• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.4. Sarana dan Prasarana

Desa Cipeuteuy mempunyai sarana dan prasarana yang menunjang kegiatan masyarakat, baik formal maupun informal. Sarana yang mendukung kegiatan desa adalah Balai Desa/Kantor Desa dengan berbagai fasilitas di dalamnya meliputi masing-masing tiga unit komputer dan mesin tik, 10 unit meja, 46 unit kursi yang dapat disewakan atau dipinjamkan untuk kebutuhan desa dan warga, dan lemari arsip sebanyak dua unit. Selain itu, desa juga menyediakan sound system yang merupakan bantuan dari PT. Chevron Gunung Salak dan bantuan dari Balai Taman Nasional, berupa.sepeda motor yang digunakan untuk operasional desa.

Desa Cipeuteuy memiliki satu buah Madrasah Ibtidaiyah setara Sekolah Dasar yang terletak di Dusun Cipeuteuy 1 dan empat buah Sekolah Dasar (SD), masing-masing terletak di Dusun Cipeuteuy 2, Cisarua, Leuwiwaluh dan Pandan Arum. Empat Sekolah Dasar tersebut dalam kondisi baik, salah satunya, yakni SD Cipeuteuy baru saja mendapat bantuan untuk perbaikan sekolah. Desa Cipeuteuy hanya memiliki satu Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) di Dusun

Cipeuteuy 2 dan 1. Tsanawiyah yang sederajat dengan pendidikan tingkat SLTP di Dusun Leuwiwaluh. Selain itu, Desa Cipeuteuy juga memiliki tujuh buah Madrasah Diniyah yang juga merupakan sarana pendidikan formal. Kondisi ketujuh bangunan tersebut masih dapat dikatakan baik, namun masih memerlukan perbaikan pada beberapa tempat. Untuk pendidikan Informal, di Desa Cipeuteuy terdapat rental komputer serta perpusatakaan sederhana yang berisikan buku-buku hasil riset serta buku-buku sumbangan.

Setiap kampung dan dusun memiliki masjid dan mushola yang secara keseluruhan berjumlah 10 buah masjid dan 19 buah mushola, dimana beberapa diantaranya telah mengalami perbaikan dengan bantuan dari pihak luar yang mempunyai lahan di Desa Cipeuteuy. Terdapat tiga buah masjid dan empat buah mushola di Cipeuteuy, masing-masing dalam kondisi yang baik. Dusun Cisarua memiliki dua buah masjid dan tujuh buah mushola, sebanyak satu buah masjid dan lima buah mushola di Dusun Leuwiwaluh dan empat buah masjid serta tiga buah mushola di dusun Pandan Arum.

Sarana dan prasarana kesehatan yang terdapat di Desa Cipeuteuy antara lain meliputi enam buah posyandu, yang didukung oleh satu orang paramedis dan tiga orang dukun terlatih. Sedangkan untuk pengairan, Cipeuteuy memiliki dua unit saluran air bersih/perpipaan, 117 unit sumur gali yang dimanfaatkan oleh 117 KK, lima aliran sungai, diantaranya Citamiang, Cipanas dan Citarik yang dimanfaatkan oleh 431 jiwa. Selanjutnya masih ada penduduk yang menggunakan mata air, yakni sebanyak 560 KK pada 120 mata air, sedangkan PAM tersedia tiga unit dengan 500 KK yang memanfaatkannya. Sebagai sarana sanitasi, masyarakat Desa Cipeuteuy sebanyak 1.120 rumahtangga atau 69,7 persen dari total KK

memiliki WC dan sebanyak 280 rumahtangga yang buang air besar di sungai sedangkan jumlah MCK yang tersedia sebanyak 500 unit termasuk 20 unit yang mengalami kerusakan. Adapun data mengenai jumlah dan pemanfaatan sarana dan prasarana pengairan terdapat pada Tabel 8.

Tabel 8. Jumlah Sarana pengairan dan Rumahtangga Penerima Manfaat Sarana Pengairan di Desa Cipeuteuy Tahun 2006

Sarana Pengairan Jumlah (unit) Jumlah Penerima Manfaat (KK)

Mata Air 120 560

Sumur Gali 177 117

PAM 3 500

Sungai 5 431

Mata Air 120 560

Perpipaan 4 500

Sumber: Data Potensi Desa Cipeuteuy 2006

Saluran irigasi yang mengairi sawah penduduk Desa Cipeuteuy seluas 545 hektar terbagi menjadi saluran primer sepanjang 2,5 meter, saluran sekunder sepanjang 800 meter dan pintu pembagi air sebanyak 80 unit Adapun sepanjang 800 meter saluran primer, 200 meter saluran sekunder dan 20 unit pintu pembagi air dalam keadaan rusak.

Adapun untuk menunjang kebutuhan masyarakat akan listrik, fasilitas yang disediakan Desa Cipeuteuy antara lain aliran listrik dari PLN, turbin kecil (keren) dan Pembangkit Listrik Tenaga Micro hydro (PLTMH). PLTMH ini di bangun sejak tahun 2004, tepatnya di Dusun Pandan Arum dan telah mensuplai listrik untuk lima kampung atau kurang lebih 500 KK yang ada di Dusun tersebut.

Kondisi mesin Micro hydro masih dalam keadaan baik, dan hanya dua kali melakukan penggantian karet. Pemasangan PLTMH ini merupakan bantuan dari IBEKA dan dioperasikan mulai pukul empat sore hingga pukul tujuh pagi oleh

empat orang yang bertanggung jawab mengoperasikan dan memeliharanya. Dana pemeliharaan Micro hydro berasal dari koperasi yang dibayarkan tiap bulan.

Selama ini pemakaian daya telah melampaui batas ketetapan. Tidak ada kesesuaian antara jumlah daya yang terdaftar di koperasi dengan pemakaian konsumen. Kapasitas turbin adalah 33.000 watt, jumlah yang terjual (data koperasi) adalah sebanyak 22.000 watt, pengeluaran jumlah watt di turbin tiap harinya adalah 30.000 s/d 33.000 watt. Dengan demikian, jumlah watt yang menjadi cadangan telah habis terpakai. Benda elektronik yang paling banyak mengambil daya salah satunya adalah penggunaan rice cooker dan setrika.

Adapun fasilitas olah raga yang tersedia di desa ini adalah tiga lapangan sepak bola, berikut peralatan pertandingan bola, empat buah lapangan tenis meja, dan empat lapangan voli yang dikapasitasi oleh delapan tim sepak bola, empat tim tenis meja dan empat tim voli. Sarana komunikasi desa tersebut antara lain tersedianya jaringan telepon rumah, wartel dan radio lokal (TATALEPA).

Jaringan telepon rumah hanya dapat menjangkau satu buah Dusun yang ada di desa tersebut dan hanya 20 orang yang mempunyai pesawat telepon. Sarana komunikasi didukung juga oleh adanya dua buah wartel dan keberadaan radio lokal yang di inisiasi oleh Absolute sebagai lembaga lokal pada tahun 2005.

Selain itu, sebanyak 643 orang menikmati bentuk komunikasi visual pada televisi dengan total empat parabola di wilayah desa. Radio lokal diinisiasi pada tahun 2005 oleh lembaga Absolute untuk informasi publik dan sarana berbagi informasi antara masyarakat antar kampung. Radio ini dikelola oleh pemuda setempat dengan tujuan untuk mengembangan pola pikir pemuda tentang hidup

berorganisasi. Sejauh ini radio lokal yang ada belum dimanfaatkan dengan baik sebagai sumber informasi masyarakat desa.

Sarana jalan yang menghubungkan antara satu dusun ke dusun lainnya dalam kondisi kurang baik. Hanya beberapa wilayah dan jalan tertentu saja yang beraspal. Salah satunya karena jalan tersebut merupakan jalan yang baru dibuka untuk memenuhi kebutuhan TNGHS, sedangkan jalan dari Dusun Leuwiwaluh hingga Pandan Arum merupakan jalan bebatuan. Niatan seorang tokoh masyarakat untuk menjadikan desa ini menjadi desa Agropolitan dengan maksud agar jalan segera diaspal, tidak dapat terlaksana, karena kurangnya luas wilayah akibat lahan status quo sebagai salah satu persyaratan. Selain ojeg, terdapat angkutan umum (colt) dari Parung Kuda hingga Dusun Pandan Arum sebagai batas terjauh, dimana terminalnya terletak di Dusun Cipeuteuy. Angkutan pertama kali adalah Bus yang beroperasi tahun 1957. Disusul dengan oplet (1974) yang beroperasi hingga batas kantor desa, karena jalan belum dibuka. Tahun 1986 mulai masuk angkutan menuju Leuwiwaluh yang merupakan angkutannya satu-satunya yang menempuh jarak jauh melewati kantor desa. Saat ini sudah ada kendaraan yang menjangkau hingga ke Nirmala, yang letaknya 11 kilometer dari balai Desa Cipeuteuy, diantaranya mobil (20 unit), truk (10 unit), kendaraan pribadi baik motor maupun mobil berjumlah 30 unit dan 50 buah ojeg yang ditunjang dengan adanya lima buah pangkalan ojeg, enam buah jembatan dan sebuah terminal.

Cipeuteuy mempunyai tiga buah Tempat Pemakaman Umum (TPU) yang terletak di Dusun Cisarua dan Pandan Arum. Tempat pemakaman umum hanya tersedia bagi penduduk yang tidak memiliki tanah pemakaman keluarga atau

tanah hak milik. Bagi orang-orang yang memiliki tanah hak milik, maka anggota keluarga yang meninggal akan dikuburkan di tanah hak milik, seperti di pekarangan dan kebun. Hal ini menjadi salah satu alasan, mengapa tanah-tanah di daerah Cipeuteuy tergolong murah, karena tiap lahan pekarangan rumah atau kebun terdapat kuburan anggota keluarga yang telah meninggal. Hal ini hanya berlaku pada daerah perbatasan antara Desa Cipeuteuy dengan Desa Kabandungan.

BAB V

PROFIL RUMAH TANGGA PETANI

Rumahtangga petani mempunyai heterogenitas dalam status sosial ekonomi mereka, terlebih dalam kepemilikan dan penguasaan lahan serta benda-benda berharga. Heterogenitas status sosial dalam rumahtangga diduga dapat mempengaruhi relasi gender dalam pemilikan dan penguasaan sumberdaya agraria.

Heterogenitas tersebut juga diperoleh dari hasil full enumeration survey yang dilakukan pada 100 rumahtangga di Desa Cipeuteuy meliputi tiga kampung.

Hasil tersebut menggambarkan mengenai karakteristik individu dan rumahtangga yang mencakup struktur demografi, kepemilikan dan penguasaan lahan, ternak, benda-benda berharga, serta partisipasi anggota rumahtangga dalam beragam kelembagaan desa, keseluruhannya dianalisis secara terperinci sebagai berikut.

5.1. Karakteristik Individu

Berdasarkan full enumeration survey yang dilakukan di tiga kampung, diperoleh 394 anggota rumahtangga (ART) dari 100 rumahtangga sampel, masing masing 113 anggota rumahtangga (ART) di Kampung Sukagalih, 154 anggota rumahtangga (ART) di Kampung Cisalimar dan 127 anggota rumahtangga (ART) pada Kampung Pasir Masigit. Hasil dari dari full enumeration survey ini memberikan gambaran mengenai jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, jenis dan status pekerjaan yang dapat mewakili karakterisktik individu pada masing-masing kampung.

5.1.1. Jenis Kelamin

Berdasarkan hasil full enumeration survey diketahui bahwa jumlah anggota rumahtangga petani (ART) perempuan lebih tinggi dibandingkan anggota rumahtangga petani (ART) laki-laki yakni sebesar 51 persen dari total ART yang di survei. Komposisi jenis kelamin ART laki-laki dan perempuan di kampung Sukagalih berturut turut sebanyak 52,2 persen dan 47,8 persen, adapun di kampung Cisalimar sebayak 50,6 persen dan 49,4 persen sedangkan presentase ART perempuan di Pasir Masigit lebih besar dibandingkan ART laki-laki, yakni 44,1 persen ART laki-laki dan 55,9 persen ART perempuan.

Jika dilihat dari stratumnya, masing-masing kampung memiliki keragaman pola komposisi jenis kelamin. Keberagaman tampak pada kampung Sukagalih dan Cisalimar. Pada kampung Sukagalih, persentase ART perempuan berada pada stratum yang cenderung setingkat lebih tinggi daripada laki-laki.

Persentase ART perempuan lebih tinggi pada stratum atas dan pada stratum bawah, sedangkan ART laki-laki lebih tinggi pada stratum menengah dan tunakisma dan keduanya memiliki persentase yang sama pada stratum bawah.

Lain halnya di Cisalimar, dimana persentase ART laki-laki cenderung lebih tinggi dari perempuan pada stratum yang satu tingkat tergolong lebih tinggi (A dan C).

Adapun di Pasir Masigit, menunjukkan persentase ART perempuan tinggi pada seluruh stratum (A, B, C)

5.1.2. Umur

Penduduk Desa Cipeuteuy memiliki struktur umur yang tergolong muda, hal ini ditunjukkan dengan tingkat komposisi penduduk usia muda yang lebih tinggi dari penduduk usia tua. Pada Tabel 9. dijelaskan bahwa persentase

penduduk terbesar adalah penduduk yang tergolong produktif (15-64 tahun)11, yakni sebesar 223 orang atau 56,60 persen dari total ART yang disurvei pada 3 kampung dengan persentase jumlah perempuan lebh besar 1,27 persen daripada persentase laki-laki sedangkan sebanyak 146 (37,1 persen) berusia < 15 tahun dan 25 (6,35 persen) adalah penduduk usia lanjut (>55 tahun).

Berdasarkan komposisi umur yang berkaitan dengan jenis kelaminnya, diketahui bahwa ART perempuan memiliki struktur umur lebih muda dibandingkan dengan laki-laki. Meskipun tidak terpaut jauh, namun jumlah ART perempuan dapat dikatakan sedikit lebih tinggi daripada ART laki-laki pada usia muda, yakni sebanyak 114 orang perempuan dan 109 orang laki-laki pada usia produktif (15-64 tahun) serta sebanyak 76 perempuan dan 70 laki-laki pada usia

<15 tahun. Jumlah ART yang tergolong lansia, tinggi pada ART berjenis kelamin laki-laki dibandingkan ART berjenis kelamin perempuan yakni sebesar 14 ART laki-laki dan 11 ART perempuan.

Pada Tabel 9 menurut stratumnya, penduduk pada stratum yang tinggi (stratum atas dan menengah) cenderung lebih muda jika dibandingkan dengan penduduk pada stratum bawah. Hal ini terlihat dari jumlah persentase penduduk yang berusia muda pada stratum atas lebih besar daripada penduduk pada stratum lainnya.Menurut jenis kelaminnya, persentase jumlah penduduk perempuan lebih tinggi daripada persentase jumlah penduduk laki-laki di usia < 15 tahun pada stratum atas, menengah dan bawah, sedangkan ART laki-laki perempuan memiliki persentase yang sama pada stratum D (tunakisma).

11 Menurut data statistic Indonesia, usia muda yang belum produktif adalah 0-14 tahun. Usia produktif 15-64 tahun, dan usia kurang produktif yakni 65 tahun keatas.

Tabel 9. Jumlah ART Laki-laki dan Perempuan Tiga Kampung Kasus Menurut Tingkat Stratifikasi dan Golongan Umur Tahun 2007(dalam persen)

Jenis Kelamin Golongan Umur

Laki-laki Perempuan Total Stratum Atas

< 15 Tahun 15,19 18,99 34,18

15-64 Tahun 29,11 30,38 59,49

>64 Tahun 5,06 1,27 6,33

Total (Persen) 49,37 50,63 100,00

Total (Jumlah) 39 40 79

Stratum Menengah

< 15 Tahun 19,09 20,91 40,00

15-64 Tahun 31,82 27,27 59,09

>64 Tahun 0,91 0,91

Total (Persen) 50,91 49,09 100,00

Total (Jumlah) 56 54 110

Stratum Bawah

< 15 Tahun 17,79 20,25 38,04

15-64 Tahun 25,15 27,61 52,76

>64 Tahun 4,29 4,91 9,20

Total (Persen) 47,24 52,76 100,00

Total (Jumlah) 77 86 163

Tunakisma

< 15 Tahun 16,67 16,67 33,33

15-64 Tahun 30,95 28,57 59,52

>64 Tahun 2,38 4,76 7,14

Total (Persen) 50,00 50,00 100,00

Total (Jumlah) 21 21 42

Total

< 15 Tahun 17,51 19,80 37,31

15-64 Tahun 28,43 28,17 56,60

>64 Tahun 3,05 3,05 6,09

Total (Persen) 48,98 51,02 100,00

Total (Jumlah) 193 201 394

Sumber: Dikumpulkan oleh Penulis dari Survei Tahun 2007

Selanjutnya, Tabel 9 juga menunjukkan bahwa stratum atas dan bawah memiliki persentase ART perempuan usia produktif yang lebih tinggi dibanding laki-laki dan sebaliknya pada stratum menengah dan tunakisma. Khusus usia Lansia, ART perempuan pada stratum bawah dan tunakisma mempunyai

persentase lebih tinggi dibanding laki-laki yakni secara berturut-turut sebanyak 4,91 persen, 4,76 persen, sedangkan laki-laki lansia pada stratum atas memiliki persentase lebih banyak dan pada stratum menengah tidak ditemukan lansia yang berjenis kelamin laki-laki.

Hal ini berkaitan dengan analisis ketergantungan individu yang diperoleh dengan cara membagi jumlah penduduk usia muda dan tua dibagi dengan jumlah penduduk berusia produktif. Berdasarkan analisis ketergantungan individu (dependency ratio) diperoleh perhitungan yang secara keseluruhan menyatakan bahwa penduduk Desa Cipeuteuy mempunyai tingkat ketergantungan (dependency ratio) rendah (kurang dari 1,0) yang berarti bahwa jumlah penduduk usia kerja lebih banyak daripada jumlah ART yang tidak berusia kerja (muda dan lansia). Secara keseluruhan, penduduk Desa Cipeuteuy memiliki tingkat ketergantungan sebesar 0,77 dengan tingkat ketergantungan terendah pada kampung Cisalimar sebesar 0,83 dibandingkan kampung Sukagalih dan Pasir Masigit yang bertutut-turut mempunyai tingkat ketergantungan sebesar 0,85 dan 0,98.

Khusus pada anggota rumahtangga petani yang tergolong usia lanjut, perempuan memiliki persentase yang lebih tinggi daripada laki-laki dengan urutan tertinggi adalah di kampung Sukagalih dan diikuti oleh kampung Cisalimar dan Pasir Masigit.

Dilihat pada stratumnya dari tiga kampung diketahui bahwa jumlah anggota rumahtangga lanjut usia (Lansia) tertinggi ada pada stratum A dan C sedangkan B dan D mempunyai nilai yang rendah. Keberagaman ini menunjukan bahwa di Desa Cipeuteuy umur harapan hidup anggota rumahtangga tidak

berhubungan dengan status ekonominya, hal ini juga turut menjelaskan bahwa anggota rumahtangga pada semua stratum memperoleh akses dan hak yang sama terhadap kesehatan dan pangan yang menunjang kualitas hidup mereka.

Kampung Sukagalih diketahui mempunyai balita terendah dengan persentase 2,54 persen dan proporsi jumlah laki-laki perempuan sebanyak 1,27 persen untuk masing-masing balita. Kampung Cisalimar dan Pasir Masigit mempunyai jumlah balita yang sama yakni 3,05 persen dengan masing-masing jumlah balita laki-laki 1.78 persen, 1,02 persen dan perempuan 1,27 persen dan 2,03 persen.

Secara keseluruhan, jika dilihat dari stratumnya diketahui pada stratum tertinggi dan terendah (A dan D) mempunyai jumlah Balita terendah sebesar 1,02 pada masing-masing stratum, sedangkan stratum bawah mempunyai jumlah tertingi sebelum stratum menengah sebanyak 4,06 persen. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata umur pasangan pada stratum bawah dimungkinkan lebih muda dan tidak ada perbedaan pola umur pernikahan pada tiap stratum.

5.1.3. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan anggota rumahtangga di Desa Cipeuteuy sebagaimana tertera pada Tabel 10. tergolong rendah. diduga hal tersebut dipengaruhi oleh adanya program pendidikan wajib belajar sembilan tahun.

Sebagaimana haknya tipikal masyarakat pedesaan di Indonesia yang merasa cukup mengenyam pendidikan setaraf SD.

Tabel 10. Jumlah ART Laki-laki dan Perempuan di Tiga Kampung Kasus Menurut Tingkat Stratifikasi dan Pendidikan Terakhir Tahun 2007 (dalam persen)

Jenis Kelamin Tingkat Pendidikan

Laki-laki Perempuan Total Stratum Atas

Tidak Sekolah 5,06 5,06 10,13

Belum Sekolah 6,33 3,80 10,13

SD 7,59 8,86 16,46

SLTP 0 1,27 1,27

SMU 0 1,27 1,27

Kuliah 0 2,53 2,53

Tamat SD 22,78 26,58 49,37

Tamat SLTP 3,80 0 3,80

Tamat SMU 1,27 0 1,27

Tidak tamat SD 1,27 1,27 2,53

Akademi/universitas tidak tamat 1,27 1,27

Total (Persen) 49,37 50,63 100,00

Total (Jumlah) 39 40 79

Stratum Menengah

Tidak Sekolah 0,91 2,73 3,64

Belum Sekolah 5,45 8,18 13,64

SD 10,00 11,82 21,82

SLTP 1,82 0 1,82

Kuliah 0,91 0,91 1,82

Tamat SD 22,73 15,45 38,18

Tamat SLTP 0,91 1,82 2,73

Tidak tamat SD 8,18 8,18 16,36

Total (Persen) 50,91 49,09 100,00

Total (Jumlah) 56 54 110

Stratum bawah

Tidak Sekolah 3,07 5,52 8,59

Belum Sekolah 6,13 9,20 15,34

SD 9,82 7,36 17,18

SLTP 2,45 0 2,45

SMU 0 1,23 1,23

Kuliah 0,61 0,61 1,23

Tamat SD 23,31 27,61 50,92

Tidak tamat SD 1,84 0,61 2,45

Mesantren 0 0,61 0,61

Total (Persen) 47,24 52,76 100,00

Total (Jumlah) 77 86 163

Jenis Kelamin Tingkat Pendidikan

Laki-laki Perempuan Total Tunakisma

Tidak Sekolah 2,38 4,76 7,14

Belum Sekolah 9,52 9,52 19,05

SD 4,76 7,14 11,90

SMU 2,38 0 2,38

Kuliah 4,76 0 4,76

Tamat SD 21,43 23,81 45,24

Tamat SMU 2,38 4,76 7,14

Tidak tamat SD 2,38 0 2,38

Total (Persen) 50,00 50,00 100,00

Total (Jumlah) 21 21 42

Total

Tidak Sekolah 2,79 4,57 7,36

Belum Sekolah 6,35 7,87 14,21

SD 8,88 8,88 17,77

SLTP 1,52 0,25 1,78

SMU 0,25 0,76 1,02

Kuliah 1,02 1,02 2,03

Tamat SD 22,84 23,60 46,45

Tamat SLTP 1,02 0,51 1,52

Tamat SMU 0,51 0,51 1,02

Tidak tamat SD 3,55 2,79 6,35

Akademi/universitas tidak tamat 0,25 0 0,25

Mesantren 0 0,25 0,25

Total (Persen) 48,98 51,02 100,00

Total (Jumlah) 193 201 394

Sumber: Dikumpulkan oleh Penulis dari Survei Tahun 2007

Secara keseluruhan, persentase tertinggi ada pada tingkat pendidikan tamat SD. Persentase jumlah ART perempuan pada tiga kampung kasus yang tidak bersekolah lebih tinggi, hal ini diduga dipengaruhi oleh nilai-nilai yang menganggap bahwa anak laki-laki lebih didahulukan untuk mendapatkan pendidikan dibandingkan anak perempuan. Persentase terendah berada pada tingkat pendidikan akademi/universitas tidak tamat dan mesantren dengan persentase yang sama, yakni 0,25 persen dimana tidak ada perempuan yang tidak tamat akademi dan tidak ada laki-laki yang mesantren. Untuk pendidikan tertinggi (kuliah), laki-laki dan perempuan memiliki jumlah persentase yang sama.

Menurut stratum dan jenis kelaminnya, perempuan memiliki kesempatan untuk mengenyam pendidikan lebih tinggi dibandingkan laki-laki pada stratum atas, sedangkan semakin rendah stratum, maka kesempatan perempuan untuk menikmati pendidikan lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki. Dari Tabel 10 juga dapat diketahui bahwa hanya penduduk pada stratum menengah yang mesantren dan tidak ada ART yang bersekolah SMU pada stratum menengah.

Yang menarik adalah jumlah persentase ART yang kuliah paling tinggi pada stratum tunakisma dengan hanya ART laki-laki sebanyak 4,76 persen yang kuliah.

Kondisi ini terjadi diduga karena ART pada stratum tunakisma yang tidak memiliki lahan milik dan garapan hanya dapat menggantungkan hidupnya di luar sektor pertanian, maka dari itu timbul pemikiran bahwa generasi muda harus memiliki pendidikan yang tinggi agar dapat memiliki pekerjaan yang dapat mencukupi karena orang tua mereka tidak dapat mewariskan lahannya untuk dikelola.

Mayoritas anggota rumahtangga pada tiga kampung kasus mengenyam pendidikan hingga tingkat SD jika dilihat sebaran tingkat pendidikannya, anggota rumahtangga pada kampung Pasir masigit memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kampung Cisalimar dan Sukagalih. Pada tabel 11.

diketahui bahwa sebanyak 27,9 persen laki-laki dan 29,87 persen perempuan pada kampung Cisalimar berpendidikan hingga tingkat SD. Jumlah tersebut merupakan persentase lulusan SD tertinggi yang setelahnya diikuti oleh kampung Pasir masigit dengan persentase total sebanyak 34,65 persen dan Sukagalih 45,13 persen

Selanjutnya jumlah anggota rumahtangga yang mengenyam pendidikan setaraf SLTP terbanyak dimiliki oleh kampung Sukagalih kemudian diikuti oleh Pasir masigit dan Cisalimar secara berturut-turut sebesar 2,65 persen, 2,36 persen dan 0,65 persen. Lain halnya dengan pendidikan tingkat SMU dan perguruan tinggi dimana Pasir masigit mempunyai persentase terbanyak dibandingkan dua kampung lainnya. Sedangkan kampung Cisalimar tidak memiliki anggota rumahtangga yang bersekolah hingga perguruan tinggi.

Selanjutnya jika membanding antara jenis kelamin dengan kampung diketahui bahwa pendidikan perempuan cenderung lebih rendah, namun pada tingkatan pendidikan tertentu perempuan memiliki akses yang lebih besar dibandingkan dengan laki-laki. Pada tiga kampung kasus hanya anggota rumahtangga perempuan yang mengenyam pendidikan hingga tingkat SMU. Pada kampung Pasir Masigit anggota rumahtangga perempuan yang kuliah memiliki persentase lebih besar dari laki-laki yakni masing-masing sebanyak 2,48 persen dan 1,57 persen. Selanjutnya pada kampung Suka galih keduanya memiliki persentase yang sama pada tingkat kuliah.

Hal tersebut diduga dikarenakan laki-laki sejak usia dini telah memiliki rasa tanggung jawab untuk berkontribusi terhadap pendidikan keluarganya dengan bekerja sebagai petani atau pekerjaan lainnya diluar sektor pertanian sedangkan perempuan memiliki akses yang lebih besar terhadap pendidikan yang menurut stratumnya, pada kampung Sukagalih dan Cisalimar, akses pada pendidikan yang tinggi hanya dimiliki oleh anggota rumahtangga pada stratum atas, menengah dan bawah dengan proporsi anggota rumahtangga pada stratum C yang paling banyak mempunyai akses pada pendidikan yang tinggi terutama pada tingkat perguruan

tingi yang hanya dimiliki oleh stratum bawah pada Kampung Sukagalih, namun demikian tidak ada anggota rumahtangga yang bersekolah pada tingkat perguruan tinggi di Kampung Cisalimar.

Lain halnya dengan Kampung Pasir Masigit dimana akses terhadap pendidikan dapat dimiliki oleh seluruh anggota rumahtangga pada tiap tingkatan stratum. Hanya stratum atas (A) dan tunakisma (D) yang akses pada pendidikan tingkat SMU dan stratum tunakisma (D) yang mempunyai akses pada tingkat pendidikan perguruan tinggi dengan proporsi yang sama yakni sejumlah 1,57 persen pada tiga tingkat stratum tersebut. Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lokasi sekolah yang cenderung lebih dekat dengan Pasir Masigit dibandingkan dengan dua kampung lainnya. Kampung Pasir masigit yang lebih dekat dengan jalan utama memudahkan anggota rumahtangga untuk mengakses kendaraan seperti ojek dan mobil bak terbuka untuk Mobil sampai pada sekolahnya.

5.1.4. Jenis Pekerjaan

Pada tabel 13 disajikan mengenai kondisi anggota rumahtangga dan janis pekerjaan yang digelutinya. Jika dilihat dari tabel 13, paling banyak penduduk pada tiga kampung berstatus tidak bekerja. Namun jumlah tersebut merupakan jumlah anggota rumahtangga yang berada pada usia non-produktif (muda dan

Pada tabel 13 disajikan mengenai kondisi anggota rumahtangga dan janis pekerjaan yang digelutinya. Jika dilihat dari tabel 13, paling banyak penduduk pada tiga kampung berstatus tidak bekerja. Namun jumlah tersebut merupakan jumlah anggota rumahtangga yang berada pada usia non-produktif (muda dan