• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejarah terbentuknya UAB ”Tirta Kencana:”

VI. ORGANISASI UAB ”TIRTA KENCANA”

6.1. Sejarah terbentuknya UAB ”Tirta Kencana:”

Sejak awal masyarakat menetap di kampung Jetisharjo, mereka menghadapi kesulitan memperoleh air bersih. Hal ini mendorong masyarakat untuk mencari solusi alternatif yaitu dengan memanfaatkan sumber mata air yang memancar dari dinding tebing sungai Code. Selama bertahun-tahun, sumber air tersebut dimanfaatkan oleh penduduk untuk keperluan sehari-hari, seperti: minum, mandi, cuci serta keperluan rumah tangga lainnya. Salah satu sumber mata air disebut dengan mbelik senthong’, karena letak sumber membentuk seperti gua (bahasa Jawa: ”senthong”). Pengalaman ini dituturkan oleh bapak Sd yang sejak tahun 1971 tinggal di Jetisharjo.

...dulu sebelum ada UAB Tirta Kencana , untuk mendapatkan air bersih, saya dan anggota keluarga lainnya mengambil langsung ke mata air mbelik senthong . Sulit dan capek karena harus menyeberangi sungai lebih dahulu...

Dari penuturan bapak Sd memberikan gambaran tetang betapa sulit dan melelahkan bagi masyarakat Jetisharjo untuk mendapatkan air bersih kala itu. Namun dengan berjalannya waktu, masyarakat tidak tinggal diam. Mereka secara bersama-sama mencoba mencari solusi yang terbaik untuk mengatasi permasalahan tersebut. Dengan semangat kebersamaan dan sebagai hasil musyawarah seluruh warga, ditemukanlah cara sederhana mengatasi penyediaan air bersih, yaitu dengan membuat bak umum untuk menampung air dari mata air yang ada. Air dari mata air dialirkan melewati bambu yang berfungsi sebagai pipa. Dengan memanfaatkan perbedaan ketinggian tebing dipakailah tenaga gravitasi untuk mengalirkan air. Penggunaan bambu sebagai pipa karena bambu banyak tumbuh di lokasi setempat. Pengalaman berharga dalam menemukan alternatif pemecahan masalah air disampaikan oleh Bpk Sh sebagai berikut:

...agar warga mudah mengambil air, bagaimana kalau air yang berasal dari mata air/pancuran tersebut dialirkan dengan menggunakan bambu toh di sini (di pinggir sungai Code) banyak tumbuh pohon bambu...

Usulan bapak Sh mendapatkan tanggapan positip dari warga. Masyarakat selanjutnya bersama-sama, bergotong royong membuat saluran air dari bambu dialirkan ke seberang sungai untuk kemudian ditampung dalam bak penampungan dekat dengan rumah penduduk. Dibangunnya bak air dan disalurkannya air melalui pipa bambu betul-betul membantu meringankan beban warga yang sebelumnya harus menyeberang sungai untuk memperoleh air bersih.

Sistem penyaluran air dengan menggunakan pipa bambu berlangsung hingga tahun 1993. Ternyata, bambu memiliki daya tahan yang terbatas dan tidak cukup kuat. Oleh karena itu, perlu dipikirkan bahan pengganti yang lebih kuat dan tahan lama, seperti besi atau pralon. Selain mengganti pipa aliran air juga perlu dipertimbangan tenaga yang dipakai untuk mengalirkan air ke seberang sungai agar dapat menjangkau jarak cukup jauh.

Gagasan mengganti tekanan perbedaan tinggi tempat (elevasi) untuk mengalirkan air dengan menggunakan pompa hidraulik, sesungguhnya berasal dari seorang warga yang tinggal di wilayah Mertoyudan-Magelang. Warga tersebut memiliki pengalaman yang hampir sama dengan yang dialami oleh masyarakat Jetisharjo saat ini yaitu kesulitan untuk memperoleh air bersih. Ternyata, masyarakat Mertoyudan-Magelang mampu mengatasi kesulitan itu

dengan menggunakan pompa hidraulik. Pertimbangan penggunaan pompa hidraulik adalah pompa tersebut tidak membutuhkan bahan bakar melainkan menggunakan tekanan/tenaga air dari mata air, sehingga menjadi sangat ekonomis. Masyarakat tidak perlu mengeluarkan anggaran untuk membeli bahan bakar. Informasi mengenai pengalaman ini, kemudian disampaikan oleh warga kepada pengurus RW, seperti yang dijelaskan bapak Ttk :

...muncul ide menggunakan pompa hidraulik berawal dari informasi yang disampaikan teman Itd yang berasal dari Mertoyudan-Magelang. Hal tersebut kemudian memotivasi pengurus RW untuk menggunakan pompa hidraulik dan mengganti bambu dengan pipa paralon. Kemudian pengurus RW menyampaikan ke warga melalui forum RT adanya rencana tersebut. Adanya rencana tersebut masyarakat setuju dan secara swadaya mampu mengumpulkan dana sebesar Rp.325.000,- untuk membeli pompa (pesan di Magelang). Usaha menggunakan pompa hidraulik baru terealisir sekitar Tahun 1994. Pompa kemudian dipasang serta dilengkapi dengan jaringan pipa distribusi sederhana ke beberapa pelanggan. Usaha awal dengan menggunakan pompa tersebut baru mampu membuat 6 sambungan pada warga yang rumahnya berjarak kira-kira 25 meter dari pompa serta letaknya berada di bawah/bantaran sungai. Sedang warga yang belum mendapat sambungan dapat memanfaatkan bak pemandian umum yang letaknya di dekat pompa...

Dari informasi tersebut di atas, adanya pompa hidraulik serta sarana air bersih lainnya telah memudahkan dan meringankan masyarakat untuk memperoleh air. Namun demikian, sarana yang ada masih terbatas, belum mampu memberikan pelayanan pada seluruh penduduk, karena kendala kondisi topografis Jetisharjo tidak rata. Pelayanan sambungan rumah (SR) baru menjangkau penduduk yang tinggal di bagian bawah dekat dengan pompa, pendistribusian air ke rumah-rumah belum menggunakan water meter. Aliran dari bak penampung ke masing-masing penduduk menggunakan tenaga yang berasal dari perbedaan tinggi tempat (elevasi), yang mana bak penampung lebih tinggi 25 m dari tempat tinggal atau rumah warga.

Pada tahun 1997/1998, Dinas PU Propinsi DIY membantu sarana prasarana air bersih berupa 2 bak penampung air yang memiliki kapasitas 4000 liter, sejumlah pipa produksi maupun distribusi serta pompa air berkapasitas 50 ltr/dtk. Pada Tahun 2001 masyarakat Jetisharjo mendapat bantuan program P3P dari Departemen PU Pusat melalui dinas PU Provinsi DIY. Bantuan tersebut digunakan untuk meningkatkan dan menambah sarana prasarana yang ada,

seperti: 1) membangun rumah pompa, menambah daya-listrik, membuat bangunan reservoir air baru, 1 meter lebih tinggi dari keadaan semula (menjadi 7 meter), dengan daya tampung bak sebanyak empat meter kubik dan penambahan pompa kapasitas menjadi 75 ltr/dtk; 2) agar memudahkan pengelolaan usaha air ini, maka dibentuk suatu paguyuban atau kelompok swadaya masyarakat.

Pelaksanaan P3P menggunakan Konsep Tridaya digunakan untuk kesinambungan pembangunan dan memberdayakan masyarakat, yang melibatkan masyarakat mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan kegiatan, termasuk pemasangan jaringan sampai ke rumah warga. Pemberdayaan mempunyai arah pada suatau proses penggalian sumberdaya lokal, serta pemberian peran yang lebih besar (Kimpraswil, 2001). Bantuan pembangunan yang diberikan diantaranya sarana prasarana air bersih tersebut selain dapat menambah sarana prasarana juga untuk meningkatkan pelayanan yaitu menambah jaringan pemipaan ke rumah-rumah anggota sebanyak 17 SR menjadi 50 SR. Setelah selesai pelaksanaan pembangunan sarana prasarana air bersih, dan selanjutnya pengelolaan air diserahkan kepada warga kampung Jetisharjo yang diwakili oleh pengurus Kampung, Ketua RW 07.

Untuk mengkoordinir pengelolaan ketua RW 07 berinisiatip membentuk paguyuban. Sosialisasi terhadap masyarakat dilakukan melalui forum-forum yang ada seperti pertemuan RW, RT dan PKK. Pada bulan April tahun 2001, pertemuan dalam rangka membentuk paguyuban difasilitasi oleh Fakultas Geografi UGM, dihadiri oleh perwakilan masyarakat antara lain ketua RW, Ketua RT 29, RT 30, RT 31 dan RT 32, RT 33, penasehat Kampung dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Guna mengoptimalkan pemanfaatan potensi sumber air, pengelolaan sarana prasarana yang ada dan mengatur pelanggan maka dibentuklah lembaga atau organisasi yang diberi nama Usaha Air Bersih “Tirta Kencana” (UAB “Tirta Kencana”).

6.2. Profil UAB ”Tirta Kencana” 6.2.1. Tujuan UAB ”Tirta Kencana”

Menurut Etzioni seperti yang dikutip Handoko (2003), bahwa tujuan organisasi sebagai pernyataan tentang keadaan yang diinginkan di mana

organisasi bermaksud untuk merealisasikan dan sebagai pernyataan keadaan di waktu yang akan datang di mana organisasi sebagai kolektifitas mencoba untuk mewujudkan. Berdasarkan hasil wawancara dengan pengurus, tujuan organisasi UAB “Tirta Kencana” dapat diketahui seperti berikut:

1. Mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya air bersih dari sumber-sumber mata air yang ada di sepanjang sungai Code bagian utara wilayah Kelurahan Cokrodiningratan.

2. Memenuhi kebutuhan air bersih murah bagi masyarakat di kawasan Code utara dalam skala lebih luas dan merata.

6.2.2. Struktur Organisasi UAB ”Tirta Kencana”

Menurut Handoko (1998) struktur organisasi merupakan mekanisme-mekanisme formal dengan mana organisasi dikelola. Struktur organisasi menunjukkan kerangka dan susunan perwujudan pola tetap hubungan-hubungan di antara fungsi-fungsi, bagian-bagian atau posisi-posisi, maupun orang-orang yang menunjukkan kedudukan, tugas wewenang dan tanggung jawab yang berbeda-beda dalam suatu organisasi. Struktur ini mengandung unsur-unsur spesialisasi kerja, standarisasi, koordinasi, sentralisasi atau desentralisasi dalam pembuatan keputusan.

UAB ”Tirta Kencana” didirikan pada Tahun 2001, dalam pelaksanaannya dilakukan secara sederhana dan bersifat kekeluarganaan. Ketua UAB ”Tirta Kencana” juga dipegang oleh ketua RW 07 Jetisharjo, secara teknis sarana prasarana dioperasionalkan oleh warga setempat dengan pengetahuan yang masih terbatas. Dari aspek administrasi usaha air ini belum menggunakan acuan kerja dalam melaksanakan kegiatannya. Untuk kelancaran kegiatan pelayanan pada anggota, ketua UAB ini dibantu oleh 4 (empat) orang warga 1 (satu) orang bendahara dan 3 (tiga) orang tenaga teknis masing-masing bertugas sebagai pencatat water meter, (menghidupkan, mematikan, membersihkan dan menjaga). Dari segi administrasi, bendahara merangkap petugas menarik iuran bulanan. Adapun iuran bulanan yang berlaku dengan menggunakan tarif seragam yaitu Rp. 500,-/m3/anggota sampai dengan tahun 2004.

Semenjak terbentuk UAB ”Tirta Kencana” kepengurusan mengalami pergantian satu kali, yaitu pada tahun Tahun 2005 dengan masa kepengurusan 4 tahun yaitu sampai dengan Tahun 2009. Sejak pergantian pengurus pada tahun 2005 UAB ”Tirta Kencana” memiliki struktur organisasi dan kepengurusannya seperti tersaji dalam berikut.

Gambar 2 Struktur Organisasi UAB ”Tirta Kencana”

Sumber: UAB ”Tirta Kencana”, 2006 Keterangan:

: garis koordinasi

Apabila dicermati struktur organisasi UAB ”Tirta Kencana” tidak berdiri sendiri, namun masih menyatu atau dirangkap dengan struktur kepengurusan wilayah (RW). Hal ini dikarenakan organisasi UAB ”Tirta Kencana” belum memiliki aturan atau tatacara tentang pergantian ketua/pengurus, persyaratan menjadi ketua, masa jabatan dan sebagainya. Karena belum mamiliki aturan baku tentang pergantian pengurus. Dengan demikian calon ketua atau pengurus yang terpilih didasarkan hasil kesepakatan masyarakat Jetisharjo. Sampai saat ini kepengurusan lembaga masih dirangkap oleh pengurus wilayah (RW). Bila kepengurusan ketua RW berakhir, kepengurusan UAB ”Tirta Kencana” periode tersebut juga berakhir. Berikut pendapat bapak Ttk mantan ketua RW 07 Jetisharjo:

...pilihan ketua UAB TK baru dilakukan satu kali pada Tahun 2005, proses pemilihan ketua Tirta Kencana dilakukan pada saat pemilihan ketua RW, dan dipilih secara langsung oleh seluruh masyarakat Kampung Jetisharjo. Berdasarkan hasil kesepakatan masyarakat, ketua RW yang terpilih secara otomatis juga menjadi ketua UAB TK ...

Koordinator

Administrasi Operasional Keuangan Ketua RW

6.2.3. Pembagian Pekerjaan dalam Struktur Organisasi UAB ”Tirta Kencana”

Dalam konsep synergy suatu organisasi selalu berusaha mencapai tujuan di mana individu-individu tidak dapat mencapai sendiri. Kelompok yang terdiri dua orang atau lebih yang bekerja sama dan dikoordinasikan dapat mencapai hasil lebih dari pada yang dilakukan oleh individu secara perorangan atau disebut dengan (Hardjito, 2001). Pembagian kerja akan mencerminkan tanggung jawab seseorang atau kelompok satuan kerja atau unit atas beban kerja organisasi.

Pada tahun 2005 tugas dan wewenang pengurus UAB ”Tirta Kencana” mengalami perubahan. Adapun perubahannya adalah sebagai berikut: dalam melaksanakan tugasnya ketua RW sekaligus sebagai koordinator, dibantu warga lain sebagai petugas teknis dan administrasi dengan masing-masing tugas sebagai berikut:

1. Ketua RW (berkedudukan sebagai penanggung jawab secara oprasional) tugasnya: mengkoordinir kegiatan dan manajemen UAB ”Tirta Kencana”. 2. Sekretaris/administrasi, tugasnya:

a. Membuat/mengetik rekening tagihan air pelanggan/konsumen. b. Mencatat pemakaian air setiap pelanggan/konsumen.

c. Membuat rekap rekening tagihan air konsumen 4 rangkap. d. Membuat laporan bulanan UAB ”Tirta Kencana”.

e. Menyerahkan laporan (butir c) pada ketua. 3. Operator/petugas teknis A, tugasnya:

a. Menghidupkan dan mematikan pompa, atau kontrol pompa air setelah otomatis dipasang.

b. Merawat dan memperbaiki kalau terjadi kerusakan pada instalasi (pompa air, pipa produksi dan distribusi, reservoir, dan mata air).

c. Pemberian desinfektan sesuai perintah ketua.

d. Waktu pelaksanaan butir a s/d c secara detail diatur/bekerja sama dengan petugas teknik B .

e. Mencatat meter air pelanggan/konsumen antara tanggal a s/d c pada bulan setelah pemakaian.

f.Melakukan tindakan pengamanan darurat instalasi air bersih ”Tirta Kencana” (dan mata air, pemipaan dsb) bila terjadi bencana alam (banjir, tanah longsor dsb). Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengkoordinir gotong royong atau membayar tenaga yang ada.

4. Operator/petugas teknis B, tugasnya:

a. Merawat dan memperbaiki kalau terjadi kerusakan pada instalasi (pompa air, pipa produksi dan distribusi, reservoir, dan mata air).

b. Menagih retribusi ke konsumen apabilasampai dengan tanggal 17 belum membayar ke bendahara.

c. Menyetor seluruh uang hasil tagihan secepatnya ke bendahara, dan paling lambat tanggal 30 pada bulan penagihan tersebut.

d. Membayar rekening listrik UAB ”Tirta Kencana” ke PLN pada waktunya. e. Petugas yang menghidupkan dan mematikan mesin, 3 kali dalam sehari sekaligus menjaga rumah pompa serta membersihkan reservoir (1x/bln). 5 . Tugas keuangan/bendahara, tugasnya:

a. Menerima, membukukan, dan menyimpan uang pembayaran rekening air dari konsumen.

b. Membayar/mengeluarkan uang berkaitan dengan UAB ”Tirta Kencana” setelah disetujui oleh ketua/koordinator (UAB ”Tirta Kencana”, 2007).

Dari bentuknya, UAB ”Tirta Kencana” merupakan bentuk organisasi Lini dengan ciri-ciri: a) organisasi masih kecil, b) jumlah pegawai masih sedikit, c) hubungan kerja antara pimpinan dengan bawahan pada umumnya bersifat langsung, d) saling mengenal, e) susunan organisasi tidak rumit, f) alat-alat yang dibutuhkan masih sederhana, g) tingkat spesialisasi yang dbutuhkan untuk melaksanakan tugas pokok dan fuungsi organisasi masih rendah (Fayol dalam Hardjito, 2001).