• Tidak ada hasil yang ditemukan

2) Data Sekunder

2.1 Sejarah Desa Lama

Desa Lama merupakan suatu kawasan perkampungan yang letaknya sangat strategis dan sudah sangat terkenal di masyarakat kota Pangkalan Berandan saat ini. Menilik kepada history desa yang mana informansi ini peneliti dapatkan dari hasil wawancara dengan salah seorang warga yang sejak lahir memang sudah menetap di Desa Lama. Sebenarnya banyak para orangtua dahulu yang rapi menyimpan informasi ini, hanya saja sekarang tersisa dua orang saja, yang lainnya sudah meninggal dunia. Wak Talib, biasa orang memanggilnya. Pria kelahiran 1945 ini masih terlihat sangat sehat jasmani dan rohani saat peneliti datang mengunjunginya pada 28 Juni 2018 pukul 20.20 WIB. Saat melakukan wawancara, kakek Banjar ini masih sangat jelas mendeskripsikan semua pertanyaan peneliti, meskipun sedikit agak ngawur dikarenakan usianya yang sudah lanjut dan pendengaran yang sedikit bermasalah, namun secara keseluruhan wawancara berjalan dengan baik. Saat melontarkan pertanyaan, dengan sigap beliau memahami maksud pertanyaan tersebut dan langsung menjawabnya.

Berdasarkan hasil wawancara, Desa Lama merupakan kawasan hutan karet pada masa itu, sejak lahir beliau memang sudah menetap di desa bersama orangtuanya sekitar tahun 1940-an, sehingga dapat diperkirakan keberadaan mereka memang sudah ada sejak tahun 1930-an. Kala itu jumlah penduduk sangatlah sedikit dan jarak setiap rumah pun layaknya antar dusun. Menjadi kawasan penghasil minyak mentah terbesar di Kabupaten Langkat pada masa itu menjadikan Desa Lama sebagai salah satu asrama tentara, baik itu Jepang maupun

Belanda. Aktivitas yang dilakukan penduduk setiap harinya adalah bercocok tanam untuk memenuhi pangan para tentara serta mengangkut minyak bumi menggunakan muntek5 melalui jalan sempit, namun sayangnya jejak muntek sendiri sudah hilang sejak 1960-an beserta relnya. Keadaan ini pun terus berlangsung sampai pada tahun 1960. Hingga pada akhirnya tentara perlahan mulai hilang meninggalkan desa dikarenakan minyak bumi semakin merosot pasokannya.

Di tengah-tengah perbincangan, kami disuguhi minuman manis berwarna merah muda, yang biasa disebut sirup kurnia ditemani sisa-sisa kue lebaran.

Meskipun sederhana malam itu terdengar sangat riuh, karena saat peneliti mewawancarai Wak Talib, ibu peneliti pun berbincang dengan teman lamanya yakni istri Wak Talib. Kami duduk di ruang tengah di depan televisi bersama salah seorang anak laki-laki Wak Talib. Di dalam rumah sederhana berdindingkan papan dan bertanahkan semen dialasi tikar plastik dengan cahaya lampu ruangan yang terlihat meredup, malam itu kami lewati dengan canda, tawa lewat obrolan Wak May yang terdengar begitu bising karena intonasinya bicaranya yang tinggi layaknya meggunakan microfon. Bagaimana tidak? sekali lagi, kegiatan wawancara ini menjadikan ajang silaturrahim yang mana sudah sangat lama kedua teman ini tidak bertemu meskipun jarak rumah mereka yang tidak terlalu jauh, hanya berbeda dusun saja.

Lebih lanjut Wak Talib menjelaskan sejak tentara mulai menghilang penduduk pun mulai berdatangan satu persatu, mereka mulai membuka kampung

5Muntek merupakan alat transportasi seperti lori yang berbentuk persegi berfungsi untuk

dengan menebang hutan. Pada umumnya penduduk yang datang merupakan suku Jawa yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Kebun Lada Binjai, Sumatera Utara. Sedangkan daerah asal mereka adalah Jawa Tengah. Bagaimana mereka bisa sampai menjadi buruh di Kebun Lada? Hal itu dikarenakan pemberontakan besar-besaran pada masa Partai Komunis Indonesia (PKI) dahulu di Pulau Jawa, sehingga membuat penduduknya banyak yang bermigrasi keluar pulau untuk menyelamatkan hidup, termasuk mereka diantaranya. Pulau Sumatera merupakan tujuan hidup mereka dan sampailah ke Kota Binjai yang mana mereka bekerja sebagai buruh kebun disana untuk melanjutkan hidup di tempat yang baru tentunya. Setelah mereka di PHK lantas ada yang mengajak untuk membuat kehidupan di suatu daerah yang akhirnya menuntun perjalanan hidup mereka ke Desa Lama hingga saat ini. Kedatangan mereka tidak serta merta sekaligus berbondong-bondong. Tahun 1968 warga mulai berdatangan meskipun jumlah mereka yang masih sedikit hingga pada tahun 1970 puncak kedatangan warga yang membuat Desa Lama berubah menjadi kawasan padat penduduk dan hutan pun mulai ditebang berganti menjadi rumah-rumah penduduk.

Foto 1. Pintu Masuk ke Desa Lama

Desa Lama sendiri merupakan sebuah nama yang diberikan oleh warga terdahulu, warga asli Desa Lama. Namun seiring perkembangannya nama ini pun mengalami beberapa perubahan diantaranya:

 Desa Lama Sungai Lepan : nama asli yang diberikan oleh penduduk

terdahulu di daerah ini yang mana keadaan saat itu masih hutan belantara dengan jumlah penduduk yang sangat sedikit dan merupakan daerah aliran sungai lepan

 Kramat Jaya: nama ini tercetus saat penduduk mulai bermunculan di Desa Lama sekitar tahun 1960 an sampai 1975. Dasar pemberian nama ini adalah kata ―kramat‖ yang mana menggambarkan keadaan desa pada waktu itu penuh dengan hal mistis dan sangat dipercayai oleh masyarakat setempat. Keadaan ini ditandai dengan berbagai kejadian-kejadian aneh yang dialami masyarakat semenjak kedatangan mereka. Lantas dengan berbagai kejadian tersebut diharapkan desa memiliki kejayaan meskipun kerap ditimpa hal-hal gaib.

 Paya Mala : nama terakhir yang dihadirkan sekitar tahun 1975 sampai sekarang saat mulai terjadi pergantian Kepala Desa disana.

Tak banyak orang yang mengetahui alasan pergantian nama-nama tersebut, mereka lebih kepada mengikuti apa yang diperintahkan oleh pimpinan mereka atau memang ikut-ikut saja sejak awal karena bukan kuasa bagi mereka untuk bertanya. Meskipun telah beberapa kali mengalami perubahan nama desa, namun hal ini tak menjadi sebuah keharusan bagi masyarakat untuk bertahan pada satu nama saja. Hal ini masih sangat jelas terlihat banyak diantara masyarakat yang masih menggunakan nama Desa Lama sebagai identitas tempat tinggal

mereka, selain itu Kramat Jaya juga tak luput dari pilihan mereka terkhusus bagi pengurus pemerintahan disana. Sedangkan nama Paya Mala sendiri sebenarnya yang paling termahsyur dikalangan masyrakat setempat maupun masyarakat luar.

Dari hal tersebut setidaknya dapat tergambarkan kedudukan masing-masing nama desa yang mana Desa Lama digunakan untuk kepentingan birokrasi dengan pemerintahan luar, Kramat Jaya dugunakan dalam birokrasi pemerintahan dalam, sedangkan Paya Mala adalah penggunaan bahasa sehari-hari masyarakat dalam dan luar desa. Artinya, sampai saat ini ketiga nama yang pernah singgah di desa tersebut memiliki tempat masing-masing dalam masyarakat tanpa harus mempertahankan salah satunya dan meninggalkan lainnya.

Sejak tahun 1975 hingga sekarang penduduk semakin padat karena kehidupan masyarakat sudah sampai kepada anak cucu mereka dan berbagai garis keturunan yang saling sambung menyambung kepada keluarga lainnya. Hal inilah yang menjadikan Desa Lama semakin mengalami kemajuan dibidang luas wilayahnya dan kepadatan penduduknya.