• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sampul Buku sebagai Media Promosi bagi Dirinya Sendiri

Hal yang tak kalah menarik ketika mengamati buku-buku swa-bantu Islami yang beredar adalah desain sampul. Pada dasarnya desain-desain yang dikeluarkan oleh penerbit tetap berpatokan pada prinsip yang melandasi

pembuatan judul sebagaimana diuraikan di atas, yakni prinsip bahwa desain sampul harus menarik mata calon pembaca.

Jika diamati sampul-sampul buku Islam era-era sebelum 1990-an, akan terlihat perbedaan yang sangat mencolok. Perbedaan tersebut terutama dari kesan kerumitan gambar yang ditampilkan. Perbedaan ini tentu saja disebabkan oleh perkembangan teknologi desain grafis yang semakin memudahkan seorang illustrator menerjemahkan gagasannya tentang pesan yang ingin disampaikan sebuah buku ke dalam bentuk image visual menggunakan perangkat-perangkat lunak (software) desain grafis seperti adobe photoshop, coreldraw dan lain-lain. Dikatakan lebih mudah, karena dengan hanya berselancar di mesin pencari google, seorang illustrator akan sangat mudah menemukan foto, image, image

grafis, vector, ornament, dan sebagainya yang dia anggap bisa mewakili gagasan yang ingin dia tuangkan ke dalam bentuk visual. Di tahun 1980-an illustrator akan bekerja keras untuk melahirkan gambar seorang kafilah yang melintasi gurun pasir menunggang seekor unta untuk merepresentasikan suasana timur tengah. Di zaman google, image dimaksud dapat ditemukan jumlah ratusan hanya dalam hitungan detik. Tidak hanya sampai di situ, image yang diperoleh dari google dapat diedit sesuai dengan keinginan menggunakan software grafis. Sang illustrator dapat mempermainkan warna, ukuran, posisi, dan lain sebagainya untuk membangun kesan atau suasana tertentu yang dia anggap mewakili gagasan yang akan disampaikan buku.

Masalah ini dapat dilihat dalam dua contoh sampul buku yang mengangkat tema yang relative sama, sosok Nabi Muhammad, namun berasal dari era yang berbeda. Yang pertama diterbitkan kira-kira pada tahun 1980-an dan yang kedua pada era 2000 akhir.

Gambar I.1: Contoh sampul Buku Swa-bantu Islami dari tahun 1980-an dan 2000-an49

Buku 1 Buku 2

Selain memudahkan seorang illustrator untuk “bermain-main” dengan beragam “tools” yang disediakan software grafis, teknologi desain grafis juga memungkinkannya membuat gambar yang realis, hal yang sangat sulit diwujudkan dengan teknologi sebelumnya kecuali oleh para seniman lukis. Biasanya gambar realis ini memanfaatkan file hasil jepretan kamera digital. Dengan begitu, ketika ingin menggambarkan sebuah masjid di sampul buku, seorang illustrator tidak perlu membikin gambar kartun seperti pada contoh Buku 1 di atas, akan tetapi memanfaatkan foto masjid yang sebenarnya. Seperti dalam contoh berikut.

49

Seluruh gambar yang dimuat dalam tesis ini bersumber dari situs Gramedia Online. Diunduh dan diakses pada 25 dan 27 November 2013. Jika situs Gramedia menyediakan gambar namun dengan kualitas image digital yang baik, maka penulis menelusuri melalui google image dengan mengetikkan kata kunci berupa judul buku bersangkutan.

Gambar I.2: Contoh Sampul yang Memanfaatkan Image Fotografis yang Realis

Sebaliknya, teknologi desain juga memungkinkan seorang illustrator mendistorsi gambar yang realis-fotografis menjadi non-realis, seperti dalam contoh:

Gambar I.3: Contoh Sampul Buku yang Memanfaatkan Image Fotografis yang Didistorsi

Terlepas dari persoalan teknik dan kreativitas seperti yang disinggung di atas, tujuan pertama dan utama dari desain sampul sebuah buku adalah mendukung judul. Sampul buku dirancang sedemikian rupa untuk mempertegas pesan yang disampaikan judul buku. Dalam konteks perbukuan swa-bantu Islami,

perancang sampul adalah prinsip kemenarikan tadi. Bahkan bisa dikatakan bahwa masalah kemenarikan ini jadi pertimbangan utama ketimbang fungsi desain itu untuk mempertegas pesan judul. Inilah yang terkadang membuat image visual desain sampul tidak “nyambung” dengan kata-kata judul. Calon pembaca akan kesulitan menemukan, bahkan gagal, menemukan sambungan antara kata-kata di judul dengan image visual “padang pasir”, “matahari di ufuk menyembul di balik awan”, “permainan warna” dan lain sebagainya yang terlihat dalam sampul di bawah

Gambar I.4: Sampul Buku dengan Image-image yang Tidak “Nyambung”

Saat mengamati sampul-sampul buku swa-bantu Islami yang diproduksi ada dua asumsi yang dipegang oleh para illustrator sampul. Pertama, asumsi bahwa image visual yang merepresentasikan kearaban menyimbolkan keislaman. Konsekuensi naïf dari asumsi ini adalah islam adalah Arab, Arab adalah Islam. Ini dapat dilihat dari sampul-sampul yang menampilkan image gurun, onta, kafilah bersurban, wanita bercadar, pola arsitektur berkubah, dan lain sebagainya. Asumsi ini tidak sepenuhnya keliru, karena memang berangkat dari khasanah bahasa visual yang berkembang sehari-hari di tengah masyarakat muslim Indonesia. Asumsi ini mengingatkan kita pada anekdot yang mengisahkan betapa pengurus

masjid di suatu daerah memutar rekaman lagu-lagu cinta muda-mudi Ummu Kultsun, seorang biduanita popular Mesir era 1950-1970-an, dengan pengeras suara.

Kedua, asumsi bahwa semakin “denotatif” dan langsung image visual menyatakan tema, pembaca akan semakin termanjakan secara verbal, bukan secara visual. Image visual dibuat sejelas dan naif mungkin agar pembaca tidak bersusah payah menemukan makna simbolik selain yang telah disodorkan kata- kata verbal pada judul. Misal sampul buku di bawah ini:

Gambar I.5: Sampul Buku dengan Image-image yang Naif

Di sampul ini pembaca dimanjakan dengan image visual yang memperkuat pesan bahwa Islam juga memiliki tradisi seni bersetubuh seperti tradisi kamasutra di India. Apa itu kamasutra sedikit banyaknya sudah “dijelaskan” wajah perempuan mirip artis film India. Keindian ini juga dilengkapi dengan jenis tipografi huruf yang mirip aksara India. Sebagai “gongnya”, bahwa Islam juga punya seni bercinta a la kamasutra India, maka dikasihlah wajah perempuan tadi berjilbab dengan permainan piranti lunak photoshop dan coreldraw. Dengan catatan bahwa di sini jilbab dianggap sebagai symbol Islam, bukan sebagai salah satu tradisi berpakaian suatu kebudayaan tertentu.

Selain yang terang-terangan memuat image-image simbolis yang jadi representasi kearaban qua keislaman tadi, terdapat pula image lain yang juga diasumsikan merepresentasikan keislaman, yakni image ornament arabesque.50

Hiasan-hiasan arabesque biasanya dipakai manakala judul buku dirancang semeriah mungkin dalam rangka menarik mata pembaca. Artinya, illustrator memang memutuskan untuk memakai ornament non-verbal ketimbang memilih

image-image simbolis. Berikut adalah beberapa contoh sampul buku yang mengandalkan image visual arabesque

Gambar I.6: Sampul Buku dengan Ornamen-Ornamen Arabesque

50

Situs Wikipedia.org dengan mengutip pendapat John Flemming dan Hugh Honour dalam buku

Dictionary of Decorative Art mendefinisikan arabesque sebagai a form of artistic decoration consisting of "surface decorations based on rhythmic linear patterns of scrolling and interlacing foliage, tendrils" or plain lines,often combined with other elements. Dengan definisi ini bisa dilihat kalau arabesque adalah bentuk seni rupa yang bertumpu pada bentuk garis dan lekukan sehingga bermotif dedaunan merambat yang biasanya disusun secara simetris.

Ornamen arabesque kadang juga dipakai untuk pelengkap image visual yang bersifat simbolik, baik realis maupun realis. Ornamen ini dipakai untuk mengisi ruang kosong sekaligus penguat kesan keislaman berdasarkan asumsi Arab adalah Islam tadi.

Gambar I.7: Sampul Buku dengan Ornamen sebagai Pelengkap

Selanjutnya, sebagian kecil penerbit mengeluarkan desain sampul buku memakai ornament atau image-image non-realis lain bukan karena pertimbangan

desain semata, melainkan karena pertimbangan paham teologis.51 Di dalam sebagian ajaran Islam ortodoks terdapat larangan membuat gambar atau patung yang menyerupai makhluk hidup. Ini didasarkan pada hadits Nabi yang menyatakan bahwa kelak di hari kiamat gambar atau patung itu akan meminta diberi nyawa kepada pembuatnya di dunia. Hikmah di balik larangan ini adalah agar umat Islam terhindar dari syirik, yang wujud konkretnya adalah penyembahan berhala.

Pertimbangan teologis inilah yang melandasi desain-desain sampul buku yang menggambarkan sosok makhluk hidup dengan teknik kartun. Misalnya

Gambar I.8: Sampul Buku dengan Image Kartun Makhluk Hidup Ornamen sebagai Pelengkap

Terlepas dari persoalan-persoalan seputar sampul yang dibicarakan di atas, terdapat pula sampul-sampul yang terkesan sederhana dari segi tampilan visualnya. Seakan-akan tampilan itu dibikin dengan menempelkan beberapa image

yang file-nya dikopi dari internet lalu warna latar dimainkan sedemikian rupa.

51 Tanpa bermaksud memasuki terlalu jauh perdebatan dalam tradisi Islam perihal sejarah dan esensi penggambaran makluk hidup melalui seni rupa atau patung, namun di sini dapat dikutip pendapat Seyyed Hossein Nasr yang menyatakan bahwa arabesque adalah artikulasi keimanan ummat muslim pengesaan Tuhan yang tak bisa digambarkan. Dia mengistilahkan masalah ini dengan istilah kekosongan (void) yang mengejawantah dalam bentuk artistik. Dia menyatakan The arabesque enables the void to enter into the very heart of matter, to remove its opacity and to make it transparent before the Divine Light. Through the use of the arabesque in its many forms, the void enters into the different facets of Islamic art, lifting from material objects their suffocating heaviness and enabling the spirit to breathe and expand. Lihat Seyyed Hossein Nasr, Islamic Art and Spirituality, New York: SUNY Press, 1987, hlm. 186 dst.

Desain-desain sampul seperti ini seakan ingin menegaskan kembali bahwa fungsi utama dari sampul adalah bagai wajah seseorang sebagai perwakilan identitas siapa dia. Karena buku adalah wajah dari sesuatu yang mengandung pesan dan makna, maka yang ditonjolkan di wajah itu adalah pesan itu sendiri, yakni kata-kata judul. Cara menonjolkannya bermacam-macam, bisa dengan ukuran yang dominant, warna yang mencolok, maupun jenis font tipografi yang dipilih sedemikian rupa. Misalnya sampul-sampul berikut ini:

Gambar I.9: Sampul Buku yang hanya Menonjolkan Kata-kata Judul

Di ujung pembicaraan seputar desain sampul buku-buku swa-bantu Islami ini, muncul sebuah pertanyaan mendasar tentang mengapa desain sampul tersebut berwujud demikian, tidak yang lain? Pertanyaan ini dapat dijawab dengan merujukkannya pada prinsip dasar yang berlaku pada rekayasa judul di dapur keredaksian sebuah penerbit.

Karena desain sampul tidak bisa dipisahkan dari judul verbal sebuah buku di mana fungsi utamanya adalah penguat judul tersebut, maka desain sampul buku swa-bantu juga mengikuti logika pembikinan judul, yakni bagaimana desain itu menarik minat calon pembaca.

Di arena penerbitan buku swa-bantu Islami, implikasi dari prinsip tersebut adalah sampul buku berfungsi sebagai media promosi bagi dirinya sendiri. Unsur- unsur image visual maupun kata-kata verbal yang ada di sampul buku, mulai dari judul, anak judul, nama penulis atau editor, endorsement atau testimoni dari pihak lain difungsikan untuk mempercantik penampilan sebuah buku sehingga menarik.

Pandangan naïf isi buku sudah terwakili oleh judul dan nama penulis, sehingga tampilan visual tidak lagi perlu diolah sedemikian rupa tidak bisa dipertahankan. Bahwa orang membeli buku karena pertimbangan isinya memang benar, namun jika isi itu dibahas oleh banyak buku yang diterbitkan oleh beragam penerbit, maka dia juga harus berusaha meyakinkan calon pembaca bahwa dia menarik dan layak dibaca. Bagaimana cara meyakinkan dan membujuk calon pembaca ditempuh dengan teknik-teknik seperti diuraikan di atas. Diungkapkan secara lain, buku-buku yang terpajang di rak toko buku ibarat papan iklan yang bertebaran di tepi jalan. Hanya saja sampul buku mempromosikan dirinya sendiri. Prinsip yang membedakannya adalah tujuan. Papan iklan tujuannya membujuk, papan pengumuman tujuannya memberitahu. Tidak bisa dibayangkan bagaimana jadinya wajah industri perbukuan islam popular jika sampulnya dibikin senaif dan sesederhana fungsi plang penunjuk arah rumah ketua RT. Akan tetapi juga tak bisa

dibiarkan begitu saja dunia perbukuan Islam sebagai medium konsumsi informasi dan pengetahuan tentang Islam, jika sampul-sampulnya justru berfungsi sebagai papan iklan.

BAB III

KATEGORISASI JUDUL-JUDUL BUKU SWA-BANTU ISLAMI

Bab ini akan membahas hal-ihwal seputar judul-judul buku swa-bantu Islami yang jadi objek penelitian tesis ini. Pertama-tama akan dikemukakan pokok-pokok pikiran yang dijadikan dasar dalam membaca data yang telah tersaring dari populasi data lalu dilanjutkan dengan memaparkan data yang diperoleh. Data dipaparkan dalam bentuk kategorisasi sesuai dengan pokok-pokok pikiran yang dijadikan acuan. Tujuan utama dari bab ini adalah mendapatkan gambaran komprehensif tentang judul-judul buku swa-bantu Islami yang beredar di toko-toko buku dan siap dibaca (dikonsumsi) oleh pembaca. Dari gambaran ini akan ditemukan ciri-ciri khas yang membedakan sub- genre swa-bantu Islami berbahasa Indonesia yang beredar dewasa ini dari sub-genre swa-bantu lainnya, terutama dengan sub-genre yang diklaim mengadopsi wacana spiritualitas pada umumnya, seperti buku-buku yang termasuk ke dalam sub-genre

New Age Movement.