Suatu kontras sedang dipaparkan Yohanes dalam kisah ini, meski kisahnya sama: Yesus
dikonfrontir Hanas dan Petrus dikonfrontir beberapa orang di halaman istana Imam Besar (ayat 15).
Ketika menghadapi pertanyaan dari Imam Besar mengenai murid-murid-Nya, Yesus tidak memberi jawaban. Ia melindungi murid-murid-Nya (ayat 19). Dalam perikop sebelumnya, kita melihat bagaimana Yesus menghadapi orang-orang yang akan menangkap Dia. Tanpa rasa takut. Walau sedang menghadapi momen yang membahayakan hidup-Nya, Yesus tidak melakukan apapun yang membahayakan murid-murid-Nya. Ia berusaha agar penangkapan-Nya tidak
berisiko terhadap keselamatan murid-murid-Nya (ayat 8-9). Namun bagaimana sikap sang murid sendiri terhadap Gurunya?
Ketika Yesus berdiri tegak menghadapi para penanya dan tidak menyangkal satu hal pun, Petrus gemetar ketakutan di depan orang-orang yang menanyai dia. Ia menyangkal semua hal yang disebutkan orang-orang itu. Petrus yang beberapa waktu sebelumnya berkata bahwa ia akan mati bagi Yesus (Yoh. 13:37), saat itu menyangkal hubungannya dengan Dia (ayat 17, 25-26). Ia takut akan akibat yang terjadi bila orang mengetahui kedekatannya dengan Yesus. Terpisah dari
Yesus, Petrus menghadapi pencobaan dan tidak dapat bertahan. Sebagai murid, seharusnya Petrus bersaksi tentang Yesus, Gurunya.
Banyak orang mencemooh Petrus karena penyangkalannya. Namun mari kita mengingat-ingat, kita yang menyandang sebutan pengikut Kristus juga sering menyangkal Dia di hadapan orang lain. Mungkin tidak secara langsung, tetapi seberapa sering kita hanya tutup mulut ketika seharusnya menyuarakan kebenaran-Nya? Berapa banyak kesempatan, saat kita harus bersaksi tentang iman kita pada Kristus, tetapi kita memilih untuk diam? Sesungguhnya kita tidak berbeda dari Petrus. Karena itu, marilah kita belajar setia, belajar untuk tidak mengompromikan iman, belajar untuk tidak menjual iman karena kepentingan dan ambisi pribadi.
92
Rabu,, 19 Maret 2008
Bacaan : Yohanes 18:28-38
(19-3-2008)
Yohanes 18:28-38
Yesus dan Pilatus
Judul: Yesus dan PilatusMemperalat orang lain untuk melakukan kejahatan bagi kepentingan diri sendiri merupakan perbuatan licik yang tidak manusiawi. Apalagi jika hal itu dilakukan oleh orang yang mengaku dirinya beriman! Namun begitulah orang Israel. Mereka tidak mau membunuh karena dilarang di dalam Hukum Taurat (ayat 31), bahkan tidak mau menajiskan diri dengan masuk ke gedung pengadilan (ayat 28), tetapi memanfaatkan Pilatus untuk menghukum Yesus (ayat 30). Di sisi lain, melakukan keinginan orang lain dengan tujuan menjaga stabilitas keamanan dan kenyamanan diri, juga merupakan tindakan bodoh! Seperti itulah Pilatus. Meskipun awalnya ia tidak mau menerima perkara Yesus (ayat 31), tetapi kemudian ia terima juga limpahan tanggung jawab untuk mengadili Yesus. Ia tidak mau mempertaruhkan jabatannya apabila kemudian terjadi kerusuhan karena perkara itu. Salahkah Pilatus? Ya, karena ia tidak mendasarkan tindakannya di atas kebenaran.
Seperti Pilatus, memang kita tidak dapat menghindar dari pengambilan keputusan mengenai sikap kita terhadap Yesus. Sebab itu, berusahalah untuk mengenal Dia dan putuskanlah bagaimana Anda harus bersikap terhadap Dia! Apakah Anda akan menganggap Dia sebagai salah satu nabi atau pengajar kebenaran? Atau menerima Dia sebagai Juruselamat dan Tuhan? Ingatlah bahwa konsekuensi keputusan kita saat ini adalah nasib kekal kita kelak.
Bagaimana dengan Yesus sendiri? Sikap-Nya sangat jelas. Dia lebih setia kepada sabda Allah sekalipun harus mengorbankan jiwa raga, ketimbang menutupi kebenaran firman Allah hanya untuk kepentingan diri sendiri.
Orang yang hidup demi dan untuk hormat serta kemuliaan Allah, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri. Ia akan berani memegang teguh kebenaran sabda Allah, sekalipun orang di sekitarnya tidak setuju. Dia akan mengatakan apa yang benar, dan tetap berpihak pada pelaksanaan kehendak Allah, sekalipun konsekuensinya berat.
93 Kamis, 20 Maret 2008 Bacaan : Yohanes 18:38-19:16
(20-3-2008)
Yohanes 18:38-19:16
Tentukan sikap!
Judul: Tentukan sikap!Bagaikan bola, Yesus dipingpong oleh Pilatus dan orang-orang Yahudi. Orang Yahudi menginginkan kematian Yesus, tetapi tidak mau mengotorkan tangan dengan membunuh Dia secara langsung. Pilatus tidak menemukan kesalahan Yesus, tetapi khawatir kalau perkara ini akan menjatuhkan dia dari kedudukannya yang saat itu begitu dia nikmati. Yesus yang Mahakuasa rela menjadi bulan-bulanan.
Meski bukan seorang yang berhati baik, Pilatus sebenarnya bermaksud melepaskan Yesus. Bukan demi keadilan, tetapi Ia tahu bahwa orang Israel ingin membinasakan Yesus. Pilatus memang tidak memiliki masalah secara langsung dengan Yesus. Ia juga tidak membenci Yesus. Namun demi keamanan diri, Pilatus mengorbankan kebenaran yang disuarakan hati nuraninya (ayat 18:38b, 19:4, 6). Pilatus akhirnya mendukung proses hukuman salib bagi Yesus. Walau berkuasa, Pilatus ternyata tidak sanggup menyelamatkan Yesus. Nyata bahwa Pilatus ikut bertanggung jawab atas kematian Yesus.
Orang-orang Yahudi pun bersalah. Mereka membenci Yesus karena adanya selisih pendapat dalam hal pemahaman seputar tafsir Kitab Suci. Setelah itu, mereka mati-matian berusaha untuk mengeksekusi Yesus meskipun tidak dapat membuktikan bahwa Yesus bersalah. Mereka juga yang membuat Pilatus merasa terancam, hingga ia menyerah pada keinginan mereka untuk menyalibkan Yesus. Baik Pilatus maupun orang Yahudi, sama-sama memperjuangkan kepentingan sendiri dan sama-sama mengabaikan kebenaran. Maka dengan mengorbankan kebenaran mereka sedang berjudi dengan maut.
Kita pun bersalah atas kematian Yesus. Dosa-dosa kitalah yang menggiring Dia ke kayu salib. Namun di sisi lain, kematian Yesus juga merupakan penggenapan rencana Allah dalam rangka menyediakan jalan keselamatan bagi orang-orang yang terhilang. Karena itu, tiada respons lain yang lebih tepat selain memohon pengampunan atas segala dosa-dosa kita. Setelah itu, mintalah Dia bertakhta di dalam kehidupan Anda. Jadikanlah Dia Tuhan yang menguasai hidup Anda.
94
Jumat, 21 Maret 2008
Bacaan : Yohanes 19:16-30