• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejarah Inabah VII Putra

INABAH SELAYANG PANDANG

C. Sejarah Inabah VII Putra

C. Sejarah Inabah VII Putra

Pondok Remaja Inabah VII atau disebut Inabah VII berdiri pada tanggal 11 Januari 1983 di Kampung Rawa, Desa Cilincing, Kec. Sukahening, Kabupaten Tasikmalaya Pos Rajapolah 46155. Luas area Inabah VII lebih kurang 2800 M2 yang terdiri dari dua bangunan utama yaitu ruangan kantor, kamar pembina, ruang tamu, dapur, garasi, masjid dan bangunan asrama Anak Bina yang terdiri dari kamar Anak Bina, tempat mandi, wudhu, lapangan olah raga dan mushola.

Pada awal berdiri, Inabah VII diperuntukkan khusus untuk menampung para Anak Bina dari Inabah XVII dan Inabah II yang sementara vakum. Saat ini asrama Anak Bina Putri Inabah VII sudah beralih menjadi Sekolah Menengah Kejuruan, sebagaimana yang dituturkan Pembina Inabah VII, KH. Ahmad Anwar sebagai berikut;

“Kita punya asrama putri karena waktu Inabah II putri punya Gaos membubarkan diri, terus Inabah XVII putri harus ditutup oleh Pangersa Abah jadi tidak ada penyaluran waktu itu, akhirnya Abah nyuruh dibawa kesini (Inabah VII), memang awalnya kita ngontrak dulu rumah tiga tahun, alhamdulillah ada rejeki kita bangun asrama ini, kira-kira setelah berjalan sepuluh tahun Inabah II buka lagi, Inabah XVII juga buka,...”.

Keberadaan lokasi Inabah VII tergolong sepi. Kesan sepi ini yang peneliti rasakan pertama kali datang ke Inabah VII. “Pada hari Rabu tanggal 19 September 2012 sekitar pukul 09.15 WIB saya tiba bersama Rombongan teman-teman Short Course Metodologi Etnografi 2012 dengan menggunakan 2 mobil dari kampus IAILM. Kami datang dipandu panitia, yaitu

35 Kang Asep, Kang Saeful dan Kang Wawan. Keadaan Pondok

lengang waktu kami tiba, kami bahkan sempat berputar-putar menyusuri beberapa lantai bawah Inabah VII. Saya sempat berfoto-foto dengan teman-teman, seperti biasa teman kami Pak Abdurrahman dari Bogor paling sibuk dengan urusan dokumentasi pribadi. Setelah beberapa saat panitia berinisiatif naik ke lantai atas untuk menghubungi pembina Inabah VII. Kira-kira sekitar 5 menit kemudian kami disuruh naik ke lantai atas dipandu oleh Kang Asep yang turun menemui kami di lantai bawah untuk menemui pengelola Inabah VII Pondok Pesantren Suryalaya”.

Gambaran suasana Inabah VII yang sepi pada kedatangan pertama peneliti rasakan juga pada kedatangan kali kedua. “Pada Hari Jum’at, tanggal 12 Oktober 2012 saya mengunjungi Pondok Inabah VII Suryalaya untuk kedua kalinya, sama seperti pada kunjungan pertama saya beserta rombongan Short Course Etnografi keadaan Pondok ketika saya sampai dalam keadaan sepi begitu juga dengan rumah di sekitarnya. Sore itu di Masjid Jumhuriyah yang berada di sebelah kanan Inabah VII sedang digelar pengajian sore khusus untuk ibu-ibu. Setelah beberapa saat saya menunggu dengan bantuan seorang anak kecil yang sedang bermain-main di depan Pondok saya meminta bantuannya untuk memanggil pembina Inabah VII. Tak lama kemudian saya bertemu dengan Bu Haji. Selanjutnya saya dipersilahkan oleh Ibu Haji-sebutan untuk istri KH. Anwar Mahmud- duduk di ruang tamu lantai II sambil menunggu Pak Haji pulang. Beberapa saat kemudian saya dipersilahkan minum teh oleh staf Inabah VII”.

36 Bentuk desain bangunan yang lebih menyerupai sebagai

tempat kegiatan, tempat pertemuan atau semacam aula daripada sebagai tempat rehabilitasi. Hal ini dipertegas dengan keberadaan masjid yang terletak disamping sebelah kiri bangunan Inabah VII. Berdasar pengamatan bentuk bangunan Inabah VII banyak didominasi berupa ruangan yang terhubung dengan lorong-lorong sempit. Lorong-lorong yang ada dalam bangunan Inabah VII bagi orang awam, tentu akan membingungkan, terlebih lagi ruang-ruang di Inabah VII terintegrasi antara lorong satu dengan yang lain tanpa terkecuali akses masuk asrama Anak Bina Inabah VII. Pintu masuk Asrama Anak Bina dapat dicapai melalui akses dua pintu melalui ruangan pembina dan ruang dapur yang terhubung hingga ke ruang tamu.

Masjid Al- Jumhuriyyah yang berada di kompleks Inabah VII digunakan sebagai tempat untuk melakukan kegiatan ibadah dan keagamaan bagi warga sekitaran Kampung Rawa, Desa Cilincing. Menurut KH. Ahmad Anwar selain sebagai tempat menunaikan sholat, masjid Al- Jumhuriyyah juga berfungsi sebagai tempat kegiatan keagamaan, seperti pengajian. Pengajian yang diselenggarakan selain bertujuan untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan juga bertujuan sebagai sarana bagi Inabah VII untuk meminta permohonan doa dari para jamaah pengajian bagi kesembuhan para Anak Bina yang sedang menjalani rehabilitasi di Inabah VII.

Saat ini Inabah VII dibina oleh KH. Ahmad Anwar yang dibantu oleh beberapa orang staf. Untuk pengelolaan harian di Inabah VII Putra, ditugaskan beberapa staf yang menangani kelancaran operasional diantaranya; staf dapur, adminitrasi, keamanan dan pembantu umum. Anak Bina yang menghuni

37 Inabah VII saat ini berjumlah 46 Anak Bina, beberapa

diantaranya masih labil sehingga harus diperlakukan secara khusus. Pada umumnya Anak Bina berasal dari seluruh Indonesia tetapi masih didominasi daerah Pulau Jawa. Adapun penghuni dari luar daerah seperti Kalimantan dan Sumatra tetapi hanya sebagian saja. Umur Anak Bina yang menghuni Inabah VII Putra bervariasi dari usia remaja sampai orang tua, dari kisaran usia 18 tahun hingga yang tertua 83 tahun. Jumlah alumni Inabah VII telah mencapai total 4400 Anak Bina yang terdiri atas 3900 Anak Bina putra dan 500 Anak Bina putri.

Menurut KH. Ahmad Anwar para korban penyalahgunaan NAPZA atau penyimpangan perilaku yang datang ke Inabah VII tidak bisa dianalisis terlebih dahulu tingkat ketergantungan Narkoba yang dideritanya. Kedatangan awal Anak Bina pada umumnya tidak bisa diobservasi terlebih dahulu seberapa besar ketergantungannya akan tetapi Anak Bina langsung dimandikan oleh Pembina atau wakil Pembina Inabah VII. Proses mandi taubat ini merupakan rangkaian awal dari tahapan-tahapan terapi Inabah selanjutnya yang harus dilalui anak bina. Tahap-tahap terapi Inabah selanjutnya adalah; melaksanakan sholat Fardhu dan sholat sunnah, dzikir dan membaca Al- Qur’an, puasa dan kegiatan-kegiatan penunjang terapi Inabah lainnya (Wawancara dengan KH. Ahmad Anwar pada tanggal 12 Oktober 2012). Beliau menambahkan bahwa ada tiga cara Anak Bina ke Inabah VII; yang pertama, datang dengan kemauan sendiri. Kedua, ditipu dengan berbagai cara, dibohongi dengan dalih mencari ilmu kekebalan dan lain sebagainya. Ketiga, dengan cara melalui dinas terkait; ada yang dikirim melalui polisi, tentara dan ada juga yang melalui

38 bantuan Rumah Sakit Jiwa, dengan cara disuntik dan dibawa ke

Inabah VII.

Untuk rencana pengembangan kedepan selain membina Anak Bina, Inabah VII berencana membuka Pondok Pesantren Jumhurriyah Inabah VII. Pendirian Pondok Pesantren Jumhurriyah bertujuan untuk menfasilitasi anak kurang mampu di sekitar lokasi Inabah VII untuk melanjutkan pendidikan. Hal ini dilakukan sebagai upaya Inabah VII untuk memberikan manfaat kepada masyarakat sekitar, tidak hanya menfasilitasi kegiatan-kegiatan keagamaan, tetapi juga memberikan solusi kongkrit bagi anak-anak putus sekolah untuk melanjutkan pendidikan (Hasil wawancara dengan KH. Ahmad Anwar pada tanggal 13 Oktober 2012).

Fasilitas-fasilitas yang dimiliki Inabah VII berasal dari dana pribadi pengelola dimana pengelola mendapatkan dana tersebut dari iuran pembayaran orang tua Anak Bina yang dirawat di Inabah VII serta bantuan dari pihak-pihak lain yang tidak mengikat. Seluruh aset sarana dan prasarana, baik gedung maupun fasilitas lainnya yang digunakan adalah milik Inabah VII. Sebagai sebuah tempat rehabilitasi Inabah VII memiliki sarana dan prasarana pendukung yang cukup memadai dari segi penyediaan fasilitas sebuah tempat rehabilitasi. Yang menjadi kendala saat ini adalah faktor bangunan yang sudah saatnya untuk direnovasi, terutama musholla dan asrama bagi Anak Bina. KH. Ahmad Anwar saat ini tengah mengupayakan dana untuk renovasi Inabah II.

Tabel 1. Sarana dan Prasarana Inabah VII Putra No. Sarana dan Prasarana Jumlah

39

2. Kamar Tidur 12 Unit

3. Kantor 1 Unit

4. Aula 1 Unit

5. Masjid 1 Unit

6. Ruang Konseling 1 Unit

7. Kamar Mandi 8 Unit

8. Ruang Makan 1 Unit

9. Kasur Perawatan 50 Unit

10. Dapur Umum 1 Unit

11. Garasi 1 Unit

12. Mushola 1 Unit

No. Sarana dan Prasarana Penunjang

Jumlah 1. Ruang Komputer 1 Unit

2. Komputer 2 Unit

3. Televisi 2 Unit

4. Ruang Terapis 1 Unit

5. Printer 1 Unit

6. Tape 3 Unit

7. Kulkas 1 Unit

8. Mesin Cuci 2 Unit

9. Telepon 1 Unit

(Data Sarana dan Prasarana Inabah VII Putra Tahun 2012)

Dari hasil pengamatan letak asrama Anak Bina berada di tengah-tengah bangunan Inabah VII yang mengitari lapangan olahraga yang juga berfungsi sebagai tempat jemuran bagi

40 Anak Bina. Kamar Anak Bina berupa ruangan seluas ±4X5 m

yang dihuni antara 2 sampai 3 Anak Bina.

Dari segi bentuk, kamar Anak Bina mirip dengan kamar kos-kosan pada umumnya, hanya berbeda pada pintu depan yang terbuat dari besi dan jendela yang berjeruji. Ruang isolasi terletak di ujung jajaran kamar Anak Bina atau persis berada di sebelah belakang mushola. Ruangan isolasi (karantina) dipergunakan bagi Anak Bina yang masih ngeblenk (labil). Saat ini terdapat sekitar empat Anak Bina yang masih harus menjalani masa karantina.

Mushola Anak Bina dilengkapi dengan tempat wudhu yang berada di depan pintu masuk mushola yang berdekatan dengan bak mandi yang berfungi memandikan bagi Anak Bina yang masih labil. Tempat ini persisnya berhadapan dengan ruang isolasi, musholla dan tempat wudhu itu sendiri. Mushola ini menjadi sentral kegiatan pelaksanaan terapi Inabah, khususnya terapi sholat dan terapi dzikir bagi Anak Bina.

Dari hasil pengamatan dijumpai di beberapa bagian dinding mushola sudah mulai mengelupas dan penuh dengan coretan-coretan, bahkan saya menjumpai langit-langit mushola ada sebagian yang hampir roboh. Keadaan mushola dan juga asrama Anak Bina di Inabah VII yang lapuk dimakan usia, dibenarkan oleh Pembina Inabah VII. Renovasi perlu segera dilakukan, hal ini sebagai langkah pencegahan untuk mengantisipasi terjadinya hal-hal yang tidak di inginkan juga sebagai upaya peningkatan mutu kualitas pelayanan terapi di Inabah VII. (Wawancara dengan KH. Ahmad Anwar pada tanggal 13 Oktober 2012).

41

BAB III

Dokumen terkait