di dalam rumen protein kasar akan mengalami proses hidrolisis menjadi peptida oleh enzim proteolisis yang dihasilkan oleh mikroba proteolitik. Peptida akan mengalami degradasi lebih lanjut menjadi asam-asam amino yang nantinya akan dideaminasi menjadi amonia untuk menyusun mikroba (Widodo et al., 2012).

33

Kandungan lemak kasar digunakan oleh ternak sebagai energi dalam melakukan metabolisme tubuh (Suprapto et al., 2013). Kandungan lemak kasar yang dihasilkan pada sampel C sebesar 1,87% lebih tinggi dibandingkan pada sampel A dan B sebesar 1,6 dan 0,58%. Kandungan lemak kasar dapat dipengaruhi oleh besarnya mikroba dalam melakukan fermentasi. Meningkatnya kandungan lemak kasar menunjukkan adanya penguraian lemak pada saat proses fermentasi dapat menghasilkan asam-asam lemak (Jamila et al., 2010).

Kandungan serat kasar pada sampel C adalah 25,25% lebih tinggi dibandingkan dengan sampel A dan B sebesar 19,38 dan 20,45%. Pada ketiga jenis pakan ternyata memiliki kandungan serat kasar yang lebih rendah dibandingkan dengan jerami sorghum sebesar 31,69% (Purwanti, 2008).

Komponen yang terkandung dalam serat kasar antara lain selulosa, hemiselulosa dan lignin (Hendraningsih, 2010). Sampel B dan C yang dijadikan silase dapat membantu ternak dalam mendegradasi serat kasar lebih mudah. Di dalam rumen, selulosa didegradasi oleh enzim selulase, menghasilkan monosakarida, oligosakarida, polisakarida, dan menjadi produk akhir berupa glukosa. Glukosa ini merupakan sumber energi mikroba rumen yang digunakan untuk berkembang biak. Setelah mati mikroba tersebut akan menjadi lisis dan diserap oleh fili usus di dalam ternak dan menjadi sumber karbon untuk ternak tersebut (Sutardi, 1997).

Probiotik BIOS K2 sebenarnya merupakan isolat khamir. Pada saat ditambahkan khamir tersebut di dalam rumen akan mengambil oksigen sehingga kondisi anaerob dapat cepat tercapai dan akan meningkatkan viabilitas bakteri.

Viabilitas bakteri yang meningkat akan berakibat pula peningkatan aktivitas selulolitik, jumlah protein mikroba, penurunan produksi laktat, perubahan

34

konposisi VFA, kestabilan pH rumen yang terjaga, dan menekan bakteri metanogenesis. Akibat dari khamir tersebut adalah terjadinya efisiensi kecernaan pakan yang tinggi dan akan mempu menekan bakteri penghasil metana (Gambar 7). (Sugoro, 2010).

Gambar 8. Peran probiotik khamir di dalam rumen (Sugoro, 2007) 4.2 Kualitas cairan rumen hasil fermentasi dengan metode RUSITEC

Metode RUSITEC (Rumen Simulation Technique) merupakan suatu metode analisis in vitro yang dirancang oleh Czerkawski dan Breckenridge tahun 1977 yang telah dimodifikasi sehingga terjadi proses fermentasi sebagaimana ternak hidup. Pada rumen buatan ini mikroorganisme dapat dipertahankan seutuhnya dalam waktu yang relatif lama sampai dengan beberapa minggu karena dalam sistem tersebut mikroorganisme diberikan pakan seperti ternak ruminansia hidup. Di samping itu mikroorganisme diberikan pula kondisi fisiologis seperti halnya lingkungan rumen seperti temperatur, pH dan aliran saliva.

35

Pada penelitian ini, hasil fermentasi pakan dan cairan rumen dalam alat RUSITEC selanjutnya dihomogenkan dan dipisahkan untuk dilakukan pengukuran volume effluent. Kualitasnya diamati berdasarkan parameter pengujian meliputi pH, amonia, VFA total, VFA parsial, biomassa bakteri, biomassa protozoa, degradasi bahan kering, degradasi bahan organik, produksi gas dan komposisi gas. Adapun hasil dari setiap parameter pengujian dijelaskan pada bagian selanjutnya:

4.2.1 Hasil Pengujian pH

4.2.1 Hasil Pengujian pH

Dokumen terkait