• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGAM STUDI KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2016 M/1438 H

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PROGAM STUDI KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2016 M/1438 H"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

KUALITAS PRODUK FERMENTASI CAIRAN RUMEN PADA DOMBA YANG DIBERI PAKAN SILASE SORGHUM (Sorghum biocolor L.)

YANG DISUPLEMENTASI PROBIOTIK BIOS K2 DENGAN METODE RUSITEC

MANSYURAH HAMIDA KARSA

PROGAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2016 M/1438 H

(2)

KUALITAS PRODUK FERMENTASI CAIRAN RUMEN PADA DOMBA YANG DIBERI PAKAN SILASE SORGHUM (Sorghum biocolor L.)

YANG DISUPLEMENTASI PROBIOTIK BIOS K2 DENGAN METODE RUSITEC

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh :

MANSYURAH HAMIDA KARSA 11140960000090

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2016 M / 1437 H

(3)
(4)
(5)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, Oktober 2016

Mansyurah Hamida Karsa 11140960000090

(6)

i

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warohmatullahi wabarakatuh

Segala puji hanya milik Allah Ta’ala, karena atas izin-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, beserta keluarganya dan para sahabatnya yang setia mengorbankan jiwa raga dan lainnya untuk tegaknya syi’ar Islam yang pengaruh dan manfaatnya kini masih terasa.

Penelitian yang berjudul “Kualitas Produk Fermentasi Cairan Rumen Domba yang diberi Pakan Silase (Sorghum biocolor L.) yang disuplemementasi Probiotik BIOS K2 dengan Metode RUSITEC” ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah kolokium di Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini tidak mungkin selesai tanpa pihak-pihak yang terus memberikan bimbingan dan dukungannya, sehingga ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada :

1. Dr. Irawan Sugoro M.Si selaku pembimbing I yang telah memberikan pengarahan serta bimbingannya sehingga banyak membantu penulis dalam menyelesaikan proposal penelitian ini.

2. Anna Muawanah, M.Si selaku Pembimbing II yang telah membimbing dan memberikan banyak masukan kepada penulis.

3. Drs. Dede Sukandar, M.Si selaku Ketua Progam Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

(7)

ii

5. Dr. Siti Nurbayti, M.Si dan La Ode Sumarlin, M.Si., selaku Penguji I dan Penguji II yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.

6. Seluruh dosen progam studi kimia yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama menempuh pendidikan.

7. Kedua orang tua (E. Sukarsa dan Deudeu Hamidah), kakak (Ikrar Syaiduddin Karsa), adik (Sameena Hamidah dan Nurazia Mayarani Hamidah) dan keluarga tercinta atas segala doa, pengorbanan, nasihat, dan motivasinya kepada penulis.

8. Nurani Hidayati, Pak Teguh, Ibu Nunik, Pak Dinar, Ka Arin, Ka Bay dan Ka Tia sebagai laboran yang telah banyak memberikan bantuan kepada penulis selama melakukan penelitian di laboratorium.

9. Teman-teman kimia kelas konversi Galih Damayanti, Vicky Rosita, Latifah Tulhusna, Aulia Azhari, Citra Hesti, Reski Mar’af dan Firman Agung Faizal yang senantiasa memberi dukungan, motivasi dan kebahagiaan kepada penulis.

10. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan proposal penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.Harapan penulis semoga penelitian ini dapat dilakukan sesuai dengan rancangannya.

Ciputat, 27 Januari2015

Mansyurah Hamida Karsa

(8)

iii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Hipotesa Penelitian ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Bahan Pakan ... 6

2.1.1 Sorghum ... 7

2.1.2 Silase ... 8

2.2 Ruminansia... 9

2.2.1 Domba ... 10

2.2.2 Mikroba Cairan Rumen ... 11

2.2.3 Fermentasi dalam Cairan Rumen ... 12

2.3 Probiotik BIOS K2 ... 14

2.4 RUSITEC ... 15

BAB III METODE PENELITIAN ... 18

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 18

3.2 Alat dan Bahan ... 18

3.3 Prosedur Percobaan ... 18

3.3.1 Pembuatan Pakan ... 18

3.3.2 Prosedur Penentuan Uji Proksimat ... 20

3.3.3 Pengujian RUSITEC ... 23

3.3.3 Derajat Keasaman (pH) ... 25

3.3.4 Pengukuran Kandungan Amonia ...25

3.3.5 Pengukuran Kandungan Volatile Fatty Acid (VFA) ... 25

3.3.6 Konsentrasi VFA parsial ... 26

3.3.7 Biomassa Bakteri dan Protozoa ... 27

3.3.8 Degradasi bahan kering dan degradasi bahan organik ... 28

3.3.9 Produksi Gas Total ... 29

3.3. 10 Analisis Gas CO2 dan CH4 ... 29

3.4 Analisis Data ... 29

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 31

4.1 Hasil Uji Proksimat Pakan ... 31

4.2 Kualitas cairan rumen hasil fermentasi dengan metode RUSITEC ... 34

(9)

iv

4.2.1 Hasil Pengujian pH ... 35

4.2.2 Hasil pengujian amonia... 36

4.2.3 Hasil Volatil Fatty Acid (VFA) Cairan Rumen ... 38

4.2.3.1 Hasil VFA total ... 38

4.2.3.2 Hasil VFA parsial ... 40

4.2.4 Hasil Biomassa Bakteri dan Protozoa ... 42

4.2.5 Hasil Degradasi Bahan Kering dan Degradasi Bahan Organik... 44

4.2.6 Produksi dan kandungan gas ... 46

BAB V PENUTUP ... 49

5.1 Simpulan ... 50

5.2 Saran ... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 50

LAMPIRAN ... 55

(10)

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Tanaman Sorghum ... 7

Gambar 2. Domba Ekor Tipis ... 11

Gambar 3. Struktur Asam Asetat ... 12

Gambar 4. Struktur Asam Butirat ... 12

Gambar 5. Struktur Asam Propionat ... 12

Gambar 6. Probiotik BIOS K2 ... 15

Gambar 7. Peran probiotik khamir di dalam rumen ... 34

Gambar 8. Diagam Sistematika RUSITEC. ... 16

Gambar 9. Nilai pH pada perlakuan ... 35

Gambar 10. Kandungan amonia ... 37

Gambar 11. Proses Metabolisme Protein Dalam Rumen Ternak Ruminansia... 38

Gambar 12. Kandungan VFA total ... 39

Gambar 13. Proses Metabolisme Karbohidrat dan Pembentukan VFA \ ... 40

Gambar 14. Kandungan VFA parsial... 41

Gambar 15. Kandungan biomassa bakteri dan biomassa protozoa ... 43

Gambar 16. Hasil %DBK (A) dan %DBO (B) ... 45

Gambar 17. Degradasi lipid menjadi asam lemak ... 46

Gambar 18. Hasil produksi gas total ... 47

Gambar 19. Kandungan gas CH4 dan CO2 ... 48

(11)

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Diagam Alir Penelitian ... 55

Lampiran 2. Pembuatan Larutan Saliva Buatan ... 56

Lampiran 3. Hasil kromatogram VFA Parsial sampel silase ... 57

Lampiran 4. Analisis data pengujian in vitro dengan uji ANOVA ... 60

Lampiran 5. Hasil pengukuran pH ... 62

Lampiran 6. Hasil pengukuran ammonia ... 62

Lampiran 7. Hasil rata-rata pengukuran VFA total ... 63

Lampiran 8. Hasil pengukuran VFA parsial ... 63

Lampiran 9. Hasil rata-rata pengukuran volume gas ... 63

Lampiran 10. Hasil rata-rata pengukuran komposisi gas ... 64

Lampiran 11. Hasil rata-rata pengukuran biomassa bakteri ... 64

Lampiran 12. Hasil rata-rata pengukuran biomassa protozoa ... 64

Lampiran 13. Foto proses persiapan sampel ... 65

(12)

vii

ABSTRAK

MANSYURAH HAMIDA KARSA. Kualitas Produk Fermentasi Cairan Rumen Domba yang Diberi Pakan Silase Sorghum (Sorghum biocolor L.) yang Disuplementasi Probiotik BIOS K2 dengan Metode RUSITEC. Dibimbing Oleh Anna Muawanah dan Irawan Sugoro.

Silase merupakan suatu produk yang dihasilkan melalui proses fermentasi biomassa tanaman oleh bakteri asam laktat dalam suasana asam dan anaerob.

Teknik silase yang sedang dikembangkan saat ini adalah silase yang ditambahkan probiotik. Tanaman sorghum digunakan sebagai bahan baku pembuatan silase yang ditambah dengan probiotik BIOS K2 yang telah diteliti dan manfaatnya sebagai pakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas cairan rumen domba yang diberi pakan silase sorghum yang disuplementasi probiotik BIOS K2 terhadap produksi gas dan produk fermentasi. Kualitas cairan rumen diuji menggunakan metode in vitro dengan Rumen Simulation Technique (RUSITEC).

Perlakuan pakan pada uji in vitro yaitu perlakuan hay sorghum (A), silase sorghum (B) dan silase + BIOS K2 (C). Parameter yang dianalisis pH, amonia, VFA total, biomassa bakteri dan protozoa, degradasi bahan kering (DBK) dan organik (DBO), produksi dan kandungan gas metana (CH4). Hasil uji in vitro menunjukkan bahwa parameter pH, DBK dan DBO pelakuan C lebih tinggi dibandingkan A dan B sebesar 7,06, 40,59 dan 44,72% dan memiliki kandungan gas metana yang paling rendah sebesar 0,027% sedangkan VFA, amonia, biomassa bakteri dan protozoa secara statistik tidak berbeda nyata. Dari penelitian disimpulkan bahwa kualitas cairan rumen domba yang diberi pakan silase+BIOS K2 memiliki kualitas yang lebih baik berdasarkan kandungan gas dan tingkat degradasi pakan setelah dianalisis dengan metode RUSITEC.

Kata kunci : Silase, sorghum, probiotik BIOS K2, metana, RUSITEC

(13)

viii

ABSTRACT

MANSYURAH HAMIDA KARSA. Product Quality Rumen Fermentation Liquid Feed Sheep Given silage sorghum (Sorghum Biocolors L.) Probiotic Supplemented BIOS K2 with Method RUSITEC. Advisor by Anna Muawanah and Irawan Sugoro.

Silage is a product produced through the fermentation of plant biomass by lactic acid bacteria under acidic and anaerobic. Technics silage that is being developed is silage added probiotics. Sorghum crop is used as a raw material for making silage supplemented with probiotics BIOS K2 that has been researched and its benefits as feed. This study aims to determine the quality of rumen fluid of sheep fed sorghum silage supplemented probiotics BIOS K2 to gas production and fermentation products. Quality of rumen fluid was tested using in vitro methods with Rumen Simulation Technique (RUSITEC). Treatment of feed in vitro assays that sorghum hay treatment (A), sorghum silage (B) and silage + BIOS K2 (C).

Parameters analyzed pH, amonia, total VFA, the biomass of bacteria and protozoa, degradation of dry matter (DBK) and organic (DBO), the production and content of methane (CH4). In vitro test results show that the parameters of pH, DBK and DBO involves the C higher than A and B of 7.06, 40.59 and 44.72% and has a methane content of most low of 0.027% while the VFA, amonia, biomass bacteria and protozoa are not statistically significantly different.

The research concluded that the quality of rumen fluid of sheep fed silage + BIOS K2 have a better quality based on the content of the feed gas and the degradation rate when analyzed by the method RUSITEC.

Keywords: Silage, sorghum, probiotics BIOS K2, methane, RUSITEC

(14)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hewan diciptakan oleh Allah SWT sebagai salah satu alat transportasi untuk manusia dan sebagaian lagi untuk bahan makanan agar dapat diambil manfaatnya untuk keberlangsungan hidup manusia. Sebagaimana dalam firman Allah SWT dalam Al-Quran Surat Al-Mu’minun ayat 21.

ِاَو ﻟ ﱠن ﻰِﻓ ْﻢُﻜ ْﻢُﻜﯿﻘْﺴُﻧ ًة َﺮْﺒِﻌَﻟ ِم ﺎَﻌْﻧ َﺎْﻟا ﱠﻤﱢﻣ

ْﻲِﻓ

ِﺜَﻛ ُﻊِﻓ ﺎَﻨَﻣ ﺎَﮭْﯿِﻓ ْﻢُﻜَﻟ َو ﺎَﮭِﻧ ْﻮُﻄُﺑ

َﺮْﯿ

َن ْﻮُﻠُﻛ ْﺄَﺗ ﺎَﮭْﻨِﻣ ﱠو ٌة

“Dan sesungguhnya pada hewan-hewan ternak terdapat suatu pembelajaran bagimu. Kami memberi minum kamu dari (air susu) yang ada dalam perutnya, dan padanya juga terdapat banyak manfaat untukmu dan sebagaian kamu makan.”

Berdasarkan ayat tersebut dijelaskan bahwa banyak hal yang dapat dimanfaatkan dari hewan ternak seperti daging, susu serta kulit hewan yang dihasilkan. Hewan ternak yang dapat dimanfaatkan adalah ternak ruminansia seperti domba. Domba berperan memenuhi kebutuhan bahan pangan hewani bagi kehidupan manusia (Syapura et al., 2013), populasinya di Indonesia pada tahun 2015 mencapai 16.509,33 (Direktorat Jenderal Peternakan, 2015). Hewan ternak ruminansia berperan penting dalam mendukung ketahanan pangan nasional, oleh karena itu untuk mencukupi kebutuhan tersebut perlu didukung oleh perbaikan sistem pemberian pakan untuk meningkatkan produktivitas ternak ruminansia.

Umumnya pakan domba berasal dari hijauan yang terdiri atas berbagai rumput dan daun-daunan. Hijauan memiliki kandungan serat kasarnya relatif tinggi, yang termasuk kelompok bahan pakan hijauan segar yaitu hay dan silase.

Salah satu hijauan yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak ruminansia

(15)

2

ialah sorghum. Sorghum (Sorghum biocolor L.) mempunyai potensi besar untuk dikembangkan di Indonesia karena mempunyai daerah adaptasi yang luas, toleran terhadap kekeringan dan genangan air, dapat berproduksi pada lahan marginal, serta relatif tahan terhadap gangguan hama dan penyakit (Sirappa, 2003).

Pemanfaatan sorghum sebagai tanaman pakan sudah lama dilakukan di peternakan yang berada di lokasi lahan kering. Ketersediaan hijauan di tanah tropis menjadi kendala peternak karena sangat bergantung pada musim, kualitas rendah dan tidak dapat diharapkan kontinuitasnya. Sehingga karena kondisi tersebut hijauan akan melimpah pada musim hujan, tetapi akan sulit diperoleh bila musim kemarau sangat sulit diperoleh. Oleh karena itu pembuatan silase dapat menjadi salah satu alternatif untuk memenuhi kebutuhan ternak ruminansia pada musim kemarau (Colombo et al., 2007). Menurut Zakariah 2012, teknik silase menjadikan pakan lebih tahan lama, namun dengan kandungan nutrisi yang tidak hilang serta dapat memenuhi kebutuhan pakan bagi ternak secara kontinyu.

Silase dapat dinaikkan kualitasnya dengan menambahkan probiotik selama proses fermentasi (Sugoro, 2010). Penambahan suplemen pada pakan dapat membantu pertumbuhan, perkembangan dan aktivitas mikroba rumen. Suplemen ini dapat berupa sesekumpulan mikroba (probiotik), untuk mendukung proses biologi ternak ruminansi dengan melalui peningkatan kinerja mikroba dalam saluran pencernaannya sehingga tingkat kecernaannya meningkat (Parrakkasi, 1999).

Probiotik dapat diberikan secara in vitro ke dalam pakan untuk mendegradasi serat sehingga mudah untuk dicerna (Sugoro dan Pikoli 2004).

Probiotik yang digunakan pada penelitian ini adalah BIOS K2 yang mengandung

(16)

3

isolat khamir dari cairan rumen kerbau. Adapun menurut penelitian Imanda (2015) pemberian probiotik BIOS K2 pada pakan yang dijadikan silase dapat meningkatkan kualitas pakan. Pemberian probiotik dapat menstabilkan pH cairan rumen, meningkatkan kecernaan dan nutrisi, menekan produksi amonia, dan menghasilkan faktor pertumbuhan untuk bakteri pendegradasi serat. Adapun menurut Musa et al., (2009) menunjukkan bahwa pemberian khamir hidup pada ternak ruminansia dewasa dapat membantu peningkatan keseimbangan mikroba, membantu konversi pakan, menurunkan mortalitas dan meningkatkan pertumbuhan dan kualitas produk.

Kualitas hasil fermentasi pada cairan rumen dapat di lihat berdasarkan parameter Volatile Fatty Acid (VFA), amonia (NH3), produksi gas (karbondioksida (CO2) dan metana (CH4). Konsentrasi VFA dan NH3 dapat digunakan sebagai indikator kualitas suatu bahan pakan. Konsentrrasi VFA menunjukkan mudah atau tidaknya pakan tersebut difermentasi oleh mikroba rumen, sedangkan produksi amonia (NH3) mengindikasikan tingkat degradasi bahan pakan di dalam rumen. Selain itu, produksi gas yang merupakan parameter aktivitas mikroba rumen dalam sintesis energi dan protein asal mikroba.

Evaluasi kecernaan pakan yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan metode Rumen Simulation Technique (RUSITEC). Teknologi ini merupakan serangkaian alat simulasi kinerja rumen dan memiliki kelebihan dalam memantau proses fermentasi rumen dalam periode tertentu (Akhter et al., 1996).

Metode RUSITEC juga dipilih untuk mengevaluasi beberapa informasi penting sebelum melakukan riset secara in vivo (Garcia et al., 2010). Berdasarkan hasil penelitian Wahyono (2015) dengan penggunaan metode RUSITEC menghasilkan

(17)

4

nilai pH yang stabil yang sesuai dengan Kajikawa et al., (2003) mengenai kisaran pH effluent hasil inkubasi RUSITEC berkisar antara 6.80-7.00. Penelitian mengenai pengaruh pemberian pakan silase sorghum yang disuplementasi probiotik BIOS K2 terhadap kualitas produk fermentasi cairan rumen domba yang dianalisis dengan metode RUSITEC belum dilakukan sehingga perlu dikaji sejauh mana pengaruhnya untuk produksi gas dan produk fermentasi cairan rumen tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana pengaruh pemberian pakan silase sorghum yang disuplementasi probiotik BIOS K2 terhadap kualitas produk fermentasi cairan rumen domba yang dianalisis dengan metode RUSITEC.

1.3 Hipotesa Penelitian

Kualitas produk fermentasi cairan rumen domba yang diberi pakan silase sorghum yang disuplementasi probiotik BIOS K2 memiliki kualitas yang lebih baik berdasarkan produksi gas dan tingkat degradasi pakan setelah dianalisis dengan metode RUSITEC.

1.4 Tujuan Penelitian

Mengetahui kualitas produk fermentasi cairan rumen domba yang diberi pakan silase sorghum yang disuplementasi probiotik BIOS K2 terhadap produksi gas dan produk fermentasi dengan metode RUSITEC.

(18)

5 1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kualitas produk fermentasi cairan rumen domba yang disuplementasi probiotik BIOS K2 dalam pembuatan silase berbahan baku hijauan sorghum untuk peningkatan produktivitas domba dan sebagai alternatif penyediaan pakan pada musim kemarau.

(19)

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahan Pakan

Bahan pakan adalah bahan yang dimakan, dicerna dan digunakan oleh ternak (Tilman et al., 1983). Selain itu Sanjaya (2014) menambahkan bahwa bahan pakan ternak merupakan segala sesuatu yang dapat diberikan kepada ternak baik yang berupa bahan organik maupun anorganik yang sebagaian atau semuanya dapat dicerna tanpa menggangu kesehatan ternak. Pakan memiliki peranan yang sangat penting bagi ternak, baik untuk memenuhi kebutuhan hidup pokoknya, pertumbuhan, reproduksi, produksi hingga kepentingan kesehatan ternak. Pakan yang baik atau berkualitas adalah dapat memberikan seluruh kebutuhan nutrisi secara tepat. Jumlah kebutuhan nutrisi ternak tergantung pada jenis ternak, umur, fase pertumbuhan, reproduksi bobot badan, serta kondisi lingkungan. Sehingga setiap ternak berbeda-beda kebutuhan pakannya.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memilih sumber bahan pakan adalah kebutuhan mendapatkan atau ketersediaan bahan pakan, disukai oleh ternak, mutu atau kualitas gizi yang baik, tidak berbahaya bagi ternak, dalam penggunaannya tidak bersaing dengan manusia dan harganya relatif murah.

Kualitas bahan pakan dikaitkan dengan peran bahan pakan itu sebagai bagian dari formulasi ransum (Rasyaf, 1994).

(20)

7 2.1.1 Sorghum

Sorghum adalah salah satu jenis gandum yang merupakan pokok di beberapa daerah tandus dan tropis. Sorghum dapat beradaptasi dan mempunyai produk yang baik di daerah tersebut. Sorghum memiliki tinggi yang bervariasi antara 0-6 m. Akarnya dalam, kuat dan meluas. Daunnya memiliki panjang antara 0.3-1.4 m, lebar 1-13 cm dengan pinggiran daun rata atau bergelombang.

Sorghum tumbuh baik pada suhu 25-30oC dengan kelembaban relatif 20-40%

(Hartadi et al., 1990).

Gambar 1. Tanaman Sorghum (Zubair, 2009)

Kandungan nutrisi hijauan sorgum sebagai pakan ternak tergantung dari berbagai aspek yaitu umur panen, bagian tanaman dan metode pemupukan. Dalam Purwantari (2008) disebutkan bahwa kandungan nutrisi hijauan sorgum ada pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan nutrisi jerami sorgum

Nutrien (% BK)

Bahan Kering Bahan Organik Protein Kasar Ekstrak Ether Serat Kasar

Ekstrak Tanpa Nitrogen Ca

P

90.78 90.70 4.41 4.56 31.69 50.04 0.32 0.06 Sumber: Purwantari (2008)

(21)

8 2.1.2 Silase

Silase adalah pakan yang telah diawetkan dari bahan pakan berupa tanaman hijauan, limbah industri pertanian, serta bahan pakan alami lainya, dengan jumlah kandungan air pada tingkat tertentu. Pakan tersebut dimasukan dalam sebuah tempat yang tertutup rapat kedap udara yang dinamakan silo, selama sekitar tiga minggu. Di dalam tempat tersebut akan terjadi beberapa tahap proses anaerob, dimana bakteri asam laktat akan mengkonsumsi zat gula yang terdapat pada bahan baku, sehingga terjadilah proses fermentasi (Direktorat Jenderal Peternakan, 2013).

Silase yang terbentuk karena proses fermentasi ini dapat di simpan untuk jangka waktu yang lama tanpa banyak mengurangi kandungan nutrisi dari bahan bakunya. Tujuan utama pembuatan silase adalah untuk memaksimumkan pengawetan kandungan nutrisi yang terdapat pada hijauan atau bahan pakan ternak lainnya, agar bisa disimpan dalam kurun waktu yang lama, untuk kemudian diberikan sebagai pakan bagi ternak khususnya untuk mengatasi kesulitan dalam mendapatkan pakan hijauan pada musim kemarau. Silase dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu susunan hijauan dalam silo, jumlah udara yang masuk dalam silo dan kandungan bakteri yang berperan dalam silase (Direktorat Jenderal Peternakan, 2013).

Pembuatan silase menurut Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat (2013), dibagi menjadi lima tahap yaitu: 1). Hijauan akan menghasilkan panas dan CO2 sampai proses respirasi terhenti. Respirasi aerob hijauan mengurangi udara dalam silo dan menyebabkan kondisi anaerob yang penting bagi pertumbuhan bakteri penghasil asam organik. Proses ini berlangsung selama 3-5 hari pertama;

(22)

9

2). Fase asam asetat dihasilkan oleh bakteri; 3). Konsentrasi asam meningkat dengan bertambahnya bakteri pembentuk asam laktat; 4). Terjadi penurunan bakteri pembentuk asam asetat karena bakteri asam tersebut tidak dapat hidup pada kondisi keasaman yang tinggi. Hari ke-15 sampai 20 asam laktat merupakan asam terbesar yang dihasilkan dan pada saat tercapai keasaman yang diinginkan, kerja mikroba akan terhenti; 5). Apabila asam laktat dan asam asetat tersedia cukup, tidak akan terjadi perubahan lebih lanjut, tetapi jika asam laktat dan asam asetatnya terlalu rendah, asam butirat akan dihasilkan dan kemudian bereaksi dengan bahan yang diawetkan sehingga terjadi pembusukan. Selama itu, asam amino dan protein berubah menjadi amonia dan amina yang dapat menurunkan kualitas dari silase. Menurut Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (2013) pembuatan silase selesai dalam waktu 3-4 minggu, namun tegantung dari jumlah bakteri dan laju fermentasi (Mc Donald et al., 2002).

Proses fermentasi yang tidak terkontrol akan mengakibatkan kandungan nutrisi pada bahan yang diawetkan menjadi berkurang jumlahnya. Diperlukan jenis zat tambahan agar kandungan nutrisi dalam silase tidak berkurang secara drastis, bahkan bisa memenuhi kebutuhan nutrisi ternak yang memakannya.

Syarat hijauan (tanaman) yang dibuat silase adalah segala jenis tumbuhan atau hijauan serta bijian yang di sukai oleh ternak, terutama yang mengandung banyak karbohidrat nya seperti : rumput, sorghum, jagung, biji-bijian kecil, tanaman tebu, tongkol gandum, tongkol jagung, pucuk tebu, batang nanas dan jerami padi.

2.2 Ruminansia

Ternak ruminansia merupakan salah satu ternak yang memiliki sistem pencernaan yang kompleks dibandingkan ternak lain. Sistem pencernaan pada

(23)

10

rumnansia melibatkan interaksi dinamis antara bahan pakan, populasi mikroba dan ternak itu sendiri. Pakan yang masuk ke dalam mulut akan mengalami proses pengunyahan secara mekanis sehingga membentuk bolus. Pada proses ini, pakan bercampur dengan saliva kemudian masuk ke rumen melalui esofagus untuk selanjutnya mengalami proses fermentatif. Bolus di dalam rumen akan dicerna oleh enzim mikroba. Partikel pakan yang tidak dicerna di rumen dialirkan ke abomasum dan dicerna secara hidrolitik oleh enzim pencernaan. Hasil pencernaan tersebut akan diserap oleh usus halus dan selanjutnya masuk ke dalam darah (Sutardi, 1997). Proses fermentasi pakan di dalam rumen menghasilkan VFA, NH3 serta gas-gas (CO2, H2, dan CH4) yang dikeluarkan dari rumen melalui proses eruktasi (Arora, 1995).

2.2.1 Domba

Domba merupakan salah satu hewan ruminansia yang dagingnya dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan manusia. Populasi domba di Indonesia pada tahun 2015 mencapai 16.509,33 (Direktorat Jenderal Peternakan, 2015).

Domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah domba ekor tipis. Domba yang ekor tipis dikenal sebagai domba asli Indonesia dan sering disebut Domba Gembel, dalam Bahasa Inggis disebut Javanesse Thin-Tailed sheep. Pada awalnya domba ini berkembang di daerah Jawa Tengah dan Jawa Barat, namun saat ini sudah berkembang di seluruh Pulau Jawa khususnya dan Indonesia pada umumnya. Ciri-ciri domba ekor tipis :

a. Termasuk golongan domba berperawakan kecil, dengan berat badan domba jantan 30-40 kg dan domba betina 15-20 kg.

(24)

11

b. Bulu wolnya gembel berwarna putih dominan dengan warna hitam di sekeliling mata, hidung dan beberapa bagian tubuh lain.

c. Ekornya tidak menunjukkan adanya desposisi lemak.

d. Telinga umumnya medium sampai kecil dan sebagaian berposisi menggantung.

e. Domba jantan memiliki tanduk melingkar, sedangkan yang betina umumnya tidak bertanduk.

Keunggulan domba ekor tipis ini adalah bersifat prolific (dapat melahirkan anak kembar 2-5 ekor setiap kelahiran), mudah berkembang biak dan tidak dipengaruhi musim kawin, serta mampu beradaptasi pada daerah tropis dan makanan yang buruk (Dikdik, 2014).

Gambar 2. Domba Ekor Tipis (Dok. Pribadi 2016)

2.2.2 Mikroba Cairan Rumen

Mikroba sangat berperan dalam mendegradasi pakan yang masuk ke dalam rumen menjadi produk-produk sederhana yang dapat dimanfaatkan oleh mikroba dimana aktivitas mikroba tersebut sangat tergantung pada ketersediaan nitrogen dan energi. Kelompok utama mikroba yang berperan dalam pencernaan tersebut terdiri dari bakteri, protozoa, dan jamur yang jumlah dan komposisinya bervariasi tergantung pada pakan yang dikonsumsi ternak (Preston & Leng, 1987).

(25)

12

Mikroba rumen itu sangat penting hal ini karena biomassa mikroba yang meninggalkan rumen merupakan pasokan protein bagi ternak ruminansia. Sauvant et al., 1995 menyebutkan bahwa 2/3-¾ bagian dari protein yang diabsorpsi oleh ternak ruminansia berasal dari protein mikroba. Produk akhir fermentasi protein akan digunakan untuk pertumbuhan mikroba itu sendiri dan digunakan untuk mensintesis protein sel mikroba rumen sebagai pasokan utama protein bagi ternak ruminansia. Menurut Arora (1995) sekitar 47%-71% dari nitrogen yang ada di dalam rumen berada dalam bentuk protein mikroba.

2.2.3 Fermentasi dalam Cairan Rumen

Hasil fermentasi dalam cairan rumen salah satunya Volatil Fatty Acid (VFA). VFA merupakan produk akhir fermentasi karbohidrat dan menjadi sumber energi utama ruminansia asal rumen (Parakkasi, 1999). Peningkatan jumlah VFA menunjukkan mudah atau tidaknya pakan tersebut difermentasi oleh mikroba rumen. Produksi VFA di dalam cairan rumen dapat digunakan sebagai tolak ukur fermentabilitas pakan (Hartati, 1998). Hasil fermentasi dari VFA menghasilkan asam asetat, butirat, dan propionat. Strukturnya yaitu sebagai berikut:

C H3

O

OH H3C

O OH

Gambar 3. Struktur Asam Asetat Gambar 4. Struktur Asam Butirat

C H3

O

OH

Gambar 5. Struktur Asam Propionat

Pakan yang masuk ke dalam rumen difermentasikan untuk menghasilkan produk berupa VFA, sel-sel mikroba, serta gas metana dan CO2. Polisakarida di

(26)

13

dalam rumen dihidrolisis menjadi monosakarida (glukosa dan fruktosa). Hasil pencernaan tahap pertama masuk kejalur glikolisis Embden-Mayerhoff untuk mengalami pencernaan tahap kedua yang menghasilkan piruvat. Piruvat selanjutnya akan di ubah menjadi VFA (Arora, 1995).

Kisaran produk VFA cairan rumen normal adalah 26 - 242 mM (Blummel et al, 1990). Mc Donald et al., 2002 menjelaskan konsentrasi VFA dipengaruh oleh jenis pakan, VFA yang tinggi menunjukkan peningkatan kandungan protein dan karbohidrat mudah larut dari pakan.

Selain produksi VFA di dalam rumen, hasil fermentasi yang lainnya adalah amonia (NH3). Produksi amonia dipengaruhi oleh waktu setelah makan dan umumnya produksi maksimum di capai pada 2-4 jam setelah pemberian pakan yang bergantung pada sumber protein yang digunakan dan mudah tidaknya protein tersebut didegradasi (Wohlt et al., 1976). Jika pakan tinggi kandungan protein yang lolos degradasi maka konsentrasi amonia rumen akan rendah (lebih rendah dari 50 mg/L) dan pertumbuhan organisme rumen akan lambat. Sebaliknya jika degradasi protein lebih cepat daripada sintesis protein mikroba maka amonia akan terakumulasi dan melebihi konsentrasi optimumnya. Kisaran optimum amonia dalam rumen berkisar antara 2-21 mM (Mc Donald et al., 2002).

Kandungan amonia, VFA serta pembentukan protein mikroba merupakan tolak ukur nilai gizi dan manfaat bahan serta aktivitas di dalam rumen. Mc Donald et al,. (2002) menyatakan bahwa konsentrasi amonia yang tinggi dapat menunjukkan proses degradasi protein pakan lebih cepat daripada proses pembentukan protein mikroba, sehingga amonia yang dihasilkan terakumulasi dalam rumen.

(27)

14

Peningkatan jumlah karbohidrat yang mudah difermentasi akan mengurangi produksi amonia karena terjadi kenaikan penggunaan amonia untuk pertumbuhan protein mikroba. Kondisi yang ideal adalah sumber energi yang dapat difermentasi sama cepatnya dengan pembentukan amonia, sehingga pada saat amonia terbentuk terdapat produksi fermentasi asal karbohidrat yang akan digunakan sebagai sumber dan kerangka karbon dari asam amino protein mikroba telah tersedia. Mikroba yang telah mati akan masuk ke usus sebagai sumber protein bagi ternak. Protein mikroba tersebut bersama dengan protein pakan yang lolos degradasi mengalami kecernaan di dalam usus oleh enzim-enzim protease dengan hasil akhir asam amino (Sutardi, 1997).

Hasil fermentasi anaerobik karbohidrat dalam rumen menghasilkan gas hidrogen (H2) yang digunakan untuk sintesis VFA. Produksi H2 yang berlebih, dimanfaatkan oleh bakteri metanogen untuk membentuk gas metana. Senyawa H2

merupakan produk akhir dari protozoa, fungi dan bakteri, tidak terakumulasi di dalam rumen karena langsung dimanfaatkan oleh bakteri metanogen untuk membentuk gas metana (Moss et al., 2000). Pembentukan gas metana di dalam rumen terjadi melalui reaksi sebagai berikut:

CO2 + 4H2 CH4 + 2H2O

Gas metana kemudian dikeluarkan oleh hewan ruminansia pada saat bersendawa (Madigan et al., 2003).

2.3 Probiotik BIOS K2

Probiotik digunakan dalam pakan bertujuan untuk membuat keseimbangan mikroba yang bermanfaat dalam proses degradasi komponen zat gizi di dalam rumen. Probiotik yang digunakan pada penelitian ini ialah BIOS K2. Probiotik ini

(28)

15

merupakan salah satu suplemen yang diproduksi oleh BATAN, mengandung mikroba jenis khamir (Saccharomyces cerevisiae) dari cairan rumen kerbau. BIOS K2 dibuat dalam bentuk cair atau diimobilisasi dalam bahan pembawa, dimana substrat yang digunakan adalah molases dengan jumlah sel khamir 108 sel/mL dan bahan pembawa yang biasa digunakan adalah dedak dengan jumlah sel khamir 108 sel/g (Sugoro, 2010).

Gambar 6. Probiotik BIOS K2 (Dok. Pribadi 2016)

2.4 RUSITEC

RUSITEC adalah salah satu pengujian menggunakan metode continous- culture untuk mengevaluasi pengaruh pakan terhadap proses fermentasi rumen.

Kelebihan RUSITEC adalah dapat digunakan untuk mengetahui gambaran dinamika proses fermentasi dalam periode yang panjang (beberapa minggu).

Metode RUSITEC juga dipilih untuk mengevaluasi beberapa informasi penting sebelum melakukan riset secara in vivo (Garcia et al., 2010). Teknik ini berfungsi untuk mengetahui efek perlakuan pakan terhadap fermentasi rumen. Parameter yang dapat diteliti adalah fermentasi rumen, kecernakan pakan dan produksi gas (Wahyono et al., 2012). Dalam RUSITEC, sampel pakan berada dalam kantong nilon yang diganti setiap 24 jam dan hal ini memungkinkan pengujian kecernakan,

(29)

16

fermentatif dan parameter mikroba dalam waktu yang sama (Czerkawski &

Breckenridge, 1997).

Evaluasi pakan secara in vitro dengan menggunakan alat Rumen Simulation Technique (RUSITEC) telah dikembangkan oleh Kajikawa et al., (2003). Alat ini dapat digunakan untuk mengukur beberapa parameter yaitu hasil fermentasi (pH, amonia, total volatile fatty acid/TVFA, biomasa mikroba, gas CH4) dan degradasi pakan (bahan kering dan bahan organik).

Sistem RUSITEC dilengkapi dengan 8x800 mLvessel yang digunakan untuk inkubasi dengan kapasitas dua sampel pakan didalam kantong nilon selama 24 jam. Waktu inkubasi ditentukan sedemikian rupa untuk mengatur efisiensi fermentasi selama 24 jam. Khusus pada hari pertama dilakukan inkubasi padatan rumen sebagai inokulan untuk proses fermentasi selama 8 hari (Kajikawa et al., 2003). Vessel sebagai fermentor diisi dengan 400 mL cairan rumen dan 400 mL saliva buatan.

Gambar 7. Diagam Sistematika RUSITEC.

(30)

17 Keterangan:

A Motor

B Batang penghubung pemutar rotor C Papan penggerak feed container

D Batang penghubung feed container dengan papan penggerak

E Waterbath

F Vessel untuk fermentasi

G Feed container

H Penahan samping vessel

I Penahan atas vessel

J Selang outlet effluent K Botol penampung effluent

L Kantong penampung gas

M Selang inlet saliva buatan

N Peristaltic pump

O Penampung saliva buatan

P Heater

Q Lubang kontrol effluent.

1A dan 1C Tanpa tampilan botol penampung effluent dan kantong penampung gas

1B Tanpa tampilan penampung saliva buatan dan peristaltic pump (Kajikawa et al., 2003)

Menurut Bhatta et al., (2006) faktor utama uji RUSITEC adalah kestabilan pH selama running yang mempengaruhi produksi mikroba, VFA dan gas.

Pengkondisian pH untuk meningkatkan aktivitas bakteri mungkin adalah salah satu metode untuk mengoptimalkan produksi VFA, menurunkan CH4 dan meningkatkan performa ternak.

(31)

18 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Mei 2016 di Laboratorium Pengujian Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Jalan Lebak Bulus Pasar Jumat Jakarta Selatan.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah perlatan gelas, sentrifus, cawan porselen, pompa vakum, seperangkat alat destilasi, mesin RUSITEC, desikator (Phyrex), kantong nilon ukuran pori-pori 50µ, microtube, yellowtube, pH meter (Hanna Istrumens), oven (Fisher Isotemp Oven), neraca analitik (Satrorius), tanur (Heraeus), tabung effluent (Scott DURAN), cawan conway (Phyrex) dan grinder (Fritsch Standard Funnel V2A 14304).

Bahan-bahan yang digunakan adalah tanaman sorghum, cairan rumen domba, residu isi rumen domba, saliva buatan (larutan Mc Dougall), EDTA (Merck), probiotik BIOS K2, NaOH (Merck), H2SO4 (Merck), HCl (Merck), K2CO3 (Merck), CuSO4 (Merck), buffer pH (Agilent Technologies) dan gas CO2.

3.3 Prosedur Percobaan 3.3.1 Pembuatan Pakan

Pakan yang dibuat pada penelitian ini sebanyak 3 jenis, yaitu pakan A (hijauan sorghum), pakan B (silase sorghum) dan pakan C (silase sorghum+BIOS K2). Pembuatan pakan A dilakukan dengan cara hijauan sorghum sebanyak 50 Kg

(32)

19

dipotong-potong, kemudian dikeringkan menggunakan oven pada suhu 105oC.

Setelah itu pakan A disimpan di dalam drum dengan volume 50 L pada suhu kamar (±25oC). Pembuatan pakan B dilakukan dengan cara hijauan sorghum sebanyak 50 Kg dipotong-potong, kemudian dimasukkan ke dalam drum pembuatan silase (Silo) dengan volume 50 L. Drum di tutup rapat hingga kondisinya kedap udara. Proses pembuatan silase akan berlangsung selama 21 hari.

Pembuatan pakan C dilakukan dengan cara hijauan sorghum dipotong- potong, kemudian dimasukkan ke dalam drum pembuatan silase (Silo) dengan volume 50 L. Selanjutnya, ke dalam silo ditambahkan 500 mL probiotik BIOS K2 yang sudah diencerkan dengan aquades (20 g dan molases 1%). Drum di tutup rapat hingga kondisinya kedap udara. Proses pembuatan silase akan berlangsung selama 21 hari.

Setelah 21 hari, masing-masing sampel pakan A, B dan C dikeringkan menggunakan oven 105oC kemudian dihaluskan menggunakan grinder hingga didapatkan serbuk. Selanjutnya sampel pakan ditimbang sebanyak 15 g dan dimasukkan kedalam kantong nilon, dan disimpan pada suhu 60oC. Hal ini dipersiapkan untuk pengujian RUSITEC.

Uji proksimat dilakukan terhadap pakan meliputi setiap perlakuan. Uji ini dilakukan untuk mengetahui kualitas awal pakan yang akan digunakan. Uji ini meliputi pengukuran bahan kering (BK), bahan organik (BO), serat kasar (SK), protein kasar (PK), dan lemak kasar (LK) yang dianalisis di Laboratorium Peternakan Institut Pertanian Bogor (IPB).

(33)

20 3.3.2 Prosedur Penentuan Uji Proksimat

3.3.2.1 Penentuan Bahan Kering (BK) (Metode AOAC 2005)

Disiapkan cawan yang sebelumnya telah dipanaskan ± 1 jam pada oven 105 C dinginkan dalam desikator, kemudian di timbang berat cawan kosong (X).

Setelah itu, di timbang pakan A (hay sorghum), pakan B (silase sorghum), dan pakan C (silase+BIOS K2) ± 5 g (Y) kemudian letakkan ke dalam cawan.

Selanjutnya masukkan cawan ke dalam oven 105˚C selama ± 4-6 jam (hingga tercapai bobot tetap). Angkat kemudian dinginkan dalam desikator, timbang dan catat beratnya. Ulangi tahap berikut sampai diketahui berat stabilnya (Z).

%BK = ( )

( ) x 100%

Keterangan:

X : Bobot cawan kosong (g) Y : Bobot sampel (g)

Z : Bobot akhir (g)

3.3.2.2 Penentuan Bahan Organik (BO) (Metode AOAC 2005)

Disiapkan cawan yang sebelumnya telah dipanaskan pada tanur 400- 600˚C, dinginkan dalam desikator kemudian timbang dikeluarkan dari oven dan dimasukkan ke dalam desikator selama 1 jam ditimbang. Sampel pakan A, B, dan C yang telah di oven (c) kemudian di tanur dengan suhu 600˚C selama 4 jam.

Setelah itu, sampel pakan dimasukkan ke dalam desikator selama 1 jam lalu ditimbang (d).

Penentuan bahan kering (%BK), berat abu (%BA) dan bahan organik (%BO) diketahui dengan rumus sebagai berikut:

(34)

21

% BA = ( )

( ) 100%

%BO = %BK - %BA Keterangan:

a : Bobot cawan kosong (g) c : Bobot yang telah di oven (g) d : Bobot akhir (g)

3.3.2.3 Penentuan Serat Kasar (Metode AOAC 2005)

Sampel pakan A, B, dan C masing-masing dimasukkan ke dalam labu refluks sebanyak 1 g (X). Kemudian sampel ditambahkan 50 mL H2SO4 0,3 N dan didihkan selama 30 menit. Setelah itu ditambahkan 5 mL NaOH 1,5 N dan didihkan kembali selama menit. Kemudian disiapkan kertas saring yang telah dipanaskan dalam oven 105̊C selama 1 jam kemudian ditimbang (a). Lalu saring cairan menggunakan kertas saring di atas ke dalam corong Buchner, penyaringan tersebut dilakukan dengan labu penghisap yang dihubungkan dengan pompa vakum. Setelah itu, cuci bertutur-turut menggunaakn 50 mL air panas, 50 mL H2SO4 0,3 N, 50 mL air panas dan 25 mL aseton. Kemudian masukkan kertas saring beserta isinya ke dalam cawan porselen, lalu keringkan dengan oven 105̊C selama 1 jam, angkat dan dinginkan dalam eksikator kemudian timbang (Y).

Setelah itu masukkan kembali cawan kedalam tanur, angkat dan dinginkan kemudian timbang (Z). Penentuan serat kasar ini dapat dihitung dengan rumus :

% Serat Kasar = 100%

Keterangan:

a : Bobot kertas saring (g) Y : Bobot yang telah di oven (g) Z : Bobot akhir setelah di tanur (g)

(35)

22

3.3.2.4 Penentuan Lemak Kasar (Metode AOAC 2005)

Disiapkan labu penyari dengan batu didih di dalamnya yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 105-110 C dan didinginkan dalam eksikator.

Selanjutnya timbang berat labu penyari (a), timbang sampel pakan A, B, dan C ditimbang sebanyak ± 1 g (x), kemudian sampel dibungkus menggunakan kertas saring. Setelah itu, sampel pakan dimasukkan ke dalam soklet, dieksraksi dengan petroleum eter selama 6 jam. Sampel di oven kembali sampai bobot tetap dan ditimbang (b). Penentuan lemak kasar dapat dihitung dengan rumus :

%Lemak Kasar = 100%

Keterangan:

a : Bobot labu penyari (g) x : Bobot sampel (g) b : Bobot akhir (g)

3.3.2.5 Penentuan Protein Kasar (Metode AOAC 2005)

Sampel pakan A, B, dan C ditimbang sebanyak 0,3 g ditambahkan 1,5 g katalis selenium mixture, selanjutnya dimasukkan kedalam labu Kjeldahl 20 mL H2SO4 lalu sampel didestruksi sampai warna larutan menjadi hijau-kekuningan jernih, setelah itu dinginkan selama 15 menit. Kemudian ditambahkan 300 mL aquadest dan dinginkan kembali. Setelah itu ditambahkan 100 mL NaOH (teknis), kemudian lakukan destilasi tampung hasil destilasi dengan 10 mL H2SO4

0,1 N yang ditambah 3 tetes indikator campuran methylen blue dan methylen red.

Lakukan titrasi dengan NaOH 0,1 N sampai terjadi perubahan warna dari ungu biru kehijauan. Selanjutnya tetapkan penetapan blanko, pipet 10 mL H2SO4 0,1 N dan ditambah 2 tetes indikator PP selanjutnya titrasi dengan NaOH 0,1 N.

(36)

23

%Protein Kasar = ( ) ,

( ) 100%

3.3.3 Pengujian RUSITEC (Kajikawa et al. 2003)

Optimalisasi alat RUSITEC dilakukan tanpa sampel pakan, hal ini bertujuan untuk mengecek kinerja alat agar seluruh komponen bekerja optimal, mulai dari pompa peristaltik, vessel, sampai dengan heater. Optimalisasi alat dilakukan dengan running RUSITEC tanpa menginkubasi sampel dan menggunakan akuades sebagai simulasi cairan rumen serta saliva buatan. Adapun tahapannya adalah water bath diisi dengan akuades sampai vessel terendam.

Kemudian jirigen penampung saliva buatan diisi dengan akuades. Selanjutnya jirigen, selang dan peristaltic pump dirangkai secara berurutan. Masing-masing vessel diisi dengan akuades sampai penuh kemudian dimasukkan dalam water bath. Selang dari peristaltic pump disambungkan ke masing-masing tube inlet vessel kemudian sambungkan selang dari tube outlet vessel pada botol penampung akuades untuk mengoptimalkan laju flow rate saliva buatan antara 25 – 30 mL/jam. Optimalisasi dilakukan selama 1x24 jam untuk mengoptimalkan kondisi laju flow rate saliva buatan dan menginvestigasi jika ada gangguan pada rangkaian alat RUSITEC.

Inkubasi Sampel, persiapan media berupa cairan rumen harus dipersiapkan terlebih dahulu. Cairan rumen yang digunakan berasal dari domba dan disaring menggunakan empat lapis kain kasa kemudian dipisahkan antara padatan serta cairan. Sebanyak 75 g padatan rumen dimasukan dalam kantong nilon untuk ditempatkan pada bagian bawah container dalam masing-masing vessel. Total padatan rumen yang harus dipersiapkan adalah 75 g x 6 vessel container dan

(37)

24

dipersiapkan juga sampel pakan sebanyak 6x15 g. Pada inkubasi hari pertama, setiap vessel container diisi dengan satu padatan rumen (75 g) dan satu sampel pakan (15 g). Lalu ditambahkan campuran 400 mL cairan rumen dan 400 mL saliva buatan. Setiap hari dilakukan pergantian pakan dalam nilon sambil dilakukan sampling (setelah 24 jam running). Pada penggantian sampel pakan untuk hari yang kedua, padatan rumen diganti dengan sampel pakan yang baru.

Pada hari ketiga sampai seterusnya, penggantian sampel pakan dilakukan pada sampel yang sudah diinkubasi selama 48 jam. Selama penggantian pakan perlakuan, mesin RUSITEC dan peristaltic pump harus dalam kondisi inaktif serta selalu disuplai gas CO2 pada container vessel.

Pengontrolan aliran saliva buatan ke vessel selama inkubasi harus dilakukan untuk menjaga kestabilan aliran hasil inkubasi ke tabung effluent. Pengambilan effluent dan gas hasil inkubasi dilakukan setiap 24 jam. Pengambilan sampel pakan setelah inkubasi dilakukan setiap 48 jam. Produksi effluent ditampung di dalam botol merek Scott DURAN 1000 mL. Botol–botol tersebut ditempatkan pada lokasi yang lebih rendah dari mesin RUSITEC dan harus disterilkan dengan es.

Effluent hasil inkubasi dihomogenkan dan selanjutnya akan dianalisis pH, amonia, VFA total, VFA parsial, biomassa bakteri dan protozoa, degradasi bahan kering (DBK), degradasi bahan organik (DBO), produksi gas total dan komposisi gas.

(38)

25

3.3.3 Derajat Keasaman (pH) (Plummer D.T., 1971)

Pengukuran pH dilakukan pada effluent hasil inkubasi dari sampel A, B, dan C. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan pH meter. Sebelum dilakukan pengukuran, pH meter terlebih dahulu dikalibrasi dengan larutan pH 4 dan 7.

3.3.4 Pengukuran Kandungan Amonia (General Laboratory Procedure, 1966)

Effluent hasil inkubasi sampel cairan rumen dari pakan pakan A, B dan C masing-masing diambil sebanyak 1 mL dan dimasukkan ke dalam salah satu sekat Conway. Kemudian dimasukkan larutan K2CO3 sebanyak 1 mL dimasukkan pada sekat yang lainnya dan cawan kecil ditengah Conway diisi dengan 1 mL indikator Conway. Bagian tepi Conway diolesi dengan vaselin kemudian ditutup.

Conway di shaker sampai sampel dan K2CO3 tercampur rata. Sampel dibiarkan selama dua jam hingga larutan pada cawan kecil di bagian tengah Conway berubah menjadi kebiruan yang menandakan adanya amonia yang terikat dengan asam borat. Larutan hasil mikrodifusi Conway dititrasi dengan HCl 0.0167 N sampai warna kebiruan tersebut berubah kembali menjadi merah muda.

Kandungan amonia dihitung dengan rumus berikut :

NH3 (mM) = ( ) [ ] 1000

3.3.5 Pengukuran Kandungan Volatile Fatty Acid (VFA) Total (General Laboratory Procedures, 1966)

Effluent hasil inkubasi sampel cairan rumen A, B dan C masing-masing diambil sebanyak 5 mL dimasukkan ke dalam yellowtube dan ditambahkan H2SO4

1 N sebanyak 1 mL. Selanjutnya sampel disentrifugasi dengan kecepatan 3000

(39)

26

rpm selama 15 menit untuk memisahkan antara supernatan dengan pelet.

Kemudian cairan supernatan sebanyak 5 mL dimasukkan ke dalam tabung destilasi, lalu tabung ditutup dan dihubungkan dengan labu pendingin (Leibiq).

Selanjutnya tabung yang berisi sampel dimasukkan ke dalam labu penyuling berisi air mendidih yang dipanaskan selama proses destilasi. Uap air panas yang mendesak VFA akan terkondensasi dalam pendingin dan air yang terbentuk ditampung dalam erlenmeyer yang berisi larutan NaOH 0,5 N sebanyak 5 mL.

Destilat yang terkumpul sebanyak 300 mL, lalu ditambahkan indikator phenolpthalen (PP) sebanyak dua tetes dan dititrasi dengan HCl 0,5 N sampai terjadi perubahan warna dari merah muda menjadi tidak berwarna. Produksi VFA total dihitung dengan persamaan:

VFA (mM) = (a-b) x N HCl x 1000/5 mM Keterangan:

a = Volume blanko (mL) N HCl = Konsentrasi HCl b = Volume terpakai (mL)

3.3.6 Konsentrasi VFA parsial (IK15 BALITNAK)

Pengukuran konsentrasi VFA parsial menggunakan alat Gas Chromatogafi (GC) dan dilakukan di Balai Laboratorium Ternak. Effluent sebanyak 1 mL dimasukkan ke dalam tabung eppendorf ditambahkan dengan 30 mg asam sulfo-5- salisilat dihidrat dan dihomogenkan. Selanjutnya tabung eppendorf disentrifus pada kecepatan 12000 rpm selama 10 menit pada suhu 7oC. Sebelum diinjeksikan sampel terlebih dahulu diinjeksikan larutan standar VFA rumen. Perbedaan partisi atau absorbsi pada fase diam (kolom) dan fase bergerak (gas) memunculkan puncak pada layar monitor GC. Dengan membaca kromatogam standar acuan

(40)

27

VFA yang konsentrasinya telah diketahui, maka VFA sampel tersebut dapat diukur. Konsentrasi VFA parsial kemudian diukur dengan rumus:

VFA (mM) =

Keterangan:

VFA = Volatile fatty acid (asetat, propionat, butirat) BM = Berat molekul VFA parsial

Konsentrasi VFA standar 1mg/mL = 1000µg/mL

3.3.7 Biomassa Bakteri dan Protozoa (Blummel et al., 1999)

Microtube kosong dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 105oC selama satu jam. Selanjutnya microtube dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit, lalu ditimbang berat awal (Bo). Lalu sampel cairan rumen sebanyak 10 mL dimasukkan ke dalam microtube. Kemudian sampel disentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama sepuluh menit hingga membentuk supernatan dan pelet. Supernatan yang terbentuk dipindahkan ke dalam microtube baru.

Microtube tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 3500 rpm selama 10 menit hingga membentuk endapan. Endapan yang terbentuk adalah protozoa.

Selanjutnya supernatan yang terbentuk, dipindahkan ke microtube lain dan disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit dan menghasilkan endapan. Endapan yang terbentuk adalah bakteri. Sepuluh microtube yang berisi lima microtube berisi protozoa dan lima microtube berisi bakteri dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 60oC selama 24 jam lalu dipindahkan ke dalam oven dengan suhu 105oC selama satu jam. Microtub diletakkan dalam desikator selama 15 menit kemudian ditimbang berat akhir (Bt). Biomassa bakteri dan protozoa dapat dihitung dengan rumus:

(41)

28

Biomassa (g) = Bt – Bo x Keterangan:

Bt : Bobot akhir (g) Bo : Bobot awal (g)

3.3.8 Degradasi bahan kering (DBK) dan degradasi bahan organik (DBO) (IK07 BATAN-PATIR)

Pengukuran DBK dilakukan dengan memasukkan kantong nilon beserta sisa pakan hasil inkubasi ke dalam oven 60°C dan oven 105°C. Setelah berat kantong konstan, kantong berisi sisa pakan ditimbang kemudian DBK dapat diukur dengan rumus:

DBK (%) =

) (

) ( ) (

BKxA BKxB BKxA 

x 100%

Keterangan:

DBK : Degradasi bahan kering (%) BK : Kandungan bahan kering (%) A : Berat sampel sebelum inkubasi (g) B : Berat sampel setelah inkubasi (g)

Pengukuran degradasi bahan organik (DBO) dengan memasukkan sebagaian sampel pakan ke dalam tanur 600 °C. Selisih berat sampel sebelum dan sesudah dimasukkan tanur adalah kandungan bahan organik sampel. Nilai DBO dapat dihitung menggunakan rumus:

DBO (%) =

) (

) (

) (

BKxAxBO

BKxBxBO BKxAxBO 

x 100%

Keterangan:

DBO : Degradasi bahan organik (%) BK : Kandungan bahan kering (%) BO : Kandungan bahan organik (%) A : Berat sampel sebelum inkubasi (g) B : Berat sampel setelah inkubasi (g)

(42)

29

3.3.9 Produksi Gas Total (Owens & Goesfsch 1998)

Pengujian hasil produksi gas dilakukan dengan cara ditampung di dalam gas bag khusus untuk penampung gas hasil fermentasi. Pengukuran total produksi gas dilakukan menggunakan bejana air dengan memanfaatkan hukum Archimedes.

Pengamatan dilakukan dengan cepat untuk meminimalisir adanya perubahan suhu. Perhitungan gas total dapat dihitung dengan rumus :

Gas Total (mL/200mg) = . . .

Keterangan:

Vol.t : Volume gas 24 jam Vol.to : Volume gas awal Vol.blanko : Volume gas pada blanko BK sampel : Berat kering sampel

3.3. 10 Analisis Gas CO2 dan CH4 (Owens & Goesfsch 1998)

Gas dikeluarkan dari syringe dan langsung dimasukkan kedalam plastik untuk menampung gas, secara perlahan piston syringe ditekan agar gas tidak keluar dari dalam wadah. Setelah itu, semua sampel yang sudah dimasukkan dalam wadah dianalisis menggunakan gas analyzer.

3.4 Analisis Data

Data hasil penelitian ini dianalisis menggunakan analysis of variance (ANOVA) dan pengujian lanjutan menggunakan perhitungan Duncan untuk membandingkan semua parameter dari tiga perlakuan pengujian in vitro yaitu cairan rumen domba yang diberikan hay (hijauan sorghum yang dikeringkan) (A), silase sorghum (B), dan silase sorghum yang ditambahkan dengan probiotik BIOS K2 (C). Pengujian ini dilakukan dengan pengulangan 2 kali pada setiap sampel.

Pengujian hipotesis berdasarkan pada ketetapan H0 dan H1:

(43)

30

H0= Tidak ada perbedaan pada setiap perlakuan

H1 = Terdapat perbedaan dari setiap perlakuan

Jika Sig. < 0.05 maka H0 ditolak dan H1 diterima Jika Sig. > 0.05 maka H0diterima dan H1 ditolak.

(44)

31 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Uji Proksimat Pakan

Analisis proksimat merupakan suatu metode untuk mengindentifikasi kandungan nutrisi pada makanan dari bahan pangan atau pakan. Analisis ini memiliki manfaat untuk mengetahui kualitas pakan terutama pada standar zat makanan yang terkandung didalamnya. Pakan yang digunakan dalam uji in vitro ini adalah tanaman sorghum. Tanaman ini diberikan suatu perlakuan yang berbeda-beda yang terdiri dari perlakuan hay, silase, dan silase + BIOS K2. Hay merupakan proses pengawetan dengan cara sampel dikeringkan di bawah sinar matahari. Sedangkan silase merupakan suatu produk fermentasi yang dilakukan secara anaerob dan disimpan dalam waktu tertentu. Selanjutnya, pakan ini dilakukan pengujian pada parameter kandungan bahan kering (%BK), bahan organik (%BO), protein kasar (%PK), lemak kasar (%LK), dan serat kasar (%SK) (Tabel 2).

Tabel 2. Kandungan Nutrisi Tanaman Sorghum Proksimat

Sampel Hay sorghum

(A)

Silase sorghum(B)

Silase sorghum+

BIOS K2(C)

%Bahan kering 87,64 86,15 87,27

%Bahan organik 82,16 80,53 81,4

%Protein kasar 8,54 12,25 10,49

%Lemak kasar 1,6 0,58 1,87

%Serat kasar 19,38 20,45 25,25

Hasil analisis proksimat kandungan bahan kering pada sampel A diperoleh 87,64% lebih tinggi dibandingkan dengan sampel B dan C sebesar 86,15% dan 87,27%. Tingginya kandungan bahan kering pada sampel A (hay sorghum), hal ini adanya perlakuan pengeringan pada hijauan. Proses pengeringan dilakukan

(45)

32

dengan cara memanaskan sampel di bawah sinar matahari, akibat adanya proses tersebut menyebabkan kandungan air pada tanaman sorghum lebih rendah sehingga bahan keringya tinggi. Sedangkan pada perlakuan B dan C adanya proses fermentasi pada silase terjadinya menyebabkan kandungan air tinggi sehingga kandungan bahan keringnya lebih rendah.

Bahan organik adalah bahan alam selain kandungan air dan abu, meliputi kandungan karbohidrat, lemak, dan protein yang terdapat pada pakan. Kandungan bahan organik sangat dibutuhkan oleh ternak dalam jumlah yang cukup. Hasil kandungan bahan organik yang diperoleh pada pakan sampel A sebesar 82,16%

lebih tinggi dibandingkan dengan sampel B dan C yaitu sebesar 80,53% dan 81,4%. Adanya proses fermentasi pada sampel B dan C menjadikan kandungan bahan organik lebih rendah. Kandungan bahan organik yang rendah dapat mempercepat proses degradasi pada pakan, sehingga pakan mudah dicerna dan diuraikan oleh ternak.

Kandungan protein kasar pada sampel B diperoleh sebesar 12,25% lebih tinggi dibandingkan dengan sampel A dan C yaitu sebesar 8,54% dan 10,49%.

Adanya peningkatan kandungan protein pada pakan menjadikan peningkatan kualitas pakan. Hal ini karena protein memiliki peranan penting di dalam rumen, karena di dalam rumen protein kasar akan mengalami proses hidrolisis menjadi peptida oleh enzim proteolisis yang dihasilkan oleh mikroba proteolitik. Peptida akan mengalami degradasi lebih lanjut menjadi asam-asam amino yang nantinya akan dideaminasi menjadi amonia untuk menyusun mikroba (Widodo et al., 2012).

(46)

33

Kandungan lemak kasar digunakan oleh ternak sebagai energi dalam melakukan metabolisme tubuh (Suprapto et al., 2013). Kandungan lemak kasar yang dihasilkan pada sampel C sebesar 1,87% lebih tinggi dibandingkan pada sampel A dan B sebesar 1,6 dan 0,58%. Kandungan lemak kasar dapat dipengaruhi oleh besarnya mikroba dalam melakukan fermentasi. Meningkatnya kandungan lemak kasar menunjukkan adanya penguraian lemak pada saat proses fermentasi dapat menghasilkan asam-asam lemak (Jamila et al., 2010).

Kandungan serat kasar pada sampel C adalah 25,25% lebih tinggi dibandingkan dengan sampel A dan B sebesar 19,38 dan 20,45%. Pada ketiga jenis pakan ternyata memiliki kandungan serat kasar yang lebih rendah dibandingkan dengan jerami sorghum sebesar 31,69% (Purwanti, 2008).

Komponen yang terkandung dalam serat kasar antara lain selulosa, hemiselulosa dan lignin (Hendraningsih, 2010). Sampel B dan C yang dijadikan silase dapat membantu ternak dalam mendegradasi serat kasar lebih mudah. Di dalam rumen, selulosa didegradasi oleh enzim selulase, menghasilkan monosakarida, oligosakarida, polisakarida, dan menjadi produk akhir berupa glukosa. Glukosa ini merupakan sumber energi mikroba rumen yang digunakan untuk berkembang biak. Setelah mati mikroba tersebut akan menjadi lisis dan diserap oleh fili usus di dalam ternak dan menjadi sumber karbon untuk ternak tersebut (Sutardi, 1997).

Probiotik BIOS K2 sebenarnya merupakan isolat khamir. Pada saat ditambahkan khamir tersebut di dalam rumen akan mengambil oksigen sehingga kondisi anaerob dapat cepat tercapai dan akan meningkatkan viabilitas bakteri.

Viabilitas bakteri yang meningkat akan berakibat pula peningkatan aktivitas selulolitik, jumlah protein mikroba, penurunan produksi laktat, perubahan

(47)

34

konposisi VFA, kestabilan pH rumen yang terjaga, dan menekan bakteri metanogenesis. Akibat dari khamir tersebut adalah terjadinya efisiensi kecernaan pakan yang tinggi dan akan mempu menekan bakteri penghasil metana (Gambar 7). (Sugoro, 2010).

Gambar 8. Peran probiotik khamir di dalam rumen (Sugoro, 2007) 4.2 Kualitas cairan rumen hasil fermentasi dengan metode RUSITEC

Metode RUSITEC (Rumen Simulation Technique) merupakan suatu metode analisis in vitro yang dirancang oleh Czerkawski dan Breckenridge tahun 1977 yang telah dimodifikasi sehingga terjadi proses fermentasi sebagaimana ternak hidup. Pada rumen buatan ini mikroorganisme dapat dipertahankan seutuhnya dalam waktu yang relatif lama sampai dengan beberapa minggu karena dalam sistem tersebut mikroorganisme diberikan pakan seperti ternak ruminansia hidup. Di samping itu mikroorganisme diberikan pula kondisi fisiologis seperti halnya lingkungan rumen seperti temperatur, pH dan aliran saliva.

(48)

35

Pada penelitian ini, hasil fermentasi pakan dan cairan rumen dalam alat RUSITEC selanjutnya dihomogenkan dan dipisahkan untuk dilakukan pengukuran volume effluent. Kualitasnya diamati berdasarkan parameter pengujian meliputi pH, amonia, VFA total, VFA parsial, biomassa bakteri, biomassa protozoa, degradasi bahan kering, degradasi bahan organik, produksi gas dan komposisi gas. Adapun hasil dari setiap parameter pengujian dijelaskan pada bagian selanjutnya:

4.2.1 Hasil Pengujian pH

Nilai pH merupakan salah satu parameter pengujian yang paling mudah untuk menyatakan terjadinya proses fermentasi akibat aktivitas mikroba (Pelczar et al., 1992). Nilai pH pada setiap perlakuan mengalami hasil yang berbeda-beda dengan kisaran 6,78-7,06 selama 8 hari inkubasi (Gambar 11). Rata-rata nilai pH yang diperoleh pada sampel C sebesar 7,06 lebih tinggi dibandingkan dengan sampel A dan B sebesar 6,88 dan 6,78. Berdasarkan hasil statistik yang tergambar pada uji ANOVA menunjukkan bahwa perlakuan jenis pakan yang berbeda mempengaruhi nilai pH dalam cairan rumen (p≤0,05). Perbedaan nyata ini terjadi pada perlakuan sampel C terhadap A dan B (Lampiran 4).

Gambar 9. Nilai pH pada perlakuan hari ke-1 hingga hari ke-8 hay, silase, silase

6.6 6.7 6.8 6.9 7 7.1

Hay Silase Silase +

BIOS K2

pH

(49)

36 sorghum + BIOS K2

Nilai pH cairan rumen ternyata diperoleh hasil yang berbeda pada semua perlakuan, namun hasil tersebut masih dalam kondisi netral. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Kajikawa et al., (2003) yang melaporkan kisaran pH effluent hasil inkubasi RUSITEC biasanya sekitar 6,80-7,00. Dalam penelitian tersebut digunakan formula jerami Timothy (67%), tepung jagung giling (20%) dan tepung kedelai (13%). Hasil nilai pH pada sampel B diperoleh lebih rendah, pada tahap ini sampel pakan yang digunakan dalam bentuk silase. Fermentasi silase akan menghasilkan asam organik yang menyebabkan pH menjadi lebih asam dalam cairan rumen dibandingkan dengan hay (Chen & Weinberg, 2008). Hasil yang diperoleh menunjukkan hanya perlakuan yang ditambah silase yang menyebabkan pH yang lebih asam dibandingkan perlakuan hay, sedangkan perlakuan silase yang ditambah probiotik BIOS K2 memiliki pH yang lebih tinggi. Adapun menurut Arora (1995), pH bervariasi menurut jenis pakan yang diberikan, namun pada umumnya dipertahankan tetap sekitar 6,8 karena adanya absorpsi asam lemak dan amonia. Selain itu nilai pH yang cenderung netral pada ketiga perlakuan diharapkan dapat mendukung kondisi fermentasi pakan oleh mikroba rumen.

4.2.2 Hasil pengujian amonia

Kandungan amonia pada setiap perlakuan mengalami hasil yang berbeda- beda dengan kisaran 2,45-2,80 mM selama 8 hari inkubasi (Gambar 12).

Kandungan amonia pada sampel C diperoleh sebesar 2,80 mM lebih tinggi dibandingkan dengan sampel A dan B sebesar 2,45 mM dan 2,57 mM.

Berdasarkan hasil statistik yang tergambar pada uji ANOVA menunjukkan bahwa

Gambar

Gambar 1. Tanaman Sorghum (Zubair, 2009)
Gambar 2. Domba Ekor Tipis (Dok. Pribadi 2016)
Gambar 3. Struktur Asam Asetat  Gambar 4. Struktur Asam Butirat
Gambar 6. Probiotik BIOS K2 (Dok. Pribadi 2016)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Analisis terhadap data kredit diperlukan dengan tujuan untuk meminimalisasi risiko nasabah yang terlambat membayar kredit, kegiatan ini sangatlah penting karena salah satu

Dengan menggunakan UML kita dapat membuat model untuk semua jenis aplikasi piranti lunak, dimana aplikasi tersebut dapat berjalan pada piranti keras, sistem operasi dan

Ekstrak dari tanaman tersebut mengandung flavonoid, alkaloid, steroid, dan saponin (Silalahi, Purba, &amp; Mustaqim 2019).. Bryophillum pinnatum berupa herba menahun dengan

Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala, karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan

Latar belakang penelitian ini yaitu bahwasanya program Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu program pembangunan nasional yang sangat penting dalam rangka

Tujuan : Untuk mengetahui pelaksanaan Fisioterapi dalam mengurangi nyeri, meningkatkan lingkup gerak sendi dan meningkatkan kekuatan otot pada kasus Frozen Shoulder

Gujarati (2006) mendefinisikan analisis regresi sebagai kajian terhadap hubungan satu variabel yang disebut sebagai variabel yang diterangkan (the explained

Analisis korelasi stabilitas membran sel dengan produktivitas tubuh buah dilakukan dengan menggunakan data nilai Kerusakan Relatif/Relative Injury (RI) pada suhu 30 o C