• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2021 M / 1442 H

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2021 M / 1442 H"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

SELEKSI PRODUKTIVITAS TUBUH BUAH STRAIN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) KOLEKSI Indonesian Culture Collection (Ina CC), PUSAT PENELITIAN BIOLOGI

LIPI BERDASAR STABILITAS MEMBRAN SEL

DESI RAMADHANTI

PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2021 M / 1442 H

(2)

i

SELEKSI PRODUKTIVITAS TUBUH BUAH STRAIN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) KOLEKSI Indonesian Culture Collection (Ina CC), PUSAT PENELITIAN BIOLOGI

LIPI BERDASAR STABILITAS MEMBRAN SEL

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

DESI RAMADHANTI 11160950000013

PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2021 M / 1442 H

(3)

ii

SELEKSI PRODUKTIVITAS TUBUH BUAH STRAIN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) KOLEKSI Indonesian Culture Collection (Ina CC), PUSAT PENELITIAN BIOLOGI

LIPI BERDASAR STABILITAS MEMBRAN SEL

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

DESI RAMADHANTI 11160950000013

Menyetujui,

Mengetahui:

Ketua Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Dr. Priyanti, M.Si.

NIP. 197505262000122001 Pembimbing I,

Dr. Iwan Saskiawan NIP. 196605021990031008

Pembimbing II,

Dr. Nani Radiastuti, M. Si NIP. 19650902200112001

(4)

iii LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi berjudul “Seleksi Produktivitas Tubuh Buah Strain Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) Koleksi Indonesian Culture Collection (Ina CC), Pusat Penelitian Biologi LIPI Berdasar Stabilitas Membran Sel” yang ditulis oleh Desi Ramadhanti, NIM. 11160950000013 telah diuji dan dinyatakan LULUS dalam siding Munaqosyah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada 7 Juni 2021. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Biologi.

Menyetujui,

Mengetahui,

Penguji I,

NIP. 196903172003122001

Penguji II,

Pembimbing I,

Dr. Iwan Saskiawan NIP. 196605021990031008

Pembimbing II,

Dr. Nani Radiastuti, M. Si NIP. 19650902200112001

Dekan Fakultas Sains dan Teknologi

NIP. 197106082005011005

Ketua Program Studi Biologi

(5)

iv PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, Juli 2021

Desi Ramadhanti 11160950000013

(6)

v ABSTRAK

Desi Ramadhanti. Seleksi Produktivitas Tubuh Buah Strain Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) Koleksi Indonesian Culture Collection (Ina CC), Pusat Penelitian Biologi LIPI Berdasar Stabilitas Membran Sel. Skripsi.

Program Studi Biologi. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2021. Dibimbing oleh Iwan Saskiawan dan Nani Radiastuti.

Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jamur pangan (edible mushroom) yang banyak dikonsumsi masyarakat. Dalam budidaya jamur tiram beberapa faktor lingkungan harus diperhatikan, diantaranya adalah suhu. Strain jamur tiram yang mempunyai ketahanan membran sel terhadap suhu yang tinggi diduga dapat lebih tahan terhadap pengaruh suhu. Ketahanan membran sel diukur dengan nilai Relative Injury (RI). Semakin rendah nilai RI, maka semakin tinggi tingkat stabilitas membran selnya. Tujuan penelitian untuk mendapatkan strain jamur tiram putih yang memiliki ketahanan terbaik pada suhu tinggi berdasarkan tingkat produktivitas. Penelitian ini menggunakan strain F10, F12, F77, F104, dan Po. LIPI. Pengujian stabilitas membran sel dilakukan pada suhu 30, 40, dan 50o C kemudian diukur nilai Relative Injury (RI) dari kelima strain. Kelima strain dibudidayakan untuk mengetahui produktivitas tubuh buah yang dihasilkan.

Pengujian produktivitas dilakukan pada suhu harian sekitar 29-32o C dan kelembapan 85-90%. Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi antara stabilitas membran sel dengan produktivitas tubuh buah. Hasil penelitian pada suhu 30o C menunjukkan bahwa stabilitas membran sel dan produktivitas pada strain F77, F10, dan Po. LIPI relatif tinggi dibanding F12 dan F104. Dengan nilai RI 2.23%, 2.27%, dan 2.31% serta 129.50 g, 192.83 g, dan 185.83 g masing-masing untuk F77, F10, dan Po. LIPI. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa stabilitas membran sel menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas tubuh buah.

Kata Kunci: Pleurotus ostreatus, Produktivitas, Relative Injury (RI), Stabilitas Membran Sel

(7)

vi ABSTRACT

Desi Ramadhanti. Selection Fruit Body Productivity of Oyster Mushroom Strains (Pleurotus ostreatus) of Indonesian Culture Collection (Ina CC), Research Center for Biology, LIPI Based on Cell Membrane Stability.

Undergraduate Thesis. Departement of Biology. Faculty of Science and Technology. Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta. 2021.

Advised by Iwan Saskiawan and Nani Radiastuti.

Oyster mushroom (Pleurotus ostreatus) is one of the edible mushrooms that is widely consumed in the world. The cultivation must considere to several factors that affect its growth, one of them is temperature. Cell membrane stability is the ability of cell membrane to adopt of the stress of temperature. It was determined by Relative Injury (RI) of cell membrane. The lower of RI value express the higher its cell membrane stability. The purpose of this study was determine the RI of several strains of P. ostreatus which is deposited in Indonesian Culture Collection (Ina CC), Indonesian Institute of Science (LIPI). This study used strains F10, F12, F77, F104, and Po. LIPI. Cell membrane stability testing was carried out at temperatures of 30, 40, and 50o C then measured the Relative Injury (RI) value of the five strains.

Furthermore, the five strains were cultivated to produce the fruiting body. The productivity tests at a daily temperature of around 29-32o C and a humidity of 85- 90%. The results show that in a temperature of 30o C the strain of F77, F10, and Po.

LIPI expressed the relatively a higher value of cell membrane stability (RI) and production of fruiting body than F12 and F104. It was 2.23%, 2.27%, and 2.31%

for of cell membrane stability as well as 129.50 g, 192.82 g, and 185.83 g of fruiting body production for the strain F77, F10, and Po. LIPI. On the other hands, the strains of F104 and F12 expressed a low value of cell membrane stability (RI) and production of fruiting body. It was 3.59% and 4.94% of RI as well as 100 g and 0 g for fruiting body formation. It indicated that the cell membrane stability affects the fruiting body formation in P. ostreatus.

Keywords: Cell Membrane Stability, Pleurotus ostreatus, Productivity, Relative Injury (RI)

(8)

vii KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmatnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Skripsi. Tidak lupa shalawat serta salam kepada Nabi Muhammad SAW yang telah memimpin manusia menuju jalan yang diridhoi Allah SWT.

Skripsi yang berjudul “Seleksi Produktivitas Tubuh Buah Strain Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) Koleksi Indonesian Culture Collection (Ina CC), Pusat Penelitian Biologi LIPI Berdasar Stabilitas Membran Sel” disusun untuk memenuhi syarat untuk mendapat gelar Sarjana di Fakultas Sains dan Teknologi (FST), Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Skripsi ini dapat diselesaikan berkat adanya pihak-pihak yang telah memberikan bimbingan dan dukungan kepada penulis. Oleh karena itu, ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada:

1. Nashrul Hakiem, S. Si, M.T., Ph.D, selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya, yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penulisan skripsi.

2. Dr. Priyanti, M. Si, selaku Ketua Program Studi Biologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dan dosen penguji II, yang telah memberi izin kepada penulis untuk melakukan penulisan skripsi dan memberikan saran dalam penyusunan skripsi.

3. Dr. Iwan Saskiawan dan Dr. Nani Radiastuti, M. Si, selaku pembimbing I dan II yang telah memberikan bimbingan dan saran dalam penelitian dan penyusunan skripsi.

4. Dr. Fahma Wijayanti M. Si, selaku dosen penguji I yang telah memberikan saran dalam penyusunan skripsi.

(9)

viii 5. Narti Fitriana, M. Si, selaku Sekretaris Program Studi Biologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah membantu administrasi untuk melaksanakan skripsi.

6. Dr. Iwan Aminudin, M. Si dan Reno Fitri, M. Si, selaku Dosen Penguji Seminar Proposal dan Hasil Penelitian.

7. Kepala Pusat Penelitian Biologi LIPI Cibinong dan Kepala Bidang Mikrobiologi beserta para staf, yang telah memberikan izin, fasilitas, dan bantuan kepada penulis dalam melakukan penelitian skripsi.

8. Orang tua dan keluarga yang telah memberikan dukungan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

9. Teman-teman Biologi 2016 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Demikian skripsi ini disusun, semoga bermanfaat bagi para pembaca untuk menambah bekal ilmu pengetahuan dan wawasan. Aamiin.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Jakarta, Juli 2021

Penulis

(10)

ix DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Hipotesis ... 3

1.4. Tujuan... 3

1.5. Manfaat... 3

1.6. Kerangka Berpikir ... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Klasifikasi Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) ... 5

2.2. Morfologi Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus)... 5

2.3. Manfaat Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) ... 6

2.4. Syarat Tumbuh Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) ... 7

2.5. Stabilitas Membran Sel ... 8

BAB III. METODE PENELITIAN... 9

3.1. Waktu dan Tempat ... 9

3.2. Alat dan Bahan ... 9

3.3. Rancangan Penelitian ... 9

3.4. Cara Kerja ... 10

3.5. Analisis Data ... 13

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 14

4.1. Stabilitas Membran Sel ... 14

4.2. Pertumbuhan Miselium ... 16

4.3. Produktivitas Tubuh Buah ... 19

4.4. Korelasi Antara Stabilitas Membran Sel dengan Laju Pertumbuhan Miselium... 24

4.5. Korelasi Antara Stabilitas Membran Sel dengan Produktivitas Tubuh Buah ... 24

BAB V. KESIMPULAN ... 26

5.1. Kesimpulan... 26

5.2. Saran ... 26

DAFTAR PUSTAKA ... 27

LAMPIRAN ... 32

(11)

x DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Kerangka berpikir penelitian seleksi produktivitas tubuh buah strain

jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) koleksi Indonesian Culture Collection (Ina CC), Pusat Penelitian Biologi LIPI berdasar stabilitas membran sel ... 4 Gambar 2. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) ... 5 Gambar 3. Laju pertumbuhan miselium jamur tiram putih pada strain F10, F12,

F77, F104, dan Po. LIPI ... 18 Gambar 4. Tubuh buah jamur A. Strain F10; B. Strain F77; C. Strain F104; D.

Strain Po. LIPI ... 19 Gambar 5. Produktivitas tubuh buah strain F10, F12, F77, F104, dan Po. LIPI .. 20

(12)

xi DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Nilai Relative Injury (RI) dari 5 strain Pleurotus ostreatus pada berbagai

pengaruh suhu ... 15 Tabel 2. Laju pertumbuhan miselium jamur tiram putih ... 17 Tabel 3. Produktivitas tubuh buah dari 5 strain Pleurotus ostreatus ... 21

(13)

xii DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Hasil Uji One Way Anova Stabilitas Membran Sel Pada Kelima

Strain Jamur Tiram Putih ... 32 Lampiran 2. Hasil Uji One Way Anova Laju Pertumbuhan Miselium Pada Kelima

Strain Jamur Tiram Putih ... 33 Lampiran 3. Hasil Uji Kruskall Wallis Produktivitas Tubuh Buah Pada Kelima

Strain Jamur Tiram Putih ... 34 Lampiran 4. Hasil Uji Korelasi Pearson Stabilitas Membran Sel (CMS) pada

Suhu 30o C dengan Laju Pertumbuhan Miselium ... 35 Lampiran 5. Hasil Uji Korelasi Spearman Stabilitas Membran Sel (CMS) pada

Suhu 30o C dengan Produktivitas Tubuh Buah ... 36 Lampiran 6. Foto Kegiatan ... 37

(14)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jamur makroskopis yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat, terutama sebagai bahan pangan. Jamur tiram putih dimanfaatkan sebagai bahan pangan karena jamur tiram putih mengandung nutrisi yang lebih banyak dibandingkan jenis jamur lainnya, serta menjadi sumber protein nabati yang rendah kolesterol (Riyanto, 2010).

Kandungan nutrisi jamur tiram putih dapat meningkatkan minat masyarakat untuk mengonsumsi jamur tersebut. Berdasarkan penelitian Candra dan Situmorang (2014), permintaan pasar terhadap ketersediaan jamur tiram putih meningkat sebanyak 20-25% tiap tahun. Peningkatan tersebut diakibatkan oleh meningkatnya minat masyarakat dalam mengonsumsi jamur tiram. Oleh karena itu, teknologi budidaya jamur tiram putih harus dilakukan dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil produksi yang optimal.

Budidaya jamur tiram putih sebaiknya dilakukan pada media tanam dan kondisi lingkungan yang optimal sesuai dengan karakter biologi jamur tiram putih.

Media yang baik untuk pertumbuhan jamur tiram putih adalah media yang mengandung lignoselulosa dan beberapa unsur mikronutrien seperti vitamin dan mineral yang dapat ditambahkan pada media tanam tersebut (Mandeel, Al-Laith, &

Mohamed, 2005). Beberapa kondisi optimum untuk pertumbuhan tubuh buah tersebut adalah nilai pH media tanam 6-7, kelembapan 80-90%, dan suhu 21-28o C (Dalimunthe, 2018; Riyanto, 2010).

Suhu menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan jamur tiram putih. Suhu di atas 30o C kurang baik bagi pertumbuhan jamur tiram putih (Suparti

& Karimawati, 2017; Zharare, Kabanda, & Poku, 2010). Pada kondisi tersebut pertumbuhan tubuh buah jamur tiram putih tidak optimal. Hal ini dikarenakan pada kondisi tersebut permeabilitas sel mengalami gangguan yang mengakibatkan sel menjadi lisis. Hal tersebut dapat mengurangi stabilitas membran sel sehingga pertumbuhan sel menjadi terganggu (G. A Hidayat, I., & Ekowati, 2019; Wati, Yuliani, & Budipramana, 2012). Kestabilan membran sel pada jamur tiram putih

(15)

2

sangat penting untuk menghasilkan tubuh buah jamur tiram yang baik (G. A Hidayat et al., 2019).

Penelitian Hidayat et al., (2019) menyebutkan bahwa jamur tiram putih strain F10 mempunyai stabilitas membran sel yang cukup tinggi dan menunjukkan produktivitas yang tinggi dibanding strain yang lain. Penelitian tersebut dilakukan dengan pemberian suhu tinggi (50o C) pada miselium, dan memberikan variasi pada saat penanaman tubuh buah dilakukan di tiga daerah berbeda yaitu Baturaden (20- 32o C), Cibinong (24-34o C), dan Sukra (25-36o C). Stabilitas membran diukur dengan cara menghitung kadar elektrolit yang keluar dari sel jamur tiram yang diberi perlakuan dengan berbagai macam suhu. Kadar elektrolit yang diukur menunjukkan nilai Kerusakan Relatif (Relative Injury/RI). Sehingga, semakin tinggi kadar elektrolit atau nilai RI pada media menunjukkan tingkat stabilitas membran sel yang rendah.

Metode pengukuran stabilitas membran sel telah digunakan sebelumnya pada penelitian ElBasyoni et al., (2017) sebagai salah satu cara mencari genotip unggul pada tanaman gandum yang toleran terhadap suhu tinggi. Dari penelitian yang telah dilakukan oleh ElBasyoni et al., (2017); G. A Hidayat et al., (2019) diharapkan dapat dikembangkan metode yang sederhana dan cepat untuk menyeleksi strain jamur tiram putih yang tahan terhadap suhu tinggi (>30o C).

Penelitian ini menggunakan 5 strain jamur tiram putih koleksi Indonesian Culture Collection (Ina CC). Ina CC memiliki beberapa strain jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus), namun belum diungkap karakter produksinya terhadap pengaruh suhu (30, 40, dan 50o C). Metode pengukuran stabilitas membran sel ini mengacu metode pada penelitian Hidayat et al., (2019). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara stabilitas membran sel 5 strain jamur tiram putih terhadap suhu tinggi dengan produksi tubuh buah jamur.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah:

1. Apakah ada hubungan antar stabilitas membran sel dan produktivitas tubuh buah jamur tiram (P. ostreatus) pada kelima strain yang diuji?

2. Bagaimana hasil stabilitas membran sel dan produktivitas jamur tiram putih (P. ostreatus) pada kelima strain yang diuji?

(16)

3

1.3. Hipotesis

Hipotesis pada penelitian ini adalah:

1. Ada hubungan antara stabilitas membran sel dan produksi tubuh buah pada strain jamur tiram putih (P. ostreatus) yang diuji.

2. Tingkat stabilitas membran sel yang baik dapat meningkatkan produktivitas tubuh buah dari strain jamur tiram putih (P. ostreatus) yang diuji.

1.4. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mendapatkan informasi apakah ada hubungan antara stabilitas membran sel dengan produksi tubuh buah jamur tiram putih.

2. Mendapatkan strain terbaik yang memiliki tingkat stabilitas membran sel dan produktivitas tubuh buah yang tinggi.

1.5. Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah mendapatkan strain jamur tiram yang dapat bertahan di atas suhu optimal pembentukan tubuh buah (>30o C) dari 5 strain jamur tiram yang diuji melalui pengujian stabilitas membran sel, sehingga dapat diaplikasikan pada daerah dataran rendah yang memiliki suhu di atas 30o C.

(17)

4

1.6. Kerangka Berpikir

Adapun kerangka berpikir pada penelitian ini sebagai berikut (Gambar 1):

Gambar 1. Kerangka berpikir penelitian seleksi produktivitas tubuh buah strain jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) koleksi Indonesian Culture Collection (Ina CC), Pusat Penelitian Biologi LIPI berdasar stabilitas membran sel

Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) mengandung banyak

nutrisi yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat.

Permintaan kebutuhan akan ketersediaan jamur tiram putih

meningkat 20-25% di pasar.

Harus dilakukan budidaya jamur tiram dengan baik untuk menghasilkan produk tubuh

buah jamur yang baik.

Dalam proses budidaya, diperlukan metode untuk menyeleksi secara cepat strain yang tahan terhadap suhu tinggi.

Indonesian Culture Collection (Ina CC), Puslit Biologi LIPI mempunyai beberapa koleksi kultur murni jamur tiram putih yang belum diungkap karakter

produksinya terhadap pengaruh suhu.

Dilakukan analisa apakah ada hubungan antara stabilitas membran sel dengan produktivitas tubuh buah jamur tiram.

Dilakukan metode pengukuran stabilitas membran sel terhadap suhu dan dilihat produktivitas jamur tiram putih tersebut pada media tanam.

Sehingga, dapat diketahui strain jamur tiram putih yang memiliki karakter toleran terhadap suhu tinggi.

(18)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus)

Jamur sebagai organisme eukariotik yang memiliki inti, spora, tidak berklorofil, dan sejumlah selnya dalam bentuk benang-benang atau miselia yang bercabang (Fatmawati, 2017). Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jamur makroskopis yang dapat dikonsumsi oleh manusia. Menurut Susan

& Retnowati (2017), jamur tiram putih diklasifikasikan ke dalam divisio Basidiomycetes, kelas Agaricomycetes, ordo Agaricales, suku Pleurotaceae, marga Pleurotus, dan nama jenis Pleurotus ostreatus.

Gambar 2. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) (Sumber: Dok. Pribadi, 2020) Jamur tiram putih memiliki tudung yang berbentuk lingkaran seperti cangkang tiram, sehingga jamur ini disebut jamur tiram (Fatmawati, 2017). Jamur tiram merupakan jamur kayu dengan tubuh buah yang tumbuh secara berkelompok dan menyamping pada batang kayu lapuk pada daerah beriklim tropis dan panas (Susan & Retnowati, 2017). Tumbuhnya badan buah yang mengelompok menjadi salah satu ciri khas pada jamur tiram putih ini.

2.2. Morfologi Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus)

Jamur tiram putih memiliki tubuh berwarna putih, berdaging tebal, kokoh, dan memiliki bagian yang lunak pada bagian tangkai. Tubuh buah pada jamur tiram terdiri dari tudung (pilues) dan tangkai (stipes atau stalk), dan lamela (gills) (Dewi,

(19)

6

Aryantha, & Kandar, 2019) (Gambar 2). Tudung jamur tiram memiliki bentuk seperti cangkang tiram berukuran 5-15 cm, dan pada permukaan bawah memiliki bentuk yang berlapis-lapis. Tubuh buah berbentuk rumpun dan bercabang. Tangkai pada jamur tiram biasanya memiliki panjang berukuran 0,5-4,0 cm, yang memiliki rambut atau berbulu kapas (Riyanto, 2010). Bagian bawah tudung jamur terdapat lamela yang menghasilkan spora berwarna putih dengan bentuk lonjong dan licin (Mufarrihah, 2009).

Jamur tidak memiliki klorofil sehingga tidak bisa melakukan fotosintesis untuk mendapatkan karbohidrat (Mufarrihah, 2009). Menurut Fatmawati (2017), tubuh jamur tiram memiliki hifa dengan sekat atau septa, dimana pada tiap septa terdapat lubang-lubang halus sebagai tempat mengalirnya sitoplasma beserta materi lain ke sel-sel tubuh jamur. Hifa pada jamur kelas Basidiomycota memiliki struktur dengan clamp penghubung (Dewi et al., 2019).

2.3. Manfaat Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus)

Kandungan nutrisi yang dimiliki oleh jamur tiram putih menyebabkan jamur ini banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan pangan. Jamur tiram putih dikategorikan sebagai jamur pangan (edible mushroom). Menurut Riyanto (2010), terdapat empat kategori pengelompokan jamur yaitu (1) Jamur pangan (edible mushroom) yang merupakan jamur berdaging yang enak dimakan, (2) Jamur obat yang memiliki khasiat dan dapat digunakan untuk pengobatan, (3) Jamur beracun yang mengandung racun, (4) Jamur yang tidak tergolong kategori sebelumnya dan jenisnya beragam.

Jamur tiram putih memiliki kandungan protein yang cukup tinggi, karbohidrat, thiamine, riboflavin, niasin, kalsium, biosin, asam askorbat, mineral, vitamin, dan rendah lemak (Chang & Buswell, 1996; Maity et al., 2011; Riyanto, 2010). Selain itu, menurut Valverde, et al. (2014), jamur tiram putih memiliki senyawa antimikroba baru yang dapat menjadi sumber alternatif, dan dapat menjadi suplemen pada makanan.

Masyarakat memanfaatkan jamur tiram putih sebagai bahan pangan karena kandungan nutrisi yang tinggi. Menurut Candra et al. (2014), permintaan pasar terhadap ketersediaan jamur tiram putih meningkat mencapai 20-25% tiap tahun.

(20)

7

Seiring dengan meningkatnya permintaan pasar terhadap ketersediaan jamur tiram putih, maka tingkat budidaya jamur tiram putih di masyarakat juga akan meningkat.

2.4. Syarat Tumbuh Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus)

Budidaya jamur pada dasarnya adalah proses menumbuhakan jamur dengan melakukan rekayasa lingkungan mendekati kondisi yang sama dengan tumbuhnya jamur di alam. Beberapa faktor lingkungan yang perlu diperhatikan adalah suhu, kelembapan, cahaya, kadar oksigen harus dan karbondioksida (Suhaeni, Yunus, Nurjannah, & Sari, 2018). Menurut Meutia (2018), jamur tiram dapat dibudidaya pada daerah dengan ketinggian 550-800 m dpl. Selain itu juga harus diperhatikan suhu dan kelembapan lingkungan. Berdasarkan penelitian Jang et al. (2003), morfologi dan produktivitas jamur tiram putih terbaik pada perlakuan dengan suhu 13-16o C dan kelembapan di atas 80%. Selain itu, pada penelitian Zharare et al.

(2010) suhu di atas 25-30o C akan berakibat kurang baik bagi pertumbuhan miselium. Hal ini menandakan bahwa jamur tiram putih tidak efektif apabila ditumbuhkan pada suhu tinggi.

Serbuk gergaji dan dedak merupakan bahan baku utama yang sering digunakan pada budidaya jamur tiram. Kedua media ini memiliki kandungan yang dibutuhkan jamur tiram sebagai nutrisi untuk pertumbuhannya, yaitu selulosa, lignin, hemiselulosa, dan lain-lain (A.G., Wirda, & Aminullah, 2017). Menurut Astuti & Kuswytasari (2013), beberapa nutrisi lengkap yang harus tersedia pada media tanam untuk pertumbuhan jamur tiram seperti karbohidrat (selulosa, hemiselulosa, dan lignin), protein (urea), lemak, mineral (CaCO3 dan CaSO4), dan vitamin. Jamur yang dihasilkan dan komposisi kimia pada jamur tergantung dari substrat yang digunakan (Silva et al., 2012). Menurut Irhananto (2014), pertumbuhan miselium juga dipengaruhi tingkat kepadatan baglog, sehingga media tanam pada baglog harus diisi sesuai kepadatannya. Selain itu, pertumbuhan miselium pada jamur tiram lebih cepat dilakukan dalam kondisi sedikit gelap namun tetap mendapatkan cahaya yang cukup (Fatmawati, 2017). Intensitas cahaya di atas 10% dapat menghambat pertumbuhan dan merusak vitamin yang dihasilkan oleh jamur tiram (Riyanto, 2010).

Media yang baik untuk pertumbuhan jamur tiram putih adalah media yang mengandung lignoselulosa dan beberapa unsur mikronutrien seperti vitamin dan

(21)

8

mineral yang dapat ditambahkan pada media tanam tersebut (Mandeel et al., 2005).

Budidaya jamur tiram putih di Indonesia umumnya menggunakan serbuk gergaji kayu, serbuk sabut kelapa dan dengan bahan campuran lainnya sebagai media tanam (Fatmawati, 2017). Selain faktor media tanam, kondisi lingkungan juga sangat berpengaruh terhadap produksi jamur tiram putih.

2.5. Stabilitas Membran Sel

Membran sel merupakan bagian terluar dari sel yang tersusun dari lipid dan protein. Membran sel menjadi dinding pembatas antara bagian dalam sel (intraseluler) dengan lingkungan luar sel (ekstraseluler). Fungsi membran sel yang terganggu akan merusak metabolisme sel atau permeabilitas membran sel, hal ini dikarenakan perubahan potensial membran sel akibat dari perpindahan ion yang terganggu (Beauvais & Latgé, 2018; Jauharah, Santoso, & Juswono, 2017).

Menurut (Agarie, Hanaoka, Kubota, Agata, & Kaufman, 1995), integritas membran sel menjadi hal utama yang mengalami kerusakan fungsi dan struktur akibat stres lingkungan. Stabilitas membran sel dipengaruhi oleh kurangnya suplai air, sehingga meningkatkan stres kekeringan (Naghshzadeh, 2014). Tingkat stabilitas membran sel dapat ditandai dari banyaknya kadar elektrolit yang keluar dari sel. Pengukuran kadar elaktrolit yang keluar dari sel disebut sebagai nilai Kerusakan Relatif (Relative Injury/RI). Nilai RI yang rendah menunjukkan tingkat kerusakan yang rendah pada sel. Rendahnya nilai RI atau tingkat kerusakan sel menunjukkan bahwa strain tersebut relatif lebih toleran terhadap cekaman suhu dibanding dengan nilai RI yang lebih tinggi (Galang Anhatta Hidayat, 2018).

Apabila membran sel rusak, maka fungsi sel akan terganggu sehingga mengakibatkan pertumbuhan sel terhambat atau menjadi mati (Miksusanti, Jennie, Ponco, & Trimulyadi, 2008).

(22)

9 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli hingga November 2020. Tempat pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Pangan, Bidang Mikrobiologi, Pusat Penelitian Biologi, LIPI, Cibinong, Bogor.

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah cawan petri, ose, sedotan steril, inkubator, rotary shaker incubator, labu erlenmeyer, tabung reaksi, waterbath, conductivity meter, polypropylene bag, alat tulis, dan lain-lain.

Sedangkan bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah jamur tiram putih koleksi Indonesian Culture Collection (Ina-CC) dengan strain F10, F12, F77, F104, dan Po. LIPI, baglog (serbuk gergaji, bekatul, CaCO3, CaSO4, tepung jagung, dan air), Potato Dextrose Agar (PDA), Potato Dextrose Broth (PDB), air deionisasi.

3.3. Rancangan Penelitian

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pada ketiga pengujian, yaitu pengukuran nilai kerusakan sel (Relative Injury/RI), laju pertumbuhan miselium, dan produktivitas tubuh buah. Nilai RI digunakan untuk menentukan tingkat stabilitas membran sel. Setiap strain jamur tiram putih yang digunakan diberi perlakuan suhu yang berbeda, yaitu 30, 40, dan 50o C dengan masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali dan 1 kontrol.

Sehingga digunakan 4 sampel pada masing-masing perlakuan setiap strain.

Sedangkan pada produktivitas tubuh buah, tidak ada perlakuan pada sampel kelima strain. Pada laju pertumbuhan miselium dan produktivitas tubuh buah, terdapat pengulangan sebanyak 3 kali dengan masing-masing pengulangan sebanyak 10 baglog, sehingga tiap strain menggunakan 30 sampel (baglog).

(23)

10

3.4. Cara Kerja

Cara kerja pada penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh G. A Hidayat et al., (2019).

3.4.1. Pengujian Stabilitas Membran Sel Kultur Murni Pleurotus ostreatus

Kelima strain Pleurotus ostreatus diinokulasi pada media Potato Dextrose Agar (PDA), kemudian diinkubasi pada suhu 25o C selama 7 hari untuk pertumbuhan. Strain yang digunakan adalah F10, F12, F77, F104, dan PO LIPI koleksi Indonesian Culture Collection (Ina CC).

Persiapan Miselium Untuk Perlakuan Suhu Tinggi

Miselium dari kelima strain P. ostreatus diambil sebanyak satu cuplikan menggunakan sedotan steril (diameter 5 mm), kemudian dipindahkan ke dalam labu erlenmeyer 300 mL yang mengandung media Potato Dextrose Broth (PDB) sebanyak 100 mL. Kultur diinkubasi dengan rotary shaker incubator pada suhu 25o C selama 7 hari dengan kecepatan 80 rpm.

Perlakuan Suhu Tinggi

Miselium yang tumbuh pada media PDB dipanen dan dipindahkan ke dalam tabung reaksi berukuran besar. Kemudian, miselium dicuci sebanyak 3 kali dengan air deionisasi. Setelah itu, miselium yang di dalam tabung reaksi ditambahkan air deionisasi 75 mL. Kemudian, kultur tersebut diinkubasi pada waterbath yang berisi air selama 1 jam pada suhu 30, 40, dan 50o C, serta perlakuan kontrol (C) pada suhu 25o C. Perlakuan suhu tinggi dilakukan selama kurang lebih satu bulan, dan dilakukan pengecekkan air pada waterbath secara berkala. Apabila air pada waterbath sudah berkurang, dilakukan penambahan air pada waterbath sampai tanda batas air. Selanjutnya dilakukan perhitungan kadar elektrolit yang keluar mengacu pada metode (G. A Hidayat et al., 2019) dengan tiga kali pengulangan pada tiap strain.

Pengukuran Kadar Elektrolit yang Keluar

Setelah perlakuan dengan suhu tinggi, dilakukan pengukuran kadar elektrolit dengan mengukur konduktivitas menggunakan alat conductivity meter. Erlenmeyer

(24)

11

yang berisi miselium jamur tiram putih disimpan pada ruang gelap dengan suhu 10o C selama 24 jam untuk mengetahui elektrolit yang berdifusi keluar sel. Kemudian, sampel dihangatkan pada suhu 25o C. Kadar elektrolit dapat diukur dengan nilai konduktivitas dari sampel dengan perlakuan tinggi (T1) dan kontrol (C1).

Setelah itu, erlenmeyer dimasukkan ke dalam autoklaf pada suhu 121o C selama 15 menit, dan didinginkan kembali hingga suhu 25o C. Konduktivitas dapat diukur kembali dengan nilai konduktansi akhir dari sampel dengan perlakuan suhu tinggi (T2) dan kontrol (C2) yang diperoleh.

Kerusakan sel dapat diukur menggunakan rumus sebagai berikut (ElBasyoni et al., 2017) :

Heat_RI (%) = {1 −1−(T1/T2)

1−(C1/C2)} x 100 Keterangan :

RI : Relative Injury

T1 : Initial conductance of heat treatment T2 : Final conductance of heat treatment C1 : Initial conductance of control C2 : Final conductance of control

3.4.2. Produktivitas Tubuh Buah Kultur Murni Pleurotus ostreatus

Kelima strain Pleurotus ostreatus diinokulasi pada media Potato Dextrose Agar (PDA), kemudian diinkubasi pada suhu 25o C selama 7 hari untuk pertumbuhan. Strain yang digunakan adalah F10, F12, F77, F104, dan PO LIPI koleksi Indonesian Culture Collection (Ina CC).

Persiapan Bibit

Media bibit yang digunakan dalam budidaya Pleurotus ostreatus adalah sorgum dan CaCO3 2%. Sorgum direndam semalam, kemudian direbus sampai setengah matang dan ditiriskan. Setelah itu dicampur dengan CaCO3 2% (b/v) sampai rata, kemudian dimasukkan ke dalam botol bibit dan disterilisasi pada suhu 121o C selama 30 menit. Satu hari kemudian, kelima strain koloni P. ostreatus dari media PDA diinokulasi dengan menggunakan bantuan ose untuk dimasukkan ke dalam botol bibit, dan dilakukan inkubasi pada suhu 25-33o C selama 15 hari di ruang yang gelap. Koloni P. ostreatus tersebut tidak diberi perlakuan suhu tinggi.

(25)

12

Persiapan Substrat untuk Penanaman Pleurotus ostreatus

Substrat pada penanaman Pleurotus ostreatus adalah serbuk gergaji yang telah ditambahkan bekatul (15%), CaCO3 (2%), CaSO4 (2%), dan tepung jagung (2%). Kemudian ditambahkan air sehingga kadar airnya mencapai 70%. Campuran serbuk gergaji tersebut dimasukkan ke dalam plastik polypropylene (18 x 35 x 0.5 cm) seberat 1 kg. Substrat untuk pertumbuhan P. ostreatus ini disebut baglog yang kemudian disterilisasi menggunakan steamer.

Penanaman Bibit Pleurotus ostreatus pada Baglog

Setelah baglog disterilisasi, dilakukan pendinginan selama 16 jam.

Kemudian, bibit diinokulasi ke dalam baglog dan diinkubasi. Inkubasi dilakukan di suatu ruang dengan suhu ±30o C selama 40 hari sampai miselium yang tumbuh memenuhi baglog. Perhitungan laju pertumbuhan miselium dari data yang diambil.

Laju pertumbuhan miselium diketahui dengan cara panjang miselium diukur sampai pertumbuhan miselium menutupi seluruh permukaan baglog. Pengukuran miselium dilakukan dari ujung permukaan atas baglog sampai ujung permukaan bawah baglog dan dilakukan satu minggu sekali dihari Senin. Setelah mendapat panjang pertumbuhan miselium pada tiap minggunya, dilakukan perhitungan laju pertumbuhan miselium dengan menggunakan rumus (Sudarma, Wijana, Puspawati, Suniti, & Bagus, 2013):

Laju Pertumbuhan (mm/hari) = 𝑃𝑒𝑟𝑡𝑎𝑚𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑃𝑒𝑟𝑡𝑎𝑚𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢

Pemanenan Tubuh Buah Pleurotus ostreatus

Baglog dipindahkan ke dalam rumah jamur (kumbung) setelah seluruh permukaan baglog tertutupi oleh miselium. Kumbung yang digunakan dengan suhu harian berkisar antara 26-32o C dan kelembapan sekitar 85-90%. Kemudian, tutup pada baglog dibuka untuk menginisiasi pembentukan tubuh buah jamur. Setelah tubuh buah terbentuk, dilakukan pemanenan yang kemudian ditimbang berat tubuh buah dan diukur panjang tangkai serta diameter tubuh buah jamur. Pengukuran panjang tangkai dan diameter tubuh buah jamur mengacu pada metode International Union For The Protection of New Varieties of Plants (UPOV) (2013).

(26)

13

3.5. Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelitian ini adalah stabilitas membran sel, laju pertumbuhan miselium, dan berat tubuh buah jamur yang dianalisis dengan menggunakan SPSS versi 23. Untuk data stabilitas membran sel dan laju pertumbuhan miselium diuji Analysis of Variance (ANOVA) dengan One-way Analysis of Variance pada taraf uji 5%. Apabila terdapat pengaruh maka dilakukan uji lanjut dengan Duncan Multiple Range Test pada taraf 5%. Untuk data produktivitas diuji menggunakan uji non parametrik Kruskall Wallis.

Analisis selanjutnya menggunakan korelasi Pearson untuk mengetahui korelasi antara stabilitas membran sel dengan laju kecepatan pertumbuhan miselium. Sedangkan, analisis korelasi Spearman untuk mengetahui korealsi antara stabilitas membran sel dan produktivitas tubuh buah.

(27)

14 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Stabilitas Membran Sel

Stabilitas membran sel pada jamur menunjukkan tingkat ketahanan pada sel jamur. Jamur yang memiliki tingkat ketahanan sel yang tinggi, memiliki stabilitas membran sel yang baik. Untuk mengetahui tingkat ketahanan atau stabilitas membran sel pada jamur, dapat dilihat dari nilai kerusakan relatif (Relative Injury/RI). Nilai RI menunjukkan tingkat kerusakan pada sel membran jamur akibat pengaruh suhu. Nilai RI ditentukan dengan mengukur banyaknya larutan elektrolit yang keluar dari sel. Keluarnya larutan elektrolit dalam sel menunjukkan adanya peningkatan permeabilitas membran sel yang dapat menyebabkan kerusakan sel hingga kematian sel (Artana, et. al., 2016; Qiu, et al., 2017). Permeabilitas membran sel yang meningkat dapat mengubah komponen dinding sel atau metabolit intraseluler karena metabolit di wilayah intraseluler akan keluar ke wilayah ekstraseluler, sehingga aktivitas enzim ekstraseluler meningkat (Qiu et al., 2017;

Qiu, Wu, Zhang, & Huang, 2018). Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa suhu tinggi memberikan dampak kerusakan pada membran sel. Kerusakan ini mengakibatkan elektrolit keluar dari sel, sehingga kadar elektrolit yang keluar dari sel ke media dapat menandakan tingkat kerusakan pada sel akibat suhu tinggi.

Semakin besar nilai RI menunjukkan adanya kerusakan pada sel karena pengaruh suhu, sehingga menunjukkan rendahnya tingkat ketahanan sel atau tingkat stabilitas membran selnya.

Pengukuran nilai RI pada sel jamur tiram putih dilakukan setelah diberi perlakuan suhu tinggi dengan menggunakan suhu 30, 40, dan 50o C. Hasil yang didapat dari pengukuran nilai RI pada kelima strain jamur tiram putih mengalami peningkatan seiring meningkatnya suhu. Semakin tinggi suhu, maka tingkat kerusakan sel semakin meningkat. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Qiu et al., (2018) yang melakukan pengukuran banyaknya kandungan zat pada sel untuk mendeteksi kerusakan oksidatif membran akibat suhu tinggi. Hasil yang

(28)

15

didapat dari penelitian tersebut adalah nilai kandungan zat meningkat 142.3% lebih tinggi pada suhu 36o C daripada suhu 28o C.

Tabel 1. Nilai Relative Injury (RI) dari 5 strain Pleurotus ostreatus pada berbagai pengaruh suhu

Berdasarkan Tabel 1, dapat diduga bahwa strain F77 memiliki ketahanan sel yang lebih unggul daripada strain lainnya. Hal ini dikarenakan F77 memilliki nilai RI terendah pada suhu 30o C dan 50o C. Sedangkan pada suhu 40o C, nilai RI yang didapat oleh F77 menempati posisi kedua terendah. Pada strain F10 diduga memiliki ketahanan sel yang kurang unggul daripada strain lainnya (F12, F77, F104, dan Po. LIPI). Hal ini dikarenakan F10 memilliki nilai RI tertinggi pada suhu 40o C dan 50o C. Sedangkan pada suhu 30o C, nilai RI yang didapat oleh F10 menempati posisi kedua terendah. Hal ini didukung pada penelitian Hidayat et al.

(2019), F10 memiliki nilai RI sebesar 31.21% saat dilakukan pengujian dengan suhu tinggi (50o C). Nilai tersebut tidak memiliki selisih yang tinggi dengan hasil penelitian ini yang mendapatkan nilai RI sebesar 27.80%.

Hasil nilai RI yang didapat dari kelima strain tersebut, diduga pada suhu 30o C sel pada strain masih dapat menoleransi suhu tersebut sehingga belum mengalami pecah sel. Hal ini didukung oleh penelitian Marino, Eira, Kuramae, & Queiroz, (2003) yang mendapatkan hasil bahwa ketahanan sel pada suhu 15o C lebih baik daripada suhu 28o C, sehingga menunjukkan suhu yang tinggi dapat menurunkan ketahanan sel. Selain itu, menurut Naghshzadeh (2014), sel yang mengalami kekurangan air dapat meningkatkan stres, sedangkan apabila suhu pada sel meningkat dapat meningkatkan stres kekeringan.

Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat bahwa strain F77 memiliki nilai RI terendah dibanding dengan strain lain. Rendahnya nilai RI yang dimiliki strain F77

Strain Nilai Relative Injury (%)

30o C 40o C 50o C

F10 2.27 ± 3.93 16.00 ± 6.46 27.80 ± 3.44

F12 4.94 ± 2.60 10.15 ± 13.22 25.80 ± 10.25

F77 2.23 ± 2.91 12.53 ± 4.61 10.10 ± 1.50 F104 3.59 ± 6.12 13.20 ± 0.78 19.90 ± 2.44 Po. LIPI 2.31 ± 2.08 14.60 ± 2.27 26.36 ± 4.77

(29)

16

menunjukkan ketahanan sel lebih tinggi dibanding strain lainnya. Strain F10 memiliki rata-rata nilai RI tertinggi, hal ini menandakan tingkat ketahanan sel yang dimiliki strain F10 lebih rendah. Pada suhu 30o C, dapat dilihat bahwa strain F10, F77, dan Po. LIPI memiliki nilai RI lebih rendah dibanding strain F12 dan F104.

Hal ini menunjukkan bahwa strain F10, F77, dan Po. LIPI memiliki ketahanan sel paling baik diantara strain F12 dan F104. Menurut Beauvais & Latgé (2018), konstruksi dinding sel yang dipengaruhi oleh keseimbangan hidrolisis dan sintesis zat-zat di dalam sel.

Hasil analisis data One Way Anova menunjukkan bahwa antar kelima strain jamur tiram putih yang digunakan tidak berbeda nyata (>0.05) terhadap stabilitas membran sel (Lampiran 1). Hal ini dikarenakan stabilitas membran sel tidak dipengaruhi oleh strain namun dipengaruhi oleh suhu. Semakin tinggi suhu maka kadar elektrolit pada sel yang ditunjukkan dengan nilai RI akan meningkat (Qiu et al., 2018).

4.2. Pertumbuhan Miselium

Berdasarkan analisis data One Way Anova didapatkan hasil bahwa masing- masing strain berbeda nyata (<0.05) terhadap laju pertumbuhan miselium (Lampiran 2). Kemudian analisis data dilanjut dengan uji Duncan, dengan hasil Po.

LIPI memiliki laju pertumbuhan miselium terendah dan F12 memiliki laju petumbuhan tertinggi diantara strain lainnya yang digunakan. Hal ini dikarenakan masing-masing strain memiliki kemampuan yang berbeda dalam menyerap nutrisi untuk melakukan pertumbuhan.

Inkubasi jamur dilakukan setelah inokulasi bibit jamur ke dalam baglog.

Inkubasi dilakukan sampai pertumbuhan miselium menutupi seluruh permukaan baglog dan berlangsung selama kurang lebih 25-30 hari. Namun pertumbuhan miselium pada penelitian ini berlangsung selama 45 hari sampai miselium menutupi seluruh permukaan baglog. Laju pertumbuhan miselium berbeda karena dipengaruhi oleh berbagai faktor internal maupun eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi pertumbuhan miselium bisa dari jenis strain yang digunakan dan kandungan nutrisi pada media tanam. Faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan miselium adalah suhu ruang inkubasi, media yang digunakan, pH,

(30)

17

kelembapan, nutrisi, cahaya matahari, kontaminasi, serangan hama (Sudarma et al., 2013; Umrah & Masyitah, 2020). Faktor-faktor tersebut yang dapat mempengaruhi lambat atau cepatnya pertumbuhan miselium.

Tabel 2 menunjukkan hasil pengukuran panjang miselium dan perhitungan laju pertumbuhan miselium. Berdasarkan tabel tersebut, tiap strain memiliki laju pertumbuhan miselium yang berbeda. Strain F12 memiliki laju pertumbuhan miselium tercepat pada tiap harinya dengan laju pertumbuhan 5.971 mm/hari.

Sedangkan laju pertumbuhan terlambat ada pada strain Po. LIPI dengan laju pertumbuhan 4.883 mm/hari. Strain F77 dan F104 memiliki laju pertumbuhan yang tidak terlalu jauh selisihnya yaitu sebesar 0.069 mm/hari, dimana F77 memiliki laju pertumbuhan miselium 5.624 mm/hari dan F104 memiliki laju pertumbuhan miselium 5.565 mm/hari. Selain itu pada strain F10 memiliki laju pertumbuhan cukup lambat dengan nilai laju pertumbuhan sebesar 5.388 mm/hari.

Tabel 2. Laju pertumbuhan miselium jamur tiram putih Strain Panjang Miselium Hari

Ke-45 (mm)

Laju Pertumbuhan Hari Ke-45 (mm/hari)

F10 242.461 5.388

F12 268.708 5.971

F77 253.083 5.624

F104 250.417 5.565

Po. LIPI 219.734 4.883

Pertumbuhan miselium untuk menutupi seluruh permukaan baglog pada semua strain mencapai pada hari ke 45 (Gambar 3). Pada Gambar 3, dapat dilihat bahwa masing-masing strain memiliki tingkat laju pertumbuhan yang berbeda.

Perbedaan laju pertumbuhan pada strain mulai terlihat di hari ke 24 sampai hari ke 45. Umumnya, miselium dapat menutupi seluruh permukaan baglog selama 30 hari.

Pertumbuhan miselium yang dapat dikatakan cukup lama ini dikarenakan berbagai faktor dapat mempengaruhi. Salah satunya kondisi ruangan yang kurang sesuai.

Selain itu, nutrisi pada media tanam juga dapat mempengaruhi pertumbuhan miselium. Hal ini dikarenakan kapur mengandung unsur makro Ca sebagai aktivator enzim dan mengatur pH media tanam, sehingga penambahan kapur pada

(31)

18

media tanam dapat mempercepat pertumbuhan miselium (Umrah & Masyitah, 2020).

Gambar 3. Laju pertumbuhan miselium jamur tiram putih pada strain F10, F12, F77, F104, dan Po. LIPI

Inkubasi miselium jamur harus dilakukan di ruang inkubasi yang tertutup dengan mengatur ruangan sesuai dengan kondisi pertumbuhan miselium. Ruang inkubasi harus tertutup dan gelap, serta tingkat kelembapan yang tidak tinggi.

Media tanam pada yang digunakan juga harus mengandung nutrisi yang cukup bagi pertumbuhan miselium. Tingkat kepadatan media tanam pada baglog juga mempengaruhi pergerakan miselium dalam menyerap nutrisi. Tingkat kepadatan yang tinggi membuat pergerakan miselium cukup sulit karena kurangnya suplai oksigen (Suhaeni et al., 2018). Selain itu pada saat awal inokulasi jamur, baglog harus diperlakukan secara hati-hati dan sebisa mungkin untuk tidak diberi pergerakkan. Hal ini dikarenakan tingkat kekuatan miselium yang tumbuh belum cukup kuat, sehingga pertumbuhan miselium dapat semakin lambat atau kegagalan pertumbuhan miselium. Faktor eksternal lainnya seperti adanya hama dapat mengakibatkan kontaminasi, sehingga kebersihan ruang inkubasi harus dijaga.

Menurut Sudarma et al. (2013), kontaminasi yang terjadi pada baglog dapat menyebabkan pertumbuhan pada jamur tiram berhenti. Selain itu, faktor lain yang dapat mempengaruhi pertumbuhan miselium adalah air yang mengandung kaporit (Mulyanto & Susilawati, 2017).

0.0 50.0 100.0 150.0 200.0 250.0 300.0

0 11 17 24 31 38 45

Panjang Miselium (mm)

Hari Ke-

Pertumbuhan Miselium

F10 F12 F77 F104 PO. LIPI

(32)

19

4.3. Produktivitas Tubuh Buah

Hasil analisis data produktivitas tubuh buah menggunakan Kruskall Wallis, menunjukkan bahwa tingkat produktivitas antar kelima strain tidak berbeda nyata (Lampiran 3). Hal ini dikarenakan masing-masing strain memiliki faktor pertumbuhan tubuh buah yang relatif sama serta budidaya dilakukan tanpa adanya perbedaan media tanam dan lokasi budidaya.

Baglog jamur yang telah melewati proses inkubasi selanjutnya dipindah ke rumah jamur (kumbung) dengan menyesuaikan lingkungan kondisi pertumbuhan tubuh buah. Cincin baglog yang berfungsi sebagai penutup baglog dibuka untuk memberi jalan keluar bagi tubuh buah. Waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan tubuh buah yang pertama kurang lebih satu minggu sejak dibukanya cincin baglog.

Selama masa pertumbuhan tubuh buah berlangsung, faktor lingkungan seperti kelembapan, suhu, cahaya matahari, dan kebersihan pada kumbung harus dijaga untuk mendapatkan tubuh buah yang baik. Pada pengujian produktivitas, kondisi suhu harian pada kumbung berkisar antara 26-32o C dan kelembapan sekitar 85- 90%.

Gambar 4. Tubuh buah jamur A. Strain F10; B. Strain F77; C. Strain F104; D.

Strain Po. LIPI (Sumber: Dok. Pribadi, 2020)

A B

# b

D

# b C

# b

(33)

20

Tingkat produktivitas tubuh buah dapat dilihat dari berat tubuh buah yang dihasilkan. Berdasarkan Gambar 4, dapat dilihat bahwa ukuran tubuh buah yang dihasilkan dari keempat strain (F10, F77, F104, dan Po. LIPI) berbeda. Perbedaan tersebut dapat dilihat berdasarkan panjang tangkai, diameter tudung. Ukuran panjang tangkai dan diameter tudung dapat menjadi parameter pendukung untuk melihat tingkat produktivitas.

Pengambilan data berat tubuh buah dan pengukuran panjang tangkai dan diameter tudung dilakukan pada panen pertama dan kedua. Hal ini dikarenakan pembentukan tubuh buah pada panen pertama dan kedua lebih optimal dibanding panen ketiga dan seterusnya. Kandungan nutrisi pada media semakin berkurang seiring dengan pembentukan tubuh buah sehingga produktivitasnya semakin menurun (Putri & Suryani, 2014).

Gambar 5. Produktivitas tubuh buah strain F10, F12, F77, F104, dan Po. LIPI Gambar 5 tersebut menunjukkan tingkat produktivitas tubuh buah berdasarkan jumlah berat tubuh buah panen pertama dan kedua pada masing- masing strain. Terlihat pada gambar tersebut bahwa strain F12 jumlah berat tubuh buah 0 g karena tubuh buah tidak terbentuk pada strain ini. Selain itu, pada strain F104 hanya terdapat 2 baglog yang berhasil panen dengan jumlah berat tubuh buah sebesar 100 g. Menurut Putranto & Yamin (2012), suhu tinggi memberikan penurunan produktivitas tubuh buah jamur tiram putih. Oleh karena itu, suhu lingkungan harus sesuai dengan kondisi pertumbuhan tubuh buah pada masing-

192.8

0

129.5

100

185.8

0 50 100 150 200 250

F10 F12 F77 F104 Po. LIPI

Berat Tubuh Buah (g)

Strain Jamur Tiram Putih

Produktivitas Tubuh Buah

(34)

21

masing strain. Tingkat produktivitas tubuh buah tertinggi yaitu pada F10 dengan berat total pada panen pertama dan kedua sebesar 192.833 g. Sedangkan Po. LIPI berat totalnya sebesar 185.833 g dan F77 sebesar 129.5 g.

Tabel 3. Produktivitas tubuh buah dari 5 strain Pleurotus ostreatus

Strain

Pengukuran

Berat Total (g) Rata-rata Panjang

Tangkai (cm)

Rata-rata Diameter Tudung (cm)

F10 (A) 6.561 9.137 192.833

F12 (B) 0 0 0

F77 ( C ) 5.356 8.916 129.5

F104 (D) 7.333 8.333 100

Po. LIPI (E) 6.548 9.025 185.833

Berdasarkan Tabel 3, dapat diketahui rata-rata panjang tangkai, diameter tudung, dan berat total panen pertama dan kedua. Pada penelitian ini, strain F12 tidak didapatkan tubuh buah karena mengalami kegagalan saat pertumbuhan tubuh buah. Kegagalan panen yang terjadi pada F12 dapat disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya kondisi rumah jamur (kumbung) yang tidak sesuai dengan kondisi asal strain F12 tersebut. Terdapat kemungkinan bahwa faktor lingkungan seperti suhu, kelembapan, dan cahaya matahari yang sesuai oleh F12 berbeda dengan strain lainnya. Sehingga pada kondisi di kumbung tempat penelitian, F12 tidak dapat tumbuh tubuh buah sedangkan strain lain dapat tumbuh tubuh buah. Menurut Hidayat, G.A., (2018), suhu menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan jamur karena sangat berperan penting dalam metabolisme sel jamur.

Suhu yang melebihi batas optimal, dapat menurunkan aktivitas metabolisme karena rusaknya enzim dan terganggunya kerja enzim.

Selain F12, pada strain F104 juga terjadi hal yang sama dimana dari seluruh baglog F104 hanya terdapat 2 baglog yang berhasil membentuk tubuh buah selama masa penelitian berlangsung. Kegagalan panen yang pada strain F104 juga diduga karena kondisi kumbung penelitian tidak sesuai dengan kondisi lingkungan asal strain F104 tersebut. yang berasal dari Malang (http://inacc.biologi.lipi.go.id/,7 Januari 2021. Akses). Suhu di Malang berkisar antara 21-27o C, sedangkan di kumbung tempat penelitian suhu dapat berkisar antara 26-32o C. Namun, dengan

(35)

22

adanya beberapa baglog yang berhasil membentuk tubuh buah dapat menandakan bahwa tingkat toleransi strain F104 lebih tinggi dari strain F12.

Parameter pendukung seperti panjang tangkai dan diameter tudung pada penelitian ini menunjukkan hasil yang fluktuatif jika dibandingkan dengan parameter utama yaitu berat tubuh buah. Dari kelima strain jamur tiram putih yang digunakan, strain F104 memiliki nilai rata-rata panjang tangkai tertinggi yaitu sebesar 7.333 cm. Nilai rata-rata panjang tangkai tertinggi selanjutnya dimiliki oleh strain F10 sebesar 6.561 dan Po. LIPI sebesar 6.548 cm. Selisih nilai rata-rata panjang tangkai antara strain F10 dan Po. LIPI adalah 0.013 cm yang menunjukkan bahwa panjang tangkai tubuh buah yang dimiliki oleh kedua strain tersebut tidak berbeda jauh. Sedangkan strain F77 memiliki nilai rata-rata panjang tangkai sebesar 5.536 cm. Menurut Djuariah (2016), sinar matahari yang sedikit memperpanjang ukuran tangkai karena terjadinya etiolasi.

Selain panjang tangkai, diameter tudung juga menjadi salah satu parameter pendukung pada penelitian ini. Menurut Hidayat, G.A., (2018), besarnya nilai diameter tudung berbanding terbalik dengan panjang tangkai. Strain F10 dan Po.

LIPI memiliki nilai rata-rata diameter tudung dengan selisih 0.112 cm, dengan nilai rata-rata diameter tudung pada F10 lebih tinggi daripada Po. LIPI. Sedangkan strain F77 memiliki nilai rata-rata diameter tudung sebesar 8.916 cm. Nilai rata-rata diameter tudung terkecil sebesar 8.333 cm yang dimiliki oleh strain F104. Tubuh buah yang terbentuk pada strain F104 hanya dalam satu kuntum dengan jumlah tubuh buah yang banyak namun ukuran diameternya kecil. Menurut Muchsin, Murdiono, & Maghfoer (2017), hal tersebut dikarenakan nutrisi pada media akan tersebar dan terakumulasi pada pembentukan diameter tudung, sehingga semakin banyak jumlah tubuh buah maka semakin kecil diameter tudungnya.

Perbedaan selisih ukuran panjang tangkai dan diameter tudung antar strain tidak terlalu jauh. Perbedaan ukuran tubuh buah dapat dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan (Islami, Purnomo, & Sukesi, 2013). Berdasarkan rata-rata panjang tangkai yang dimiliki oleh keempat strain (F10, F77, F104, dan Po, LIPI) termasuk ke dalam kategori besar (Nur’aini, 2018). Menurut Maulana (2012) dalam Kenanga, Pambudi, & Puspitasari, (2014) kategori tersebut sesuai dengan standar mutu (SNI) kualitas jamur tiram. Kategori tersebut terbagi menjadi

(36)

23

tiga, yaitu kecil (1-3 cm), sedang (3-5 cm), dan besar (>5 cm). Berdasarkan kategori tersebut, diameter tudung pada keempat strain (F10, F77, F104, dan Po. LIPI) juga dalam kategori besar.

Isolat kelima strain jamur tiram putih yang digunakan berasal dari daerah yang berbeda. Isolat strain F10 berasal dari Indonesia, F12 berasal dari Jepang, strain F77 berasal dari Bogor, strain F104 berasal dari Malang, dan strain Po. LIPI berasal dari LIPI Cibinong. Lokasi asal isolat kelima strain ini memiliki suhu yang beragam, sehingga masing-masing strain memerlukan adaptasi pada perubahan suhu saat pembentukan tubuh buah yang dilakukan saat penelitian, yaitu pada suhu 26-32o C.

Proses pembentukan tubuh buah pada masing-masing strain memiliki jangka waktu yang berbeda setelah tutup baglog dibuka. Strain F77 memiliki waktu proses pembentukan tubuh buah tercepat dibanding strain lainnya, yaitu selama 4-7 hari strain F77 telah berhasil membentuk tubuh buah. Selain itu, strain F77 juga memiliki jarak antara panen pertama dan kedua tercepat dibanding strain lainnya.

Dengan antara jarak waktu kurang lebih selama satu minggu setelah panen pertama, strain F77 sudah dapat membentuk tubuh buah. Sedangkan pada strain lainnya, membutuhkan waktu lebih lama untuk membentuk tubuh buah kedua dan seterusnya. Strain F77 memiliki intensitas pembentukan tubuh buah terbanyak dan tercepat dibanding strain lainnya.

Kelima isolat jamur tiram putih yang digunakan pada penelitian ini dan isolat yang digunakan pada penelitian G. A Hidayat et al., (2019) merupakan koleksi Indonesian Culture Collection (Ina CC), LIPI. Salah satu strain yang sama digunakan pada penelitian G. A Hidayat et al., (2019) adalah strain F10. Pada penelitian tersebut, strain F10 memiliki tingkat produktivitas tertinggi diantara strain lain yang digunakan pada penelitian tersebut dengan rata-rata berat tubuh buah sebesar 248 g. Apabila dibandingkan dengan penelitian tersebut, strain jamur tiram putih yang digunakan pada penelitian ini yaitu F10, F77, F104, dan Po. LIPI memiliki hasil produktivitas yang hampir sama dengan strain yang digunakan pada penelitian G. A Hidayat et al., (2019), yaitu antara 100-200 g.

(37)

24

4.4. Korelasi Antara Stabilitas Membran Sel dengan Laju Pertumbuhan Miselium

Stabilitas membran sel menunjukkan kemampuan sel dalam bertahan saat mengalami gangguan. Sehingga data dianalisis korelasi untuk mengetahui apakah terdapat korelasi antara stabilitas membran pada suhu 30o C dengan laju pertumbuhan miselium atau tidak. Pengujian korelasi ini menggunakan nilai RI pada suhu 30o C yang menunjukkan tingkat stabilitas membran sel atau tingkat ketahanan sel. Berdasarkan hasil analisis korelasi Pearson didapatkan hasil korelasi positif antara nilai Kerusakan Relatif/Relative Injury (RI) pada suhu 30o C dengan laju pertumbuhan miselium dengan nilai sebesar 0.721 (Lampiran 4). Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada suhu 30o C terdapat korelasi yang kuat dan berbanding lurus antara nilai RI dengan laju pertumbuhan miselium.

Berdasarkan hasil korelasi tersebut, dapat dikatakan bahwa semakin rendah nilai RI yang berarti semakin tinggi tingkat stabilitas membran sel atau tingkat ketahanan sel, maka laju pertumbuhan miselium akan menurun. Sehingga menunjukkan bahwa tingkat stabilitas membran sel akibat suhu tidak menjadi faktor utama yang mempengaruhi laju pertumbuhan miselium. Hal ini diduga, saat pertumbuhan miselium yang sangat berperan adalah nutrisi pada media, karena pada fase vegetatif ini dilakukan dengan baglog yang masih tertutup. Pendapat ini didukung oleh penelitian Sudarma et al. (2013) yang menunjukkan bahwa laju pertumbuhan miselium tidak berkorelasi nyata dengan faktor lingkungan (suhu dan kelembapan udara), namun pertumbuhan miselium sangat dipengaruhi oleh komposisi media tanam karena kandungan nutrisinya.

4.5. Korelasi Antara Stabilitas Membran Sel dengan Produktivitas Tubuh Buah

Analisis korelasi stabilitas membran sel dengan produktivitas tubuh buah dilakukan dengan menggunakan data nilai Kerusakan Relatif/Relative Injury (RI) pada suhu 30o C dan data produktivitas tubuh buah dari kelima strain yang digunakan (F10, F12, F77, F104, dan Po. LIPI). Nilai RI tersebut menunjukkan tingkat stabilitas membran sel masing-masing strain pada suhu 30o C. Berdasarkan hasil analisis korelasi Spearman didapatkan hasil koefisien korelasi sebesar -0.700

(38)

25

yang menunjukkan bahwa terdapat korelasi negatif antara nilai RI dengan produktivitas tubuh buah (Lampiran 5). Nilai korelasi koefisien tersebut menunjukkan terdapat korelasi kuat dan berbanding terbalik antara nilai RI pada suhu 30o C dengan produktivitas tubuh buah.

Berdasarkan hasil korelasi tersebut, dapat dikatakan bahwa apabila nilai RI rendah yang berarti tingkat ketahanan sel tinggi, maka produktivitas tubuh buah juga akan meningkat. Hasil analisis korelasi pada penelitian ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hidayat, G.A., (2018), yang mendapatkan hasil bahwa interaksi antar strain dengan lokasi budidaya memberikan pengaruh terhadap produksi tubuh buah. Hal ini menandakan bahwa stabilitas membran sel dapat menjadi faktor yang mempengaruhi produktivitas tubuh buah. Dengan demikian hipotesis pertama pada penelitian ini diterima yaitu, terdapat hubungan antara stabilitas membran sel dengan produktivitas tubuh buah.

Strain F10, F77, dan Po. LIPI yang berasal dari daerah dengan suhu antara 23-31o C memiliki tingkat ketahanan sel dan tingkat produktivitas yang lebih baik daripada strain F12 yang berasal dari Jepang dengan rata-rata suhu 16-23o C dan strain F104 yang berasal dari Malang dengan suhu 19-28o C. Sehingga, dapat dikatakan bahwa strain F10, F77, dan Po. LIPI memiliki adaptasi yang lebih baik terhadap suhu pada tempat penelitian yaitu antara 26-32o C daripada strain F12 dan F104. Berdasarkan hasil tersebut, dapat dikatakan bahwa strain yang memiliki tingkat stabilitas membran sel yang tinggi akan memberikan hasil produksi tubuh buah yang baik.

(39)

26 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Terdapat hubungan antara stabilitas membran sel dengan tingkat produktivitas tubuh buah pada jamur tiram putih (P. ostreatus). Semakin tinggi stabilitas membran sel, semakin tinggi produktivitas tubuh buah.

2. Nilai stabilitas membran sel dan produktivitas tubuh buah pada Strain F10, F77, dan Po. LIPI lebih tinggi dibanding strain F12 dan F104.

5.2. Saran

Berdasarkan penelitian ini, terdapat saran yang dapat diberikan terhadap penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut:

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait respon sel jamur terhadap suhu tinggi dengan metode pengukuran stabilitas membran sel.

2. Perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan strain F77 dan F10 yang dibudidaya pada daerah yang memiliki suhu tinggi (>30o C).

3. Strain F77 dapat digunakan oleh petani jamur untuk dibudidayakan karena dalam pembentukan tubuh buah membutuhkan waktu yang lebih cepat dibanding keempat strain yang diuji.

(40)

27 DAFTAR PUSTAKA

A.G., R., Wirda, Z., & Aminullah, A. (2017). Efek Penambahan Sekam Padi pada Berbagai Media Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus). Jurnal Agrium, 14(2), 18–25.

Agarie, S., Hanaoka, N., Kubota, F., Agata, W., & Kaufman, P. B. (1995).

Measurement of Cell Membrane Stability Evaluated by Electrolyte Leakage as a Drought and Heat Tolerance Test in Rice (Oryza sativa L.). Journal of The Faculty of Agriculture, Kyushu University, 40(1–2), 233–240.

Artana, I. G. S., Darmayasa, I. ., & Proborini, M. W. (2016). Daya Hambat Ekstrak Kasar Daun Kaliandra (Calliandra calothyesus Meissn.) Terhadap Jamur Kontaminan Pada Pakan Konsentrat Ayam Ras Pedaging. Jurnal Simbiosis, IV(2), 31–38. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Astuti, H. K., & Kuswytasari, N. D. (2013). Efektifitas Pertumbuhan Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) dengan Variasi Media Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria) dan Sabut Kelapa (Cocos nucifera). Jurnal Sains Dan Seni Pomits, 2(2), 144–148.

Beauvais, A., & Latgé, J.-P. (2018). Special issue: Fungal cell wall. Journal of Fungi, 4(91), 1–8. https://doi.org/10.3390/jof4030091

Candra, R., L, D. A. H., & Situmorang, S. (2014). Analisis Usahatani dan Pemasaran Jamur Tiram Dengan Cara Konvensional dan Jaringan (Multi Level Marketing) di Provinsi Lampung. Jurnal Ilmu-Ilmu Agribisnis, 2(1), 38–47.

https://doi.org/10.23960/jiia.v2i1.38-47

Chang, S. T., & Buswell, J. A. (1996). Mushroom Nutriceuticals. World Journal of Microbiology and Biotechnology, 12(5), 473–476.

https://doi.org/10.1007/BF00419460

Dalimunthe, F. K. (2018). Pertumbuhan dan Produktivitas Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus) Pada Media Tanam Campuran Berbeda dan Penambahan Air Cucian Beras. Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.

Dewi, M., Aryantha, I. N. P., & Kandar, M. (2019). The Diversiy of Basidiomycota Fungi that Have the Potential as a Source of Nutraceutical to be Developed in the Concept of Integrated Forest Management. International Journal of Recent Technology and Engineering (IJRTE), 8(2), 81–85.

Djuariah, D. (2016). Seleksi dan Adaptasi Tiga Spesies Unggul Jamur Kuping (Auricularia spp.) untuk Dataran Medium. Journal Horticulture, 26(2), 153–

162.

ElBasyoni, I., Saadalla, M., Baenziger, S., Bockelman, H., & Morsy, S. (2017). Cell Membrane Stability and Association Mapping for Drought and Heat Tolerance in a Worldwide Wheat Collection. Sustainability, (9), 1–16.

Gambar

Gambar  1.  Kerangka  berpikir  penelitian  seleksi  produktivitas  tubuh  buah  strain  jamur  tiram  putih  (Pleurotus  ostreatus)  koleksi  Indonesian  Culture  Collection  (Ina CC), Pusat  Penelitian Biologi  LIPI berdasar stabilitas  membran sel
Gambar 2. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) (Sumber: Dok. Pribadi, 2020)  Jamur  tiram  putih  memiliki  tudung  yang  berbentuk  lingkaran  seperti  cangkang tiram, sehingga jamur ini disebut jamur tiram (Fatmawati, 2017)
Tabel 1. Nilai Relative Injury (RI) dari 5 strain Pleurotus ostreatus pada berbagai  pengaruh suhu
Tabel  2  menunjukkan  hasil  pengukuran  panjang  miselium  dan  perhitungan  laju pertumbuhan miselium
+5

Referensi

Dokumen terkait

42 tahun 2007 tentang waralaba, waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha

Ekstrak dari tanaman tersebut mengandung flavonoid, alkaloid, steroid, dan saponin (Silalahi, Purba, &amp; Mustaqim 2019).. Bryophillum pinnatum berupa herba menahun dengan

Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala, karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan

Kesesuain kualitas produk, kesesuaian harga produk dan kesesuaian kualitas pelayanan berpengaruh secara simultan terhadap kepuasan konsumen tahu UMKM ADN Bambu Apus Pamulang

Alhamdulillah, segala puji serta syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan

1. Memaparkan pelaksanaan pemberian hibah terhadap anak di masyarakat. Menjelaskan ketentuan pemberian hibah terhadap anak perspektif fikih dan hukum perdata di

Gujarati (2006) mendefinisikan analisis regresi sebagai kajian terhadap hubungan satu variabel yang disebut sebagai variabel yang diterangkan (the explained

Penelitian dilakukan dengan melihat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen, dalam hal ini melihat pengaruh Persepsi tentang Status Sosial Ekonomi yang melingkupi