• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sathya Sai Baba adalah tokoh sentral yang dianggap sebagai avatara. Avatara adalah konsep yang berasal dari India yang berarti sebagai perwujudan Tuhan di muka bumi. Menurut kepercayaan Hindu, apabila kehidupan dunia mulai kacau maka Tuhan akan menitiskan diriNya ke bumi dalam wujud manusia dan Sathya Sai Baba adalah perwujudan sekaligus dari Dewa Siwa dan pendampingnya Shakti, “Tuhan dan kekuatan Tuhan, Beliau mempunyai baik abu suci (vibhuti) maupun titik merah (kumkum)” (Kasturi, 2009:17).

Sathya Sai Baba lahir pada dini hari di tanggal 23 November 1926 di Puttaparti, suatu dukuh yang tenang di India Selatan. Nama semasa kecilnya adalah Satyanarayana dan nama ibunya adalah Ishvaramma sedangkan ayahnya bernama Pedda Venkapa. Sebelum kelahiran Sathya Sai Baba, berlangsung suatu kejadian. Pada waktu itu Puttaparti adalah dukuh kecil dan di tengah dusun itu terdapat sebuah sumur tempat penduduk mengambil air. Suatu hari Ishvaramma (ibu Sathya Sai Baba) sedang menimba air dari sumur tersebut. Tiba-tiba ia melihat sinar putih cemerlang yang timbul dari langit bagaikan kilat dan masuk kedalam rahimnya. Ada saksi mata lain bernama Subbamma yang pada waktu itu sedang berjalan keluar dari rumahnya dan melihat cahaya yang memasuki rahim Ishvaramma tersebut (Kasturi, 2009:1-10).

Satyanarayana (Sai Baba kecil) adalah cucu kesayangan dari kakeknya, Kondama Raju seorang Hindu saleh yang melewati masa hidupnya di dunia selama 110 tahun dan juga seorang ahli seni musik dan drama. Kondama Raju suka mengumpulkan cucu-cucunya di sekeliling dipan dan menceritakan kisah para dewa dan orang-orang suci. Satyanarayana adalah cucu kesayangannya

karena selain dapat bernyanyi dengan suara merdu dan menarik, cucunya ini juga tidak suka pada makanan yang tidak vegetarian semenjak kecil (Kasturi, 2009:6).

Sosok Sathya Sai Baba mempertunjukkan beberapa keajaiban sejak kecil. Hal ini semakin menguatkan pendapat masyarakat di sekitarnya bahwa ia adalah seorang avatara yang menitis di muka bumi. Ketika berusia kira-kira delapan tahun Sathya dinyatakan siap untuk melanjutkan pelajaran ke sekolah dasar yang lebih tinggi di Bukkapatnam, kira-kira empat kilometer jauhnya dari Puttaparti. Dalam usia semuda itu Sai Baba sudah menjadi guru bagi anak- anak desa. Sesuai dengan julukan Brahmajnani atau ‘orang yang sudah menyadari kenyataan diri sejati’, suatu gelar yang diperoleh karena sifat tulus dan murni. Menurut Sathya Sai Baba aneka kegembiraan kecil di dunia yang fana ini sesungguhnya rendah nilainya bila dibandingkan dengan kebahagiaan tertinggi yang dapat dicapai melalui doa, pemusatan pikiran kepada Tuhan, penyangkalan diri, dan kepuasaan batin. Di tempatnya bersekolah karena Sathya Sai Baba avatara, ia sering dicari oleh orang-orang yang kehilangan barang berharga karena telah terkenal bahwa dengan intuisinya dapat melihat dan mengetahui letak segala sesuatu.

Gambar 2.2

Sathya Sai Baba berjalan di antara bhakta

Sumber: http://media.radiosai.org/journals/Portal/bhagavan.htm

Seiring perjalanan waktu, berita tentang keajaiban Sathya Sai Baba tersebar kemana-mana dan ia pun ramai dikunjungi orang-orang yang ingin mendapat berkah darinya. Ia duduk di atas batu dan di antara pepohonan untuk menyambut kedatangan orang-orang yang membawa bungan dan buah-buahan. Mereka secara beramai-ramai melantunkan nyanyian dari bait-bait yang diajarkan oleh Sathya Sai Baba. Puncaknya, Sathya Sai Baba menyatakan bahwa dirinya merupakan avatara pada Oktober 1940 (Pemajun, tanpa tahun:VIII). Arus pengunjung semakin meningkat, tenda para pengunjung didirikan di mana-mana sehingga terasa ada kebutuhan untuk mendirikan sebuah asrama yang memadai. Demikianlah pada tahun 1945 didirikanlah

asrama yang pertama oleh para pengikutnya yang dirancang oleh Thirumala Rao asal Bangalore serta beberapa orang lainnya.

Dari bulan ke bulan jumlah Bhakta (para pengikut) yang berkunjung terus meningkat. Asrama yang ada tidak muat lagi menampung para pengunjung yang datang. Para Bhakta pun merasa bahwa kamar Sai Baba terlalu sempit, rendah, dan selama initerpaksa tinggal justru di tengah hiruk pikuk, debu, serta kekacauan. Terutama pada perayaan hari suci tertentu, lokasi asrama penuh sesak dan dipadati para Bhakta dari berbagai penjuru. Oleh karena itu, sejumlah Bhakta memohon kepada Sathya Sai Baba menyetujui pendirian bangunan luas sebagai asrama baru. Akhirnya, di ulang tahunnya yang ke dua puluh lima, tepatnya pada tanggal 23 November 1950, diresmikanlah pembukaan lokasi dan gedung asrama yang baru yang oleh Sathya Sai Baba diberi nama Prashanti Nilayam berarti “tempat kedamaian tertinggi” terletak di Puttaparti, India bagian Selatan.

Gambar 2.3

Prashanti Nilayam di Puttaparti tampak dari luar

Sumber: www.iloveindia.com/spirituality/ashrams/sathya-sai-baba-ashram

Gambar 2.4

Aula bagian dalam Prashanti Nilayam

Sumber: archive.indianexpress.com/picture-gallery/in-memorium-sri- sathya-sai-baba

Apabila Sathya Sai Baba berada di Prashanti Nilayam, sepanjang waktu ia sibuk memberi berkat kepada para Bhakta, yaitu memberi mereka

‘menyentuh kaki’, dan sambhashan atau ‘bercakap-cakap’. Sathya Sai Baba juga makan dari makanan yang dimasak oleh para Bhakta. Sathya Sai Baba tidur di atas pembaringan yang dibentangkan di mimbar sebelah barat daya ruang doa di Prashanti Nilayamam. Pada saat Bhajan (kidung suci) dilakukan, Sathya Sai Baba hadir dan memberikan darshan (karunia dapat ‘melihat’ Sathya Sai Baba) dan jua mengizinkan para Bhakta untuk menyentuh kaki (sparshan).

Secara garis besar, Sathya Sai Baba mengajarkan bahwa dalam menjalani kehidupan mesti berlandaskan pada lima aspek atau dikenal dengan istilah Panca Pilar, yaitu kebenaran, kebajikan, kedamaian, kasih sayang, dan tanpa kekerasan. Setiap orang yang mengikuti ajaran Panca Pilar ini mesti hidup sebagai pribadi yang bijaksana dan penuh kasih sayang kepada sesama, dimana wacananya selalu menyampaikan kebenaran, tindakannya selalu mencerminkan kebajikan, perasaannya selalu dipenuhi kedamaian dan pandangannya selalu meyiratkan sikap tanpa kekerasan (SSGI, 2010: 49).

Gambar 2.5

Panca Pilar Sathya Sai Baba

Sathya Sai Baba juga mengajarkan kepada para pengikutnya untuk selalu berada di dalam kesadaran Tuhan. Menurut Sai Baba, hanya seseorang yang selalu berada dalam kesadaran Tuhan yang dapat mencapai kebebasan. Kesadaran Tuhan ini dapat dicapai dengan mengulang-ulang menyebut nama Tuhan sebelum melakukan tugas dan kewajiban dan bila sudah selesai, tutuplah dengan kata syukur dan terima kasih kepada Tuhan (SSGI, 2010: 6). Untuk mengingat kesadaran Tuhan di dalam diri para Bhakta atau pengikutnya, Sathya Sai Baba juga menjadikan Bhajan (kidung suci) sebagai pondasi dasar perjalanan spiritual untuk membersihkan batin (Pemajun, tanpa tahun: VIII).

Dokumen terkait