• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II GAMBARAN KEMISKINAN DALAM NOVEL LASKAR

2.2 Segi Status Sosial

Status sosial dalam novel LP sangat kontras antara penduduk asli Belitong dengan komunitas Gedong. Adanya status sosial dalam masyarakat asli Belitong yang hidup dalam keadaan miskin dengan komunitas Gedong yang hidup jauh lebih baik dan kaya adalah sesuatu yang harus diterima. Sebab Setiap manusia yang masih bayi dilahirkan dalam status sosial yang dimiliki orang tuanya. Dalam kenyataannya, tidak ada seorang pun dapat memilih status sosialnya sendiri. Status dipaksakan oleh keadaan yang harus diterima, tidak peduli kemudian hari ia senang atau tidak senang, harus menerima kedudukan ayahnya, yang misalnya seorang petani atau buruh. Setiap orang menyandang nasib yang sama yakni ia tidak dapat memilih kualitas biologis dan sosiologis kedua orang tuanya sesuai dengan keinginannya sendiri. Sama halnya dengan kenyataan bahwa ia tidak dimintai persetujuannya, apakah mau dilahirkan atau tidak. Demikian juga, anak- anak Laskar Pelangi dalam novel LP juga tidak dapat memilih untuk memiliki orang tua yang kaya. Mereka hidup dalam kemiskinan turun-temurun. Orang tua anak-anak Laskar Pelangi bekerja sebagai nelayan dan buruh di PN Timah. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut;

“Seperti Lintang, Syahdan yang miskin juga anak seorang nelayan. Tapi bukan maksudku mencela dia, karena kenyataannya secara ekonomi kami, sepuluh kawan sekelas ini, memang semuanya orang susah. Ayahku, contohnya, hanya pegawai rendahan di PN. Timah. Penghasilan ayahku lebih rendah dibandingkan penghasilan ayah Syahdan yang bekerja di bagan dan gudang kopra, penghasilan sampingan Syahdan sendiri sebagai tukang dempul perahu, serta ibunya yang menggerus pohon karet. Kemudian bapaknya A-Kiong yang menghidupi keluarga dari sebidang kebun sawi juga amat miskin.” (LP: 67-68).

Namun setelah anak-anak tadi tumbuh dewasa baru dapat menilai situasi dan kondisinya sendiri serta keluarganya. Ia dapat menggunakan kebebasan yang ada padanya untuk menerima atau memperbaiki nasib itu. Kenyataan membuktikan bahwa tidak sedikit anak yang berhasil meraih kedudukan sosial yang lebih tinggi daripada kedudukan orang tuanya.

Sama halnya dengan anak-anak Laskar Pelangi juga memiliki status sosial yang jauh lebih tinggi dari orang tua mereka. Walaupun untuk mencapai itu butuh perjuangan dan kerja keras, seperti yang dikatakan Hendropuspito (2004: 108- 109), mengatakan status dapat diperoleh dari:

1. Achieved status diperoleh seseorang bukan secara kebetulan, melainkan

atas usaha sendiri. Misalnya si A adalah seorang anak petani. Berkat ketekunan dalam pelajaran di Sekolah Dasar sampai dengan perguruan tinggi, ia berhasil menjadi seorang insinyur.

2. Ascribed status diperoleh orang tanpa usaha sendiri. Seorang Sultan,

misalnya Hamengkubuwono IX, dapat menduduki jabatan sultan bukan semata-mata karena usahanya sendiri, melainkan karena keturunan.

Berdasarkan uraian di atas, dalam novel LP termasuk dari Achieved Status yaitu memperoleh status sosial yang tinggi atas usaha dan kerja keras mereka sendiri. Setelah dewasa anak-anak Laskar Pelangi tumbuh menjadi orang yang sukses dan berpendidikan, seperti Kucai menjadi ketua salah satu fraksi di DPRD Belitong, dan gelar akademik yang paling tinggi di antara anak-anak Laskar Pelangi lainnya. Berikut kutipannya;

"Ada pula Kucai, sekarang ia adalah Drs. Mukharam Kucai Khairani, MBA. dan selalu berpakaian safari. Dulu di kelas otaknya paling lemah tapi sekarang gelar akademiknya termasuk paling tinggi di antara kami." (LP: 490).

Tidak hanya Kucai yang menjadi orang sukses, namun ada juga Syahdan yang tidak jauh sukses dengan Kucai. Setelah dewasa Syahdan menjadi manajer di salah satu perusahaan di Tangerang. Apabila Kucai yang paling tinggi gelar akademiknya di antara anggota Laskar Pelangi lainnya, maka Syahdan lebih sukses dari sudut material. Ini terlihat pada kutipan di bawah ini;

“…Syahdan, pria liliput putra orang Melayu, nelayan, jebolan sekolah gudang kopra Muhammadiyah telah menduduki posisi sebagai Information Technology Manager di perusahaan multinasional terkemuka yang berkantor di Tangerang. Dari sudut pandang material, Syahdan adalah anggota Laskar Pelangi yang paling sukses.” (LP: 479).

Selain Kucai dan Syahdan yang status sosialnya lebih baik dari orang tuanya, ada juga A-Kiong yang lebih baik dari pekerjaan orang tuanya yaitu dengan menghidupi keluarga dari sebidang kebun sawi yang sangat miskin, tetapi setelah dewasa A-Kiong dapat memperbaiki kehidupan keluarganya dengan membuka toko kelontong dan menikah dengan Sahara. Baca kutipan berikut;

“Sekarang mereka sudah punya anak lima dan membuka toko kelontong dengan judul Sinar Perkasa tadi.” (LP: 466).

Selain Kucai, Syahdan, dan A-Kiong, ada juga Lintang yang walaupun pekerjaannya tidak lebih baik dari anggota Laskar Pelangi lainnya, setidaknya dia dapat memenuhi permintaan ayahnya untuk tidak jadi nelayan seperti pekerjaan ayahnya, tetapi menjadi supir truk. Dapat disimak pada kutipan berikut;

“Jangan sedih Ikal, paling tidak aku telah memenuhi harapan ayahku agar tak jadi nelayan.” (LP: 472).

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa kehidupan masyarakat di Belitong dalam novel LP sangat kontras status sosialnya antara masyarakat asli Belitong dengan komunitas Gedong. Adanya kedudukan sosial seseorang dalam

masyarakat tidak ditentukan oleh satu faktor saja. Hal ini sejalan dengan pendapat Hendropuspito (2004: 105-107), yang memaparkan faktor-faktor yang menentukan kedudukan sosial adalah:

1. Kelahiran dalam suatu keluarga dianggap sebagai pangkal yang meneruskan kedudukan keluarga itu pada keturunannya. Kelahiran dalam keluarga yang kurang menguntungkan, baik dalam arti moral maupu n ekonomi dan sosial, ternyata tidak dapat membebaskan keturunannya dari “hukum karma” itu. Misalnya, anak-anak dari keluarga G30 S/PKI yang tidak bersalah dalam pemberontakan itu, ternyata ikut menderita “dosa warisan” itu.

Hal ini jelas terjadi pada masyarakat Belitong karena mereka hidup miskin sejak dari leluhurnya karena Belitong dikuasai oleh penduduk pendatang (Komunitas Gedong). Jadi, para anak-cucu penduduk asli mendapat warisan bukan berupa uang atau kedudukan yang tinggi tetapi kemiskinan yang turun- temurun.

2. Unsur-unsur biologis seperti jenis kelamin ikut menentukan kedudukan sosial, baik individual maupun kategorial.

Kedudukan jenis kelamin yang tinggi adalah pria karena pria merupakan tulang punggung dan sebagai imam bagi keluarganya. Tanggung jawabnya pun lebih besar daripada wanita. Begitu juga dalam novel LP, seperti tokoh Lintang yang harus berhenti sekolah karena menggantikan posisi ayahnya untuk mencari nafkah untuk keluarganya karena ayahnya meninggal dunia.

3. Harta kekayaan juga merupakan faktor yang ikut menentukan kedudukan sosial, baik perorangan maupun kategorial. Golongan orang kaya di mana- mana mendapat kedudukan lebih tinggi daripada golongan orang miskin. Faktor yang ketiga ini, dalam novel LP sangat kontras karena orang kaya (Komunitas Gedong) mendapatkan kedudukan yang lebih tinggi dari penduduk asli Belitong. Ini terlihat dari masyarakat Gedong mendapatkan kemudahan- kemudahan baik dari pendidikan maupun kesehatan. Sedangkan penduduk asli hidup terpinggirkan.

4. Pekerjaan juga ikut menentukan kedudukan sosial seseorang. Pekerjaan halus (otak/intelektual) umumnya dinilai lebih tinggi daripada pekerjaan kasar (tangan), sehingga yang pertama menghasilkan kedudukan lebih tinggi daripada yang kedua.

Pekerjaan juga menentukan kedudukan sosial seseorang, seperti orang staf yang bekerja di Belitong dengan otaknya atau ilmunya sehingga dapat menguasai Belitong. Sedangkan penduduk asli Belitong yang bodoh hanya bisa menjadi buruh rendah di PN Timah. Tetapi ada salah satu penduduk asli Belitong yang berhak tinggal di Gedong karena kepintarannya yaitu bapaknya Flo dan mendapatkan kedudukan yang lebih tinggi daripada penduduk asli Belitong lainnya.

Berdasarkan uraian di atas, sangat jelas kedudukan sosial seseorang dalam masyarakat tidak ditentukan oleh satu faktor saja. Dapat pula terjadi beberapa faktor bersama-sama menentukan kedudukan sosial seseorang atau suatu golongan. Dalam hal demikian, sulit menentukan faktor mana yang mempunyai pengaruh dominan terhadap kedudukan sosial.

Akibat kontrasnya status sosial yang terjadi dalam masyarakat asli Belitong dengan komunitas Gedong dapat terlihat pada pemilihan sekolah. Anak- anak dari orang staf, sekolah di PN Timah yaitu sekolah yang paling elit di Pulau Belitong dan hanya boleh dimasuki oleh orang-orang kaya. Sedangkan anak-anak penduduk asli Belitong hanya dapat sekolah di sekolah kampung, salah satunya adalah sekolah Muhammadiyah. Sekolah yang paling miskin di Belitong. Di sinilah anak-anak Laskar Pelangi didaftarkan oleh orang tuanya. Ini dapat dilihat pada kutipan di bawah ini;

“Adapun sekolah ini, SD Muhammadiyah, juga sekolah kampong yang paling miskin di Belitong. Ada tiga alasan mengapa para orang tua mendaftarkan anaknya di sini. Pertama, karena sekolah Muhammadiyah tidak menetapkan iuran dalam bentuk apa pun. Para orang tua hanya menyumbang sukarela semampu mereka. Kedua, karena sifat firasat, anak- anak mereka dianggap memiliki karakter yang mudah disesatkan iblis sehingga sejak usia muda harus mendapat pendadaran Islam yang tangguh. Ketiga, karena anaknya memang tak diterima di sekolah mana pun.” (LP: 4).

Patokan yang menentukan status sosial seseorang dalam memilih sekolah, dapat ditegaskan lagi pada kutipan berikut;

“Murid PN umumnya anak-anak orang luar Belitong yang bapaknya menjadi petinggi di PN. Sekolah ini juga menerima anak kampung seperti Bang Amran, tapi tentu saja yang orang tuanya sudah menjadi orang staf. Mereka semua bersih-bersih, rapi, kaya, necis,dan pintar-pintar luar biasa.” (LP: 59).

Andrea juga mampu mendeskripsikan status sosial yang terjadi pada masyarakat Belitong dengan detail yang kuat yaitu orang staf yang tinggal di Gedong dan adanya pembatas antara rumah orang staf dengan penduduk asli yang tinggal di pinggiran. Berikut kutipannya;

“Persis bersebelahan dengan toko-toko kelontong milik warga Tionghoa ini berdiri tembok tinggi yang panjang dan di sana sini tergantung papan

peringatan “DILARANG MASUK BAGI YANG TIDAK MEMILIKI HAK.” Di atas tembok ini tidak hanya ditancapi pecahan-pecahan kaca yang mengancam tapi juga dililiti empat jalur kawat berduri seperti di kamp Auschwits. Namun, tidak seperti Tembok Besar Cina yang melindungi berbagai dinasti dari serbuan suku-suku Mongol dari Utara. Di Belitong tembok yang angkuh dan berkelak-kelok sepanjang kiloan meter ini adalah pengukuhan sebuah dominasi dan perbedaan status sosial.” (LP: 36).

Dari uraian di atas, sangat jelas bahwa status sosial seseorang berubah, kuncinya adalah impian dan kerja keras. Itulah yang dilakukan oleh anak-anak Laskar Pelangi, kemiskinan tidak menjadi alasan untuk tidak bersekolah dan menuntut ilmu tetapi sebagai suatu dorongan untuk ke arah yang lebih baik lagi.

Dokumen terkait