PENGELOMPOKAN DAN PENGGOLONGAN SAMPAH
3. Kegiatan Mandi
2.1 Puskesmas Tanjung Beringin
2.2.6 Sampah Hasil Pasang Surut Sungai
Desa Pekan Tanjung Beringin dikelilingi oleh sungai Bedagai. Sungai tersebut digunakan masyarakat setempat sebagai tempat untuk mencari ikan sungai, kerang, udang, ikan duri, ikan gabus, badau, dundung. 90% masyarakatnya adalah bermata pencaharian sebagai nelayan dan 10% lainnya adalah berladang, tukang becak, bangunan, pegawai negeri sipil, dan berdagang. Masyarakat yang memiliki pekerjaan sebagai nelayan ada yang memiliki sampan dan ada juga yang tidak. Jika tidak memiliki sampan maka nelayan akan menyewa sampan. Sampan yang dimiliki terdiri
dari beberapa jenis, besar, sedang, dan kecil. Harga sebuah sampan besar berkisar Rp.
150 .000.000,- sampan sedang Rp.85.000.000,- dan sampan kecil berkisar Rp.
50.000.000. Masyarakat yang memilki sampan merupakan tergolong masyarakat yang berkelas atas atau orang kaya di kampong dikarenakan harga sampan sudah setara dengan harga sebuah mobil. Di desa ini jika sudah memiliki mobil maka sudah termasuk orang yang berada. Seperti rumah tangga kakak induk semang saya yang memilki empat buah kapal berjenis sedang.
Masyarakat ada yang mencari ikan di sungai dan ada juga di laut Belawan.
Biasanya masyarakat pergi mencari ikan sekitar pukul 12.00 siang WIB dan akan pulang membawa ikan pada pukul 08.00 pagi WIB masyarakat menyebutnya balik hari. Jika mencari ikan hanya di sekitar sungai Bedagai maka masyarakat akan menggunakan sampan jenis kecil dengan panjang 6 meter dan lebar 2 meter. Tetapi masyarakat akan menggunakan sampan berukuran sedang dan besar jika pergi mencari ikan ke laut. Jenis ikan yang didapat ketika mencari ikan di sungai dan di laut berbeda. Jika mencari ikan di sungai makan jenis ikan yang paling sering didapat adalah ikan sungai, kerang, udang, ikan duri, ikan gabus, badau, dan dundung.
Gambar 15
Foto: Tempat Pembuangan Sampah Buantan Dusun III Sumber: Dokumentasi Penulis
Selain sebagai tempat mencari ikan, sungai bagi masyarakat setempat khususnya masyarakat yang rumahnya berada di pinggir sungai adalah tempat untuk membuang sampah. Dusun yang lokasinya dikelilingi sungai adalah dusun III, IV, VI, VII, dan XII. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan sehari-hari masyarakat yang membuang sampah ke sungai dan banyaknya tumpukan sampah di pinggir sungai.
Sampah-sampah yang dibuang ke sungai akan dibawa oleh arus air sungai menuju laut (Belawan). Jika air sungai pasang maka sampah akan dibawa arus menuju laut dan jika air surut maka sampah tersebut akan menumpuk di beberapa titik lokasi.
Menurut masyarakat ketika air sungai surut maka sampah-sampah tersebut akan turun dan bertahan lagi ke tempat pembuangan semula dan ada juga yang menyangkut sampai akhirnya menjadi tempat tumpukan sampah seperti misalnya di pohon-pohon pinggir sungai.
Gambar 16
Foto: Pohon di pinggir sungai yang menjadi tempat bertumpuknya sampah jika air surut
Sumber: Dokumentasi Penulis
Sampah-sampah tersebut merupakan sampah yang berasal dari masyarakat.
Khusus daerah Buantan dusun III masyarakat paling banyak membuang sampah ke sungai. Selain itu ada beberapa rumah tangga yang masih menggunakan sungai sebagai mck (mandi, cuci, kakus) dengan kondisi air sungai yang kotor dan berisi sampah yang mengalir dibawa oleh arus. Walaupun sungai masih dimanfaatkan sebagai tempat utama untuk mencuci pakaian, mencuci piring, dan mandi, masyarakat masih saja membuang sampah ke sungai. Tetapi ada beberapa rumah tangga yang tidak membuang sampah ke sungai tetapi membakar sampah seperti rumah tangga Kak Icik, Ibu Fatimah, Ibu Ita, dan Ibu Ida. Pembuangan sampah ke sungai yang dilakukan oleh masyarakat adalah pada pukul 5.30 pagi WIB seusai adzan subuh.
Sampah-sampah tersebut sudah dibungkus dalam plastik besar dan juga karung.
“Asal udah siap adzan subuh udah pembuanganlah orang itu. Campakkannya ke sungai yang sudah dibungkus
pakai plastik besar itu. Makanya awak sering gondok sama orang (yang membuang sampah ke sungai) ini karena nanti awak dituduh juga membuang sampah ke sana padahal awak bakar sampah awak. Kadang sampah-sampah tersebut tersangkut dan tidak masuk ke air seperti pampers dan awak juga yang mencium baunya. Kadang kalo pas awak lihat merepet lah awak” (Icik, 32 tahun).
Gambar 17
Foto: Masyarakat yang mencuci pakaian dan piring di sungai Sumber: Dokumentasi Penulis
Sampah-sampah yang bertumpuk atau yang berada di sungai tidak memiliki dampak negatif terhadap nelayan seperti hasil tangkapan ikan jadi lebih sedikit.
Tetapi sampah-sampah tersebut akan menyebabkan banjir ketika musim penghujan datang atau ketika turunnya air hujan dan ketika air pasang. Terjadi pasang air sungai biasanya sekitar pukul 05.00 sore WIB dan akan surut sekitar pukul 08.00 malam WIB. Rumah tangga yang ada di Buantan dusun III berjumlah 200 rumah tangga dan beretnis Melayu. Jika hanya beberapa rumah tangga saja yang tidak membuang sampah ke sungai maka kebanyakan rumah tangga di Buantan membuang sampah ke sungai.
“Tidak ada pengaruh kepada kami nelayan dalam pencarian ikan cuman kalo banjir lah meluaplah air itu tadi tak dapat turun orang kepenuhan sampah makanya air meluap ke darat. Asal pasang aja udah meluap itu air ke darat. Dan itu balanya kembali ke masyarakat itu juganya” (Ibu Latifa ketua PKH, 43 th).
Gambar 18
Foto: Tumpukan sampah yang berada di dusun XII Sumber: Dokumentasi Penulis
Sampah-sampah yang terlihat di gambar di atas merupakan sampah yang dihasilkan oleh warga masyarakat setempat. Sampah-sampah tersebut sengaja dibuang di pinggir sungai. Alasannya adalah jika terjadi pasang air maka sampah-sampah tersebut akan di bawa oleh air jauh ke laut. Jadi tidak akan mengganggu karena bentuk fisiknya terbawa oleh air. Masyarakat tidak memahami ke mana nantinya sampah-sampah itu berakhir. Pandangan masyarakat yang seperti itu akan membawa dampak negatif bagi rumah tangga sekitar sungai dan juga desa. Tempat ini juga merupakan tempat singgah nya sampan-sampan ketika selesai mencari ikan
dan juga tempat memperbaiki sampan-sampan jika terjadi kerusakan ketika sedang melaut. Dikarenakan letaknya tepat di bawah jembatan jadi semua orang dengan mudahnya membuang sampah tanpa adanya pengawasan yang ketat. Beberapa rumah yang berada di daerah ini serta dua warung makan akan menegur jika mereka melihat karena keberadaan sampah-sampah tersebut berdampak negatif seperti menimbulkan bau yang tidak sedap.
“Kalau saya lihat langsung saya tegur kadang pun saya maki. Karena bertumpuk di sana. Awak jual makanan tentu banyak lalat dan bau, mana mau orang makan di warung awak jadinya. Tapi kadang awak tak nampak orang itu membuang ke sana, ya terpaksalah awak membakar sampah-sampah itu”(Ita, 36 tahun).
BAB III
PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGELOLAAN SAMPAH