• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PENUTUP

B. Saran

Berdasarkan paparan simpulan tersebut dapat diberikan beberapa saran sebagai berikut.

1. Bagi Siswa

Siswa dapat mempelajari bagaimana cara menganalisis nilai religius dalam novel. Khususnya analisis nilai religius novel Kanvas karya Bintang Purwanda.

2. Bagi Guru

Penelitian analisis ini dapat dijadikan referensi bagi guru sebagai bahan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia karena sarat dengan nilai edukatif.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Semoga penelitian ini dapat dijadikan referensi penelitian yang serupa dan dapat menjadi pedoman bagi peneliti selanjutnya.

145

DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin. 2013. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: C.V. Sinar Baru. Ancok, Jamaludin dan Suroso. 2011. Psikologi Islam. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Arikunto, Suharsimi. 2013. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Atmosuwito, Subiyantoro. 2010. Perihal Sastra dan Religiositas dalam Sastra. Bandung: Sinar Baru Aglesindo.

Departemen Pendidikan Nasional. 2013. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Fajar, Maulana. 2012. “Analisis Nilai-nilai Religius Novel Bumi Cinta Karya Habiburrahman El-Shirazi serta Implikasinya terhadap Pembelajaran Sastra di SMA”. Universitas Pakuan. Diunduh dari repository. unej. ac. id pada tanggal 12 Maret 2017.

Ginanjar, Nurhayati. 2012. Pengkajian Prosa Fiksi Teori dan Praktik. Surakarta: Cakrawala Media.

Ilyas, Yunahar. 2013. Kuliah Aqidah Islam. Yogyakarta: LPPL. Ilyas, Yunahar. 2016. Kuliah Akhlaq. Yogyakarta: LPPL.

Ismawati, Esti. 2012. Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Kemendikbud. 2015. Bahasa Indonesia Ekspresi Diri dan Akademik: buku guru. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.

Khoirunisa, Rizqia. 2014. Teks Penggalan Novel: ( Pengertian, Struktur, Kaidah Teks, Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik). Diunduh dari

http://referensisiswa.blogspot.co.id/2017/2/teks-penggalan-novel-pengertian.html?m=1 pada tanggal 2 Agustus 2017.

Kurniasih, Imas dan Berlin. 2014. Perancangan Pembelajaran Prosedur Pembuatan RPP yang Sesuai dengan Kurikulum 2013. Yogyakarta: Kata Pena.

Nurgiyantoro, Burhan. 2013. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Nurhayati. 2012. Apresiasi Prosa Fiksi. Surakarta: Cakrawala Media. Rahmanto.1988. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta : Kanisius.

Rusman. 2012. Model-model Pembelajaran Mengenal Profesionalisme Guru. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Stanton, Robert. 2012. Teori Fiksi Robert Stanton (Terjemahan Sugihastuti dan Rossi Abi Al Irsyad). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Subroto, Edi. 1992. Pengantar Metode Penelitian Linguistik. Surakarta: UNS Press.

Sudaryanto. 2016. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Sanata Darma University Press.

Sudjiman, Panuti. 1992. Memahami Cerita Rekaan. Bandung: Rosda Karya. Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:

Alfabeta.

Sukirno. 2013. Belajar Cepat Menulis Kreatif Berbasis Kuantum. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sukirno. 2009. Sistem Membaca Pemahaman yang Efektif. Purworejo: UMP Press

Susilawati, Erni. 2017. “Nilai Religius dalam Novel Sandiwara Bumi Karya Taufikurrahman Al-Azizy”. STIP PGRI Banjarmasin Pos. Diunduh dari

http://jurnal.stkipbjm.ac.id/index.php/indo/article/download/97/82 pada tanggal 20 April 2017.

Waluyo, Herman J. 2011. Pengkajian dan Apresiasi Prosa Fiksi. Surakarta: UNS Press.

Yunita, Susi. 2015. “Nilai Religius Novel Haji Backpacker karya Aguk Irawan MN dan Skenario Pembelajarannya di Kelas XI SMA”. Purworejo: Universitas Muhammadiyah Purworejo.

Lampiran 1

KARTU PENCATAT DATA

Struktur dan Kaidah Teks Novel Kanvas Karya Bintang Purwanda Tabel 1

Struktur yang Membangun Novel

No. Data Kutipan Novel Halaman 1. Abstrak

Cuma uang banyak yang tak ia punya. Ia bukan dari keluarga yang mapan finansial. Ayahnya lumpuh karena stroke, ibunya telah wafat lima tahun lalu, adiknya tiga: ada yang sepasang kembar. Di Jakarta tak ada kerabat dan saudara yang bisa membantu keseharian mereka karena rumah saudara terdekat mereka, Paman Akmal, letaknya di Cikarang yang jarak tempuhnya cukup melelahkan. Beliau adalah kakak Ayah yang paling besar. Beliau sejauh ini hanya dapat membantu lewat kiriman uang yang tak banyak. Maka untuk menghidupi mereka, Qayyima harus mencari uang sendiri selepas sekolah siang nanti, untuk keluarganya dan tentu untuk membayar SPP bulan depan karena kiriman dana dari Paman Akmal bulan ini belum juga tiba.

5

2. Orientasi

Qayyima Salimah nama panjangnya. Gadis berjilbab itu melawan arus yang mengatasnamakan ABG, yang

merempuh dari berbagai arah. Jilbab besar yang ia kenakan bukanlah karena mengikuti organisasi Islam tertentu,

melainkan karena memang semata tunduk atas syariat Allah yang memerintahkan wanita muslim menjulurkan kain jilbabnya melebihi dada.

4

3. Komplikasi

Ia tak henti menitihkan air mata saat menyaksikan dua buah kenyataan: saat sang ibunda terbujur kaku di ranjang pasien dengan mengguratkan segaris senyum indah; dan kenyataan lain bawa adik terkecilnya tidak akan pernah merasakan kehangatan dekapan ibundanya sendiri.

166

Ayahnya makin drop kala sang ibunda ditakdirkan untuk pergi, hingga sekujur tubuhnya makin habis digerogoti stroke. Kelumpuhan mengerikan itu terus menggerogoti fisiknya serupa mayat hidup, hingga ia menjemput kematiannya sendiri nanti.

Di luar sedang riuh orang-orang kampung yang kalang kabut beberapa dari mereka berlarian masuk ke kompleks perumahan, berteriak-teriak panik memekik.

Kebakaran! Kebakaran!

Qayyima terperangah. Yang ada di dalam pikirannya adalah ayahnya dan ketiga adiknya.

166

5. Evaluasi

“Ima datang, Ayah! Ima datang!” teriak Qayyima. Ia hanya berharap pada sebuah keajaiban. Qayyima merangkak cepat, sebisa mungkin menghindari jilatan api dari pakaiannnya. Berhasil.

Segera ia rengkuh tubuh ayahnya yang ringkih dan terbakar itu. Bagian dada ke bawah kakinya hampir serupa dengan lilin meleleh.

171

Lelaki teguh itu telah tumbang. Ia tak mampu bertahan. Hampir setengah tubuhnya dipenuhi luka bakar yang terlihat mengerikan. Kematiannya meninggalkan memori yang jadi sayup-sayup terlupa, harapan yang akhirnya akan menemui ujungnya, dan kerinduan yang hanya akan tersampirkan doa-doa dengan buhul abadi.

175

6. Resolusi

Qayyima tak lagi sendu, ia kini jauh lebih tangguh. Tangis takkan bisa menghidupkan ayahnya kembali.

239

7. Koda

Qayyima juga sempat beberapa kali mengisi workshop di beberapa kota. Hal itu tentu setidaknya mewujudkan impiannya yang mulia: menjadi pengajar.

Lain lagi dengan Regina. Sahabatnya itu kini sering diminta membimbing para mualaf yang baru masuk Islam. Sambil terus belajar tentang Islam, ia berupaya ingin mengamalkan segera apa yang ia telah pelajari.

Unsur Intrinsik Novel Kanvas Karya Bintang Purwanda Tabel 2

Tema

No. Data Kutipan Novel Halaman Masalah-Masalah Pembentuk Novel

1. Tema

a. Tema Mayor: Perjuangan hidup.

Cuma uang banyak yang tak ia punya. Ia bukan dari keluarga yang mapan finansia. Ayahnya lumpuh karena stroke, ibunya telah wafat lima tahun lalu, adiknya tiga: ada yang sepasang kembar. Di Jakarta tak ada kerabat dan saudara yang bisa membantu keseharian mereka karena rumah saudara terdekat mereka, Paman Akmal, letaknya di Cikarang yang jarak tempuhnya cukup melelahkan. Beliau adalah kakak Ayah yang paling besar. Beliau sejauh ini hanya dapat membantu lewat kiriman uang yang tak banyak. Maka untuk menghidupi mereka, Qayyima harus mencari uang sendiri selepas sekolah siang nanti, untuk keluarganya dan tentu untuk membayar SPP bulan depan karena kiriman dana dari Paman Akmal bulan ini belum juga tiba.

5

Qayyima setelah mampir shalat Asar terlebih dahulu di sebuah musala mengayuh sepedanya menuju kolong flyover Ciputat. Masih berseragam sekolah, di sanalah ia bisa menghabiskan senja dengan berdagang lukisan karyanya sendiri.

24

b. Tema Minor 1) Musibah

“Kondisi badan Bu Latifah terlalu lemah untuk melahirkan normal…, “ tambah dokter lagi. “Ada sanak familinya di sini? Supaya saya dapat minta persetujuan permohonan operasinya segera…”

115

“Saya sepakat,” jawab Ayah tegas. Ia tak mau berlama-lama karena nyawa sang istri sudah di ambang batas kehidupannya.

115

Akan tetapi, Allah menghendaki sesuatu yang lain: Allah lebih cinta ibundanya sehingga Dia memanggilnya dengan cepat.

Ia kembali terisak ketika meminta kesehatan untuk ayahnya yang sedang terkapar tak berdaya di rumah. Sekujur tubuhnya lumpuh. Stroke merampas kehidupan dan masa kejayaan bisnisnya dulu.

48

Kebakaran! Kebakaran!

Qayyima terperangah. Yang ada di dalam pikirannya adalah ayah dan ketiga adiknya.

Di mana mereka?

Qayyima langsung berlari ke arah sumber kebakaran, menembus keriuhan.

166-167

Sayup-sayup Qayyima mendengar kalimat-kalimat duka. Kalimat yang sama sekali tak ingin Qayyima dengar sekarang.

“Innalillahi wainnailaihi raji‟un…” “Ya Allah…”

“Masya Allah…”

174

2) Ekonomi

Saat itu adalah hari-hari Qayyima yang berat bagi Qayyima. Di kepalanya berkelebat banyak permasalahan yang harus diselesaikan. Uang sumbangan dari takziah meninggalnya Bunda tentu ada batasnya. Uang dari Paman Akmal juga tentu tidak cukup memenuhi kebutuhan mereka sekeluarga. Qayyima harus memikirkan uang untuk membeli obat Ayah yang mahal harganya, uang sekolah, dan jajan adik-adiknya, uang makan sehari-hari, hingga membayar uang kontrakan per tahun yang jatuh temponya akan tiba beberapa bulan lagi.

147

Tak lama setelah itu Qayyima sekeluarga pun akhirnya pindah ke rumah kontrakan 4 x 4 yang sampai saat ini mereka tempati.

149

Sejak saat itu Qayyima menjadikan jasa melukis sebagai sumber nafkah bagi keluarganya. Qayyima mulai rutin menjual jasa lukis sketsa wajah dan berjualan lukisan setiap jam pulang sekolah.

154

3) Persahabatan

Regina adalah sahabat Qayyima, ia Katolik. Baru seitar setengah tahun lalu mereka saling kenal, saat tak sengaja mereka duduk berhampran di kelas yang

baru. Tak sengaja kaena mereka berdua memang datang belakangan sehingga kursi kelas penuh, menyisakan dua kursi saja. Namun pada awal pertemuan keduanya sudah saling mendapatkan chemistry. Nyambung saja saat keduanya bercakap. Perbedaan agama di keduanya bukan penghalang untuk bersahabat. Regina paham sekali bahwa Qayyima adalah muslim yang taat. Dari Qayyima-lah ia tahu bahwa Islam sesungguhnya toleran bagi agama lainnya, selama tidak mengganggu keimanan personal lainnya.

4) Perubahan

Qayyima sudah mulai berjalan menuju puncak karirnya sebagai pelukis yang andal. Dengan bantuan Bu Lisa dan Bu Ratna, Qayyima mulai sedikit demi sedikit bisa rutin menghidupi ketiga adiknya, setidaknya untuk mengurangi beban Paman Akmal yang hingga kini menjadi pengasu mereka berempat.

240

“Benar, kamu tertarik dengan Islam?” Tanya Pak Mus memastikan. Ia duduk dekat Regina, tetapi sedikit berjarak.

Regina menunduk malu. Ia bingung mengatakannya. “Jujur saja, Gin, Bapak nggakmemaksa, kok. Apa hatimu sedang tidak nyaman?”

Regina menatap Pak Mus. Wajah beliau tulus, benar-benar tak memaksa.

“I… Iya, Pak. Hati saya belakangan ini nggak tenang. Terutama setelah saya mengalami mimpi aneh…,” kata Regina pelan-pelan.

224

Tokoh dan Penokohan

No. Data Kutipan Novel Halaman

1. Tokoh Utama

Qayyima Salimah a. Cerdas

Setelah Pak Mustofa mempersilakan, Qayyima mulai membaca tiga ayat tersebut dengan sempurna. Sempurna di sini dimaknai kesemprnaan bacaan seorang qariah: tajwid, kesahihan makhraj, dan hafalan yang mulus tanpa salah.

Pak Mustofa geleng-geleng kepala, sambil mengucap tasbih berkali-kali. Tak ragu, ia bubuhkan nilai hafalan Qayyima Salimah di hadapannya itu dengan angka 100, sempurna.

Mungkin cuma Qayyima yang bisa mencairkan bekunya wajah Pak Ramli yang keras tak erbelas kasihan. Kawan-kawan sekelasnya pun tertegun ketia mereka melihat Pak Ramli bisa tersenyum setelah Qayyima menjawab semua pertanyaan Pak Ramli dengan tepat. Jadilah, Qayyima satu-satunya orang yang paling dicari ketika ada tugas mata pelajaran Sejarah.

92

Ia duduk di pojok kelas, berkarib dinding hijau pastel yang dingin, sejuk. Di adapannya terbentang buku Sejarah yang tebalnya Masya Allah. Ia selaluisa menjiwai sejarah, wajar jika sejarah kemudian menjadi mata pelajaran favoritnya.

Dan juga pelajaran Kesenian.

Dua ahwal itulah yang membuat ia betah berjam-jam bertelekan kursi. Jika tidak sedang membaca buku Sejarah, pasti tangannya tngah menggurat-gurat kertas dengan potlot- melukis.

5

Ia berjanji kepada dirinya sendiri, kelak akan menjadi apa yang dikatakan ibundanya: menjadi guru lukis. Menjadi guru sama sekali tatercela, malah mereka sangat mulia.

85

Yang mengesankan, perilaku Qayyima mencerminkan kebijaksanaan sejati. Ia bisa berbaur dengan siapa pun, tutur katanya terjaga, hamper tak pernah menyakiti perasaan orang lain. Jika bercanda pun Qayyima selalu meminta maaf.

10

b. Bijaksana

Yang mengesankan, perilaku Qayyima mencerminkan kebijaksanaan sejati. Ia bisa berbaur dengan siapa pun, tutur katanya terjaga, hamper tak pernah menyakiti perasaan orang lain. Jika bercanda pun Qayyima selalu meminta maaf.

10

c. Rendah hati

Perilakunya sungguh mulia. Ia selalu rendah hati jika disanjung-sanjung siapa pun, ia pantang sombong. Ia hanya tersenyum.

45

d. Berbakti kepada orang tua

Qayyima mengecup dahi ayahnya. Betapa banyak orang yang mengabaikan kedua orangtuanya, padahal tanpa kedua orang tua mereka takkan pernah

menghirup udara dunia. Betapa banyak orang yang tak berbakti kepada keduanya, padahal keduanya rela mempertaruhkan kehidupannya demi sambung nafas anak-anaknya.?

“Syafakallah, Ayah… ceppat sembuh. Semoga Allah memberika kesembuhan atasmu…”, bisik Qayyima sambil mengusap-usap rambut ayahnya.

2. Tokoh Tambahan

a. Regina 1) Toleransi

Memang kecerdasan Regina di ata rata-rata, ia cerdas. Buku apa pun ia lahap, dari sosiologi, bahasa, astronomi, hingga filsafat ia libas.

43

2) Cerdas

Persahabatannya dengan Qayyima sangat mecerahkan pandangannya terhadap Islam. Prespektif yang selama ini menjejali kepalanya sama sekali tak tepat. Islam sama sekali berbeda dengan apa yang ia dengar dari ceramah pastor di mimbar-mimbar gereja. Islam tak mengajarkan teror sama sekali.

10

b. Paman Amal Baik hati

Bu Lisa terdiam sejenak. “ Ya Allah… ada saudara yang bantu, Ma?”

“Ada, Bu. Ada Paman. Tapi, tinggalnya di Cikarang. Beliau bantu kirim uang sebulan sekali.”

203

Qayyima mulai sedikit demi sedikit bisa rutin menghidupi ketiga adiknya, setidaknya untuk mengurangi beban Paman Akmal yang hingga kini menjadi pengasuh mereka berempat.

241

c. Encik Ling 1) Emosional

Sering kali Qayyima mendengar ia berceloteh bahasa Hokian kepada anak dan suaminya dengan akselerasi tingkat tinggi, atau persisnya seperti senapan mesin yang memuntahkan semua isinya. Qayyima meraba-raba saja apa maknanya, entah Encik ngidam, memaki, atau mungkin bersungut-sungut karena banyak pelanggan yang utang, tetapi tak kunjung bayar. Meskipun Encik

berkarakter emosional seperti itu, Encik tak pernah menampakkannya kepada Qayyima. Ia senang betul setiap kali tokonya disinggahi Qayima, si manis yang berjilbab itu, walaupun hanya untuk menitip lukisan dagangannya

2) Baik hati

Ia pun mempersilakan Qayyima untuk menitipkan lukisan di tokonya. Selain itu, Qayyima juga boleh melukis di dalam toko Encik.

19

d. Pak Tedjo

Tegas

“Kalian semua,” mulai Pak Tedjo dengan suara serak basahnya, “kebiasaan! Besok-besok saya akan langsung sabet pakai mistar ini buat kalian yang tak taat aturan!”

Anak-anak tertegun, diam.

“Kalian sungguh tak mencerminkan jiwa siswa yang jadi asas sekolah ini.”

12

Dari dalam kelas, mereka melihat anak-anak nakal itu dijajarkan di tengah lapangan yang terik. Mereka tertunduk-tunduk kena semprot Pak Tedjo.

14

e. Bang Wahid

1) Ramah

“Silakan, Neng … jualan lukisan, ya?” jawab Bang Wahid, si pedagang siomay itu, sambil terseyum. Air mukanya yang cerah menunjukkan bahwa ia tergugah untuk melihat lukisan yang Qayyima buat

Qayyima menggangguk sambil mendirikan kaki-kaki untuk menyangga pigura. “Iya, Pa, saya buat sendiri…”

“Beneran? Lukisannya kayak pelukis yang top-top itu, lho Dik…”

Qayyima tersipu.”Ah Bapak bisa aja…”

“Jangan bilang „Pak‟ gitu, ah. Panggil saja „Abang‟, biar serasa lebih muda… sedikit, lah…”

25

2) Baik hati

Bang Wahid mengusap peluh di dahinya, rupanya sambil menatap Qayyima yang tengah kebingungan.

“Cari apa, Neng? Perlu bantuan? Tanyanya

kepada Qayyima.

Dahi anak itu berkerut. Ia bisa saja mengutarakan apa yang ia butuhkan. Namun, di sana bisa dibilang masih anak baru, belum tahu apa-apa. Lancang betul jika ia memintanya langsung kepada Bang Wahid.

“Nggak apa-apa, Bang …” jawab Qayyima, sambil kepalanya memutar-mutar, tak kunjung menemukan apa yag ia cari.

“Yaelah, Neeeng. Bilang saja sama Abang. Nggak usak ga enakan kaya begitu …,” tukas Bang Wahid sambil melepas topinya, dan menibas-ngibaskannya kedekat lehernya.

Qayyima jadi dilematis. Mau tak mau akhirnya ia harus bicara, mengatakan apa yang ia butuhkan. “Ada kayu-kayu yang nggak terpakai gitu nggak, ya, Bang?”

“Hmmm…” pria itu berpikir sejenak. ”Ada kayaknya. Sebentar, deh, saya carikan. Titip dagangan saya sebentar, ya …”

“Iya, Bang, terima kasih.” (27) f. Bu Ratna

Baik hati

Qayyima mengingat-ingat. Sudah cukup lama ia tak melakuka jasa pembuatan sketsa wajah. “ Mungkin sekitar dua ratus ribu, Bu, termasuk bingkai.”

Bu Ratna sejenak menatap ke sebuah arah. “Saya hargai lebih, ya, Nak…”

Qayyima terperanjat. “Berapa Bu?”

“Tapi janji dulu, kamu nggak akan mengembalikan uangnya kepada saya dan tetap berpatokan pada dua ratus ribu, lho, ya…”

Qayyima terhenti. Berapa kira-kira?

“Hmmm… iya, deh, Bu,” jawab Qayyima dengan wajah menyimpan jutaan Tanya.

36

g. Bu Lisa Baik hati

Qayyima kini sering berpergian ke pusat pesona Indonesia di berbagai kota untuk memenugi tugas Bu Lisa. Beberapa kali ia ditugaskan untuk pergi keluar pulau, seperti ke Danau Toba, Bunaken, Raja Ampat, dan lainnya. Itu semua untuk dilukisnya, yang kemudian lukisan tersebut dipamerkan di galeri lukisan Al-Fann sebagai koleksi.

h. Mpok Dijah

Baik hati

Ayahnya terkapar di atas kasur kapuk gulung di kamarnya. Nama sebenarnya adalah Taufik Haryanto. Namun, orang-orang sering memanggilnya dengan panggilan Pak Opik. Sehari-hari , ketika Qayyima, Shafira, Zhafira, dan Rahma bersekolah, beliau dirawat oleh Mpok Dijah, tetangganya yang baik hati bukan kepalang. Beliau akan menjaga ayah mereka selama keempatnya pergi.

56

Sesampainya di rumah, rupanya keadaan bertambah pelik. Qayyima langsung panik ketika melihat bundayang dijaga oleh Mpok Dijah dan si kembar. Bunda bertambah pucat. Kakinya dingin.

109

i. Pak RT

Baik hati

Pak RT di luar sudah membukakan pintu tengah mobilnya supaya Bunda bisa dengan mudah masuk. Mesinnya pun sudah dinyalakan. Qayyima dan si kembar keluar rumah. Setelah masuk semua ke mobil, mereka pun berangkat.

111

Alur Campuran

No. Data Kutipan Novel Halaman

1. Awal cerita

Qayyima Salimah nama panjangnya. Gadis berjilbab itu melawan arus yang mengatas namakan ABG, yang meremuh dari berbagai arah. Jilbab besar yang ia kenakan bukanlah karena mengikuti organisasi Islam tertentu, melainkan karena memang semata tunduk atas syariat Allah yang memerintahkan wanita muslim menjulurkan kain jilbabnya melebihi dada.

4

Banyak yang bilang, wajah Qayyima serupa syarifah keturunan Nabi Muhammad saw. Bagaimana tidak, matanya cantik bukan buatan. Bulu matanya lentik. Alisnya tegas. Hidungnya bangir menggemaskan.

4

Ya, berdagang lukisan yang ia buat sendiri.

Selama ini memang selalu begitu, sepulang sekolah, ia langsung membandar, tak langsung pelang sekolah.

2. Tengah cerita (flashback)

Akan tetapi, Allah menghendaki sesuatu yang lain:

Allah lebih cinta ibundanya sehingga Dia memanggilnya dengan cepat.

Qayyima Cuma bisa menitikkan air mata tanpa henti saat operasi menjadi sebuah jalan takdir yang berbeda. Ia tak henti menitikkan air mata saat menyaksikan dua buah kenyataan: saat sang ibunda terbujur kakudi ranjang pasien dengan mengguratkan segaris senyum indah; dan kenyataan lain bahwa adik terkecilnya tidak akan pernah merasakan kehangatan dekapan ibundanya sendiri.

116

Ayah semakin drop saat Bunda meninggal dunia.

Ayah tak sanggup lagi untuk bangkit dari pembaringannya. Bahkan, tak ada lagi kata-kata yang sanggup terlontar dari lisan sang ayah. Vonis stroke pun muncul kemudian.

147

Sejak saat itu Qayyima menjadikan jasa melukis sebagai

sumber nafkah bagi keluarganya. Qayyima mulai rutin menjual jasa lukis sketsa wajah dan berjualan lukisan setiap jam pulang sekolah.

154

3. Akhir cerita

Kebakaran! Kebakaran!

Qayyima terperangah. Yang ada di dalam pikirannya adalah ayahnya dan ketiga adiknya.

166

Qayyima tetap merangsek masuk, menembus jilatan api. Qayyima memberanikan dirinya melangkah, berjingkat masuk ke ruang utama.

169

Selangkah lagi. Mereka pun berhasil keluar dari sana, menembus kepulan asap.

173

Dan kini kematian itu mendatangi ayahnya, merenggut kebahagiaan Qayyima yang tak terbalas.

176

Qayyima sudah berjalan menuju puncak karirnya sebagai pelukis yang andal. Meskipun lukisannya banyak terbakar saat kebakaran di rumahnya sekitar setengah tahun lalu, ia tak berhenti melukis.

Alur Menurut Urutan Peristiwanya

No. Data Kutipan Novel Halaman

1. Tahap Penyituasian

Anak manis itu lebih memilih kesendirian dari pada terkontaminasi kekotoran pikiran khas anak muda. Mengisolasi diri dari ingar-bingar dunia masih jauh lebih baik dari pada mereka yang mengekor hingga tertungging-tungging di belakangnya

Pipinya agak tembem, tetapi tak ada dampak berarti terhadap tubuhnya. Ia selalu berpakaian rapat menutup auratnya karena terdidik sedari kecil.

4

“Bismillahirahmanirrahim…,” ucap Qayyima berbisik kepada dirinya sendiri. Ia harus segera berangkat untuk dagang lukisan.keburu datang senja.

Ya, berdagang lukisan yang ia buat sendiri. Selama ini memang begitu, sepulang sekolah, ia langsung membandar, tak langsung pulang.

17

2. Tahap pemunculan konflik

Beberapa hari belakangan ini adalah puncak kegelisahan Qayyima. Ia seolah terjun bebas ke titik terendah dari

Dokumen terkait