• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Perusahaan

4.1.1 Sejarah berdirinya Jawa Pos

Jawa Pos dalam sejarahnya memiliki dua hari ulang tahun. Pertama, ketika diterbitkan pada tanggal 1 Juli 1949, yang kedua menandai dimulainya pembaharuan menejemen pada tanggal 1 April 1982. Sebagai salah satu harian tertua di Indonesia, Jawa Pos mulanya bernama Java Post dan pernah menjadi Djawa Pos, hingga saat ini menjadi Jawa Pos,

Pendiri dan pemilik Jawa Pos adalah The Cung Sen (Soeseno Tejo), seorang WNI kelahiran Bangka yang bekerja di kantor film Surabaya. Tugas The Cung Sen semula adalah selalu menghubungi surat dan kabar agar pemuatan iklan filmnya lancar. Dari sinilah muncul pemikiran bahwa memiliki surat kabar harian yang terbit pagi hari dengan berita-berita umum sebagai ciri utama.

Harian ini tentu pada mulanya dikenal sebagai harian Melayu-TiongHoa. Java Post bukan satu-satunya harian Melayu-Tionghoa pada saat itu karena sebelumnya sudah ada Pewarta Soerabaia, Trompet Masyarakat dan Perdamaian. The Cung Sen berangkat tentunya dari keberhasilan Pewarta Soerabaia yang telah berhasil memantapkan posisinya sebagai Koran dagang di Surabaya.

Apa yang menjadi impian The Cung Shen sulit dilaksanakan. Sebagai harian yang berhaluan Republikien, Java Post sangat sulit mendapatkan simpati di kalangan pembaca keturunan Cina di Surabaya. Mereka lebih suka membaca koran lainnya yang masih berkiblat ke arah tanah leluhur mereka, dan kebanyakan harian Melayu-Tionghoa lainnya yang terbit di Surabaya ataupun yang terbit di Jakarta juga masih berkiblat seperti itu. Sikap memihak pada republik pada saat itu diantara koran-koran Melayu-Tionghoa merupakan hal yang jauh dari pemikiran mereka. Ini tentunya tidak lepas dari orientasi The Cung Sen yang jauh kedepan dan tidak hanya menggandakan bisnis semata. Pemimpin redaksi pertamanya adalah Goh Tjing Hok dan sejak tahun 1953 dipegang oleh Thin Oen Sik. Keduanya merupakan orang-orang Republikien.

Dalam perkembangan selanjutnya, The Cung Sen bisa disebut sebagai raja surat kabar dari Surabaya. Dialah yang di tahun 1950-an memiliki tiga surat kabar sekaligus. Satu berbahasa Indonesia, satu berbahasa Tionghoa, dan satunya berbahasa Belanda. Yang terakhr ini kemudian diubah menjadi Indonesian Daily News yang berbahasa Inggris. Sebab saat itu Bung Karno sedang gencar-gencarnya anti Belanda. Hal-hal yang berbau Belanda diminta untuk diubah, termasuk koran milik The Cung Sen, Vrijie Pers. Sedangkan korannya yang berbahasa Tionghoa malah tidak terbit sama sekali. Sehingga tinggalah Java Post.

Terbitan pertama Java Post sendiri dicetak di percetakan Agill, di jalan Kiai Mas Mansyur di Surabaya dengan 1.000 eksemplar. Sejak 1 April 1954, Java Post dicetak dipercetakan De Vrijie Pers, jalan Kalisin 52 Surabaya. Dari tahun ke tahun, jumlah oplah Java Post mengalami peningkatan. Tercatat pada tahun 1958-1957 oplah mencapai 4.000 eksemplar. Kemudian tahun 1958-1964 oplah mencapai 10.000 eksemplar. Pada tahun 1958, Java Post berganti ejaan menjadi Djawa Pos. Kemudian sejak tahun 1965, nama Djawa Post ejaannya lebih disempurnakan lagi menjadi Jawa

Pos. Pada saat itu perkembangan Jawa Pos semakin membaik dengan oplah yang mencapai 20.000 eksemplar pada tahun 1965-1970. Hal ini tidak berlangsung lama, Jawa Pos sempat mengalami penurunan oplah pada tahun 1971-1981 menjadi 10.000 eksemplar. Lebih parah lagi, pada tahun 1982 oplah Jawa Pos tinggal 6.700 eksemplar. Jalur distribusinya pun di Surabaya hanya sampai dengan 2.000 eksemplar, sedangkan lainnya di beberapa kota di Jawa Timur. Pada saat itu, di Malang hanya beredar 350 eksemplar saja.

Penurunan oplah ini dikarenakan sistem menejemen yang ditetapkan semakin kacau. Selain itu juga karena ertinggalnya teknologi cetak yang dimiliki Jawa Pos. Rendahnya oplah ini mengakibatkan kecilnya pendapatan, sehingga The Chung Sen sebagai pemilik perusahaan menjual mayoritas sahamnya pada PT. Grafiti Pers pada tanggal 16 April 1982 dan pengolahan Jawa Pos diserahkan pada bapak Dahlan Iskan yang pada saat itu menjabat sebagai kepala biro mingguan Tempo di Surabaya. Sejak itu, perkembangan harian Jawa Pos semakin membaik. Ditahun 1992 sampai sekarang ini oplahnya mencapai 496.805 eksemplar. Untuk isi beritanya tidak mengalami perubahan dan tetap berkembang sebagai surat kabar umum (sumber : Company Profile JP 2007).

4.1.1.1 Kebijakan Redaksional Jawa Pos

Dalam pemuatan berita, sebelumnya terdapat penyeleksian terlebih dahulu dengan melihat situasi, kondisi, toleransi, pandangan dan jangkauan. Jadi tidak ada pembagian untuk tema kriminal berapa dan tema yang lain berapa. Pemuatan berita dapat dilihat dari bobot berita, maka akan semakin luas dalam penulisannya. Dalam pemuatan berita olah raga, yang dimuat adalah olah raga rakyat. Dalam pemuatan

berita-berita politik, Jawa pos selalu memiliki prinsip bahwa apa yang diberitakan adalah benar, tetapi tidak semua kebenaran harus diberitakan.

Dalam pemuatan suara berita, Jawa Pos juga melihat koridor yang ada saat itu. Apakah koridornya terbuka atau tertutup. Hal ini akan sangat sensitif. Menurut Jawa Pos, dari fakta yang sama tergantung dari kemampuan media massa untuk mengaduk-aduk emosional pembaca. Oleh karena itu dibutuhkan kemampuan reporter dalam menulis berita, dan kesanggupan redaktur untuk menyetujui atau tidak.

Cara mendapat berita Jawa Pos yaitu dengan menempatkan wartawan di pos masing-masing. Ada pos kriminal, Pemda, Hakim, dan sebagainya. Selain berita yang mendadak juga ada berita yang direncanakan. Setiap hari di Jawa Pos ada rapat perencanaan, yang selain mengevaluasi apa yang telah dikerjakan, juga menentukan apa yang akan diberitakan besok atau tentang kelanjutan berita sebelumnya, baik kejadian yang akan terjadi sesuai jadwal atau pendapat pakar. Untuk berita kriminal (berita tak terduga) didapatkan dari berbagai sumber, bisa dari kepolisian, berdasarkan laporan polisi, bisa juga dari investigasi, lalu dilakukan cross check.

Jawa Pos dalam mendapatkan berita sangat mudah, yaitu dari kantor berita ANTARA. Saat ini Jawa Pos memiliki 21 anak perusahaan. Dari Jawa Pos Net News

(JPNN) atau Bank. Naskah. Semua berita masuk ke JPNN dari semua anak perusahaan bisa mengambil, sehingga pada halaman satu semua surat kabar memuat isu nasional, tetapi untuk halaman yang lain ada halaman khusus untuk berita lokal, jadi koran tidak akan disebut lokal atau nasional jika dilihat dari isi beritanya. Dengan JPNN, Jawa Pos bisa mengambil berita diseluruh pelosok tanah air, sehingga tanpa wartawan, Jawa Pos dapat mengetahui kejadian yang ada di daerah lain melalui informasi yang disampaikan oleh anak perusahaan kita ke JPNN. Misalnya untuk

mengetahui kejadian yang ada di Irian Jaya, maka Jawa Pos tidak perlu mengirimkan wartawannya kesana, tetapi dengan laporan dari Cendrawasih Pos, sehingga semua informasi yang ada disana telah ditemukan.

Jawa Pos Juga berusaha menjaga citra yang selama ini sudah terbentuk. Menurutnya semakin bagus citra, maka semakin banyak pemasang iklan yang berdatangan sehingga membawa keuntungan tersendiri bagi Jawa Pos. Prinsip penulisannya yang dahulunya hanya 5W+1H, saat ini telah ditambah dengan 1S, yaitu

Security (Keamanan).

4.1.1.2 Oplah dan Distribusi

Jumlah oplah yang beredar saat ini sekitar 496.805 eksemplar. Peredarannya dikhususkan lebih ke Surabaya sebagai pusat peredarannya (77,29%) beredar di Jawa Timur, dengan konsumen terbesar yaitu kota Surabaya. Sedangkan 32,71% sisanya beredar hampir di seluruh kota besar di Indonesia seperti di Jawa Tengah, Yogyakarta dan Jakarta beredar sebanyak 10,80%. Dari status sosial ekonomi, 40% pembaca adalah kelompok eksekutif, selanjutnya adalah karyawan sebanyak 15%, pelajar 26%, ibu rumah tangga sebanyak 9%, dan lain-lain sebesar 10%.

4.1.1.3 Profil Pembaca

Dari segi usia, pembaca Jawa Pos terbanyak adalah yang berusia antara 20-29 tahun, yaitu sebanyak 42%. Selanjutnya adalah pembaca yang berusia lebih dari 30 tahun yaitu sebanyak 43%. Sedangkan yang kurang dari 19 tahun atau remaja sebanyak 15%.

Dokumen terkait