• Tidak ada hasil yang ditemukan

Seandainya Aku Bisa Kembali ke Masa Lalu

Dalam dokumen Ketika Metta Memilih ebook (Halaman 30-41)

“Dina... Dina...,” samar-samar aku mendengar suara orang memanggil namaku.

Aku coba membuka mata dan mencari asal suara tersebut. Walau masih terlihat buram, aku bisa mengenali wajah perempuan yang duduk di sampingku. Mama rupanya yang tadi memanggil-manggil namaku.

“Syukurlah kamu sudah siuman,” kata Mama. “Tadi kamu diantar pulang oleh Robert dan Rosmery. Kamu pingsan di pesta ulang tahun Nia,” lanjut Mama.

Aku mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi. Mencoba menyusun puzzle ingatanku. Aku ke pesta ulang tahun Nia bersama Rosmery, diantar Robert dengan sedannya. Jacko tidak bisa mengantarku karena ada keperluan penting yang tak bisa ditinggal, tapi Jacko janji akan datang ke pesta Nia. Saat pesta sudah dimulai, Jacko belum datang, ada BBM masuk, aku membaca BBM dari Fanny bahwa Jacko mengalami kecelakaan dan aku tidak ingat apa-apa lagi. “Ma, bagaimana kabar Jacko?” tanyaku.

32 Ketika Metta Memilih

ke kamar begitu mengetahui aku sudah siuman. “Dina, kamu istirahat saja... Jacko sudah ditangani dokter,” Rosmery berusaha menenangkanku.

“Tapi gimana kabar Jacko? Dia baik-baik saja kan?” aku mendesak Rosmery untuk mendapat kepastian tentang Jacko.

“Kata Fanny, Jacko sudah sadar, kaki kiri Jacko yang terluka sudah ditangani dokter. Fanny berpesan agar kamu istirahat saja. Kamu nanti bisa BBM Fanny untuk info lengkapnya. Fanny juga sudah tahu kamu pingsan. Sudah ada yang menjaga Jacko di rumah sakit, semua akan baik-baik saja,” terang Rosmery.

“Dina... kami pulang dulu ya?” Rosmery pamit. “Istirahat saja dulu Dina, semua akan baik-baik saja,” kata Robert. “Kalau perlu bantuan, kami selalu ada untukmu,” tambah Rosmery. “Tante, kami pamit,” kata Rosmery dan Robert.

“Terima kasih...,” jawab Mamaku.

“Terima kasih banyak,” kataku sambil berusaha tersenyum.

Ingatanku kembali ke masa lalu, saat aku berkenalan dengan Jacko. Waktu itu, aku sedang main ke rumah Rosmery. Saat sedang asyik ngobrol, Robert dan Jacko datang ke rumah Rosmery juga. Mereka, tepatnya Robert hanya mengantarkan novel yang ingin dipinjam Rosmery. Mereka hanya mampir sebentar, setelah berbasa-basi, mereka berdua pergi mengendarai motor masing-masing.

Aku sempat berkenalan dengan Jack Oscar, biasa disapa Jack. Akulah yang kemudian memberi panggilan khusus, Jacko. Dari Rosmery aku diceritakan kisah tragis Jacko.

Jacko lahir sebagai anak bungsu dari dua bersaudara. Semula perjalanan hidupnya mulus, usaha orangtuanya sukses, Cicinya yang bernama Sandra cantik dan pintar, Jacko keren dan juga pintar, kehidupan keluarga mereka juga harmonis. Namun, dua tahun lalu, menjelang kelulusan SMA terjadilah tragedi itu. Mama Jacko dan Ci Sandra meninggal dalam kecelakaan pesawat saat pulang dari Australia.

Jacko benar-benar terpukul. Untungnya Robert yang jadi sahabat Jacko banyak membantunya menghadapi tragedi ini. Dari segi finansial, sebenarnya Jacko dan ayahnya tidak terlalu mengalami kesulitan. Hanya kehilangan Mama dan Ci Sandra yang membuat Jacko sangat terguncang. Jacko

34 Ketika Metta Memilih

sampai mabuk-mabukan, mulai menggunakan narkoba dan untungnya Robert berhasil mencegah Jacko terjerumus lebih dalam.

Mama Robert yang seorang psikolog banyak membantu, juga Papa Robert yang seorang pandita. Jacko sering menginap di rumah Robert, rumah Robert menjadi rumah kedua Jacko. Orangtua Robert juga sudah seperti orangtua Jacko.

Singkat cerita, jalinan pertemananku dan Jacko semakin akrab karena aku sahabat Rosmery, Jacko sahabat Robert, dan Robert adalah pacar Rosmery. Akhirnya Jacko jadi pacarku. Seperti kata pepatah Jawa, “witing tresno jalaran soko kulino”, cinta terjadi karena seringnya bertemu.

Tragedi yang menimpa Jacko tidak berhenti sampai di situ. Sejak tahun awal perkuliahan, Jacko merintis usaha berjualan pulsa elektronik atas saran Robert. “Kamu harus belajar mandiri,” kata Robert. Usaha yang dirintis Jacko terbilang sukses. Tapi uang hasil usahanya lenyap begitu saja. Teman yang sudah dipercayakan mengelola bisnis pulsa melarikan semua uang usahanya.

Saat itu aku dan Jacko sudah berpacaran sekitar satu tahun. Saat menjemputku sepulang kuliah, wajah Jacko tampak

kusut. Dalam perjalanan pulang, hujan sangat deras, Jacko menepikan motornya, aku dan Jacko berteduh di depan toko yang sudah tutup.

Di sanalah Jacko menceritakan kejadiannya. Semua uang dilarikan temannya, ponsel temannya tersebut tak bisa dihubungi, dan sang teman menghilang bagai ditelan bumi. Teman yang sudah banyak dibantunya malah mengkhianati kepercayaannya. “Jika aku berhasil menemukannya, akan kubunuh dia...,” kata Jacko geram.

“Jacko, yang sabar ya,” kataku.

“Apa salahku? Aku sudah mengikuti apa yang Buddha ajarkan. Aku berusaha tidak melakukan perbuatan buruk, melakukan banyak kebajikan, mengapa aku harus ditipu temanku sendiri?” Jacko mengumpat.

“Kita cari dia dulu saja, semoga saja nanti bisa ketemu dan dia bisa mengembalikan uangnya,” aku berusaha menasihati Jacko.

Seekor belalang besar berwarna hijau melompat dan mendarat tepat di depan kami. Jacko segera menangkap

36 Ketika Metta Memilih

belalang itu, aku bergeser menjauh. Aku merasa geli dengan banyak serangga, termasuk belalang. “Jacko, untuk apa belalang itu? Lepaskan saja. Kasihan,” kataku.

“Kalau aku ketemu dia, akan aku bunuh,” Jacko masih geram pada teman yang menipunya. “Tapi, sebelum dibunuh, dia akan merasakan ini dulu...,” kata Jacko dengan geram. Dengan gerakan cepat, sebelah kaki belalang itu dipatahkan lalu dibuang.

Aku kaget dengan perilaku Jacko. “Jacko, jangan diteruskan!” aku berteriak kencang di sela-sela suara hujan. “Kalau kamu patahkan lagi kaki belalang itu apalagi kau bunuh, kita putus saja dan aku akan pulang jalan kaki sendiri,” aku mengancam Jacko.

Jacko terkesiap melihat reaksiku. “Kamu serius?” suara Jacko melunak.

“Ya... sangat serius,” aku berkata pelan namun penuh ketegasan.

“Oke, aku minta maaf,” kata Jacko. ***

Tok! Tok! Tok! Terdengar ketukan di pintu kamarku. “Dina, Robert dan Rosmery sudah datang,” kata Mama. Suara ketukan Mama membuyarkan lamunanku. “Suruh mereka tunggu sebentar ya Ma. Dina mau ganti pakaian dulu,” jawabku.

Kami akan ke rumah sakit, membesuk Jacko. Dalam perjalanan ke rumah sakit, Rosmery memberikan penjelasan bahwa kaki kiri Jacko yang tergilas motor terpaksa diamputasi sebatas lutut.

“Dina, kamu harus kuat menerima kenyataan ini, harus tegar, dan bisa tersenyum untuk membangkitkan semangat Jacko yang down,” Rosmery menasihatiku. Aku sempat shock, tapi tidak lama karena memang tidak boleh lama. Dalam hitungan menit, aku akan segera bertemu Jacko di rumah sakit. Yang terpenting bagiku, Jacko selamat.

***

Jacko berusaha tersenyum melihat kami yang datang membesuk. “Jack, bagaimana keadaanmu? Kata dokter, kapan bisa pulang?” tanya Robert. “Sudah baikan,” jawab Jacko. “Minggu ini sudah boleh pulang,” kata Jacko riang.

38 Ketika Metta Memilih

“Saya sungguh beruntung,” kata Jacko. “Fanny menceritakan, karma baik masih berpihak ke saya. Saat tabrakan, saya terlempar dari motor dan pingsan. Kaki kiri dilindas motor dari arah belakang dan dari arah berlawanan, sebuah bus nyaris melindas kepala saya. Untungnya ada pejalan kaki yang berteriak dan memberi tanda agar bus berhenti. Jarak kepalaku dengan ban bus itu tinggal satu meter saat bus berhenti,” cerita Jacko.

Fanny sempat bertemu dengan dua orang yang mengantarkan saya ke rumah sakit. Saya sungguh berhutang nyawa pada orang yang menghentikan bus itu dan pada orang-orang yang berbaik hati mengantar saya ke rumah sakit.

Setelah ngobrol sebentar, Robert dan Rosmery pamit untuk menunggu di luar, memberikan kesempatan kepada kami untuk bicara empat mata.

“Aku bahagia kamu selamat,” kataku.

“Terima kasih, Sayang,” kata Jacko. “Tapi saya sekarang tidak seperti dulu lagi. Aku cacat. Mungkin seumur hidup aku harus berjalan dengan bantuan tongkat. Atau mungkin akan memakai kaki palsu, jalanku tidak akan sesempurna dulu...,” lanjut Jacko. “Kamu masih mau menemaniku?” kata Jacko lirih.

“Masa aku akan meninggalkan kamu saat seperti ini?” aku meyakinkan Jacko. “Aku tetap akan mendampingi kamu sampai akhir hayat... asal kamu janji, lain kali akan lebih berhati-hati dan tidak jadi orang yang emosian,” lanjutku. “Aku janji...,” kata Jacko tersenyum manis sekali sambil mengangkat telapak tangannya seperti seorang yang sedang diambil sumpah jabatan.

***

“Masa lalu tidak perlu disesali karena tak bisa diubah. Kita juga tak boleh merisaukan masa depan, yang belum pasti. Kita harus konsentrasi pada apa yang kita jalani saat ini. Yang kita jalani saat ini akan menentukan apa yang akan terjadi pada kita di masa depan,” begitu kata bijak yang kubaca di salah satu artikel Dhamma.

Tapi dalam hati, terkadang aku masih saja berharap, andai aku bisa kembali ke masa lalu, aku pasti akan memaksa Jacko melepaskan belalang sebelum Jacko mematahkan sebelah kaki belalang malang itu dengan penuh kebencian.

40 Ketika Metta Memilih

Ah... aku masih saja mengingkari kenyataan bahwa kita tak bisa kembali ke masa lalu. Harusnya aku tetap bersyukur karena berhasil mencegah Jacko membunuh belalang dengan penuh kebencian.

Aku mesti bersyukur Jacko masih hidup dan bisa menemaniku menjalani hari-hari yang akan datang.

Hidup ini sudah sulit, jangan dipersulit lagi. Banyak hal yang sebenarnya bukan persoalan tapi oleh manusia dijadikan persoalan. Menyelesaikan permasalahan hidup kita sendiri saja sudah cukup berat, mengapa harus menambah beban dengan mempersoalkan kehidupan orang lain yang jelas- jelas bukan urusan kita?

Dalam dokumen Ketika Metta Memilih ebook (Halaman 30-41)

Dokumen terkait