• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Nyanyian Bhajan pada Sekte Sai Baba di Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Nyanyian Bhajan pada Sekte Sai Baba di Medan"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS NYANYIAN BHAJAN PADA SEKTE

SAI BABA DI MEDAN

SKRIPSI SARJANA

DIKERJAKAN

O

L

E

H

NAMA: RIRI TEGAR LUBIS

NIM : 110707054

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI

MEDAN

(2)

ANALISIS NYANYIAN BHAJAN PADA SEKTE

SAI BABA DI MEDAN

SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN OLEH

NAMA: RIRI TEGAR LUBIS NIM : 110707054

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dra. Rithaony Hutajulu, M.A. Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. NIP 196311161990032001 NIP 196512211991031001

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Seni dalam bidang etnomusikologi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN

(3)

PENGESAHAN

DITERIMA OLEH:

Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni dalam Bidang disiplin Etnomusikologi pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, Medan

Pada Tanggal :

Hari :

Fakultas Ilmu Budaya USU,

Dekan,

Dr. Syahron Lubis, M.A. NIP:

Panitia Ujian: Tanda Tangan

1. Drs. Muhammad Takari, M. Hum., Ph.D 2. Dra. Heristina Dewi, M.Pd.

3. Dra. Rithaony Hutajulu, M.A. 4. Drs. Irwansyah, M.A.

(4)

DISETUJUI OLEH

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI

KETUA,

Drs. Muhammad Takari, M. Hum., Ph.D

(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah digunakan untuk memperoleh gelar keserjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang sudah pernah di tulis atau di terbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam skripsi ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juli 2015

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis masih diberi kesehatan dan kemampuan untuk menyelesaikan skripsi ini. Semua ini atas kehendak Tuhan yang telah tertulis di lahwful mahfuz.

Skripsi yang berjudul “Analisis Nyanyian Bhajan pada Sekte Sai Baba di Medan” ini diajukan sebagai syarat memperoleh gelar kesarjanaan Strata-1

pada Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Dalam proses pengerjaan skripsi ini banyak waktu, tenaga, dan pikiran yang telah penulis tuangkan semaksimal mungkin, hal ini dikarenakan kesulitan penulis dalam mencari bahan bacaan tentang Bhajan dan sekte Sai Baba. Namun, berkat dukungan dan arahan dari pembimbing skripsi, orang tua, para dosen, serta para kerabat dekat dan sahabat di sekitar penulis, akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan dan siap untuk diuji.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis, baik moral atau pun materiil. Tanpa kehadiran mereka, penulis tidak akan bisa berbuat apa-apa. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

(7)

2. Abang Franky Asnomo Lubis, kakak Ratih Wulandari Lubis, abang Galih Astino Lubis, kakak Ajeng Devira Lubis, adik Novi Alridho Halfawi, adik Trisna Kukuh Dwi Cipta, dan adik Putri Anggi Lubis. 3. Kakak ipar Sarah, abang ipar Syahmadhan Starda Sinaga, kakak ipar

Fifi, dan adik ipar Yuli.

4. Keponakan tersayang Alvin Al Fattah Lubis, Aura Andhini Rizqiqa Lubis, Raissa Khairunnisa Sinaga, Aufa Abiyyu Halfawi.

5. Uwak Nah, Uwak Lanang, Uwak Mutik, Uwak Butet, Om Andol, Alm. Kakek Mun, Bang Kiki, Kak Sari, Mpok Ana, Mpok Elen, Mpok Tuti, Mpok Yani, Kak Dewi, Bang Ijul, Bang Joko, Kak Era, Kak Yeti, Bu Ewi, Bu Upi, Bu Ipon, Bu Indah, Bu Ani, Om Dedi, Om Gunawan, Alm. Om Nanda, Om Sahril.

6. Seluruh keluarga besar dari Atok Alm. Iliyas Lubis dan keluarga besar Almarhumah Mamak di Kampung Pon beserta keluarga besar Ibu di Pringgan.

7. Dra. Rithaony Hutajulu, M.A. selaku dosen dan pembimbing I yang telah memberikan banyak wawasan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat selesai.

8. Drs. Muhammad Takari, M.Hum, Ph.D. selaku dosen, Ketua Departemen Etnomusikologi sekaligus pembimbing II yang dengan sabar dan tulus memberi banyak masukan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat selesai.

(8)

penulis selama di perkuliahan dan juga membantu segala keperluan administrasi penulis.

10.Prof. Drs. Mauly Purba, M.A, Ph.D. selaku dosen yang cerdas dan memberi wawasan luas kepada penulis dan mahasiswa lainnya.

11.Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si selaku dosen sekaligus penguji skripsi yang selama menjalani perkuliahan begitu hangat dan baik kepada penulis dan mahasiswa lainnya.

12.Drs. Irwansyah Harahap, M.A .selaku dosen, pembimbing akademik sekaligus penguji skripsi yang selama menjalani perkuliahan memberi inspirasi kepada penulis dan mahasiswa lainnya.

13.Drs. Fadlin, M.A. selaku dosen yang perhatian dan peduli terhadap perkembangan akademik mahasiswanya.

14.Arifni Netrirosa, S.ST, M.A. selaku dosen yang di setiap perkuliahannya membimbing mahasiswanya dengan baik.

15.Dra. Frida Deliana Harahap, M.Si. selaku dosen yang di setiap perkuliahannya menularkan pemikiran luas kepada mahasiswanya. 16.Drs. Perikuten Tarigan, M.S.i selaku dosen yang punya tingkat

kesabaran tinggi saat memberi materi perkuliahan kepada mahasiswanya.

17.Drs. Kumalo Tarigan, M.A. selaku dosen yang tak bosan-bosannya menularkan pemikiran cerdas dan humoris kepada para mahasiswanya. 18.Drs. Bebas Sembiring, M.Si. selaku dosen yang memberikan materi

(9)

19.Drs. Torang Naiborhu, M.Hum. selaku dosen yang memberikan sisi positif kedisplinan kepada mahasiswanya saat mengikuti perkuliahan di kelas.

20.Bu Adri, Mas Pon, dan Bu Wawa selaku pegawai administrasi yang membantu penulis dengan ramah dan baik.

21. Para sahabat etnomusikologi satu stambuk 2011 ”CCB’11” yang telah banyak memberikan kesan dan cerita indah persahabatan kepada penulis selama menjalani perkuliahan. Zube, Toyib, Goppaz, Topik, Tari, April, Stevani, Ardi, Aprindo, Selamet, Agri, Mona, Adji, Siti, Mahyun, David, Coy, Ryan, Agnes, Blessta, Linfia, Alfred, Lisken, Deby, Gok, Leony, Titi, Sopandu, Hary, Kawan, Zany, Ando, Egi, Riko, Trifose, Octika, Talenta, Aziz, Jose, Josua, Erwin, Juniko, Beny, Andi. I love you all.

22.Para abang dan kakak senior etnomusikologi: Sandro, Reny, Marini, Destry, Franseda, Syarifah, Ugi, Nandez, Giat, Maruli, Tety, Martin, Rendy, Fuad, Boim, Ivan, Muek, Ryan, Ayi, Woyo, Ateng, Rendy, Fery, Ucup, Surung, Beny, Boby, Jakson, Rani, Jeny, Upay, Debo, Ayu, Tita, Deby, Pretty, Ruth, Frita.

23.Para adik junior etnomusikologi: Tina, Mitha, Deni, Arnold, Paima, Ade, Yosi, Ega, Kia, Salomo, Rigina, Rizky, Audry, Inggrid, Olive, Vero, Nita, Tetty, Intan, Oda, Tika, Mia, Josua, Filbert, Albert, Pranata, Sintong, Ganda, Goppaz, Ade, Gomgom, Reno, Baron, Djarot, Fristian, Jefri, Itin, Ipo, Marimar, Rani, Dewi.

(10)

Lasman, Bangun, Elman, Yudhi, Puput, Izal, Mudhi, Gobang, Faisal, Nano, Napi, Nazmudin, Dapy, Denoq, Andro, Shadan.

25.Para sahabat sastra china: Rani, Icha, Wara, Indah, Ibel, Luthfi, Kiki, Surati, Theo, Melly, Sanny, Widy, Poe, Simon, Sri, Aqa, Ema, Retta. 26.Para sahabat kost: Dilla, Efri, Dedek, Bintang, Fitri, Indah, Kiki, Fitri. 27.Para teman-teman brother: Nisa, May JK, Joly, Teguh, Gobel, Nando,

Noel, Novhy, Marsulay, Amy, Ari, Afri Tem, Sindi, Riri, Rizky Rahmadansyah, Wella, Eka, Hujai, Ainun, Ardi, Risna.

(11)

memberikan informasi kepada penulis. Kak Dewi selaku praktisi Bhajan yang telah baik membantu penulis memberikan informasi dan meminjamkan buku tentang Sathya Sai Baba. Bro Keshap selaku praktisi Bhajan yang telah membantu penulis memberikan informasi. 29.Seluruh Keluarga Besar Ikatan Mahasiswa Etnomusikologi, atas

semangat dan perhatiannya kepada penulis.

30.Rektor, Dekan, beserta staf-stafnya, yang telah menjalankan sistem pendidikan di Universitas Sumatera Utara.

31.Semua pihak yang telah membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi teknik maupun isi tulisan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik, saran, dan masukan positif dari para majelis pembaca sekalian demi perbaikan tulisan ini. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 13 Juli 2015 Penulis

(12)

DAFTAR ISI

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian...8

1.3.1 Tujuan Penelitian...8

1.5.1 Metode Penelitian Kualitatif ...13

1.5.2 Studi Kepustakaan...14 GAMBARAN UMUM KOTA MEDAN, SEKTE SAI BABA DAN KEBERADAANNYA DI MEDAN...23

2.1 Gambaran Umum di Kota Medan...23

2.2 Masyarakat India di Kota Medan...26

2.3 Sathya Sai Baba...28

2.4 Sekte Sai Baba (Sai Bhakta) di Kota Medan...34

BAB III DESKRIPSI BHAJAN PADA SEKTE SAI BABA DI MEDAN...43

3.1 Deskripsi Bhajan pada Masyarakat Hindu...43

3.1.1 Masuknya Bhajan di Indonesia .... ...44

3.2 Bhajan oleh Sai Bhakta di Kota Medan...47

3.2.1 Komponen Bhajan...50

3.2.1.1 Perlengkapan dan Persiapan Sebelum Bhajan......50

3.2.2.2 Pelaksanaan Bhajan...56

3.2.2.2.1 Lonceng dibunyikan pertanda dimulainya Bhajan...56

3.2.2.2.2 Pembacaan Om Karam...57

(13)

Mantram...58

3.2.2.2.5 Menyanyikan ayat Veda (Veda Chanting)...59

3.2.2.2.6 Dimulainya Bhajan...60

3.2.2.2.7 Membacakan Sai Three Gayatri...64

3.2.2.2.8 Doa Sarva Dharma...65

3.2.2.2.9 Meditasi Cahaya...66

3.2.2.2.10 Dharma Wacana atau Ceramah... ...67

3.2.2.2.11 Membacakan Brahmarpanam dan nama suci Sathya Sai Baba...68

3.2.2.2.12 Aarathi sebagai penutup pelaksanaan Bhajan...68

3.2.2.2.13 Padam Namaskar...71

3.2.2.214 Pembagian Tirtha dan Vibhuti...73

BAB IV ANALISIS NYANYIAN BHAJAN PADA SAI BHAKTA DI KOTA MEDAN ...76

4.1 Analisis Nyanyian Bhajan...76

4.2 Model Notasi...77

4.3 Analisis Musikal...83

4.3.1 Tangga Nada... ...83

4.3.1.1 Tangga Nada Gaja Vadhana Gana Natha...84

4.3.1.2 Tangga Nada Narayan Narayan Bhajomana Narayan...85

4.3.2 Nada Dasar...85

4.3.3 Wilayah Nada...89

4.3.3.1 Wilayah Nada Gaja Vadhana Gana Natha...89

4.3.3.2 Wilayah Nada Narayan Narayan Bhajomana Narayan…90 4.3.4 Frekuensi Pemakaian Nada...90

4.3.4.1 Frekuensi Pemakaian Nada Gaja Vadhana Gana Natha...90

4.3.4.2 Frekuensi Pemakaian Nada Narayan Narayan Bhajomana Narayan...91

4.3.5 Jumlah Interval...92

4.3.5.1 Jumlah Interval Gaja Vadhana Gana Natha...92

4.3.5.2 Jumlah Interval Narayan Narayan Bhajomano Narayan...93

4.3.6 Pola Kadensa...94

4.3.6.1 Pola Kadensa Gaja Vadhana Gana Natha...94

4.3.6.2 Pola Kadensa Narayan Narayan Bhajomano Narayan...96

4.3.7 Formula Melodik (Bentuk, Frasa, dan Motif)...98

4.3.7.1 Analisis Bentuk, Frasa dan Motif pada Gaja Vadhana Gana Natha...99

4.3.7.2 Analisis Bentuk, Frasa dan Motif pada Narayan Narayan Bhajomano Narayan...99

4.3.8 Kontur...100

(14)

BAB V

(15)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Analisis Nyanyian Bhajan pada Sekte Sai Baba Di Medan.” Tujuan utama penulisan skripsi ini adalah menganalisis nyanyian Bhajan. Bhajan adalah menyanyikan berulang-ulang nama suci Tuhan yang terdapat pada masyarakat kelompok Hindu yang kemudian diadopsi oleh Sekte Sai Baba. Dalam menyanyikan kidung suci Tuhan peserta Bhajan secara bergantian menyanyikannya, dan dari 12 (dua belas) nyanyian biasanya dibagi enam pria dan enam wanita.

Metode yang penulis gunakan dalam menganalisis nyanyian Bhajan adalah: studi pustaka, media sosial, internet, pengamatan terlibat, wawancara, perekaman data baik berupa audio, visual, maupun audio visual. Data-data lapangan kemudian diolah di laboratorium yang bersifat etnomusikologis. Teori yang penulis gunakan adalah dua teori utama. Untuk mendeskripsikan pelaksanaan Bhajan, penulis menggunakan konsep[ unsur-unsur upacara dari Koentjaraningrat sedangkan untuk menganalisis nyanyian Bhajan menggunakan teori Weighted Scale dari William P.Malm.

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa Sai Study Group wadah para Sai Bhakta atau pengikut ajaran Sai Baba (sekte Sai Baba) mempelajari dan mengembangkan spiritualitas diri berdasarkan ajaran-ajaran Sathya Sai Baba. Sai Study Group Indonesia sdidirikan Surabaya pada tahun 1998 dan berkembang ke berbagai wilayah di Indonesia.

Bhajan bisa dilakukan secara sendiri-sendiri maupun berkelompok. Bhajan berakar dari tradisi agama Hindu yang kemudian diadopsi oleh sekte Sai Baba (Sai Bhakta). Bhajan sendiri bertujuan untuk menyebarkan energi positif di dalam diri dan lingkungan sekitar. Saat bernyanyi dalam Bhajan nama-nama suci Tuhan yang dilantunkan mengandung kekuatan positif yang mampu membawa peningkatan kesadaran dalam diri dan kebaikan di lingkungan sekitar. Nyanyian Bhajan yang dibahas dalam tulisan ini sebanyak dua buah, yaitu Gaja Vadhana Gaja Natha dan Narayan Narayan Bhajomana Narayan. Tangga nada Gaja Vadhana Gana Natha terdiri dua nada dengan nada terendah B dan nada tertinggi As. Nada dasar dari Gaja Vadhana Gana Natha adalah Ab (As). Gaja Vadhana Gana Natha memiliki 3 bentuk yang terdiri dari bentuk A, B, dan C. Frasa pada nyanyian Gaja Vadhana Gana Natha berjumlah 3 buah frasa. Meter dari lagu ini adalah 4/4. Tangga nada Narayan Narayan Bhajomana Narayan terdiri dari dua nada dengan nada terendah D dan nada tertinggi F sedangkan nada dasar dari Narayan Narayan Bhajomana

Narayan” adalah Ab (As). Bentuk pada nyanyian Narayan Narayan Bhajomano Narayan memiliki 4 bentuk yang terdiri dari bentuk A, B, C, dan D. Frasa pada nyanyian Narayan Narayan Bhajomano berjumlah 4 buah frasa. Meter dari nyanyian ini adalah 4/4.

(16)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Analisis Nyanyian Bhajan pada Sekte Sai Baba Di Medan.” Tujuan utama penulisan skripsi ini adalah menganalisis nyanyian Bhajan. Bhajan adalah menyanyikan berulang-ulang nama suci Tuhan yang terdapat pada masyarakat kelompok Hindu yang kemudian diadopsi oleh Sekte Sai Baba. Dalam menyanyikan kidung suci Tuhan peserta Bhajan secara bergantian menyanyikannya, dan dari 12 (dua belas) nyanyian biasanya dibagi enam pria dan enam wanita.

Metode yang penulis gunakan dalam menganalisis nyanyian Bhajan adalah: studi pustaka, media sosial, internet, pengamatan terlibat, wawancara, perekaman data baik berupa audio, visual, maupun audio visual. Data-data lapangan kemudian diolah di laboratorium yang bersifat etnomusikologis. Teori yang penulis gunakan adalah dua teori utama. Untuk mendeskripsikan pelaksanaan Bhajan, penulis menggunakan konsep[ unsur-unsur upacara dari Koentjaraningrat sedangkan untuk menganalisis nyanyian Bhajan menggunakan teori Weighted Scale dari William P.Malm.

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa Sai Study Group wadah para Sai Bhakta atau pengikut ajaran Sai Baba (sekte Sai Baba) mempelajari dan mengembangkan spiritualitas diri berdasarkan ajaran-ajaran Sathya Sai Baba. Sai Study Group Indonesia sdidirikan Surabaya pada tahun 1998 dan berkembang ke berbagai wilayah di Indonesia.

Bhajan bisa dilakukan secara sendiri-sendiri maupun berkelompok. Bhajan berakar dari tradisi agama Hindu yang kemudian diadopsi oleh sekte Sai Baba (Sai Bhakta). Bhajan sendiri bertujuan untuk menyebarkan energi positif di dalam diri dan lingkungan sekitar. Saat bernyanyi dalam Bhajan nama-nama suci Tuhan yang dilantunkan mengandung kekuatan positif yang mampu membawa peningkatan kesadaran dalam diri dan kebaikan di lingkungan sekitar. Nyanyian Bhajan yang dibahas dalam tulisan ini sebanyak dua buah, yaitu Gaja Vadhana Gaja Natha dan Narayan Narayan Bhajomana Narayan. Tangga nada Gaja Vadhana Gana Natha terdiri dua nada dengan nada terendah B dan nada tertinggi As. Nada dasar dari Gaja Vadhana Gana Natha adalah Ab (As). Gaja Vadhana Gana Natha memiliki 3 bentuk yang terdiri dari bentuk A, B, dan C. Frasa pada nyanyian Gaja Vadhana Gana Natha berjumlah 3 buah frasa. Meter dari lagu ini adalah 4/4. Tangga nada Narayan Narayan Bhajomana Narayan terdiri dari dua nada dengan nada terendah D dan nada tertinggi F sedangkan nada dasar dari Narayan Narayan Bhajomana

Narayan” adalah Ab (As). Bentuk pada nyanyian Narayan Narayan Bhajomano Narayan memiliki 4 bentuk yang terdiri dari bentuk A, B, C, dan D. Frasa pada nyanyian Narayan Narayan Bhajomano berjumlah 4 buah frasa. Meter dari nyanyian ini adalah 4/4.

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia adalah makhluk yang memiliki akal pikiran dan rasa. Di dalam kehidupan yang dijalani manusia, banyak terdapat cara hidup yang kompleks. Cara hidup tersebut dapat berupa aturan bermasyarakat, pengelolaan sistem ekonomi, penciptaan, ide, dan lain sebagainya, yang apabila sudah menjadi suatu kebiasaan hidup maka hal tersebut menjadi budaya, termasuk di dalamnya sistem religi.

Sistem religi adalah salah satu unsur kebudayaan universal, terdiri dari bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencarian hidup, sistem religi, dan kesenian (Koentjaraningrat, 2005:81). Manusia percaya ada kekuatan yang lebih besar dari manusia itu sendiri di alam semesta ini. Terdapat berbagai agama di antaranya: Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, Konghucu, dan lain sebagainya. Masing-masing dari agama tersebut mempunyai aturan, ritual, dan tata cara pemujaan Tuhan yang berbeda-beda. Namun, dari semua ajaran agama tersebut, tentu saja diharapkan membawa kedamaian dan kebaikan terhadap dunia.

(18)

diperkirakan berkembang sejalan dengan kerajaan-kerajaan di Nusantara sesudah memasuki zaman sejarah sejak abad pertama. Perkembangan agama Hindu dari India ke Indonesia disebarkan oleh para Brahmana/Resi atau sarjana-sarjana agama Hindu (Ardhana, 2002: 23). Di Nusantara agama Hindu banyak berbaur dan bercampur dengan masyarakat dan kebudayaan setempat dimana para Resi tersebut berada dan bertempat tinggal.

Penyebaran agama Hindu di Sumatera Utara, tidak terlepas dari kedatangan bangsa India melalui jalur perdagangan dimana pantai barat Sumatera menjadi pintu masuknya. Hal ini ditandai dengan ditemukannya prasasti berbahasa Tamil yang bertarikh 1088 M bertanda Raja Chola yang ke-9. Oleh karena itu, Sumatera Utara kemungkinan besar menerima pengaruh lebih dominan dibandingkan kawasan lain di Nusantara terutama dari etnis Tamil yang datang dan menetap di kawasan ini. Bukti ini dapat dilihat dari ditemukannya 175 istilah dalam bahasa Karo yang berasal dari bahasa Tamil, di antaranya: Colia, Pandia, Meliala, Depari, Muham, Pelawi, Tukham, Brahmana (Mahyuddin, 2014:3). Melalui hubungan perdagangan dapat diperkirakan bahwa bangsa India yang datang ke Sumatera Utara juga membawa nilai-nilai kehidupan mereka termasuk ajaran Hindu. Ajaran tersebut kemudian diterima dan dikembangkan oleh masyarakat setempat.

(19)

2014:28). Masyarakat tersebut hidup berdampingan dengan masyarakat lain yang berbeda baik dari sisi etnis maupun dari sisi keyakinan. Perbedaan dan ragam budaya tersebut semestinya bisa dikelola demi kebaikan dan kekayaan budaya di Kota Medan.

Dalam setiap ajaran agama terdapat tata cara, ritual, doa dan pemujaan kepada Tuhan yang memiliki kekhasan masing-masing. Begitu pula agama Hindu terdapat banyak cara dan teknik upacara pemujaan Tuhan, salah satunya adalah Bhajan. Bhajan berarti memuja, bersujud, bersembah, dalam perkembangan sampai kini, Bhajan berarti Kidung Suci dengan mengutamakan penggunaan nama-nama suci Tuhan (Pemajun, tanpa tahun:V). Pada praktiknya dalam melakukan Bhajan, penganut agama Hindu menyanyikan mantra dan nama-nama suci Tuhan secara beramai-ramai. Bhajan bisa dilakukan di kuil atau tempat khusus tertentu.

Bhajan juga dipraktikan oleh para Sai Bhakta, yaitu orang-orang yang mengikuti ajaran Sathya Sai Baba. Sathya Sai Baba adalah seorang Guru, orang yang mengabdikan hidupnya untuk perbaikan kemanusiaan, orator, pencipta lagu/puisi, dan filsuf India Selatan yang sering digambarkan sebagai orang suci, (lahir 23 November 1926 – meninggal 24 April 2011 pada umur 84 tahun) dan dilahirkan di desa terpencil Puttaparthi, Andhra Pradesh, India Selatan (Kasturi, 2009:1).

(20)

beberapa orang, yaitu Bapak Ram S. Galani, Bapak Mohan Leo, dan Bapak Jumbiner Shem pada tahun 1983. Mereka memulai aktivitas Bhajan di Jalan Jenggala nomor 71, yang sekarang menjadi tempat kursus belajar bernama Pinky Education Centre. Kegiatan Bhajan berjalan terus selama enam tahun pada tahun 1983-1989. Kian hari orang-orang yang mengikuti Bhajan di tempat ini semakin ramai sehingga tempatnya mulai terasa sempit. Oleh karena itu, Bapak Ram, Bapak Mohan Leo, Bapak Poa, dan Bapak Ganapathi selanjutnya membuka tempat diskusi ajaran Sai Baba dan Bhajan di Prashanti Griya Sai Centre (lantai dua Vihara Borobudur) di Jalan Imam Bonjol nomor 21 pada tanggal 23 November 1989. Sembilan tahun berikutnya, 27 September 1998, dibuka lagi sebuah tempat diskusi ajaran Sai Baba di Jalan Lobak nomor 18 Medan yang bernama Kumara Shanti Sai Centre dan disusul dengan pendirian Sai Ganesha Sai Centre di Jalan Sunggal pada tanggal 1 September 2000.1

Secara khusus, penulis mengadakan observasi terlibat dengan para Sai Bhakta yang mengadakan Bhajan di Kumara Shanti Sai Centre, Jalan Lobak nomor 18, Kecamatan Medan Baru, Medan. Di tempat ini kegiatan Bhajan telah terjadwal, yaitu setiap hari Minggu dimulai dari jam 19.00 WIB sampai dengan 20.00 WIB. Para peserta Bhajan berasal dari berbagai latar belakang antara lain etnis Tamil, Tionghoa, etnis lainnya, dan bahkan warga negara asing yang berkebetulan sedang berada di Indonesia.

Upacara Bhajan tersebut dilakukan dengan melantunkan nama suci Tuhan yang bertujuan untuk mensucikan batin dan merasakan kedekatan dengan Tuhan. Selama rentang waktu mengadakan Bhajan, para Bhakta yang

1

(21)

mengikuti Bhajan diharuskan menjaga kesucian diri dengan cara tidak mengkonsumsi makanan yang berasal dari hewani melainkan menjadi vegetarian. Pada upacara Bhajan, para Bhakta menyanyikan puji-pujian dan pengagungan nama-nama Tuhan, suara yang mereka keluarkan tidak hilang dan menjadi kekuatan positif yang membersihkan hal-hal negatif yang ada di bumi ini.2

Fungsi dari Bhajan ini dipercayai oleh Bhakta dapat membuat hati suci, dan mendapatakan kedamaian atau ketenangan dalam diri sendiri. Dalam menyanyikan kidung suci Tuhan peserta Bhajan secara bergantian menyanyikannya, dan dari 12 (dua belas) nyanyian biasanya dibagi enam pria dan enam wanita. Saat berjalannya Bhajan ada juga instrumen musik yang mengiringi penyanyi, yang terdiri dari: gendang tabla, harmonium, dan rebana, tidak ketinggalan juga adanya mikrofon.

Di sini yang menjadi objek penelitian penulis adalah nyanyian dalam Bhajan. Penulis ingin mengetahui dan meneliti berbagai aspek dalam Bhajan yang mencakup sejarah, proses pelaksanaan, dan struktur musik dalam nyanyian Bhajan.

Dari latar belakang keberadaan Bhajan seperti terurai di atas, maka dalam skripsi sarjana ini penulis mengkajinya dengan pendekatan etnomusikologi, sebagai bidang ilmu yang penulis tekuni selama empat tahun terakhir ini. Seperti diketahui bahwa etnomusikologi adalah studi musik di dalam kebudayaan. Tentang definisi etnomusikologi ini Merriam (1964) menyatakan bahwa disiplin ini adalah studi musik dalam kebudayaan.

2

(22)

Etnomusikologi adalah fusi (gabungan) dari dua disiplin ilmu yaitu antropologi (etnografi) dan musikologi. Etnomusikologi masuk ke dalam kategori disiplin ilmu sosial dan juga ilmu humaniora sekaligus. Di dalam ilmu sosial musik dipandang sebagai bahagian dari kehidupan masyarakat. Selanjutnya sebagai disiplin ilmu humaniora, musik dipandang sebagai proses kreativitas yang memiliki unsur estetik dan struktural.

Lebih jauh lagi dalam situasi masa sekarang, laman web etnomusikologi dunia yang dikelola oleh Society for Ethnomusicology (SEM) memberikan pengertian apa itu etnomusikologi sebagai berikut.

(23)

kegiatan, alat-alat musik dan suara dalam konteks masyarakat penghasil musik tersebut. Berbagai musik klasik Eropa dan China, tarian Cajun, musik son di Kuba, hip hop, juju di Nigeria, gamelan Jawa, ritus penyembuhan pada masyarakat Navaho Indian, nyanyian chanting masyarakat Hawaii, adalah beberapa contoh dari kajian budaya musik oleh para etnomusikolog. Etnomusikologi secara keilmuan bersifat interdisiplin, beberapa etnomusikolog berlatar belakang bukan hanya ilmuwan musik, tetapi juga berlatar belakang disiplin antropologi, folklor, tari, bahasa, psikologi, dan sejarah. Para etnomusikolog biasanya melibatkan metode etnografi di dalam penelitiannya. Mereka mendatangi informan dan masyarakat yang diteliti dalam waktu yang relatif panjang, mengamati dan mendokumentasikan apa yang terjadi, melakukan pertanyaan-pertanyaan, dan adakalanya ikut terlibat dalam memainkan musik yang sedang ditelitinya. Selanjutnya pekerjaan etnomusikolog bisa saja di arkaif, perpustakaan, dan museum terutama yang berkaitan dengan sejarah musik tradisi. Ada kalanya etnomusikolog membantu orang-orang atau masyarakat untuk mendokumentasikan dan mempromosikan praktik musik mereka. Sebahagian besar etnomusikolog bekerja sebagai profesor di berbagai universitas, mereka mengajar dan juga penelitian.

Dalam kaitannya dengan skripsi ini, Bhajan dipandang sebagai salah satu ekspresi dari gagasan dan akitivitas religius masyarakat pendukungnya, yang berakar dari ajaran-ajaran agama Hindu. Bhajan memiliki berbagai guna dan fungsi sosial budaya. Begitu pula Bhajan memiliki struktur, yang terdiri dari struktur teks dan musik.

(24)

Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, Medan. Dengan demikian penulis memberi judul: “Analisis Nyanyian Bhajan Pada Sekte Sai Baba di Medan.”

1.2 Pokok Permasalahan

Pokok permasalahan yang ingin penulis kaji adalah analisis nyanyian Bhajan pada sekte Sai Baba di Medan yang mencakup:

- Bagaimana struktur nyanyian Bhajan sekte Sai Baba di kota Medan, pokok masalah ini akan didukung pula oleh deskripsi tentang: sejarah, proses pelaksanaan, dan struktur musik dalam nyanyian Bhajan.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan penelitian

Adapun tujuan yang akan dicapai dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

a) Untuk mengetahui struktur musik dalam nyanyian Bhajan pada sekte Sai Baba di kota Medan.

b) Untuk mengetahui sejarah Bhajan pada sekte Sai Baba di kota Medan.

c) Untuk mengetahui proses pelaksanaan Bhajan pada sekte Sai Baba di kota Medan.

1.3.2 Manfaat Penelitian

(25)

a) Memberikan informasi kepada para pembaca tentang struktur nyanyian Bhajan pada sekte Sai Baba di kota Medan.

b) Tulisan ini dapat memberi informasi dan masukan kepada para pegiat, pengamat/pemerhati, akademisi, dan masyarakat yang punya minat pada nyanyian Bhajan pada sekte Sai Baba di kota Medan. c) Untuk memenuhi tugas akhir penelitian sebagai salah satu syarat

untuk menyelesaikan studi strata satu dalam rangka mencapai sarjana seni di Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

1.4 Konsep dan Teori

1.4.1 Konsep

Konsep atau pengertian, merupakan unsur pokok dari suatu penelitian. R.Merton mendefinisikan: “Konsep merupakan defenisi dari apa yang perlu diamati; konsep menentukan antara variabel-variabel mana kita ingin menentukan hubungan empiris” (Merton dalam Koentjaraningrat, 1963: 89).

Konsep berfungsi untuk menjelaskan kepada para pembaca tentang hal-hal yang akan diteliti. Selain itu, secara tidak langsung konsep mampu menjadi bingkai masalah penelitian agar tetap fokus dan tidak melebar terlalu luas.

(26)

mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain (Moleong, 2012: 248).

Upacara dalam konteks agama menurut Koentjaraningrat (1992:252) disebut sebagai kelakuan agama (perasaan cinta, hormat, bakti, tetapi juga takut, ngeri, dan lain sebagainya) yang bertujuan untuk mencari hubungan dengan dunia gaib. Bhajan berarti memuja, bersujud, bersembah, dalam perkembangan sampai kini, Bhajan berarti Kidung Suci dengan mengutamakan penggunaan nama-nama suci Tuhan (Pemajun, tanpa tahun: V).

Nyanyian dalam konteks ini adalah mantra yang dinyanyikan para peserta upacara Bhajan, nyanyian ini diambil dari berbagai mantra yang memuja Dewa-dewi dimana mantranya ada yang berbahasa Sanksekerta, Inggris dan juga Indonesia. Konsep tentang pengucapan mantra secara etnomusikologi dikategorikan sebagai musik vokal yang berpedoman pada pengertian musik adalah kejadian bunyi atau suara dapat dipandang dan dipelajari jika mempunyai kombinasi nada, ritem dan dinamika sebagai komunikasi secara emosi estetika atau fungsional dalam suatu kebiasaan atau tidak berhubungan dengan bahasa (Malm dalam terjemahan Takari 1993: 8).

Sai Bhakta merupakan penggabungan dari dua kata yaitu Sai dan Bhakta. Menurut Bapak Mohan Leo3 Sai itu bahasa Sanksekerta yang berarti Suci. Sai dalam hal ini merujuk kepada Sai Baba. Sai Baba adalah seorang Guru, orang yang mengabdikan hidupnya untuk perbaikan kemanusiaan, orator, pencipta lagu/puisi dan filsuf India Selatan yang sering digambarkan sebagai orang suci, (lahir 23 November 1926, meninggal 24 April 2011 pada

(27)

umur 84 tahun) dan dilahirkan di desa terpencil Puttaparthi, Andhra Pradesh, India Selatan (Kasturi N., 2009:1). Bhakta adalah orang-orang yang melakukan Bhakti. Sekitar tahun 500 S.M. muncul beberapa kecenderungan yang kemudian dikenal sebagai sekte Bhakti, yang menekankan pengertian “pemujaan”, pelayanan atau kebaktian yang mencakup pengertian percaya, taat

dan berserah diri kepada dewa (Djam’annuri, 1988:76). Sai Bhakta adalah orang-orang yang berbakti, memuja, dan mengikuti ajaran Sai Baba yang dianggap sebagai perwujudan Dewa di muka Bumi untuk mensucikan diri.

Menurut Axel Michaels, seorang Indiolog menulis dalam bukunya tentang Hinduisme bahwa dalam konteks India kata “sekte” tidak menunjukan

adanya perpecahan atau komunitas yang terasingkan, melainkan lebih pada suatu tradisi yang terorganisir yang biasanya didirikan oleh pendiri yang melakukan praktik-praktik asketik. Dan menurut Michaels, “sekte” India tidak memusatkan perhatian pada ajaran sesat, karena tidak adanya pusat yang menuntut membuat hal ini tidak mungkin. Sebaliknya, fokusnya adalah pada para penganut dan pengikutnya (https://id.m.wikipedia.org/wiki/Sekte, 04 Februari 2015).

1.4.2 Teori

(28)

Dalam menyelesaikan tulisan ini, berpegang pada beberapa teori yang berhubungan dengan judul di atas. Teori yang dimaksud sesuai dengan pendapat Koentjaraningrat (1977:30), yaitu bahwa pengetahuan yang diperoleh dari buku-buku, dokumen-dokumen serta pengalaman kita sendiri merupakan landasan dari pemikiran untuk memperoleh pengertian tentang suatu teori-teori yang bersangkutan. Dengan demikian teori adalah pendapat yang dijadikan acuan dalam membahas tulisan ini.

Berikut ini teori-teori yang digunakan yaitu:

1. Untuk menganalisis nyanyian Bhajan penulis akan menggunakan teori weighted scale dari William P.Malm (1977:8) yang mengatakan bahwa ada beberapa karakteristik yang harus diperhatikan ketika mendeskripsikan melodi, yaitu: (1) scale (tangga nada), (2) nada dasar (pitch center), (3) range (wilayah Nada), (4) frequency of notes (jumlah nada-nada), (5) prevalent Intervals (interval yang dipakai), (6) cadence patterns (pola-pola kadensa), (7) melodic formulas (formula-formula melodi), (8) contour (kontur).

(29)

1.5 Metodologi Penelitian

Sebagai ilmu yang mempelajari budaya, penelitian etnomusikologi tentu harus mampu melihat budaya dan manusia sebagai satu kesatuan utuh. Berhubungan karena sifat budaya yang selalu berubah-ubah seiring dengan perubahan manusianya, maka metode penelitian yang digunakan pun harus mampu menjadi acuan kerja penelitian yang jelas dan sesuai agar tujuan yang ingin dicapai dapat terwujud.

1.5.1 Metode Penelitian Kualitatif

Dalam melakukan penelitian ini, penulis memilih metode penelitian kualitatif. Alasan memilih metode kualitatif karena penulis ingin menganalisis struktur nyanyian dan konteks upacara Bhajan pada sekte Sai Baba di kota Medan.

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2012: 6).

(30)

1.5.2 Studi Kepustakaan

Dalam tahapan ini penulis mencari informasi, teori, dan mempelajari untuk mencapai penulisan suatu ilmiah yang tidak hanya mampu memberi jawaban atas permasalahan, tetapi juga layak untuk menjadi suatu karya ilmiah karena memenuhi persyaratan keilmiahan. Penulis kemudian membaca bahan bacaan tersebut guna menambah khazanah berpikir dan sebagai salah satu sumber informasi pendukung. Penulis mengumpulkan bacaan tentang kajian sastra, kajian kebudayaan, musikologis, dan juga tulisan hasil penelitian.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis memakai beberapa hasil penelitian dalam bentuk skripsi sebagai acuan study kepustakaan. Di antaranya adalah skripsi Destri Damayanti Purba, 2011, yang menulis skripsi bertajuk Studi Deskriptif Musik Dalam Konteks Upacara Adhi Triwula Pada

Masyarakat Hindu Tamil Di Kuil Shri Singgamma Kali Koil Medan. Medan: USU. Skripsi ini mendeskripsikan pertunjukan musik religi yang digunakan dalam upacara adhi triwula di dalam peradaban masyarakat Hindu Tamil di Kuil Shri Singgama Kali Koil Medan. Pendekatan yang digunakan adalah secara etnomusikologis terutama pendekatan struktural musik dan upacara. Skripsi lainnya adalah Sandro Batubara, 2012, yang berjudul Studi Deskriptif Musikal Dalam Konteks Upacara Mandalabhisekam pada

(31)

dalam salah satu upacara masyarakat Hindu Tamil. Pendekatan yang dilakukan juga secara etnomusikologis, terutama pada aspek teks dan musik.

1.5.3 Penelitian Lapangan

Sebagai sebuah disiplin ilmu yang mempelajari manusia dan produk budayanya, khususnya musik, displin etnomusikologi tentu tidak terlepas dari kerja lapangan. Karena budaya dan musik khususnya nyata serta jelas berada di tengah-tengah manusia yang dinamis sehingga perlu diadakan penelitian lapangan agar mampu melihat realitasnya secara objektif dan faktual. Dalam konteks ini penulis melakukan kerja lapangan yaitu wawancara dan pengamatan.

1.5.3.1 Wawancara

Untuk lebih melengkapi data penelitian, penulis juga melakukan wawancara. Wawancara adalah sebuah proses pengumpulan informasi keterangan dengan tujuan penelitian melalui tanya-jawab antara penulis dengan informan maupun responden.

Dalam hal melakukan wawancara, penulis akan berpedoman kepada metode wawancara, bentuk pertanyaan, persiapan wawancara, dan pencatatan hasil wawancara, seperti dikemukakan oleh Koenjaraningrat (1985 : hlm.129-155), yaitu :

(32)

pada wawancara tidak berencana tidak terdapat daftar pertanyaan sebelum dilakukan wawancara. Di dalam wawancara tidak berencana juga terdapat bentuk wawancara terfokus, yaitu wawancara terpusat pada pokok permasalahan, wawancara bebas, yaitu pertanyaan yang diajukan tidak terpusat dan dapat beralih dari satu pokok ke pokok yang lain tapi tetap mendukung informasi penelitian dan wawancara sambil lalu, pembedaanya dalam wawancara sambil lalu orang-orang yang akan diwawancarai tidak diseleksi terlebih dahulu.

b) Berdasarkan bentuk pertanyaannya wawancara terbagi atas dua, yaitu, wawancara tertutup dan wawancara terbuka. Perbedaan keduanya terletak pada jawaban yang dikehendaki dari informan. Pada wawancara tertutup, pertanyaannya dirancang sedemikian rupa agar jawaban dari informan terbatas dan sudah ditentukan sebelumnya, sedangkan pada wawancara terbuka, pertanyaannya dirancang sedemikian rupa sehingga jawaban responden atau informan tidak terbatas dalam beberapa kata atau kalimat.

(33)

orang tertentu disebut responden. 2) pendekatan terhadap orang yang telah diseleksi. 3) pengembangan suasana lancar dalam wawancara. Setelah membangun hubungan emosional dan komitmen dengan orang yang akan diwawancara harus juga dipikirkan cara agar informan mampu menjawab dengan lancar, bersedia memberi informasi sebanyak-banyaknya, dan bersikap kooperatif.

d) Pencatatan hasil wawancara. Hal ini bisa dilakukan pada saat wawancara berlangsung maupun setelah wawancara selesai. Secara umum ada lima cara pencatatan hasil wawancara, yaitu: 1) pencatatan langsung, dilakukan pada saat wawancara berlangsung, 2) pencatatan dari ingatan, dilakukan setelah wawancara selesai, 3) pencatatan dengan alat perekam, pencatatan yang dilakukan dengan bantuan tape recorder, 4) pencatatan dengan angka ataukata-kata yang mempunyai nilai, pencatatan yang dilakukan berdasarkan nilai kategori jawaban, 5) pencatatan dengan kode, pencatatan yang dilakukan berdasarkan kode kategori jawaban. Mengingat penelitian yang akan penulis lakukan bersifat kualitatif, maka teknik pencatatan hasil wawancara seperti tertera pada nomor 4 (empat) dan nomor 5 (lima) di atas, tidak digunakan.

(34)

1.5.3.2 Pengamatan di Lapangan

Pengamatan adalah melihat secara langsung objek penelitian di lapangan guna mendapatkan informasi dan data tambahan. Pengamatan atau observasi adalah suatu penelitian secara sistematis menggunakan kemampuan indra manusia (Suwardi, 2006:133). Meskipun indra manusia menjadi instrumen utama, pendokumentasian hal-hal tertentu di lapangan dengan menggunakan video maupun tape recorder diharapkan dapat lebih memantapkan proses pengamatan dan hasil yang diperoleh.

Sebagai bahan acuan penulis dalam melakukan pengamatan, penulis merujuk pada rangkuman Posman Simanjuntak dalam buku Berkenalan dengan Antropologi (2000:hlm.8-10) yang berisi pendapat para antropolog tentang bahan amatan, metode pengamatan berdasarkan keterlibatan, dan metode pengamatan berdasarkan cara yang dilakukan, yaitu :

(35)

yang dipakai, 8) peristiwa, menyangkut kejadian-kejadian lain yang terjadi secara bersamaan dengan kegiatan yang diamati.

b) Berdasarkan keterlibatan peneliti, metode pengamatan dibedakan sebagai berikut: 1) pengamatan biasa, dalam pengamatan ini peneliti tidak memiliki keterlibatan apapun dengan pelaku yang menjadi objek penelitian, 2) pengamatan terkendali, juga pengamatan yang tidak terlibat dengan objek, namun, dalam pengamatan ini peneliti mengamati objek pada lingkungan yang terbatas untuk meningkatkan ketepatan data dan informasi, 3) pengamatan terlibat, dalam pengamatan ini pengamat ikut berpartisipasi pada kegiatan yang diamati.

c) Berdasarkan cara yang dilakukan, metode pengamatan dibedakan atas: 1) pengamatan tidak berstruktur, dalam pengamatan ini tidak terdapat format pencatatan dan ketentuan yang baku, selain itu pengamatan ini bersifat eksploratif, 2) pengamatan berstruktur, dalam mengumpulkan data, peneliti berpedoman secara sistematis kepada format pencatatan dan ketentuan baku yang telah ditetapkan sebelumnya.

1.5.4 Kerja Laboratorium

(36)

1.6 Lokasi Penelitian

Untuk menentukan lokasi penelitian, paling tidak ada dua kriteria yang harus diperhatikan, yaitu: (1) menguntungkan atau tidak tempat yang dipilih untuk pengambilan data yang lengkap dan (2) apakah orang-orang yang ada di tempat itu benar-benar siap dan respek dijadikan subjek penelitian (Suwardi, 2006:108).

Merujuk pendapat diatas, penulis melihat bahwa Kumara Shanti Sai Centre yang beralamat di Jln. Lobak no.18, kelurahan Darat, kec Medan Baru, Medan. Lokasi penelitian ini ditetapkan dengan beberapa alasan yaitu :

1) Di tempat ini penulis bisa mendapat data penelitian yang lengkap dan representatif tentang Bhajan karena Bapak Mohan Leo yang juga seorang pendiri Sai Study Group tinggal di lokasi penelitian ini.

2) Di lokasi penelitian ini upacara Bhajan rutin diadakan seminggu sekali sehingga penulis bisa melakukan observasi dan pengumpulan data.

3) Di lokasi penelitian ini dapat beberapa nara sumber yang layak dan mendukung penuh penulisan karya ilmiah ini, seperti memberi bahan bacaan, dokumentasi, meluangkan waktu untuk diwawancarai, dan sebagainya.

(37)

1.7 Pemilihan Narasumber (informan)

Untuk pengumpulan data yang diperlukan, penulis memilih beberapa informasi yang dapat memberikan informasi-informasi yang berhubungan dengan objek penelitian ini. Hal ini didukung oleh pendapat Koentjaraningrat (1977:163-164) mengenai informan pangkal dan informan pokok.

1) Informan pangkal adalah informan yang memberikan petunjuk kepada peneliti tentang adanya individu lain dalam masyarakat yang dapat memberikan berbagai keterangan yang diperlukan.

Untuk penelitian ini yang menjadi informan pangkal adalah:

1. Bapak Drs. Selwa Kumar yaitu yang telah memberikan informasi tentang adanya upacara Bhajan dan nyanyian pada Sai Study Group di Kumara Shanti Sai Centre Medan.

2) Informan pokok (kunci) adalah informan yang ahli tentang sektor-sektor masyarakat atau unsur-unsur kebudayaan yang ingin kita ketahui.

Dalam penelitian ini yang menjadi informan pokok adalah:

1. Bapak Mohan Leo (umur 68 tahun, praktisi Bhajan sekaligus pendiri Kumara Shanti Sai Centre Medan). Bapak Mohan Leo ini beragama Hindu.

(38)

3. Bapak Zulkarnen Tanbrin (umur 56 tahun, praktisi Bhajan sekaligus ketua Sai Study Group di Kumara Shanti Sai Centre Medan). Beliau juga beragama Budha.

(39)

BAB II

GAMBARAN UMUM KOTA MEDAN, SEKTE SAI BABA DAN

KEBERADAANNYA DI MEDAN

2.1 Gambaran Umum di Kota Medan

Kota Medan didirikan oleh Guru Pa Timpus Sembiring Pelawi, berasal dari kampung Aji Jahe (terletak di Kabupaten Karo sekarang), pada tahun 1590. Berawal ketika Guru Pa Timpus Sembiring Pelawi mendirikan sebuah kuta yang berarti “kampung” dalam bahasa Karo di antara pertemuan Sungai

Babura dan Sungai Deli. Ia adalah seorang Guru Mbelin atau “dukun/tabib sakti” yang memiliki kemampuan untuk menyembuhkan berbagai macam

penyakit. Oleh karena kemampuannya itu, ramai berdatangan orang untuk berobat kepadanya, dan setelah disembuhkan orang-orang tersebut mulai mendirikan tempat tinggal di sekitar kediaman Guru Pa Timpus Sembiring Pelawi. Seiring dengan semakin bertambahnya jumlah yang menetap di areal tersebut, maka daerahnya dinamai Kuta Madan (kampung penyembuhan/ kesembuhan). Lama-kelamaan pelafalan Kuta Madan menjadi Kuta Medan dan pada akhirnya kampung tersebut berkembang menjadi Kota Medan sekarang (Ginting, 2002:13).

Dibukanya perkebunan tembakau pada tahun 1863 oleh saudagar Belanda, Nienhuys, berdampak luas pada perubahan Kota Medan. Daun tembakau, dikenal dengan “tembakau Deli”, yang dihasilkan oleh perkebunan

(40)

tahun 1886 memindahkan ibukota Keresidenan Sumatera Timur dari Bengkalis (Riau) ke Kota Medan. Jalur kereta api trayek Medan-Belawan pun dibangun pada tahun 1884. Akibat dari perkembangan ini, Sumatera Timur akhirnya menjadi area perputaran bisnis yang maju pesat sehingga dijuluki sebagai The Dollar Land dan Kota Medan dijuluki sebagai Paris of Sumatera (Ginting, 2002:15).

Kota Medan dibentuk menjadi Gementee (Pemerintahan Kotapraja) pada tanggal 1 April 1909. Besluit pembentukan Gementee dikeluarkan di Bogor pada tanggal 5 Maret 1909 dan ditandatangani oleh Gubernur Jenderal Hindia Belana, J.B. van Heutsz. Kemudian terhitung sejak 21 April 1918, Gementee Medan (Kotapraja Medan) memiliki Burgemeester atau Walikota bernama D. Baron Mackay (Ginting, 2002:15). Sekarang ini, Kota Medan adalah ibukota Propinsi Sumatera Utara dan kota terbesar ketiga setelah Jakarta dan Surabaya. Kota Medan terdiri atas 21 kecamatan dan 151 kelurahan. Kota Medan terletak pada 3030’-3043’ Lintang Utara dan 98035’- 98044’ Bujur Timur dengan luas areal 26.510 ha. Ketinggian Kota Medan berada pada 2,5 m di bagian Utara sampai dengan 37,5 m di bagian Selatan di atas permukaan laut. Bagian Utara sampai 3 km dari pantai terdiri dari rawa-rawa yang mempunyai kedalaman 0,5 m pada waktu pasang surut dan 2,5 m pada waktu pasang naik.

(41)

dan 141.842 jiwa. Sementara berdasarkan urutan jumlah penduduk terkecil adalah Kecamatan Medan Maimun sebesar 39.919 jiwa, diikuti Kecamatan Medan Baru dan Medan Polonia masing-masing sebesar 42.189 dan 52.552 jiwa (Biro Pusat Statistik Kota Medan, 2010).

Peta 2.1:

(42)

2.2 Masyarakat India di Kota Medan

Penyebaran agama Hindu di Sumatera Utara tidak terlepas dari kedatangan bangsa India melalui jalur perdagangan dimana pantai Barat Sumatera menjadi pintu masuknya. Hal ini ditandai dengan ditemukannya prasasti berbahasa Tamil yang bertarikh 1088 M bertanda Raja Chola yang ke-9. Oleh karena itu, Sumatera Utara kemungkinan besar menerima pengaruh lebih dominan dibandingkan kawasan lain di Nusantara terutama dari etnis Tamil yang datang dan menetap di kawasan ini. Bukti ini dapat dilihat dari ditemukannya 175 istilah dalam bahasa Karo yang berasal dari bahasa Tamil, di antaranya: Colia, Pandia, Meliala, Depari, Muham, Pelawi, Tukham, Brahmana (Mahyuddin, 2014:3). Melalui hubungan perdagangan dapat diperkirakan bahwa bangsa India yang datang ke Sumatera Utara juga membawa nilai-nilai kehidupan mereka termasuk ajaran Hindu. Ajaran tersebut kemudian diterima dan dikembangkan oleh masyarakat setempat.

(43)

Masuknya masyarakat asal India di kota Medan juga tak terlepas dari sejarah masuknya perkebunan Belanda di abad 19. Di kala itu, banyak pekerja kontrak asal India yang didatangkan untuk bekerja di perkebunan tembakau milik Belanda di Medan. Untuk meningkatkan produktivitasnya, para pengusaha perkebunan antara lain memperluas areal perkebunan dan mendatangkan tenaga kerja. Penduduk pribumi setempat tampaknya tak berminat untuk bekerja sebagai buruh, karena itulah diupayakan mendatangkan buruh dari luar, yaitu etnis Cina dan India/Tamil. Untuk mengatasi hal ini, pihak perkebunan berupaya mendatangkan buruh dari daerah asalnya yaitu langsung dari Cina dan India atau memanfaatkan tenaga buruh dari Jawa melalui program transmigrasi oleh Pemerintah Kolonial Belanda. Sejak itulah tenaga-tenaga buruh pada umumnya terdiri dari etnis Cina, Tamil/India, dan suku Jawa (Mahyudin, 2014:4-5). Para pekerja kontrak inilah kemudian beranak-pinak dan membaur menjadi warga kota Medan sekarang ini.

(44)

2.3 Sathya Sai Baba

Sathya Sai Baba adalah tokoh sentral yang dianggap sebagai avatara. Avatara adalah konsep yang berasal dari India yang berarti sebagai perwujudan Tuhan di muka bumi. Menurut kepercayaan Hindu, apabila kehidupan dunia mulai kacau maka Tuhan akan menitiskan diriNya ke bumi dalam wujud manusia dan Sathya Sai Baba adalah perwujudan sekaligus dari Dewa Siwa dan pendampingnya Shakti, “Tuhan dan kekuatan Tuhan, Beliau mempunyai

baik abu suci (vibhuti) maupun titik merah (kumkum)” (Kasturi, 2009:17). Sathya Sai Baba lahir pada dini hari di tanggal 23 November 1926 di Puttaparti, suatu dukuh yang tenang di India Selatan. Nama semasa kecilnya adalah Satyanarayana dan nama ibunya adalah Ishvaramma sedangkan ayahnya bernama Pedda Venkapa. Sebelum kelahiran Sathya Sai Baba, berlangsung suatu kejadian. Pada waktu itu Puttaparti adalah dukuh kecil dan di tengah dusun itu terdapat sebuah sumur tempat penduduk mengambil air. Suatu hari Ishvaramma (ibu Sathya Sai Baba) sedang menimba air dari sumur tersebut. Tiba-tiba ia melihat sinar putih cemerlang yang timbul dari langit bagaikan kilat dan masuk kedalam rahimnya. Ada saksi mata lain bernama Subbamma yang pada waktu itu sedang berjalan keluar dari rumahnya dan melihat cahaya yang memasuki rahim Ishvaramma tersebut (Kasturi, 2009:1-10).

(45)

karena selain dapat bernyanyi dengan suara merdu dan menarik, cucunya ini juga tidak suka pada makanan yang tidak vegetarian semenjak kecil (Kasturi, 2009:6).

Sosok Sathya Sai Baba mempertunjukkan beberapa keajaiban sejak kecil. Hal ini semakin menguatkan pendapat masyarakat di sekitarnya bahwa ia adalah seorang avatara yang menitis di muka bumi. Ketika berusia kira-kira delapan tahun Sathya dinyatakan siap untuk melanjutkan pelajaran ke sekolah dasar yang lebih tinggi di Bukkapatnam, kira-kira empat kilometer jauhnya dari Puttaparti. Dalam usia semuda itu Sai Baba sudah menjadi guru bagi anak-anak desa. Sesuai dengan julukan Brahmajnani atau ‘orang yang sudah menyadari kenyataan diri sejati’, suatu gelar yang diperoleh karena sifat tulus

(46)

Gambar 2.2

Sathya Sai Baba berjalan di antara bhakta

Sumber: http://media.radiosai.org/journals/Portal/bhagavan.htm

(47)

asrama yang pertama oleh para pengikutnya yang dirancang oleh Thirumala Rao asal Bangalore serta beberapa orang lainnya.

(48)

Gambar 2.3

Prashanti Nilayam di Puttaparti tampak dari luar

Sumber: www.iloveindia.com/spirituality/ashrams/sathya-sai-baba-ashram

Gambar 2.4

Aula bagian dalam Prashanti Nilayam

Sumber: archive.indianexpress.com/picture-gallery/in-memorium-sri- sathya-sai-baba

Apabila Sathya Sai Baba berada di Prashanti Nilayam, sepanjang waktu ia sibuk memberi berkat kepada para Bhakta, yaitu memberi mereka

(49)

‘menyentuh kaki’, dan sambhashan atau ‘bercakap-cakap’. Sathya Sai Baba

juga makan dari makanan yang dimasak oleh para Bhakta. Sathya Sai Baba tidur di atas pembaringan yang dibentangkan di mimbar sebelah barat daya ruang doa di Prashanti Nilayamam. Pada saat Bhajan (kidung suci) dilakukan, Sathya Sai Baba hadir dan memberikan darshan (karunia dapat ‘melihat’ Sathya Sai Baba) dan jua mengizinkan para Bhakta untuk menyentuh kaki (sparshan).

Secara garis besar, Sathya Sai Baba mengajarkan bahwa dalam menjalani kehidupan mesti berlandaskan pada lima aspek atau dikenal dengan istilah Panca Pilar, yaitu kebenaran, kebajikan, kedamaian, kasih sayang, dan tanpa kekerasan. Setiap orang yang mengikuti ajaran Panca Pilar ini mesti hidup sebagai pribadi yang bijaksana dan penuh kasih sayang kepada sesama, dimana wacananya selalu menyampaikan kebenaran, tindakannya selalu mencerminkan kebajikan, perasaannya selalu dipenuhi kedamaian dan pandangannya selalu meyiratkan sikap tanpa kekerasan (SSGI, 2010: 49).

Gambar 2.5

Panca Pilar Sathya Sai Baba

(50)

Sathya Sai Baba juga mengajarkan kepada para pengikutnya untuk selalu berada di dalam kesadaran Tuhan. Menurut Sai Baba, hanya seseorang yang selalu berada dalam kesadaran Tuhan yang dapat mencapai kebebasan. Kesadaran Tuhan ini dapat dicapai dengan mengulang-ulang menyebut nama Tuhan sebelum melakukan tugas dan kewajiban dan bila sudah selesai, tutuplah dengan kata syukur dan terima kasih kepada Tuhan (SSGI, 2010: 6). Untuk mengingat kesadaran Tuhan di dalam diri para Bhakta atau pengikutnya, Sathya Sai Baba juga menjadikan Bhajan (kidung suci) sebagai pondasi dasar perjalanan spiritual untuk membersihkan batin (Pemajun, tanpa tahun: VIII).

2.4 Sekte Sai Baba (Sai Bhakta) di Kota Medan

Sekitar tahun 500 S.M. Muncul beberapa kecenderungan yang kemudian dikenal sebagai sekte Bhakti yang menekankan pengertian “pemujaan”, pelayanan atau kebaktian yang mencakup pengertian percaya, taat

dan berserah diri kepada dewa (Wasim, 1988: 75). Bhakta adalah orang-orang yang melakukan Bhakti, maka Sai Bhakta adalah orang-orang yang memuja, melakukan pelayanan dan kebaktian serta percaya, taat dan berserah diri kepada Sathya Sai Baba yang dipuja sebagai avatara (inkarnasi Tuhan di muka bumi).

(51)

Organisasi Sai adalah forum untuk mempelajari dan mengembangkan nilai-nilai spiritualitas diri yang dipraktikkan melalui aktivitas pelayanan sosial. Tempat mengembangkan dan menyebarkan cinta kasih melalui aktivitas pelayanan pada sesama (love in action). Wahana untuk menumbuhkembangkan kesatuan (unity), kemurnian (purity) dan ketuhanan (divinity) pada diri sendiri. Wahana untuk melakukan transformasi kasih pada diri setiap orang, lingkungan, keluarga, dan masyarakat.

Secara internasional, lembaga tertinggi Sai Study Group adalah Prashanti Council Prashanti Council yang bertempat di Puttaparti, India. Di bawahnya, terdapat India Organisation (khusus wilayah India) dan Overseas Organisation (di luar India) dimana Sai Study Group Indonesia (SSGI) termasuk di zona 4 (empat) regional Indonesia, Brunai, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Vietnam. SSGI sendiri terbagi ke 9 (sembilan) kordinator wiayah VI (enam) mencakup Kalimantan; wilayah VII (tujuh) mencakup Bali, NTB, NTT; wilayah VIII (delapan) mencakup Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara; dan wilayah IX (sembilan) mencakup Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Gorontalo, Sulawesi Utara (SSGI, 2010: 112).

(52)

organisasi Sai di Indonesia dengan tujuan agar peserta Munas dapat melihat kembali arah perjalanannya. Musyawarah Nasional adalah ajang pertemuan tertinggi pengurus Sai Indonesia. Saat itulah arah, tujuan, aturan serta kebijakan strategis organisasi Sai Indonesia ke depan akan dirumuskan untuk selanjutnya dituangkan ke dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD & ART) serta Garis-Garis Besar Haluan Organisasi (GBHO) Sai Study Group Indonesia (SSGI). Perjalanan organisasi Sai di Indonesia sudah melewati empat tahapan yaitu tahap pembangunan dasar, pembangunan pilar, penggalian identitas dan transformasi Sai.

Pada masa ‘Pembangunan dasar’, ditandai dengan banyaknya tantangan

yang harus dijawab berkaitan dengan keberadaan organisasi Sai di tanah air Indonesia. Hadir di tengah suasana politik yang serba terkontrol, tentu menuntut terbangunnya landasan organisasi yang secara terbuka dapat dijelaskan dan dipertanggungjawabkan. Karenanya, sesepuh Sai saat itu memandang penting untuk sesegera mungkin merumuskan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga organisasi (saat itu masih bernama Yayasan Sathya Sai Baba Indonesia) sebagai dasar pijakan. Salah satu yang dicetuskan di dalam AD&ART tersebut adalah nama Sai Study Group. Nama ini memiliki arti strategis tersendiri dalam memposisikan organisasi Sai sebagai suatu wadah untuk mengkaji dan mempelajari nilai-nilai kebenaran, kebajikan, kasih sayang, kedamaian dan tanpa kekerasan yang pada hakikatnya sudah ada dalam diri setiap orang serta menjadi intisari dari semua ajaran agama di dunia.

Tahap berikutnya adalah ‘pembangunan pilar’. Tahap ini diregulasi

(53)

Dilanjutkan dengan penyelengaraan munas II (dua) di Jakarta (15-16 Maret 2003), mengangkat tema “Menuju Peningkatan Kinerja Organisasi Sathya Sai

yang lebih Dinamis, Efisien dan Efektif”. Munas III (tiga) diselenggarakan di Jogyakarta (4-5 Februari 2006) dengan mengambil tema “Revitalisasi Organisasi untuk Meningkatkan Pelayanan”. Ketiga munas tersebut kemudian

disebut sebagai tahap pembangunan pilar organisasi. Tahap ini didasari oleh semangat untuk menyempurnakan kembali dasar pijakan organisasi Sai di Indonesia agar relevan dengan tuntunan jaman yang selalu mengalami perkembangan. Sebagai perwujudannya dilahirkanlah AD & ART yang telah disesuaikan dan disempurnakan dilengkapi dengan Garis-Garis Besar haluan Organisasi (GBHO) SSGI sebagai dasar kebijakan.

Berikutnya adalah tahap ‘pembangunan identitas Sai’, yang diregulasi

melalui Munas IV (empat) di Bedugul Bali (22-24 Februari 2008) dengan mengambil tema: “Menyelaraskan Langkah, Mempertegas Identitas”. Tema ini

dihadirkan agar semua komponen di organisasi Sai memiliki satu kesamaan pandang dalam melangkah dan menentukan sikap. Identitas dimaksud meliputi (jati diri, visi, misi, budaya, personalitas, keunikan dan posisi Sai). Identitas Sai inilah diposisikan sebagai dasar sekaligus tujuan daripada organisasi Sai Study Group Indonesia. Sampai pada akhirnya Munas V (lima) kembali digelar di Denpasar untuk melanjutkan semangat musyawarah nasional sebelumnya ke tahapan ‘Transformasi Sai’ dengan tema “Transformasi Sai: Dalam Kesatuan

Pandang dan Tindakan”. Untuk saat ini, ketua Sai Study Group Indonesia

(54)

Sarli sebagai kordinator wilayah I (satu) yang mencakup Sumatera bagian utara (Medan, Aceh, Riau, Sumatera Barat).

Di kota Medan sendiri terdapat orang-orang yang menjadi Sai Bhakta. Meskipun pada umumnya mayoritas masyarakat Hindu Tamil, namun, tak sedikit pula berasal dari masyarakat Tionghoa, pelaku ajaran spiritual, warga negara asing yang berkebetulan ada di Medan serta orang-orang dari berbagai latar belakang pula. Sai Bhakta di kota Medan dirintis oleh beberapa orang, yaitu Ram S Galani, Poah, Mohan Leo, dan Jumbiner Shem pada tahun 1983. Mereka memulai aktifitas Bhajan di jalan Jenggala nomor 71, yang sekarang menjadi tempat kursus belajar bernama Pinky Education Centre. Kegiatan Bhajan berjalan terus selama enam tahun pada tahun 1983-1989. Kian hari orang-orang yang mengikuti Bhajan di tempat ini semakin ramai sehingga tempatnya mulai terasa sempit. Oleh karena itu, Bapak Ram, Bapak Mohan Leo, Bapak Poa dan Bapak Ganapathi selanjutnya membuka tempat diskusi ajaran Sai Baba dan Bhajan di Prashanti Griya Sai Centre (lantai dua Vihara Borobudur) di jalan Imam Bonjol nomor 21 pada tanggal 23 November 1989. Sembilan tahun berikutnya, 27 September 1998, dibuka lagi sebuah tempat diskusi ajaran Sai Baba di Jalan Lobak nomor 18 Medan yang bernama Kumara Shanti Sai Centre dan disusul dengan pendirian Sai Ganesha Sai Centre di Jalan Sunggal pada tanggal 1 September 2000.1

Meskipun Sai Bhakta di kota Medan dirintis semenjak tahun 1983, tetapi tahun 1989 dapat dianggap sebagai momentum berdirinya Sai Bhakta di kota Medan.2 Menurutnya, hal ini dikarenakan pada tahun tersebut orang-orang

1

(55)

yang mengikuti dan berkumpul berdiskusi, serta melakukan praktik Bhajan sebagaimana diajarkan Sathya Sai Baba mulai ramai dan secara rutin melaksanakannya. Meskipun di tahun tersebut, organisasi formal Sai Study Group belum ada, namun menurutnya hal itu tidak menjadi permasalahan. Oleh karena itu, maka dapat disimpulkan bahwa tahun 1989 adalah waktu pendirian Sai Bhakta di kota Medan.

(56)

William

Prashanti Griya Sai Centre di Jalan Imam Bonjol nomor 21

Berikut ini adalah struktur kepengurusan Sai Ganesha Sai Centre periode 2013-2015 yang terletak di Jalan Pinang Baris nomor 5E:

(57)

Arathi Priya Roshan Jai Kisen Nova Aswini Putu

Sarika Melvina Sandiya

Komang Rai Rahul Anita Sitara

Divisi Mading

Divisi Dokumentasi Divisi Seva

Divisi Bhajan

Divisi Youth Putra

Divisi Youth Putri

(Saat Bhajan) (Saat lengang) Gambar 2.2

Sai Ganesha Sai Centre di Jalan Pinang Baris nomor 5E

(58)

Nama Jabatan Zulkarnen

Shindu Selwi Jai Kisen Sanjai

Ketua Sekretaris Bendahara Divisi Bhajan

(Bagian dalam) (Tampak dari luar) Gambar 2.3

(59)

BAB III

DESKRIPSI BHAJAN PADA SEKTE SAI BABA DI MEDAN

Dalam bab ini penulis akan mendeskripsikan tentang Bhajan dan sekte Sai Baba di Kota Medan. Bhajan adalah menyanyikan berulang-ulang nama suci Tuhan yang terdapat pada masyarakat kelompok Hindu yang kemudian diadopsi oleh Sekte Sai Baba. Oleh karena itu, penulis akan menjelaskan terlebih dahulu Bhajan pada masyarakat Hindu dan kemudian Sekte Sai Baba di kota Medan.

3.1 Deskripsi Bhajan pada Masyarakat Hindu

Dalam setiap ajaran agama terdapat tata cara, ritual, doa dan pemujaan kepada Tuhan yang memiliki kekhasan masing-masing. Begitu pula agama Hindu terdapat banyak cara dan teknik upacara pemujaan Tuhan, salah satunya adalah Bhajan. Bhajan berarti memuja, bersujud, bersembah, dalam perkembangan sampai kini, Bhajan berarti Kidung Suci dengan mengutamakan penggunaan nama-nama suci Tuhan (Pemajun, tanpa tahun:V). Pada praktiknya dalam melakukan Bhajan, penganut agama Hindu menyanyikan mantra dan nama-nama suci Tuhan secara beramai-ramai. Bhajan bisa dilakukan di kuil atau tempat khusus tertentu.

Di India Bhajan sudah dilaksanakan pada jaman Purana (300 M - 1200 Masehi). Belum diketemukan bukti otentik bahwa di jaman Wedha (1500 S.M – 300 S.M) dan Upanishad ada pelakasanaan Bhajan. Selanjutnya ahli-ahli

(60)

digunakan sejak jalan Bhakti mulai digunakan oleh “orang awam” sebagai sarana pemenuhan dari manusia-manusia yang gelisah mencari Tuhan dan kebenaran (Pemajun, tanpa tahun: III-VII).

Menurut ajaran Hindu, tidak ada sadhana (praktik spiritual) yang lebih berharga daripada pengulangan nama-nama Tuhan. Mengulang-ulang nama Tuhan dengn cara menyanyikannya atau dikenal dengan Bhajan adalah suatu proses yang bisa melatih pikiran. Latihan spiritual yang bisa membawa berkembangnya pikiran ke dalam kemuliaan dan keagungan nama Tuhan. Bhajan menyebabkan hati menemukan kebenaran dan merasakan bahwa keindahan merupakan manifestasi Tuhan. Bhajan memberikan dorongan kepada manusia untuk menyelami diri dan mencari jati dirinya sendiri (wacanadharma.blogspot.com diakses pada 2 Juli 2015). Dari berbagai penjelasan ini, maka dapat disimpulkan bahwa Bhajan adalah kegiatan pemujaan Tuhan dengan menyanyikan lagu-lagu suci yang di dalamnya sarat dengan nama-nama Tuhan yang bertujuan untuk membawa manusia kepada kesejatian dirinya sendiri.

3.1.1 Masuknya Bhajan di Indonesia

(61)

dikarenakan banyak warga India masuk ke Indonesia, maka Bhajan juga turut dibawa ke Indonesia. Akibat perkembangan Bhajan di Indonesia, maka tidak sulit untuk mencari informasi dimana tempat untuk upacara Bhajan tersebut. Biasanya di kuil-kuil agama Hindu, para penganut agama Hindu melakukan Bhajan di waktu-waktu tertentu.

Adapun fungsi Bhajan tersebut mencakup dua hal, fungsi ke dalam diri dan ke luar diri manusia, yaitu (Pemajun, tanpa tahun: VIII - XI):

1) Fungsi kedalam manusia, suatu usaha untuk membersihkan seluruh instansi-instansi badan manusia :

a. Panca kosa / 5 Instansi Sarung/lapisan Jiwa (Anna Maya Kosa, Prana Maya Kosa, Mano Maya Kosa, Wijnana Maya Kosa, Ananda

Maya Kosa).

b. Panca Stula Bhutta / 5 Unsur yang menjadi bahan baku manusia (Prathivi-Tanah, Apah-Air, Tejas-Api, Wayu-Udara, Akasa-Ether). c. Panca Tan Matra / 5 Indra Dalam (Ganda-Bau, Rasa-Rasa, Rupa

-Warna, Sparsa-Sentuh, Sabda-Bunyi).

d. Panca Indriya / 5 Indra Luar (Hidung, Lidah, Mata, Kulit, Telinga). 2) Fungsi diluar manusia, akibat lain dari Bhajan yang sangat dikehendaki

Bhagawan (Tuhan) adalah pembersihan alam semesta sebagai efek pelaksanaan Bhajan. Pernah diselidiki oleh ahli-ahli dari barat dengan menggunakan “Kamera Kirlian” yang bisa memotret aura manusia dan

Gambar

GAMBARAN UMUM KOTA MEDAN, SEKTE SAI BABA DAN KEBERADAANNYA DI MEDAN..............................................................23 2.2 Masyarakat India di Kota Medan............................................................26 2.3 Sathya Sai Baba.......................................................................................28 2.1 Gambaran Umum di Kota Medan...........................................................23 2.4 Sekte Sai Baba (Sai Bhakta) di Kota Medan...........................................34
Sathya Sai Baba berjalan di antara Gambar 2.2 bhakta
Prashanti Nilayam Gambar 2.3 di Puttaparti tampak dari luar
Panca Pilar Gambar 2.5 Sathya Sai Baba
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Dalam penelitian ini telah dilakukan pemeriksaan kadar kreatinin darah terhadap 12 responden anggota fitnes yang mengkonsumsi suplemen di banjarbaru pada bulan Maret

The improvement originates in an interpolation algorithm that generates a height map from sparse point cloud data by preserving ridge lines and step edges of roofs.. Roof planes

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa rakitan teknologi produksi padi organik berbasis POC dan pestisida nabati yang paling efisien dan tetap dapat

produksi jagung. Nilai koefisien regresi pupuk sebesar 0,875 berarti bahwa penambahan pupuk sebesar 1% akan meningkatkan produksi jagung sebesar 0,875% dengan asumsi bahwa

RKA - SKPD 2.1 Rincian Anggaran Belanja Tidak Langsung Satuan Kerja Perangkat Daerah. RKA - SKPD 2.2 Rekapitulasi Anggaran Belanja Langsung Menurut Program dan

Pada hari ini, hari jum’at tanggal dua puluh enam bulan agustus tahun dua ribu sebelas, kami Panitia Pengadaan Barang/Jasa telah mengadakan rapat Penjelasan Pekerjaan

Memperlihatkan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dan SUBPAK (yang masih berlaku) dengan kualifikasi kecil (K). Memiliki Izin Usaha Pedagang Besar