• Tidak ada hasil yang ditemukan

SAKRAMEN TOBAT DAN TUGAS PEWARTAAN MAHASISWA IPPAK

A. Sakramen Tobat 1. Pengertian Sakramen

4) Sakramen Tobat dalam Semangat Konsili Vatikan II

Tobat dalam rangka perayaan kerahiman Allah dalam Gereja dan segi eklessial diberi tekanan kembali. Imam bertindak atas nama Gereja dalam menghadirkan pengampunan Allah.

Pada pertengahan abad XX Konsili Vatikan II merenungkan kembali gerakan pembaharuan teologi dan liturgi dalam Gereja. LG, art. 11 menyatakan kembali dimensi eklessial Sakramen Tobat:

Mereka yang menerima Sakramen Tobat memperoleh pengampunan dari belas kasihan Allah atas penghinaan mereka terhadapNya, sekaligus mereka didamaikan dengan Gereja, yang telah mereka lukai dengan berdosa dan yang membantu pertobatan mereka dengan cinta kasih, teladan serta doa-doanya. Pada tahun 1973 atas kehendak Konsili Vatikan II disusunlah buku perayaan Sakramen Tobat yang baru Ordo Paenitentiae. Buku tersebut menekankan dimensi perayaan dan menampakkan dimensi eklessial yang dirumuskan pada absolusi yang diucapkan oleh imam: “Melalui pelayanan Gereja, Ia menganugrahkan kepada saudara pengampunan dan damai. Maka dengan ini aku melepaskan saudara dari segala dosa...”.

Ordo Peniteniae menyampaikan tiga kemungkinan perayaan Sakramen Tobat:

• Tata perayaan rekonsiliasi perorangan/pribadi.

• Tata perayaan rekonsiliasi beberapa orang dan dilanjutkan pengakuan dan absolusi pribadi.

• Tata perayaan rekonsiliasi jemaat dengan pengakuan dan absolusi umum. Untuk memberikan absolusi umum, imam harus mendapat izin dari uskup.

Pada tahun 1984, Paus Yohanes Paulus II menulis surat Apostolik

Reconciliatio et paenitentia, beliau melanjutkan semangat dan ajaran Konsili Vatikan II serta memandang Sakramen Tobat dalam konteks eklessiologi (Martasudjita, 2003: 322-323).

c. Makna Sakramen Tobat

Perayaan Sakramen Tobat selalu merupakan pengakuan iman Gereja. Sakramen Tobat itu Sakramen Iman, di dalamnya secara khusus terungkapkan iman orang berdosa (Konferensi Waligereja Indonesia, 1996: 434). Kita merupakan manusia yang hidup dalam situasi dosa. Seseorang yang melakukan sesuatu yang bertolak belakang dengan kehendak Tuhan berarti dia memisahkan diri dari Tuhan dan sesama oleh karena itu kita harus mempunyai usaha untuk bangkit kembali sesudah jatuh untuk berbalik kembali kepada Allah dan sesama. Tanda pertobatan di hadapan Tuhan dan sesama itu diterima melalui perayaan Sakramen Tobat. Tobat sejati menuntut agar kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan itu diperbaiki.

Sakramen Rekonsiliasi merupakan sakramen yang ingin menjawab kerinduan manusia akan kehidupan bersama yang damai, sejahtera dan bahagia menurut unsurnya yang paling dalam: yaitu relasi manusia dengan Allah dan sesama (Martasudjita, 2003: 311).

Sakramen yang berkaitan dengan dosa dan pertobatan mendapatkan nama dan pengertian yang cukup luas dan luwes. Sakramen ini dapat disebut sebagai Sakramen Pengakuan Dosa sebab tindakan yang paling menonjol berupa pengakuan dosa dari peniten yang dengan rendah hati mengakui dosa-dosanya di depan Tuhan sendiri melalui seorang pejabat gereja. Orang juga menyebutnya sebagai Sakramen Pengampunan Dosa karena dalam tindakan pengakuan dosa tidak banyak berarti, selama tindak kerahiman Tuhan yang Maha Pengampun tidak melimpahkan kasihNya untuk menghapus semua dosa manusia. Selain itu, orang menyebutnya sebagai Sakramen Perdamaian, karena ia memberi pendosa cinta Allah yang mendamaikan: Berilah dirimu didamaikan dengan Allah(2 Kor 5:20). Setiap orang yang hidup dari cinta Allah yang berbelaskasihan, selalu siap memenuhi amanat Tuhan: Pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu (Mat 5:24).

Tetapi ditegaskan bahwa yang paling penting adalah apa yang dilakukan oleh orang beriman sendiri, selaku pentobat dan bersama dengan imam ia merayakan liturgi Gereja, yang terus menerus membarui diri. Maka sakramen ini tidak lagi disebut Sakramen Pengampunan tetapi Sakramen Tobat (Konferensi Waligereja Indonesia, 1996: 434).

Bertitik tolak dari uraian di atas secara sederhana Sakramen Tobat dapat dipahami sebagai tanda dan sarana atas pencurahan Roh Kudus dari Allah sendiri yang mengampuni manusia dari dosanya. Orang dapat masuk ke dalam keanggotaan Gereja setelah menerima Sakramen Baptis dan Sakramen Krisma. Melalui sakramen itu pula manusia mempunyai status hidup baru yaitu hidup dalam rahmat. Kita percaya bahwa keanggotan Gereja tidak dapat dihapuskan (kekal dan abadi) namun karena dosanya manusia dapat kehilangan rahmat yang ia terima dari baptisan. “Konsekwensi dari dosa besar juga mengakibatkan orang dikucilkan dari komunitas” (Purwatmo, 2005: 19). Manusia yang telah dibaptis namun masih melakukan dosa dapat memperbaiki hubungannya dengan Allah dan Gereja dengan menerima Sakramen Tobat. Oleh karena itu Sakramen Tobat disebut juga sebagai Sakramen Rekonsiliasi. Adapun secara singkat pengertian sakramen dapat dirumuskan sebagai berikut, tanda dan sarana keselamatan bagi orang yang menerimanya dengan iman. Penerimaan Sakramen Tobat bukan hanya sekedar melaksanakan ritual dan kewajiban sebagai orang Katolik. Sakramen Tobat sungguh mempunyai arti yang mendalam, melalui Sakramen Tobat para imam mendamaikan orang berdosa dengan Allah dan Gereja.

Manusia yang merayakan Sakramen Tobat tidak hanya dosanya diampuni, tetapi ia dapat lagi mengambil bagian secara penuh dalam kehidupan Gereja (Konferensi Waligereja Indonesia, 1996: 430). Tujuan menerima Sakramen Tobat ialah memulihkan relasi kasih dengan Allah. Berkat Sakramen ini, manusia memperoleh pengampunan dari Allah dan sekaligus didamaikan dengan Gereja (LG, art. 11).

St. Agustinus (354-430) merupakan sosok teladan yang melakukan pertobatan sejati. Awal kehidupannya sebelum menjadi seorang pujangga Gereja dan seorang uskup dari Hippo (Afrika) adalah merupakan seorang pendosa. Ia memboroskan waktu untuk bermain, melupakan sopan-santun, menjadi anggota kelompok brandal, meninggalkan ibunya, mempelajari ilmu yang bertentangan dengan ajaran Katolik. Namun Monica, ibu Agustinus tidak pernah putus asa untuk selalu mendoakan Agustinus agar kembali hidup bersama Tuhan. Akhirnya suatu hari ia mendengar bisikan yang berbunyi “Tolle, Lege” yang artinya ‘Ambillah dan Bacalah’ kemudian ia mengambil dan membaca Kitab Suci “Allah pangkal segala yang baik” Rom 13:13-14. Setelah itu, ia menyadari, menyesal dan mengakui atas segala dosa yang telah diperbuatnya kemudian ia mendamaikan hubungannya dengan Tuhan dan percaya padaNya yang membuat hidupnya damai dan tidak gelisah lagi (Komisi Kateketik KWI, 1995:150).

Kisah hidup St. Agustinus tersebut memberikan gambaran kepada kita bahwa tobat akan mengakibatkan hidup kita lebih baik. Dari Kitab Suci sering kita mendengar istilah metanoia yang mempunyai arti perubahan arah. Perubahan arah yang dimaksud adalah berbalik ke arah yang semula meninggalkan Allah kembali disesuaikan dengan Allah. Pertobatan adalah karya Allah. Manusia mampu bertobat bila Allah lebih dulu mengasihi manusia dengan cara membuka hati manusia sehingga manusia dapat merasakan betapa besar kasih Allah dan berani menyesuaikan hidup sesuai dengan kehendak Allah. Hal tersebut, merupakan makna pertobatan sejati yaitu membawa manusia kepada perubahan orientasi hidup. Apabila kasih Allah menjadi dasar pertobatan maka dosa kecilpun akan dirasakan sebagai hal yang menghalangi kasih Allah. Oleh karena itu tidak hanya dosa besar saja yang memerlukan pengampunan tetapi juga dosa kecil (Purwatmo, 2005: 21).

Sakramen Tobat pertama-pertama adalah perdamaian manusia dengan Allah. Perdamaian dengan Allah berarti juga berdamai kembali dengan Gereja, karena bila seorang beriman berdosa maka seluruh Gereja akan menderita. Oleh karena itu pertobatan mengembalikan relasi manusia pendosa dengan Allah sekaligus dengan Gereja (Purwatmo, 2005: 22).

d. Unsur-Unsur Sakramen Tobat

Sakramen Tobat mempunyai unsur-unsur yang dapat memberikan gambaran mengapa manusia harus bertobat dan apa kosekwensinya. Adapun unsur-unsur tersebut menurut Sarjumunarsa (1985: 33-36), adalah:

Dokumen terkait