• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II GAMBARAN KEMISKINAN DALAM NOVEL LASKAR

2.1 Segi Pendidikan

Masyarakat asli Belitong dalam novel LP hidup dalam kemiskinan, dalam kehidupan sehari-hari mereka hidup serba kekurangan. Pendidikan bagi mereka merupakan hal yang tabu dan hanya buang-buang waktu karena bagi mereka untuk memenuhi kehidupan sehari-hari seperti makan pun susah apalagi sekolah. Menurut mereka dengan memasukkan anak ke sekolah akan menambah daftar pengeluaran dan tidak dapat menambah penghasilan. Oleh karena itu, orang tua banyak yang mengantarkan anaknya ke juragan pantai atau menjadikan anaknya sebagai kuli di pasar daripada mendaftarkan anaknya ke sekolah. Perhatikan kutipan berikut ini;

“Aku tahu beliau sedang gugup dan aku maklum bahwa tak mudah bagi seorang pria berusia empat puluh tujuh tahun, seorang buruh tambang yang beranak banyak dan bergaji kecil, untuk menyerahkan anak laki- lakinya ke sekolah. Lebih mudah menyerahkannya pada tauke pasar pagi untuk jadi tukang parut atau pada juragan pantai untuk menjadi kuli kopra agar dapat membantu ekonomi keluarga. Menyekolahkan anak berarti mengikat diri pada biaya selama belasan tahun.” (LP: 2-3).

Para orang tua (penduduk asli) tidak menyadari bahwa sekolah ataupun pendidikan sangat penting bagi masa depan anak-anak mereka, karena pendidikan adalah modal utama bagi proses pembangunan kehidupan bangsa. Oleh karena itu, sasaran yang ingin dicapai adalah untuk melahirkan generasi muda Indonesia yang penuh vitalitas, visi, serta persepsi yang luas di samping meningkatkan ketaqwaan kepada Tuhan yang Maha Esa. Selain ada orang tua yang tidak menyadari pentingnya pendidikan, tetapi ada juga orang tua yang menyadari bahwa pendidikan sangat penting. Salah satunya adalah orang tua Lintang. Sebagaimana terlihat dalam kutipan berikut ini;

“Ayahnya, yang seperti orang Bushman itu, sekarang menganggap keputusan menyekolahkan Lintang adalah keputusan yang tepat, paling tidak ia senang melihat semangat anaknya menggelegak. Ia berharap suatu waktu di masa depan nanti Lintang mampu menyekolahkan lima orang adik-adiknya yang lahir setahun sekali sehingga berderet-deret rapat seperti pagar, dan lebih dari itu ia berharap Lintang dapat mengeluarkan mereka dari lingkaran kemiskinan yang telah lama mengikat mereka hingga sulit bernafas.” (LP: 95).

Kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa orang tua Lintang berharap dengan pendidikan dapat mengeluarkan mereka dari kemiskinan. Hal ini sejalan dengan pendapat Hamalik (2003: 2) yang mengatakan, “Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.” Selanjutnya Hamalik (2003: 3) menambahkan lagi,

Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka mempengaruhi peserta didik supaya mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungannya dan dengan demikian akan menimbulkan perubahan dalam dirinya yang memungkinkannya untuk berfungsi secara adekwat dalam kehidupan masyarakat. Pengajaran bertugas mengarahkan proses ini agar sasaran dari perubahan itu dapat tercapai sebagaimana yang diinginkan.

Hal ini dipertegas lagi oleh Hidayatulhaq (2008) yang mengutip pendapat Frederick J. Mc Donald yang mengatakan, “Pendidikan adalah suatu proses atau kegiatan yang diarahkan untuk merubah tabiat (behavior) manusia. Yang dimaksud dengan behavior adalah setiap tanggapan atau perbuatan seseorang, sesuatu yang dilakukan oleh seseorang.”

Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan dapat mengubah pola pikir seseorang serta dapat membawa perubahan kepada seseorang ke arah yang lebih baik sesuai dengan yang diharapkan dan berguna bagi masyarakat di sekitarnya.

Inilah yang dilakukan orang tua Flo. Beliau adalah salah satu orang Melayu asli Belitong yang pintar dan menjadi orang staf. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut;

“Bapak Flo adalah orang hebat, seseorang yang amat terpelajar. Ia adalah insinyur lulusan terbaik dari Technische Universiteit Delf di Holland dari fakultas Werktuiqbouwkunde, Maritieme Techniek dan Technische Material wetenschappen, yang artinya kurang lebih: jago teknik. Ia adalah salah satu dari segelintir orang Melayu asli Belitong yang berhak tinggal di Gedong dan orang kampong yang mampu mencapai karier tinggi di jajaran elit orang staf karena kepintarannya.” (LP: 46-47).

Dari uraian petikan di atas, dapat disimpulkan bahwa orang pintar yang punya pendidikan tinggi akan mengangkat harkat dan martabat seseorang di tengah-tengah masyarakat. Selain memiliki pendidikan yang tinggi, dengan keterampilan yang dimilikinya akan mempermudah seseorang untuk mendapatkan pekerjaan yang layak ataupun karir yang bagus. Hal ini sejalan dengan pendapat Hidayatulhaq (2008) bahwa pendidikan merupakan jalan yang tepat untuk mengangkat manusia dari berbagai ketinggalan, termasuk dari lembah kemiskinan. Pendidikan bermaksud membantu peserta didik untuk menumbuhkembangkan potensi-potensi kemanusiaannya. Potensi kemanusiaan merupakan benih untuk menjadi manusia yang bermoral. Melalui pendidikan, selain memperoleh kepandaian berupa ketrampilan berolah pikir, manusia juga memperoleh wawasan baru yang akan membantu mengangkat harkat hidup manusia, baik sebagai pribadi maupun sebagai anak dari suatu bangsa. Akan tetapi, pada kenyataan bahwa pendidikan dan sistem pendidikan, baik dari sudut isi maupun pelaksanaannya semakin lama semakin tidak relevan dan mahal sehingga orang miskin yang ingin memanfaatkan pendidikan bagi perbaikan kehidupan tidak bisa ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Dengan kalimat

lain, pendidikan yang tinggi akan mengangkat harkat dan martabat seseorang di tengah-tengah masyarakat. Sebaliknya, tanpa pendidikan akan tetap menjadi orang yang bodoh.

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa keadaan para anggota Laskar Pelangi hidup dalam keadaan miskin tetapi mereka tidak pernah merasa lelah. Malah, menambah semangat mereka untuk menimba ilmu sehingga mereka tumbuh menjadi anak yang cerdas. Salah satunya adalah Lintang yang tumbuh menjadi anak yang cerdas. Simak pada kutipan ini;

“Ia tak terbendung, aku merinding melihat kecerdasan sahabatku ini. Peserta lain terpesona dibuatnya. Mereka seperti terbius sebuah kharisma kuat kecerdasan murni dari seorang anak Melayu pedalaman miskin, murid sekolah kampung Muhammadiyah yang berambut keriting merah tak terawat dan tinggal di rumah kayu doyong beratap daun nun jauh terpencil di pesisir.” (LP: 373).

Walaupun jarak antara sekolah dengan rumah Lintang sangat jauh dan sepanjang perjalanan banyak bahaya yang mengancam, tetapi dia tidak pernah bolos sekolah sekalipun karena dia menyadari bahwa pendidikan itu sangat penting dan dia juga haus ilmu pengetahuan. Berikut kutipannya;

“Dapat dikatakan tak jarang Lintang mempertaruhkan nyawa demi menempuh pendidikan, namun tak sehari pun ia pernah bolos. Delapan puluh kilometer pulang pergi ditempuhnya dengan sepeda setiap hari. Jika kegiatan sekolah berlangsung sampai sore, ia akan tiba malam hari di rumahnya. Pada suatu hari rantai sepedanya putus, tapi ia tak menyerah. Dituntunnya sepeda itu puluhan kilometer dan sampai di sekolah, kami sudah bersiap-siap akan pulang. Tak tampak kelelahan di matanya yang berbinar jenaka. Setelah itu, ia pulang dengan menuntun sepedanya lagi sejauh empat puluh kilometer.” (LP: 93-94).

Dalam kurikulum pendidikan Muhammadiyah, selain mendapatkan pendidikan umum, anak-anak Laskar Pelangi juga diberikan pendidikan agama

agar mereka tetap menjadi anak-anak yang soleh dan sholeha. Misalnya ketika Samson memberikan rahasia keindahan tubuhnya dengan cara pintas menuju kesempurnaan penampilan seorang lelaki kepada Ikal yaitu menekankan secara paksa bola tenis ke dada Ikal. Serta merta Ikal meronta dan berhasil melarikan diri dari paksaan Samson. Tetapi akibat tekanan bola tenis yang ada di dada Ikal, meninggalkan bekas yaitu tanda bulat merah kehitam-hitaman. Pada saat Ibunya menanyakan tanda itu, dia tidak berani berbohong karena dia ingat pelajaran Budi Pekerti Kemuhammadiyahan yang diajarkan Bu Mus. Berikut kutipannya;

“Ketika ibuku bertanya tentang tanda itu aku tak berkutik, kerena pelajaran Budi Pekerti Kemuhammadiyahan setiap Jumat pagi tak membolehkan aku membohongi orang tua, apalagi ibu.” (LP: 82).

Selain diajarkan pendidikan agama oleh Bu Mus, anak-anak Laskar Pelangi juga mendapatkan pelajaran agama dari Pak Harfan agar rajin salat, lewat kisah kaum Nabi Nuh yang ingkar kepada Allah dan tidak mau mengikuti ajaran agama yang dibawa oleh Nabi Nuh yaitu tidak mau mengerjakan salat. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut;

“Bapak yang jahitan kerah kemejanya telah lepas itu bercerita tentang perahu Nabi Nuh serta pasangan-pasangan binatang yang selamat dari banjir bandang. “Mereka yang ingkar telah diingatkan bahwa air bah akan datang…,”demikianlah ceritanya dengan wajah penuh penghayatan. “Namun, kesombongan membutakan mata dan menulikan telinga mereka hingga mereka musnah dilamun ombak….” Sebuah kisah yang sangat mengesankan. Pelajaran moral pertama bagiku: Jika tak rajin solat maka pandai-pandailah berenang.” (LP: 22).

Berbeda dengan Pak Harfan yang memberikan pelajaran agama lewat kisah-kisah para nabi, Bu Mus guru yang memiliki karisma tinggi dan sangat dihormati murid-muridnya secara tegas mengatakan kepada muridnya untuk salat

tepat waktu agar mendapat pahala lebih banyak. Berikut kutipannya yang menunjukkan hal tersebut;

“Shalatlah tepat waktu, biar dapat pahala lebih banyak,” demikian Bu Mus selalu menasihati kami. Bukankah ini kata-kata yang diilhami surat An- Nisa dan telah diucapkan ratusan kali oleh puluhan khatib? Sering kali dianggap sambil lalu saja oleh umat. Tapi jika yang mengucapkannya Bu Mus kata-kata itu demikian berbeda, begitu sakti, berdengung-dengung di dalam kalbu. Yang terasa kemudian adalah penyesalan mengapa telah terlambat shalat.” (LP: 31).

Walaupun setiap hari anak-anak Laskar Pelangi mendapatkan pendidikan agama, tetapi tidak berpengaruh terhadap Mahar. Mahar memiliki rasa ingin tahu yang tinggi terhadap hal-hal yang gaib dan menghabiskan waktu untuk kegiatan perdukunan yang membelakangi ayat-ayat Allah sehingga mulai menyimpang dari ajaran Islam. Hal ini membuat Bu Mus murka dan merasa kecewa dengan sikap Mahar. Untuk lebih jelasnya, simak kutipan berikut;

“Ini mulai serius, Mahar tertunduk makin dalam. Kami diam mendengarkan dan khotbah berlanjut. Berita utama: “Hiduplah hanya dari ajaran Al-Qur’an, Hadist, dan Sunnatullah, itulah pokok-pokok tuntunan Muhammadiyah. Insya Allah, nanti setelah besar engkau akan dilimpahkan rezeki yang halal dan pendamping hidup yang sakinah. Disambung berita penting: “Klenik, ilmu ghaib, takhayul, paranormal, semuanya sangat dekat dengan pemberhalaan. Syirik adalah larangan tertinggi dalam Islam.” (LP: 350-351).

Dari petikan di atas, jelaslah bahwa penggambaran kemiskinan dalam bidang pendidikan dalam novel LP sangat kental. Bagi sebagian masyarakat Belitong, pendidikan hanya membuang waktu. Mereka lebih baik bekerja daripada sekolah, sehingga banyak sekali anak-anak yang seharusnya berada di sekolah menuntut ilmu tetapi malah berada di pasar dan dijadikan kuli untuk membantu orang tuanya mencari nafkah untuk membantu memenuhi kehidupan sehari-hari.

Dokumen terkait