• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGUATAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR UNTUK KEBERLANJUTAN PELAYANAN AIR BERSIH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGUATAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR UNTUK KEBERLANJUTAN PELAYANAN AIR BERSIH"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

PENGUATAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR

UNTUK KEBERLANJUTAN PELAYANAN AIR BERSIH

(Studi Di Kampung Jetisharjo, Kelurahan Cokrodiningratan, Kecamatan Jetis, Kota Yogyakarta

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta)

NURAINI DWI ASTUTI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir Penguatan Kelembagaan Pengelolaan Air Untuk Keberlanjutan Pelayanan Air Bersih, Studi di Kampung Jetisharjo, Kelurahan Cokrodiningratan, Kecamatan Jetis, Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas ini.

Bogor, September 2008

Nuraini Dwi Astuti NRP I 354060245

(3)

ABSTRAK

NURAINI DWI ASTUTI, Penguatan Kelembagaan Pengelolaan Air Untuk Keberlanjutan Pelayanan Air Bersih, Studi di Kampung Jetisharjo, Kelurahan Cokrodiningratan, Kecamatan Jetis, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Dibimbing oleh NURAINI W. PRASOJO dan NURMALA K. PANJAITAN.

Air merupakan kebutuhan pokok manusia. Kekurangan air menimbulkan penyakit bahkan kematian. Kebutuhan air sangat dirasakan oleh masyarakat miskin yang tinggal di kawasan kumuh perkotaan, khususnya di bantaran sungai. Penyediaan air bersih merupakan kewajiban pemerintah seperti tercantum dalam Undang-Undang RI No.7, Pasal 5 tahun 2004. Untuk wilayah yang sulit dijangkau oleh pelayanan pemerintah dan secara ekonomis dirasa tidak menguntungkan, pemerintah mengeluarkan kebijakan kemitraan dengan swasta dan masyarakat.

Berdasar kebijakan pemerintah berbasis masyarakat, warga Jetisharjo, membentuk paguyuban pengelolaan air bersih dengan memanfaatkan sumber air yang berada di tebing atas dan lembah sungai Code. Atas bantuan pemerintah dan perguruan tinggi, paguyuban pengelolaan air pada bulan April 2001 berubah menjadi organisasi Usaha Air Bersih ”Tirta Kencana”.

Tujuan kajian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah profil, operasionalisasi, pemanfaatan sarana prasarana, pengelolaan dan upaya-upaya yang dilakukan oleh organisasi UAB ”Tirta Kencana” guna penguatan kelembagaan yang keberlanjutan. Pendekatan kualitatif dipakai dalam kajian ini dengan metode tindak eksplanatif dan memakai aras kajian mikro dengan pendekatan subyektif dan menggunakan strategi kajian logical framework analysis. Pengumpulan data primer dan sekunder guna analisis data dilakukan melalui pengamatan langsung, wawancara mendalam dan dokumentasi. Hasil kajian dan temuan masalah guna penyusunan program penguatan kelembagaan dilakukan dengan focus group discussion (FGD) bersama masyarakat.

Hasil kajian menunjukkan bahwa UAB ”Tirta Kencana” secara organisasi telah memiliki struktur sekalipun masih sederhana, bersifat kekeluargaan dan belum memiliki AD/ART. Belum adanya perencanaan kegiatan, pelaksanaan cenderung bersifat rutin, sanksi yang berlaku masih lemah, pengawasan dilakukan sebatas pengurus, kurang keterbukaan informasi, dan partisipasi masyarakat masih rendah. Secara singkat dapat dikatakan bahwa UAB ”Tirta Kencana” telah melaksanakan kegiatan organisasi, namun belum secara optimal. Seperti halnya, pengurus masih rangkap jabatan, kurangnya komunikasi dan transparan dalam pengelolaan organisasi, belum maksimal memanfaatkan sumber daya air, manusia dan modal sosial yang memunculkan permasalahan dana, jangkauan pelayanan, kurang partisipasi, kurangpuas dan kekhawatiran keberlangsungan penyediaan air. Dalam rancangan penguatan kelembagaan untuk keberlanjutan organisasi kegiatan yang dilakukan adalah membuat pelatihan perencanaan program secara partisipatif dan teknis pengelolaan air, membentuk forum komunikasi, menyusun aturan, mengadakan penyuluhan tentang organisasi untuk menumbuhkan kesadaran anggota, meningkatkan kualitas pelayanan dan menggali sumber dana, melakukan studi banding dan menjalin kerjasama dengan pihak-pihak terkait. Kata kunci: organisasi, manajemen, keberlanjutan.

(4)

RINGKASAN

NURAINI DWI ASTUTI, Penguatan Kelembagaan Pengelolaan Air Untuk Keberlanjutan Pelayanan Air Bersih Studi di Kampung Jetisharjo, Kelurahan Cokrodiningratan, Kecamatan Jetis, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Dibimbing oleh NURAINI W. PRASOJO dan NURMALA K. PANJAITAN.

Air merupakan kebutuhan pokok bagi manusia. Tanpa air manusia dapat terjangkit penyakit bahkan kematian. Permasalahan air bersifat universal, tekanan sangat dirasa khususnya di kawasan kumuh perkotaan negara berkembang dan menjadi fokus penanganan Milleneum Development Goals (MDGs). Kawasan kumuh perkotaan sangat padat dengan pertumbuhan penduduk hingga 7% dengan fasilitas publik khususnya air bersih sangat terbatas. Seperti yang dialami masyarakat di lembah sungai Code, Yogyakarta. Hal ini disebabkan karena lembah Code terletak di area yang sulit dijangkau oleh jaringan pelayanan air PDAM dan mayoritas penduduk miskin, maka secara ekonomi, pembangunan jaringan air akan berpengaruh pada tarif yang relatif mahal untuk kelompok tersebut. UU RI No. 7, Pasal 5 tahun 2004 adalah memberikan kesempatan pihak swasta dan masyarakat untuk mengelola usaha pelayanan air bersih. Atas bantuan pemerintah dan perguruan tinggi, ”paguyuban” penyediaan air bersih masyarakat Code, pada bulan April 2001 menjadi organisasi UAB ”Tirta Kencana”.

Melihat kondisi masyarakat lembah Code yang sangat padat dan mayoritas penduduknya miskin yang sangat membutuhkan air telah melakukan usaha mandiri dalam memanfaatkan sumber air dan membentuk organisasi. Namun pengelolaan organisasi belum optimal, sedang prospek sangat baik. Disamping itu, terdapat kekawatiran keberlanjutan penyediaan air. Oleh karena itu, kajian itu penting baik untuk penguatan dan kelangsungan organisasi juga untuk acuan daerah lain yang memiliki masalah yang sama. Tujuan kajian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah profil, operasionalisasi, pemanfaatan sarana prasarana, pengelolaan dan upaya-upaya yang dilakukan oleh organisasi UAB ”Tirta Kencana” guna penguatan kelembagaan yang keberlanjutan. Pedekatan dalam kajian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode tindak eksplanatif dan memakai aras kajian mikro dengan pendekatan subyektif. Data primer dan sekunder guna analisis data dilakukan melalui pengamatan langsung, wawancara mendalam dan dokumentasi. Strategi kajian logical framework analysis dengan melaksanakan: 1) melaksanakan analisis masalah berasal dari informasi masyarakat; 2) melaksanakan analisis tujuan berdasarkan perumusan hasil analisis permasalahan; 3) membuat matrik alternatif kegiatan atas dasar analisis tujuan dan merumuskan analisis strategi guna penguatan organisasi; 4) menyusun analisis pihak terkait berdasarkan hasil identifikasi dan 5) menyusun matrik rancangan program penguatan UAB ”TK” dengan focus group discussion (FGD) bersama masyarakat.

Manulang (1971) membedakan organisasi ke dalam bentuk statis maupun dinamis. Statis sebagai badan dan dinamis sebagai bagan. Sebagai badan, organisasi merupakan kumpulan individu yang dibentuk untuk mencapai tujuan bersama. Sedang bagan menggambarkan skema hubungan diantara individu dalam organisasi atau antara pengurus dan anggota. Dalam organisasi dilakukan manajemen yang mencakup perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan

(5)

pengawasan (POAC) (terry, 1960). Dalam penerapan manajemen organisasi, tidak terlepas dari aturan atau norma organisasi (Polak, 1996), kepemimpinan guna mendorong keterlibatan semua pihak dalam kegiatan organisasi (Terry, 2006). UAB ”Tirta Kencana” sebagai organisasi jua memiliki aspek kharakteristik sebagaimana organisasi tersebut di atas.

Hasil kajian menunjukkan bahwa UAB ”Tirta Kencana” secara organisasi telah memiliki struktur sekalipun masih sederhana, bersifat kekeluargaan. Struktur organisasi terdiri dari ketua sekaligus sebagai koordinator, dibantu 4 warga sebagai petugas teknis, administrasi dan bendahara. Dalam melaksanakan kegiatan UAB ”Tirta Kencana” cenderung bersifat rutinitas belum memiliki AD/ART. Namun demikian dalam melaksanakan kegiatan UAB ”Tirta Kencana” telah menggunakan fungsi manajemen yang meliputi: perencanaan, pengorganisasian, pelaksaan dan pengawasan. Dalam perencanaan selama ini masih dilakukan sebatas pengurus dan bersifat insidental, maksudnya dalam proses merencanakan maupun pelaksanaannya belum melibatkan anggota dan belum memperhatikan kebutuhan jangka panjang atau terprogram. Dilihat dari segi pengorganisasian, kepemimpinan cenderung kurang fokus dalam melaksanakan kegiatan. Hal ini dikarenakan satu sisi sebagai pengurus wilayah (ketua RW) di sisi lain sebagai ketua UAB ”Tirta Kencana”. Dari aspek pelaksanaan, unsur kepemimpinan memegang peranan yang penting dalam suatu organisasi. Dalam melaksanakan kegiatan dan memberikan pelayanan yang lebih baik, upaya yang dilakukan adalah memenuhi anggaran pendapatan organisasi dengan kenaikkan tarif, menerapkan sangsi yang berupa denda bagi yang menunggak. Untuk menjamin standar kesehatan dan kualitas air dengan memberi cairan desinfektan. Dari aspek pengawasan, pertanggungjawaban pengurus belum transparan dan tidak disosialisasikan secara rutin pada anggota. Secara empiris organisasi saat ini menghadapi permasalahan berkaitan dengan anggaran, jangkauan pelayanan, kurang partisipasi dan kurang puas anggota atas pelayanan yang ada dan kekhawatiran keberlangsungan penyediaan air.

Berdasarkan masalah-masalah tersebut di atas, maka dibutuhkan alternatif pemecahan dengan menyusun program guna keberlanjutan organisasi. Kegiatan yang dilakukan adalah membuat pelatihan perencanaan program secara partisipatif yaitu penguatan human capital seperti pelatihan manajemen dan teknis pengelolaan air, penyuluhan organisasi untuk menumbuhkan kesadaran, meningkatkan kualitas pelayanan dan menggali sumber dana. Penguatan social capital dengan mendorong partisipasi anggota, membentuk forum komunikasi antar anggota dan pengurus dan membuat aturan secara partisipatif. Melakukan studi banding dan menjalin kerjasama dengan pihak-pihak terkait serta menjajaki pembentukan koperasi.

Program penguatan kelembagaan diharapkan dapat meningkatkan pelayanan pada anggota secara kuantitatif dan kualitatif, meningkatkan partisipasi anggota, tersedianya modal dan aturan yang sesuai dengan kebutuhan, terbentuknya jaringan kerjasama dengan berbagai pihak. Adanya keterlibatan seluruh anggota dan pihak terkait memunculkan kerjasama dalam pengelolaan usaha yang sesuai dengan harapan dan permasalahan yang dirasakan anggota. Hal tersebut kemudian memunculkan kesadaran dan trust yang dibutuhkan pengurus dalam pengelolaan dan keberlanjutan usaha air bersih.

(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2008

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.; dan Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

(7)

PENGUATAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR

UNTUK KEBERLANJUTAN PELAYANAN AIR BERSIH

(Studi di Kampung Jetisharjo, Kelurahan Cokrodiningratan, Kecamatan Jetis, Kota Yogyakarta

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta)

NURAINI DWI ASTUTI

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Pengembangan Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008

(8)

Judul Tugas Akhir : Penguatan Kelembagaan Pengelolaan Air Untuk Keberlanjutan Pelayanan Air Bersih

(Studi di Kampung Jetisharjo, Kelurahan Cokrodiningratan, Kecamatan Jetis, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta) Nama Mahasiswa : NURAINI DWI ASTUTI

NRP : I 354060245

Disetujui

Komisi Pembimbing

Ir. Nuraini W.Prasodjo, MS Dr. Nurmala K.Panjaitan, MS.DEA Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Magister

Profesional Pengembangan Masyarakat Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Djuara P.Lubis, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A.Notodiputro, MS

(9)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dra. Winati Wigna, MDS

(10)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia dan rakhmatNya sehingga karya ilmiah ini dapat berhasil diselesaikan dengan penuh perjuangan dan keteguhan. Tema yang dipilih dalam penelitian ialah ”PENGUATAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR UNTUK KEBERLANJUTAN PELAYANAN AIR BERSIH”, Studi di Kampung Jetisharjo, Kelurahan Cokrodiningratan, Kecamatan Jetis, Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Penulis haturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Ir. Nuraini W. Prasojo, MS dan Ibu Dr. Nurmala K. Panjaitan, MSDEA. selaku pembimbing, serta Ibu Winati Wigna, MDS selaku penguji dari luar komisi pembimbing. Di samping itu, penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Musmodiyono selaku Ketua RW 07 Kampung Jetisharjo dan Bapak Totok Pradopo sebagai perintis berdirinya Usaha Air Bersih ”Tirta Kencana” dan anggota atau pelanggan UAB ”Tirta Kencana”, yang telah berkenan membantu penulis dalam memberikan informasi guna penyusunan tugas akhir ini. Tak lupa pula penulis haturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Ketua Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa “APMD” Yogyakarta yang telah berkenan memberi bantuan baik moril maupun materiil demi keberhasilan studi penulis. Dengan ketulusan hati, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada suami Darmanto yang telah banyak berkorban dengan penuh kesabaran dalam mendorong keberhasilan studi penulis dan kepada ananda Dini Darmastuti, Dita Darmastari dan Doni Darmasetiadi yang tak henti-hentinya menanti dengan iringan doa dan kasih sayangnya agar penulis dapat segera berkumpul kembali dengan selesainya studi ini, hanyalah ucapan terima kasih yang dapat penulis sampaikan kepada mereka. Untuk rekan-rekan dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu dan yang telah memberi dukungan maupun semangat, penulis ucapkan terima kasih.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2008

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 16 Februari tahun 1955, sebagai anak kedua dari tujuh bersaudara dari pasangan H. Soenardi dan Parilah (alm). Pada tanggal 18 Oktober 1979, penulis menikah dengan Ir. Darmanto, Dip.H.E., M.Sc, dan mempunyai dua putri dan satu putra yakni Dini Darmastuti, Dita Darmastari dan Doni Darmasetiadi.

Penulis telah menyelesaikan pendidikan: SD Marsudi Rini Yogyakarta lulus pada tahun 1969, SMP Negeri 5 Yogyakarta lulus pada tahun 1972, SMA Stella Duce Yogyakarta lulus pada tahun 1974, Pendidikan Strata I pada Jurusan Ilmu Sosiatri, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta lulus pada tahun 1982, dan Pendidikan Strata II pada Program Magister Profesional Pengembangan Masyarakat Sekolah Pascasarjana IPB mulai pada tahun 2006 dan lulus pada tahun 2008.

Pengalaman pekerjaan yang penulis emban sejak tahun 1982 hingga sekarang sebagai tenaga pengajar tetap pada Yayasan Tentara Pelajar ”17” Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa “APMD” Yogyakarta.

(12)

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ... I PENDAHULUAN ... 1.1 Latar Belakang ... 1.2 Permasalahan ... 1.3 Tujuan Kajian ... 1.4 Manfaat Kajian ... II TINJAUAN PUSTAKA ... 2.1 Kelembagaan atau Organisasi Sosial: Peran dan Fungsi ... 2.1.1 Organisasi: Fungsi dan Manajemen ... 2.1.2 Fungsi Organisasi ... 2.2 Organisasi UAB”Tirta Kencana” dan Partisipasi Masyarakat ... 2.3 Kerangka Berpikir ... III METODE KAJIAN ... 3.1 Tipe Kajian ... 3.2 Aras Kajian ... 3.3 Strategi Kajian ... 3.4 Lokasi Kajian dan Waktu Pelaksanaan ... 3.4. Lokasi Kajian ... 3.4.2 Waktu Pelaksanaan Kajian ... 3.5 Metode Pengumpulan Data ... 3.5.1 Teknik Pengumpulan Data ... 3.5.2 Jenis dan Sumber Data ... 3.5.3 Data Kajian ... 3.6 Analisis dan Pelaporan ... 3.7 Rancangan Penyusunan Program ... IV PETA SOSIAL KELURAHAN COKRODININGRATAN

...

4.1 Keadaan Geografis ... 4.2 Kependudukan ... 4.2.1 Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan...

4.2.2 Mata Pencaharian Penduduk ... 4.3 Struktur Komunitas ... 4.4 Kelembagaan atau Organisasi Sosial ... V EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT

DI

KAMPUNG JETISHARJO ... VI ORGANISASI UAB ”TIRTA KENCANA” ...

x xi xii 1 1 4 5 6 7 7 9 10 12 14 18 18 18 18 19 19 19 20 21 21 22 23 24 26 26 27 28 29 29 31 32 38 42 41

(13)

6.1 Sejarah Terbentuknya UAB ”Tirta Kencana” ... 6.2 Profil UAB ”Tirta Kencana” ... 6.2.1 Tujuan UAB ”Tirta Kencana”... 6.2.2 Struktur Organisasi UAB ”Tirta Kencana” ... 6.2.3 Pembagian Pekerjaan dalam Struktur Organisasi UAB ”Tirta Kencana” ... 6.3 Norma UAB ”Tirta Kencana”... 6.4 Karakteristik Anggota UAB ”Tirta Kencana”... VII PENGELOLAAN UAB ”TIRTA KENCANA” ...

7.1 Manajemen UAB ”Tirta Kencana” ... 7.1.1 Perencanaan UAB ”Tirta Kencana” ... 7.1.2 Pengorganisasian UAB ”Tirta Kencana” ... 7.1.3 Pelaksanaan UAB ”Tirta Kencana” ... 7.1.4 Pengawasan UAB ”Tirta Kencana”... VIII PENYUSUNAN PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN UAB ”TIRTA KENCANA” ... 8.1 Identifikasi Potensi dan Identifikasii Masala ... 8.1.1 Identifikasi Potensi ... 8.1.2 Identifikasii Masalah ... 8.2 Program Penguatan Kelembagaan UAB ”Tirta Kencana”... 8.3 Penyusunan Program Penguatan Kelembagaan ... 8.3.1 Tujuan Program... 8.3.2 Sasaran Program ... 8.3.3 Kegiatan-kegiatan Dalam Penguatan Kelembagaan UAB ”Tirta Kencana” ... iX KESIMPULAN dan REKOMENDASI ...

9.1 Kesimpulan ... 9.2 Rekomendasi ... DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ... 41 42 44 45 47 50 50 52 55 64 71 75 75 75 76 81 84 84 84 84 90 90 91 92 95

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Jadwal Pelaksanaan Kajian Pengembangan Masyarakat ... 2 Tujuan, Jenis Data, Sumber Data, Teknik Pengambilan Data ... 3 Luas Tanah Menurut Penggunaannya ... 4 Sebaran Penduduk Menurut Usia dan Jenis Kelamin... 5 Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 6 Sebaran Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ... 7 Kelompok Masyarakat Penerima Bantuan P2KP ... 8 Norma UAB “Tirta Kencana” ... 9 Contoh Pemakaian Air Anggota UAB “Tirta Kencana” ... 10 Matrik Pihak Terkait Dalam Penguatan Kelembagaan UAB “Tirta Kencana” ... 11 Program Penguatan Kelembagaan Pengelolaan Air Untuk

Keberlanjutan Pelayanan Air Bersih Di Kampung Jetisharjo ... 20 22 26 27 28 29 34 47 71 81 88

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Gambar Kerangka Berpikir ...

2 Struktur Organisasi UAB “Tirta Kencana” ... 3 Skema Operasionalisasi Peralatan Dan Pendistribusian Air ... 4 Analisis Masalah Penguatan Kelembagaan UAB “Tirta Kencana”... 5 Rancangan Penguatan Kelembagaan Pengelolaan Air Untuk Air Bersih UAB “Tirta Kencana” ...

17 43 61 78

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Peta Administrasi Kota Yogyakarta ...

2 Peta Administrasi Kelurahan Cokrodiningratan dan Kecamatan Jetis, Kota Yogyakarta, Provinsi DIY ... 3 Foto Kegiatan Lapangan ... 4 Panduan Studi Dokumen ... 4 Diskusi Perumusan Masalah dan Kebutuhan ... 5 Dokumentasi Kegiatan Lapangan ...

96 97 98 114 120 123

(17)

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Air merupakan kebutuhan pokok bagi manusia, hewan dan tumbuhan. Dalam kehidupan ekonomi modern, air merupakan hal utama untuk pemenuhan kebutuhan hajat hidup orang banyak, yang sama halnya dengan sanitasi, listrik, transportasi umum, dan kesehatan. Sebagaimana dikemukakan oleh Ghai (1977) dalam Friedman (1992):

(1) essential services of collective consumption provided by and for the community at large (safe drinking water, sanitation, electricity, public transporation and health and educational facilities); (2) minimum requirements of a family for private consumption (food, shelter, clothing etc.); (3) the participation of the people in making the decisions that affect them.

Manusia mampu bertahan hidup beberapa waktu tanpa makan, tetapi tanpa air manusia dapat menderita berbagai penyakit dan bahkan kematian. Hampir setengah penduduk dunia, khususnya di negara-negara berkembang menderita penyakit akibat kekurangan air, seperti: penyakit kulit dan diare. Menurut World Health Organization (WHO), 2 milyar orang menderita diare, dan setiap tahun lebih dari 5 juta anak meninggal dunia akibat diare (Middleton, 2008). UNDP dalam majalah World Water 1981–1990, menambahkan bahwa sedikitnya terdapat 30.000 orang meninggal dunia setiap hari, akibat kekurangan air atau kelangkaan persediaan air bersih dan fasilitas sanitasi (Soerjani dkk,1990).

Ketersediaan air menjadi masalah universal, artinya tidak saja dialami oleh negara-negara berkembang, tetapi juga negara-negara maju. Pembagian dan pemanfaatan air sering menimbulkan konflik. Sebagai contoh, di dunia terdapat lebih dari 200 sungai yang digunakan oleh 2 negara atau lebih. Sedang, di Afrika terdapat lebih dari 57 sungai besar, lembah atau danau yang digunakan bersama oleh 2 negara atau lebih. Terjadinya konflik antar kelompok dan negara sering dipicu oleh perebutan memperoleh air bersih. Berdasarkan data UNDP tahun 2002 terdapat sekitar 16 negara, dimana kurang dari 50% penduduknya memiliki akses terhadap “Improved Water Sources,” dan sekitar 1,2 milyar penduduk dunia kurang memiliki akses terhadap “Clean Water” (Parahita, 2007).

Demikian pentingnya air bagi kehidupan manusia ditunjukkan dalam Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015, yang merupakan hasil dari

(18)

kesepakatan bersama World Water Forum (WWF) ke 2 di the Haque, Belanda pada tahun 2000. Salah satu target MDGs tahun 2015 yaitu mengurangi kurang lebih setengah jumlah penduduk dunia yang tidak memiliki akses terhadap “Safe Drinking Water.” Agenda KTT Bumi tahun 2002, di Johannesburg mengharapkan setiap negara dapat meningkatkan cakupan pelayanan air minum di perkotaan menjadi 80% dan 40% di perdesaan (Purnaningsih, 2007).

Kira-kira 20 negara berkembang di seluruh dunia memiliki sumber air yang dapat diperbaharui kurang dari 1000 m3 untuk setiap orang. Sedang 18 negara lainnya memiliki di bawah 2000 m3. Menurut data Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah tahun 2000, di Indonesia terdapat kurang lebih 19% jumlah penduduk Indonesia yang dapat menikmati air bersih. Dari jumlah tersebut yang memperoleh melalui sistem perpipaan sebanyak 39% berada di perkotaan dan 5% di pedesaan (Parahita, 2007).

Tekanan akan kebutuhan air sangat dirasakan, khususnya di kawasan perkotaan dimana pertumbuhan penduduknya mencapai lebih dari 3,5%. Kawasan perkotaan yang kumuh dan padat justeru menyerap pendatang miskin baru. Laju pertumbuhan kawasan tersebut mencapai 7% (Middleton, 2008). Kawasan kumuh sering berada di lokasi perkotaan atau di atas tanah yang sulit dijangkau oleh sarana prasarana umum, termasuk penyediaan air bersih yang dikelola oleh Pemerintah Kota, seperti di kawasan bukit-bukit terjal atau bantaran sungai. Bagi penduduk kota yang mampu secara ekonomi dapat berlangganan melalui PDAM atau membuat sumur gali sendiri. Sedang, bagi penduduk miskin terpaksa memperoleh air dari sungai atau sumber mata air yang memancar dari tebing-tebing sungai. Melihat kenyataan ini, dapat dikatakan bahwa tidak semua penduduk perkotaan dapat memperoleh fasilitas air bersih.

Memperhatikan berbagai permasalahan dalam penyediaan air, dapat enjadi petunjuk bahwa penyediaan air bersih di Indonesia pada umumnya masih menhhadapi berbagai kendala antara lain kelembagaan, sikap masyarakat, anggaran, pencemaran, dan tehnologi. (Ayu, 2007). Dalam masalah tersebut pemerintah berkwajiban memberikan pelayanan untuk memenuhi kebutuhan dasar berupa air bagi penduduk. Hal tersebut telah diamanatkan dalam Undang-Undang RI No.7, Pasal 5 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air menjelaskan bahwa negara

(19)

menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih dan produktif, termasuk dalam hal ini kebutuhan pelayanan penyediaan air bersih. Seperti diketahui bahwa selama ini, Pemerintah telah berupaya memberikan dan meningkatkan cakupan pelayanan air bersih bagi seluruh warganya, namun demikian upaya pemerintah tersebut di atas belum memenuhi kebutuhan sesuai dengan harapan masyarakat. Untuk mengatasi hal tersebut, Pemerintah berupaya mengembangkan pola kemitraan dengan pihak swasta. Berdasarkan Peraturan Menteri PU No. 294/PRT/M/ 2005 tentang badan pendukung pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM), Bab 1 Pasal 1 (ayat 4) yang berbunyi: ”penyelenggaraan SPAM yang selanjutnya disebut penyelenggara adalah badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah, koperasi, badan usaha swasta, dan/atau kelompok masyarakat yang melakukan penyelenggaraan pengembangan sistem penyediaan air minum”. Selain sebagai pengguna masyarakat juga dapat aktif dan berfungsi sebagai pengelola sarana dan prasarana air bersih. Selanjutnya penyediaan air bersih dapat dilakukan oleh komunitas dan menjamin keberlanjutan penyediaan air bersih dilingkungannya baik dari aspek teknis maupun non teknis. Ternyata, dalam pelaksanaan pola kemitraan, pemerintah menghadapi kendala berkaitan dengan tarif yang relatif tinggi untuk masyarakat berpenghasilan rendah (Republika, 19 Juni 2008). Oleh sebab itu, pemerintah akhirnya menerapkan model penyediaan air bersih berbasis masyarakat.

Model penyediaan air bersih berbasis masyarakat adalah menempatkan masyarakat tidak saja sebagai pengguna, tetapi juga sebagai pengelola sarana dan prasarana air bersih, yang secara aktif bergerak melalui kelompok swadaya masyarakat. Penyediaan air bersih yang dilakukan oleh masyarakat atau komunitas ini, secara mandiri diharapkan dapat menjamin keberlangsungan penyediaan air bersih di lingkungannya. Mengingat usaha penyediaan air bersih berbasis masyarakat merupakan sesuatu yang baru, maka sangatlah menarik untuk dikaji lebih lanjut, guna keberkelanjutan organisasi tersebut dalam pemenuhan kebutuhan air dan juga kemungkinan pengembangan organisasi tersebut, bagi wilayah-wilayah dengan permasalahan penyediaan air yang sama.

(20)

Program penyediaan air bersih berbasis masyarakat salah satunya terdapat di Jetisharjo, salah satu kampung di bantaran sungai Code. Sungai Code membelah Yogyakarta menjadi 2 bantaran. Kondisi topografi Jetisharjo relatif rendah dengan tebing sungai yang cukup terjal. Karena dekat dari pusat perekonomian kota, letak Jetisharjo sangat strategis dan menarik pendatang bermukim di lokasi tersebut. Di bagian atas tebing, banyak dihuni oleh penduduk dengan tingkat perekonomian relatif mapan dan digunakan untuk kegiatan perekonomian. Sedang di kawasan lembah, umumnya dihuni oleh masyarakat berpenghasilan rendah. Alasan tersebut menjadikan laju perkembangan pemukiman dan pertambahan penduduk wilayah bantaran sungai Code relatif cepat. Pertambahan penduduk yang cepat, jika tidak diimbangi dengan peningkatan penyediaan sarana prasarana air bersih yang memadai akan menimbulkan berbagai masalah. Sebagai akibatnya, kualitas hidup masyarakat lembah Code khususnya menjadi semakin buruk.

Terdapat 2 alasan, mengapa masyarakat lembah sungai Code hingga saat ini belum mendapat layanan air bersih dari Pemerintah kota Yogyakarta: 1) lembah Code terletak di area yang sulit dijangkau oleh jaringan pelayanan air minum Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) “Tirta Marta”, dan; 2) jumlah penduduk yang tinggal di lembah relatif sedikit dibandingkan dengan yang berada di atas lembah. Dilihat dari segi ekonomi, pembangunan jaringan pelayanan air di lokasi lembah akan memakan biaya lebih besar dibandingkan dengan di wilayah atas. Hal tersebut tentunya akan berpengaruh terhadap penentuan tarif atau harga. Harga yang relatif mahal sangat memberatkan bagi mayoritas warga yang berpenghasilan rendah. Kondisi dilematis ini, pada akhirnya ditanggapi oleh masyarakat bantaran sungai Code secara bersama-sama dan membuahkan kesepakatan untuk membangun prasarana penampung pancaran air dari sumber mata air di tebing sungai.

Mengingat usaha penyediaan air bersih oleh masyarakat secara yuridis diperbolehkan, maka dalam perkembangannya ”paguyuban” penyediaan air bersih berubah menjadi kelompok Usaha Air Bersih (UAB), bernama “Tirta Kencana.” Pada bulan April 2001, UAB ”Tirta Kencana” menjadi organisasi resmi. Dalam perjalanan waktu, usaha penyediaan air bersih, UAB ”Tirta Kencana” menghadapi

(21)

kendala, seperti yang dialami oleh Pemerintah pada umumnya, yaitu berkaitan dengan faktor geografis, kondisi sosial-ekonomi masyarakat, kelembagaan, anggaran, pencemaran air, maupun teknologi (Latifah, 2007).

Dilihat dari kemampuan penyediaan air saat ini, UAB ”Tirta Kencana” Jetisharjo baru mampu menghasilkan air sebanyak 2,6 ltr/dtk yang berasal dari 2 sumber mata air. UAB ”Tirta Kencana” sesungguhnya mempunyai 6 sumber mata air. Empat diantaranya belum dikelola. Jumlah air yang dihasilkan saat ini hanya mampu melayani kebutuhan 132 KK di lingkungan RW 07. Padahal, menurut Sudarmadji (1991) kebutuhan minimal air bersih perorang perhari rata-rata 100 ltr/orang/hari, sehingga pelanggan yang tinggal di bagian atas bantaran sungai masih mengalami kelangkaan air. Jika UAB “Tirta Kencana” mengelola keempat sumber lainnya dan mengoptimalkan potensi air yang ada dapat menghasilkan air 9,8 ltr/dtk. Apabila hal ini terwujud, maka penyediaan air bersih oleh UAB ”Tirta Kencana” dapat menjangkau wilayah yang lebih luas hingga ke luar lingkungan RW 07.

Dari permasalahan tersebut, perlu diketahui data awal dari hal-hal yang terkait dengan pertanyaan seperti berikut.

1. Bagaimanakah profil organisasi UAB “Tirta Kencana”?

2. Bagaimana operasionalisasi dan pemanfaatan sarana prasarana? 3. Bagaimana pengelolaan UAB “Tirta Kencana”?

4. Program apa sajakah yang dapat dilaksanakan dalam penguatan UAB “Tirta Kencana”, sehingga mampu mendukung pengembangan dan berkelanjutan?

1.3. Tujuan Kajian

Tujuan kajian kelembagaan pengelolaan air untuk keberlanjutan pelayanan air bersih, dapat dirinci sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan organisasi UAB “Tirta Kencana”.

2. Mendeskripsikan operasionalisasi dan pemanfaatan sarana prasarana. 3. Mengkaji pengelolaan UAB “Tirta Kencana”.

4. Menyusun program penguatan kelembagaan guna menunjang pengembangan dan berkelanjutannya.

1.4. Manfaat Kajian

(22)

digunakan sebagai acuan bagi lembaga pengelola air dalam memberikan pelayanan air bersih secara berkelanjutan.

2. Hasil kajian digunakan sebagai bahan diskusi kelompok terfokus dan untuk menyusun program penguatan kelembagaan guna menunjang pengembangan dan keberlanjutannya.

3. Hasil kajian diharapkan dapat memberikan masukan kepada pihak-pihak terkait lainnya, khususnya kepada pemerintah daerah sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan pembangunan khususnya air bersih di kawasan masyarakat miskin perkotaan

4. Hasil kajian diharapkan dapat memperkaya referensi tentang praktek pengembangan masyarakat yang tumbuh secara partisipatif, mandiri dan berkelanjutan khususnya dalam pengelolaan air.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kelembagaan atau Organisasi: Peran dan Fungsi

Untuk memberikan batasan kelembagaan sosial, perlu dibedakan pengertian antara kelembagaan dalam artian institusi dan kelembagaan dalam pengertian pranata. Berdasarkan kosa kata dari bahasa Inggris, institution berarti institusi atau pranata, dan institute adalah lembaga atau organisasi. Menurut Nasdian (2003) pengertian kelembagaan dibedakan ke dalam 2 (dua) perspektif. Pertama, suatu perspektif yang memandang kelembagaan maupun asosiasi sebagai bentuk organisasi sosial atau sebagai kelompok-kelompok. Kelembagaan bersifat lebih universal dan penting, sedang asosiasi bersifat kurang penting dan bertujuan lebih spesifik. Kedua, perspektif yang memandang kelembagaan sebagai kompleks peraturan dan peranan sosial secara abstrak, dan memandang asosiasi-asosiasi sebagai bentuk-bentuk organisasi yang konkrit.

Perbedaan antara kelembagaan dengan organisasi, menurut Soekanto (1990) adalah terletak pada penekanan terhadap pemenuhan kebutuhan pokok manusia, dimana ciri-ciri pokok kelembagaan adalah sebagai berikut:

1. Merupakan pengorganisasian pola pemikiran dan perilaku yang terwujud melalui aktivitas masyarakat dan hasil-hasilnya.

(23)

memerlukan waktu yang lama karena itu cenderung dipertahankan. 3. Mempunyai satu atau lebih tujuan tertentu.

4. Mempunyai lambang-lambang yang secara simbolik menggambarkan tujuan. 5. Mempunyai alat untuk mencapai tujuan tertentu.

6. Mempunyai tradisi tertulis dan tidak tertulis.

Terbentuknya organisasi menurut Biersted (1982) dalam Wahyuni (2003) diuraikan bahwa kelompok sosial terbentuk melalui sekelompok orang mengidentifikasikan dirinya dengan orang lain dan saling berinteraksi secara informal

berdasarkan nilai, norma dan tujuan yang sama. Karena adanya tujuan, nilai dan norma yang disepakati bersama maka grup berbeda dengan kolektifitas atau agregasi sosial. Grup merupakan dasar untuk membentuk kesatuan orang menjadi suatu organisasi. Dan ini merupakan suatu kontinuum dari kumpulan orang yang tidak berbentuk menjadi grup hingga organisasi dan birokrasi.

Menurut Soekanto (2003) organisasi (organization) mempunyai tiga pengertian yaitu: 1) organisasi diartikan sebagai sistem sosial yang dibentuk untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu, artinya hubungan antar individu dan kelompok dalam suatu organisasi menciptakan harapan bagi perilaku individu. Harapan ini diwujudkan dalam peran-peran tertentu, seperti peran sebagai pemimpin dan peran sebagai anggota (pengikut); 2) organisasi merupakan suatu kelompok yang mempunyai diferensiasi peranan, artinya setiap individu dapat memainkan peran lebih dari satu; dan 3) organisasi adalah sekelompok orang yang sepakat untuk mematuhi seperangkat norma, artinya ketika orang masuk dalam organisasi, orang tersebut secara sukarela harus patuh terhadap norma organisasi. Organisasi pada dasarnya adalah unit sosial (pengelompokan manusia) yang sengaja dibentuk dan atau dibentuk kembali dengan mempertimbangkan efektifitas dan efisiensi pencapaian suatu tujuan tertentu. Sedang Berelson and Steiner et. al. (1964) dalam Kolopaking dkk (2003) memandang organisasi adalah gejala sosial resmi (formalisasi struktur sosial) yang berkaitan dengan seperangkat peraturan tertulis. Menurut Coleman (1974), organisasi adalah alat utama untuk bertindak dalam masyarakat modern. Menurut Etzioni (1964) “Organizations are social units (or human groupings) deliberately constructed and reconstructed to seek

(24)

specific goals”. Sebagai lembaga modern, organisasi membentuk peran-peran formal dan prosedural untuk melaksanakan aturannya. Oleh karena itu, aturan-aturan yang bersifat kelembagaan mempunyai kekuatan memaksa ketika telah dikodifikasikan secara eksplisit. Mengingat organisasi memainkan peran kunci dalam masyarakat modern, kecepatan dan arah perubahan sangat tergantung pada tanggapan dari orang-orang yang membentuk organisasi tersebut, dan keragaman dari organisasi yang bersangkutan.

Menurut Manulang (1971) dalam Fuat (2001), organisasi dapat diartikan secara statis maupun dinamis. Statis menunjukkan sebagai badan dan bagan. Sebagai badan, adalah sekelompok orang yang bekerjasama untuk mencapai tujuan tertentu, sedang, organisasi sebagai bagan adalah menggambarkan skematik tentang hubungan kerjasama diantara orang-orang yang ada di dalam organisasi. Organisasi dalam artian dinamis adalah suatu proses penetapan dan pemberian pekerjaan, pembatasan tugas dan tanggungjawab serta penetapan hubungan antara unsur-unsur organisasi, sehingga memungkinkan orang bekerjasama secara efektif.

Berdasarkan penjelasan di atas mengenai perbedaan pengertian antara kelembagaan sebagai organisasi sekaligus sebagai pranata, maka dapat dikatakan bahwa UAB “Tirta Kencana” adalah merupakan suatu organisasi yang mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia yaitu berupa air. Dibentuk atas dasar pemikiran bersama, dikelola berdasar ketentuan organisasi yaitu adanya pimpinan sebagai pengurus dan pelanggan sebagai anggota. Masing-masing memiliki peran-peran formal serta prosedur pelaksanaan aturan bagi anggotanya. Aturan yang dilaksanakan dalam organisasi baik tertulis maupun tidak. Kecepatan dan perubahan organisasi sangat tergantung pada tanggapan anggotanya.

2.1.1 Organisasi: Fungsi dan Manajemen

Ciri-ciri utama organisasi menurut Etzioni et al (1982) dalam Kolopaking dkk (2003) adalah: 1) mempunyai pembagian dalam pekerjaan, kekuasaan dan tanggungjawab komunikasi yang tidak dipolakan begitu saja atau disusun menurut cara-cara tradisional, tetapi sengaja direncanakan untuk dapat lebih meningkatkan usaha mewujudkan tujuan tertentu; 2) pengendalian usaha-usaha organisasi

(25)

mempunyai beberapa pusat wewenang yang berfungsi mengawasi serta mengarahkan organisasi mencapai tujuan; dan 3) mempunyai prosedur pengganti tenaga mahir, anggota atau mereka yang menjadi pengurus organisasi.

Secara garis besar manajemen adalah ilmu atau seni untuk mempengaruhi orang lain agar mau bekerja untuk mencapai tujuan organisasi. Menurut Terry (1960) fungsi manajemen meliputi: Planning, Organizing, Actuating and Controlling (POAC). Guna menjaga keberlangsungan organisasi UAB “Tirta Kencana” dalam mengelola penyediaan air bersih secara berkecukupan, tidak saja bagi warga yang tinggal di sekitar sumber air tetapi juga bagi warga yang tinggal jauh dari sumber, maka faktor “POAC” merupakan prasarat paling penting yang harus dilakukan oleh pengelola bersama-sama dengan seluruh anggotanya.

Dari pemahaman tentang organisasi tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa UAB ”Tirta Kencana” merupakan suatu organisasi yang memiliki bagan hubungan antara pengurus, pengelola dan anggota, disamping itu secara dinamis, terdapat pembagian kerja, tugas dan tanggungjawab antar semua pihak yang dilaksanakan secara efektif.

2.1.2 Fungsi Organisasi

Menurut Terry (1960) organisasi mempunyai fungsi sebagai berikut: 1) memberikan pedoman pada anggota masyarakat, bagaimana mereka harus bertingkah laku atau bersikap di dalam menghadapi masalah-masalah dalam masyarakat, terutama yang menyangkut kebutuhan-kebutuhan; 2) menjaga keutuhan masyarakat; dan 3) memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian sosial (social control), atau sistem pengawasan masyarakat terhadap tingkah laku anggotanya. Dari uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa fungsi organisasi adalah mengatur hubungan antar manusia di dalam masyarakat, dan seluruh sumberdaya yang ada di lingkungannya, seperti sumberdaya alam (SDA), sumberdaya manusia (SDM) dan modal sosial.

Perencanaan adalah proses yang diatur agar suatu sasaran atau tujuan masa depan yang masih samar-samar menjadi lebih jelas (Silalahi, 2001). Menurut Siagian (1997) perencanaan adalah keseluruhan proses pemikiran dan penentuan

(26)

secara matang mengenai hal-hal yang akan dikerjakan di masa yang akan datang dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Tujuan yang telah direncanakan hendaknya dirumuskan secara jelas, sederhana dan realistis. Sifat perencanaan adalah luwes, terdapat keseimbangan baik untuk kepentingan luar maupun dalam, efektif dan efisien dalam penggunaan biaya, tenaga dan sumberdaya yang tersedia. Berkaitan dengan UAB ”Tirta Kencana” sebagai suatu organisasi memiliki perencanaan guna mencapaian tujuan bersama dan tujuan tersebut dirumuskan secara jelas, sederhana dan realistis yaitu mengelola sumber air yang ada guna kepentingan bersama.

Pengorganisasian, menurut Terry (1960) adalah suatu tindakan mengusahakan hubungan kelakuan yang efektif antara orang-orang, hingga mereka dapat bekerjasama secara efisien dan demikian memperoleh kepuasan pribadi dalam hal melaksanakan tugas-tugas tertentu dalam kondisi lingkungan tertentu guna mencapai tujuan atau sasaran tertentu. Pengorganisasian menyebabkan timbulnya suatu struktur organisasi yang merupakan penggabungan usaha-usaha manusia dengan baik. Dengan kata lain, tugas pengorganisasian adalah mengharmonisasikan kelompok yang berbeda, dan mempertemukan berbagai macam kepentingan serta memanfaatkan seluruh kemampuan untuk mencapai tujuan tertentu. Pengorganisasian dapat menimbulkan effek yang sangat baik dalam usaha menggerakkan dan pengawasan manajerial. Masyarakat Jetisharjo secara umum bekerjasama secara efektif dan terstruktur dalam wadah UAB “Tirta Kencana” untuk memenuhi kebutuhan air bersih. Dalam pengorganisasian UAB “Tirta Kencana” di dalamnya terdapat pengurus sebagai pengelola organisasi dan masyarakat sebagai pelanggan atau anggota.

Pelaksanaan atau actuating adalah upaya menggerakkan orang guna melaksanakan aktifitas organisasi sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Menurut Terry (2006) actuating adalah ”usaha untuk menggerakkan anggota kelompok sedemikian rupa, sehingga mereka berkeinginan dan berusaha untuk mencapai sasaran perusahaan yang bersangkutan, dan sasaran-sasaran anggota perusahaan tersebut oleh karena anggota itu ingin mencapai sasaran-sasaran tersebut”.

Menggerakkan membutuhkan adanya kematangan pribadi dan pemahaman terhadap karakter manusia yang memiliki kecenderungan berbeda dan dinamis,

(27)

sehingga membutuhkan adanya sinkronisasi. Fungsi pelaksanaan lebih rumit mengingat harus berhadapan langsung dengan anggota, sehingga fungsi leadership sangat dibutuhkan. Menurut Perrow (1986) bahwa pimpinan yang baik umumnya bersifat demokratis daripada otoriter, yang memusatkan perhatian pada anggota serta hubungan antara pengurus dengan anggota, daripada memusatkan perhatian pada peraturan-peraturan yang berlaku. Kepemimpinan yang baik akan mendorong semangat yang tinggi para anggotanya dan semangat yang tinggi akan meningkatkan upaya-upaya dalam mencapai hasil yang lebih baik. Pada gilirannya menghindari adanya anggota ataupun pengurus yang meninggalkan organisasi. Demikian halnya dengan organisasi UAB ”Tirta Kencana” dalam upaya menggerakkan anggotanya, membutuhkan kepemimpinan yang baik, bersifat demokratis dan mampu memperhatikan kebutuhan anggotanya. Pengurus mampu mensinkronisasikan antara karakter anggota dan semua kepentingan yang berbeda untuk mencapai tujuan bersama.

Pengawasan atau pengendalian (controlling) merupakan proses untuk mengamati secara terus menerus (berkesinambungan) pelaksanaan kerja yang sudah disusun dan mengadakan koreksi (perbaikan) terhadap penyimpangan yang terjadi. Untuk menjalankan fungsi ini diperlukan adanya standar pelaksanaan kerja yang jelas. Selain itu juga memberikan pemahaman dalam organisasi mengenai pengertian tipe, proses, dan pentingnya pengawasan dalam suatu organisasi demi suksesnya pengelolaan organisasi atau setiap kegiatan yang telah direncanakan secara matang dan terarah. Menurut Handoko (2003) pengawasan adalah penetapan dan penerapan cara dan peralatan untuk menjamin bahwa rencana telah dilaksanakan sesuai dengan yang telah ditetapkan. Pengawasan positif adalah untuk mengetahui apakah tujuan organisasi dicapai dengan efisien dan efektif. Sedang pengawasan negatif untuk menjamin tidak terjadinya kegiatan yang tidak diinginkan atau dibutuhkan. Guna mewujudkan tujuan bersama diperlukan adanya pengawasan terhadap proses pelaksanaan kerja UAB “Tirta Kencana” dan hasil dari pengawasan akan dipergunakan untuk koreksi terhadap penyimpangan yang ada dalam organisasi, guna keberhasilan usaha pengelolaan air bagi seluruh masyarakat.

(28)

Dari pelaksanaan organisasi sebagai badan sekaligus bagan UAB ”Tirta Kencana” dapat dikatakan berhasil apabila memenuhi kriteria tersebut di atas. Bagaimana pencapaian tujuan organisasi, apakah telah sesuai dengan kesepakatan yang dibuat bersama dengan warganya. Bagaimana pengawasan dan evaluasi dilakukan terhadap pengelola maupun anggota. Sudahkah pengelola memperoleh penghargaan atau insentif sesuai dengan pekerjaan dan tanggungjawab yang telah dilakukan. Apakah forum komunikasi antara pengelola dan anggota telah ada dan berjalan sebagaimana mestinya. Apakah masyarakat terlibat dan berpartisipasi secara sadar dalam organisasi tersebut.

2.2. Organisasi UAB ”Tirta Kencana” dan Partisipasi Masyarakat Secara harafiah, partisipasi berarti “turut berperan serta dalam suatu kegiatan”, keikutsertaan atau peran serta dalam suatu kegiatan”, peran serta aktif atau proaktif dalam suatu kegiatan”. Partisipasi dapat didefinisikan secara luas sebagai “bentuk keterlibatan dan keikutsertaan masyarakat secara aktif dan sukarela, baik karena alasan-alasan dari dalam dirinya (intrinsik) maupun dari luar dirinya (ekstrinsik) dalam keseluruhan proses kegiatan yang bersangkutan” (Moeliono, 2004).

Menurut Bamberger dan Shams (1989), terdapat dua pendekatan mengenai partisipasi. Pertama, partisipasi merupakan proses sadar tentang pengembangan kelembagaan dan pemberdayaan dari masyarakat yang kurang beruntung berdasarkan sumber daya dan prakarsa pemerintah. Kedua, partisipasi harus mempertimbangkan adanya intervensi dari pemerintah dan LSM, di samping peran serta masyarakat. Hal ini sangat penting untuk implementasi proyek yang lebih efisien, mengingat kualitas sumber daya dan kapasitas masyarakat tidak memadai.

Menurut Simon (1976) pengambilan keputusan seseorang untuk berpartisipasi dalam organisasi dapat dibedakan menjadi 2, yaitu: 1) keputusan seseorang untuk bergabung dan meneruskan berpartisipasi dalam suatu organisasi, dan; 2) keputusan seseorang karena diminta berpartisipasi dalam organisasi. Secara umum pengambilan suatu keputusan dapat melalui beberapa tahapan, berdasarkan pendapat Wahyuni (2003) terdapat 4 (empat) tahapan, yaitu: tahapan orientasi, penilaian, pilihan dan pemulihan keseimbangan. Tahap orientasi adalah

(29)

tahapan dimana masing-masing anggota menentukan pilihan kegiatan yang dapat mereka lakukan, tukar-menukar informasi dan mengusulkan pemecahan masalah. Tahapan penilaian adalah mengevaluasi berbagai kemungkinan. Tahap pilihan adalah membuang pilihan-pilihan yang tidak dikehendaki dan memilih yang terbaik. Tahapan pemulihan keseimbangan adalah upaya menormalisasi hubungan-hubungan dalam kelompok setelah menghadapi tekanan berat pada saat proses pengambilan keputusan. Dapat dikatakan di sini bahwa seseorang atau anggota kelompok dalam upaya berpartisipasi sangat ditentukan juga atas pertimbangan orientasi, penilaian, pemilihan maupun pemulihan keseimbangan. Pentingnya ketepatan dalam pengambilan keputusan sangat berpengaruh pada keberhasilan pembentukan maupun keberlangsungan suatu organisasi.

Menurut Sastropoetro (1988), partisipasi adalah keterlibatan spontan dengan kesadaran disertai tanggung jawab terhadap kepentingan kelompok untuk mencapai tujuan. Sedang, menurut Mubyarto (1985) dalam Sumardjo dan Saharudin, (2005), partisipasi adalah kesadaran untuk membantu berhasilnya setiap program sesuai dengan kemampuan setiap orang tanpa berarti mengorbankan kepentingan diri sendiri serta anggotanya. Jika dikaitkan dengan pembangunan masyarakat, partisipasi adalah menyangkut keterlibatan masyarakat secara aktif dalam pengambilan keputusan, pelaksanaan, pemeliharaan, evaluasi dan menikmati hasilnya atas suatu usaha perubahan masyarakat yang direncanakan untuk mencapai tujuan-tujuan masyarakat.

Ndraha (1990) berpendapat bahwa partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan dapat digolongkan ke dalam 5 bentuk: 1) partisipasi dalam atau melalui kontak dengan pihak lain sebagai awal perubahan sosial; 2) partisipasi dalam memperhatikan atau menyerap dan memberi tanggapan terhadap informasi, baik dalam artian menerima, menerima dengan syarat, maupun menolaknya; 3) partisipasi dalam perencanaan termasuk pengambilan keputusan; 4) partisipasi dalam pelaksanaan operasional; dan 5) partisipasi dalam menerima, memelihara, dan mengembangkan hasil pembangunan, yaitu keterlibatan masyarakat dalam menilai pelaksanaan pembangunan apakah sudah sesuai dengan rencana dan tingkatan hasil yang diharapkan dan memenuhi kebutuhan masyarakat.

(30)

Menurut Draig dan Mayo dalam Hikmat (2004), partisipasi merupakan komponen penting dalam menumbuhkan kemandirian dan proses pemberdayaan. Dengan keterlibatan orang dalam suatu kegiatan akan mendorong orang tersebut untuk lebih memperhatikan hidupnya dan menemukan rasa percaya diri, memiliki harga diri dan pengetahuan serta mengembangkan keahlian baru. Semakin banyak ketrampilan yang dimiliki, maka semakin baik kemampuan seseorang dalam berpartisipasi. Organisasi UAB ”Tirta Kencana” dalam pengelolaan penyediaan air bersih guna memenuhi kebutuhan anggotanya, tidak lepas dari partisipasi seluruh pihak yang terlibat didalamnya termasuk pengelola atau pengurus dan anggota atau pelanggan.

2.3. Kerangka Berpikir

Aspek sosial, ekonomi, budaya yang dimiliki oleh individu atau masyarakat akan menentukan seberapa banyak atau besar mereka mampu memenuhi kebutuhan dasar hidupnya. Perbedaan tingkat pemenuhan kebutuhan dasar akan membagi masyarakat ke dalam masyarakat mampu dan tidak mampu. Masyarakat mampu akan dengan mudah memperoleh pelayanan publik secara layak. Sebaliknya, masyarakat tidak mampu akan sulit mendapatkan pelayanan publik atau bahkan tidak jarang mereka terpinggirkan dari pelayanan publik. Seperti halnya yang terjadi pada masyarakat yang memiliki keterbatasan sosial, ekonomi dan budaya yang tinggal di perkotaan atau masyarakat perdesaan yang mengalami kesulitan hidup di daerah asalnya kemudian berurbanisasi ke perkotaan untuk mengadu nasib. Kedua golongan masyarakat tersebut, umumnya memilih tinggal di daerah yang strategis dan ekonomis yaitu dekat dengan pusat keramaian perekonomian kota. Daerah yang dekat dengan pusat perekonomian kota dan terjangkau harganya bagi masyarakat tidak mampu, umumnya berupa tanah-tanah liar atau hamparan tanah yang sulit dan terjal di sepanjang bantaran sungai. Karena jumlah penduduk yang tinggal di atas tanah tersebut sangat tinggi, maka daerah hunian umumnya merupakan kawasan kumuh dengan fasilitas layanan umum yang sangat terbatas. Seperti, pelayanan jaringan air bersih dari PDAM sangat jarang tersedia bahkan hampir dapat dikatakan tidak ada. Guna memenuhi kebutuhan akan air, biasanya masyarakat tidak mampu

(31)

memperolehnya dari bak-bak penampungan air, sumur-sumur umum atau dari sungai.

Air merupakan kebutuhan sangat pokok dalam kelangsungan hidup masyarakat. Dan penyediaan air merupakan tanggungjawab Pemerintah. Namun, karena keterbatasan anggaran, maka tidak semua wilayah dan masyarakat dapat memperoleh pelayanan tersebut. Untuk membantu terpenuhinya air bersih, Pemerintah selanjutnya mengeluarkan kebijakan bagi pihak swasta maupun masyarakat untuk mengusahakan penyediaan air bersih sendiri.

Kebijakan pemerintah tersebut disambut baik oleh masyarakat miskin dalam mengelola penyediaan air bersih secara mandiri. Ini pula yang dilakukan oleh masyarakat Jetisharjo, kota Yogyakarta yang tinggal di bantaran lembah sungai Code. Mengingat lokasi medan yang sulit dan tidak ekonomis bagi PDAM membuat jaringan saluran air ke kawasan tersebut, maka masyarakat Jetisharjo dengan kesepakatan bersama membuat paguyuban pengelolaan air bersih. Hal ini dilakukan mengingat terdapatnya 6 sumber mata air yang keluar dari tebing sungai Code yang dapat diberdayakan guna pemenuhan akan air bersih warganya. Dengan bantuan dari berbagai pihak baik dari kelurahan, Pemerintah, Departemen Pekerjaan Umum, lembaga-lembaga swasta dan perguruan tinggi, usaha ini dapat berkembang hingga menjadi Usaha Air Bersih ”Tirta Kencana.”

Dengan terbentuknya organisasi UAB ”Tirta Kencana”, maka diperlukan pihak-pihak yang mampu mengelola dan memelihara usaha tersebut agar pemenuhan kebutuhan air bersih warga dapat terpenuhi secara layak, cukup, dan berkelanjutan. Mengingat organisasi tersebut relatif merupakan sesuatu hal yang baru bagi mayoritas masyarakat Jetisharjo yang relatif rendah sosial, ekonomi statusnya, maka sistem pengelolaannyapun masih sangat terbatas dan sederhana, sehingga hasilnyapun tidak atau belum optimal.

Berdasarkan teori-teori organisasi dan manajemen, suatu organisasi terdiri atas badan dan bagan, dan yang melakukan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan, jika tujuan organisasi ingin dicapai secara berkesinambungan. Dalam badan mencakup struktur organisasi dimana terdapat pengelola atau pengurus dan anggota atau pelanggan. Sedang bagan adalah pelaksanaan kerja dan adanya aturan-aturan yang secara rasional dan formal

(32)

diberlakukan. Disamping tentunya adanya sarana prasarana, insentif, dan modal baik sosial maupun kapital. Akhirnya, transparansi dan partisipasi sangat diperlukan.

Dari persyaratan organisatoris tersebut di atas, UAB ”Tirta Kencana” sekalipun telah memiliki hampir seluruh kriteria organisasi yang ada, namun pengelolaan secara rasional, formal, profesional, pencapaian tujuan nampaknya belum optimal. Oleh karena itu dirasa perlu adanya suatu program penguatan kelembagaan UAB ”Tirta Kencana” agar tujuan tercapai secara berkesinambungan.

Seperti diketahui bahwa setiap masyarakat mempunyai potensi atau kekuatan yang dapat didayagunakan guna meningkatkan kualitas hidupnya. Namun, tidak semua masyarakat menyadari hal tersebut, khususnya bagi kelompok miskin yang memiliki berbagai keterbatasan. Oleh karena itu diperlukan dorongan dan bantuan riel dari pihak lain seperti pemerintah dan pihak swasta maupun perguruan tinggi. Seperti dalam hal keterbatasan kapasitas pengurus dalam pengelolaan organisasi serta sarana dan prasarana yang ada tentunya berpengaruh terhadap seberapa jauh jangkauan pelayanan yang mampu diberikan terhadap anggota. Apakah pelayanan telah memuaskan masyarakat atau masih adakah keluhan dan hambatan dirasakan oleh semua pihak baik pengurus maupun anggota. Seberapa banyak keterlibatan warga dalam pengelolaan UAB ”Tirta Kencana” ini. Semua perlu dievaluasi dan dibenahi guna kepentingan bersama. Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka berpikir dapat dilihat pada gambar 1 di bawah ini.

(33)

Gambar 1 Kerangka Berpikir Keterangan: : mempengaruhi Keberlangsungan Kelembagaan Pengelolaan UAB“Tirta Kencana” • Kondisi sosial, ekonomi, budaya masyarakat • Dukungan pemerintah: - Dinas PU - PDAM - Kelurahan • Perguruan Tinggi • Swasta Keragaan UAB “Tirta Kencana” - Modal - Jml. Anggota - Pemanfaatan sumber air - Pelayanan - Aturan - Partisipasi • Manajemen - Perencanaan - Pengorganisasian - Pelaksanaan - Pengawasan Program Penguatan Kelembagaan UAB “Tirta Kencana”

(34)

III. METODE KAJIAN

3.1. Tipe Kajian

Kajian ini menggunakan tindak eksplanatif. Tindak eksplanatif adalah suatu kajian yang menggali informasi dengan mengamati interaksi dalam masyarakat. Interaksi yang dimaksud adalah hubungan antara masyarakat sebagai anggota dan pengurus atau pengelola organisasi UAB ”Tirta Kencana”. Subyek kajian adalah organisasi UAB ”Tirta Kencana”, sedang unit analisis adalah pengurus dan masyarakat sebagai anggota.

3.2. Aras Kajian

Kajian ini menggunakan aras mikro dengan pendekatan subyektif, yaitu memahami realitas sosial termasuk di dalamnya adalah hubungan interaksi komunitas dalam upaya memenuhi kebutuhan air masyarakat miskin.

3.3. Strategi Kajian

Strategi kajian menggunakan logical framework analysis. Adapun alasan penggunaan metode ini disebabkan karena kajian yang akan diambil adalah kajian aksi yang mengharapkan suatu respon dalam bentuk pembuatan rancangan kegiatan guna memecahkan masalah yang ada. Di samping itu, penggunaan analisis logical framework adalah untuk mempermudah menganalisis masalah, tujuan hingga penyusunan suatu program.

Adapun tahapan-tahapan logical framework analysis menurut Sumardjo dan Saharuddin (2006) adalah sebagai berikut:

1. Melaksanakan analisis masalah berasal dari informasi masyarakat. 2. Melaksanakan analisis tujuan berdasarkan perumusan hasil analisis permasalahan.

3. Membuat matrik alternatif kegiatan atas dasar analisis tujuan dan merumuskan analisis strategi guna penguatan organisasi UAB ”Tirta Kencana”.

4. Menyusun analisis pihak terkait berdasarkan hasil identifikasi. 5. Menyusun rencana kegiatan penguatan organisasi.

(35)

3.4. Lokasi Kajian dan Waktu Pelaksanaan 3.4.1. Lokasi Kajian

Kajian ini dilakukan di wilayah kampung Jetisharjo, Kelurahan Cokrodiningratan, Yogyakarta. Pemilihan lokasi kajian berdasar pertimbangan sebagai berikut:

1. Secara geografis kampung Jetisharjo berada di tengah perkotaan Yogyakarta, di bantaran sungai Code. Kondisi topografi bantaran sungai relatif terjal. Wilayah yang strategis secara ekonomi telah menarik banyak pendatang dari berbagai lapisan, untuk bertempat tinggal di sini. Wilayah ini menjadi semakin padat dan menghadapi masalah penyediaan air bersih. Dengan usaha dan kesepakatan bersama, masyarakat membentuk usaha pengelolaan air bersih secara mandiri, yang hingga saat ini masih berlangsung.

2. Sumber air bersih yang ada di wilayah ini belum dimanfaatkan dan dikelola secara optimal, untuk kepentingan seluruh warga masyarakat .

3. Organisasi UAB ”Tirta Kencana” yang ada mempunyai prospek perkembangan

apabila dilaksanakan secara optimal.

4. Muncul kekhawatiran akan keberlangsungan UAB ”Tirta Kencana” disebabkan karena keterbatasan masyarakat berpenghasilan rendah dalam menanggung beban biaya operasional dan pemeliharaan serta pengembalian modal investasi.

3.4.2. Waktu Pelaksanaan Kajian

Kajian dilaksanakan secara bertahap. Pengambilan data awal dilakukan melalui praktek lapangan I (pemetaan sosial) pada tanggal 2 sampai dengan 11 Januari 2007 dan praktek lapangan II (evaluasi program) pada tanggal 16 April 2007 sampai dengan 16 Mei 2007. Penyusunan proposal dilaksanakan 27 Juni sampai dengan 26 Juli 2007, dilanjutkan dengan seminar kolokium pada akhir 3 Agustus 2007. Pengambilan data kajian dan penyusunan program dilaksanakan pada awal hingga akhir bulan November 2007.

(36)

Tabel 1 Jadwal Pelaksanaan Kajian Jenis kegiatan Tahun 2007 Tahun 2008 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 1 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1. Pemetaan sosial 2. Evaluasi program 3. Kajian PM 4. Analisis data 6. Penulisan laporan 7. Seminar & Ujian

3.5. Metode Pengumpulan Data

3.5.1. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam kajian ini meliputi :

1. Studi dokumen, yaitu memperlajari data yang bersumber dari dokumen UAB “Tirta Kencana” dan dokumen Kelurahan. Studi dokumen ini meliputi data tentang administrasi, aset, program pengembangan keswadayaan masyarakat di Kelurahan, Dinas Pekerjaan Umum, PDAM, Perguruan Tinggi.

2. Pengamatan berperan serta yaitu melakukan pengamatan untuk mengumpulkan data dan berinteraksi sosial dengan subyek kajian dalam lingkungan subyek

kajian. Pengamatan dilakukan untuk mengetahui aktivitas pengurus dan anggota mencakup: ketrampilan pengurus dalam memberikan pelayanan, interaksi antara pengurus dan pihak-pihak yang terlibat dalam UAB ”Tirta Kencana”.

3. Wawancara mendalam, yaitu mengumpulkan data dengan temu muka antara peneliti dengan responden maupun informan dalam suasana kesetaraan,

keakraban untuk memahami pandangan hidupnya, pengetahuan yang dimilik, pengalaman, motivasi, sikap dan perilakunya dalam mengelola lembaga. 4. Diskusi kelompok terfokus (focus group discussion) yaitu mengadakan diskusi secara sistimatis dengan melibatkan penasehat, pengurus, anggota, aparat

(37)

kalurahan, dalam rangka meningkatkan pelayanannya. Pada diskusi ini, peneliti berperan sebagai fasilitator dan bekerjasama dengan orang yang mampu untuk membantu sebagai penulis.

3.5.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis dan sumber data dalam kajian meliputi data primer dan data sekunder. Data primer berasal dari responden dan informan. Responden terdiri dari pengurus dan anggota organisasi UAB “Tirta Kencana.” Yang menjadi kasus kajian adalah: pengurus organisasi dan masyarakat sebagai anggota. Jumlah kasus kajian sebanyak 10 informan. Cara penentuan kasus kajian berdasarkan purposive random sampling mengingat informasi yang ingin diperoleh adalah berkaitan dengan usaha pengelolaan air yang dapat diperoleh berasal dari seseorang yang bertanggungjawab, mengetahui atau berhubungan dengan UAB “Tirta Kencana”. Tehnik yang dipakai adalah snowball sampling.

3.5.3. Data Kajian

Data yang terkumpul dalam kajian ini meliputi:

1. Permasalahan dalam UAB”Tirta Kencana” yang mencakup:

a. Belum optimalnya kinerja lembaga, kemampuan pengelola, peningkatan kinerja lembaga dalam meningkatkan pelayanan pada anggota serta dalam pengembangan masyarakat.

b. Kekawatiran akan keberlangsungan UAB ”Tirta Kencana”, karena beban operasional yang harus ditanggung sedangkan masyarakat memiliki

keterbatasan untuk menanggung beban tersebut.

c. Sumber daya air yang ada belum dimanfaatkan secara optimal, dalam mencukupi kebutuhan seluruh warga masyarakat

2. Peluang pengelolaan kemandirian UAB ”Tirta Kencana”, mencakup: a. Peluang pengembangan kapasitas pengurus, yang meliputi motivasi, pengetahuan dan ketrampilan dalam administrasi dan manajemen. b. Peluang pengembangan aset, yaitu sumber daya air, pengelolaan, dan perkembangannya.

(38)

c. Peluang pengembangan mitra usaha, yang meliputi pihak-pihak yang menjadi

mitra dan bentuk -bentuk kemitraan yang dapat mendukung pengembangan UAB ”Tirta Kencana”.

d. Peluang pengembangan masyarakat, meliputi partisipasi dalam penyusunan rencana, pelaksanaan pelayanan, pengawasan, dan evaluasi kegiatan

UAB”Tirta Kencana”.

e. Peluang peningkatan pelayanan, dari aspek kuantitas yang meliputi peningkatan jumlah anggota/pelanggan, dan dari aspek kualitas terus diusahakan kualitas air bebas dari kuman.

3. Dukungan dari pihak luar, yaitu program-program pemerintah dari tingkat kota, provinsi, dinas pekerjaan umum, perusahaan daerah air minum (PDAM), perguruan tinggi yang dapat diimplementasikan dalam usaha pengembangan UAB ”Tirta Kencana”.

4. Strategi penguatan kelembagaan pengelolaan air untuk keberlanjutan pelayanan air bersih, yang diharapkan dapat mempertemukan semua pihak yang

berkepentingan dalam kelembagaan pelayanan usaha air.

Tehnik pengumpulan data disajikan dalam Tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2. Tujuan, Jenis, Sumber dan Teknik Pengumpulan Data

Tujuan Jenis Data Sumber Data

Teknik Pengumpulan Data Mendeskripsikan organisasi UAB “Tirta Kencana” Data primer Data sekunder Dokumen tirta kencana meliputi:

- Struktur organisasi -Tugas dan tanggung jawab

pengurus

-Tugas dan tanggung jawab petugas teknis Pengurus “TK” - wawancara - pengamatan - studi dokumunetsi Mendeskripsikan operasionalisasi dan pemanfaatan sarana prasarana Data primer:

- modal awal (uang, material, tenaga)

- asal bantuan - bentuk/jenis bantuan Data sekuder: Dokumen UAB “Tirta Kencana” meliputi: - Pemasukan retribusi/bln - Pengeluaran rutin/bln -Pengurus ”TK” - Tokoh masykt. - Pelanggan - Perintis - Pengurus Wawancara mendalam - Studi dokumunetsi

(39)

- Pengeluaran tidak rutin - Pihak luar pernah

memberikan bantuan - Jenis bantuan yang diberikan Mendeskripsikan

pengelolaan UAB ”Tirta kencana

Data primer :

Perencanaan, meliputi: - Proses sosialisasi program, - Sarat menjadi anggota, pelaksanaan, meliputi: - Pemilihan ketua - Syarat menjadi ketua

Dokumen UAB ”Tirta kencana : - Proses sosilasi program

- “TK”.kehadiran anggt dl.pertemn - Sarat menjadi anggota

Pelaksanaan: - Pemilihan ketua

- Pengelolaan hsl.iuran anggta - Tk.kehadiran anggt.dl.pertman - Keaktifan anggt.dl.pertemuan - Ketaatan anggt. dl.pertemuan - Tnggpn.anggt.thp.lap.pengrs - Byk.sedkitnya anggota - Byk,sedikitnya peraturan Data sekunder : - evaluasi - kegiatan pelaporan - jaringan - kegiatan pengorgnisasian - Pengurus - Pelanggan - Tokoh masy. - Pengurus”TK” - Wawancara mendalam - Studi dokumtsi Studi dokumtsi Menyusun program penguatan UAB ”Tirta Kencana” yang melibatkan stakeholder untuk menjadi kegiatan yang berkelanjutan Data primer: - permasalahan UAB ”TK” - pihak-pihak terkait atau

stakeholders

- Aspirasi anggota, masyarakat

- Pengurus”TK” - Anggota - Tokoh masy. - Diskusi kelpk/ FGD - Wawancara dg. tokoh-tokoh masy.

3.6. Analisis dan Pelaporan

Sebelum melakukan analisis dan pelaporan terdapat beberapa tahapan yang perlu dilakukan guna memperoleh gambaran serta informasi lengkap tentang profil organisasi UAB “Tirta Kencana”, operasionalisasi dan pemanfaatan sarana prasarana, pengelolaan, program-program yang dilakukan dalam penguatan kelembagaan, serta permasalahan apa yang dihadapi oleh masyarakat berkaitan dengan penyediaan air bersih. Semua informasi yang diperlukan diperoleh secara langsung melalui focus group discussion, wawancara dengan pengurus atau pengelola dan masyarakat sebagai anggota atau pelanggan. Kesemua aktifitas tersebut direkam baik dalam bentuk catatan hasil wawancara,

(40)

dokumentasi berupa photo maupun rekaman pembicaraan. Konfirmasi atas kebenaran informasi dilakukan juga dengan melakukan wawancara terhadap pihak-pihak dan instansi terkait, pemerintah daerah setempat, ataupun dengan mempelajari dan memperbandingkan informasi dengan dokumentasi yang ada. Kumpulan dari semua informasi baik data primer maupun sekunder menjadi bahan analisis.

Hasil pengumpulan informasi tersebut selanjutnya diuraikan dan diuji kebenaran maupun relevansinya dengan teori-teori yang telah diajukan. Dalam hal ini artinya penganalisaan atas kesesuaian kondisi empiris dan teoritis dilakukan secara sistematis dan berdasarkan argumen-argumen yang dibuat sebelumnya. Dari analisis tersebut akan diperoleh suatu penjelasan secara rinci tentang organisasi UAB “Tirta Kencana” apakah sesuai dengan argumentasi atau adakah penyimpangan dan permasalahan yang dijumpai yang muncul dari hasil kajian tersebut. Dengan kata lain, setelah melakukan analisis data yang dikaitkan dengan teori maupun kondisi riel setempat, dapat ditarik suatu kesimpulan mengenai subyek kajian. Selanjutnya, temuan-temuan baru dari hasil analisis dan permasalahan yang dihadapi dengan ditemukan hasil tersebut, membuahkan suatu bentuk saran ataupun rekomendasi, yang mana semua itu dipakai sebagai landasan pembuatan suatu rancangan penyusunan program sebagai satu solusi bagi permasalahan maupun saran dan rekomendasi bagi penguatan kelembagaan UAB “Tirta Kencana” (Gambar 6). Tahapan kegiatan yang dilakukan itu semua dituangkan dalam bentuk laporan akhir.

3.7. Rancangan Penyusunan Program

Dari pemahaman tentang kondisi yang ada, maka guna perbaikan dan peningkatan serta kesinambungan dari organisasi UAB ’Tirta Kencana”, perlu disusun suatu rancangan program. Rancangan program dibuat bersama-sama dengan melibatkan semua unsur masyarakat. Pendekatan partisipatif dilakukan terhadap masyarakat untuk menggali pengetahuan tentang potensi-potensi yang dimiliki, kebutuhan-kebutuhan yang dirasa mendesak, permasalahan yang dihadapi, serta menentukan prioritas permasalahan yang perlu segera diatasi. Dengan mengetahui dan memahami potensi, kebutuhan, permasalahan, dan

(41)

prioritas penanganan, maka disusunlah program yang mendukung bagi penguatan kelembagaan. Program diperoleh dari hasil diskusi kelompok dengan pihak terkait (stakeholders), seperti: pengurus UAB ”Tirta Kencana”, anggota atau pelanggan, tokoh masyarakat, pengurus RT/RW, serta aparat pemerintah terkait. Dalam diskusi dibahas mengenai hasil analisa terdahulu, kemudian secara bersama-sama menyusun program penguatan kelembagaan.

(42)

IV. PETA SOSIAL KELURAHAN COKRODININGRATAN 4.1. Keadaan Geografis

Secara administrasi kampung Jetisharjo berada di Kelurahan Cokrodiningratan, Kecamatan Jetis, Yogyakarta, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kampung Jetisharjo terletak di ujung utara kota Yogyakarta, berbatasan dengan Kabupaten Sleman.

Batas wilayah Kelurahan Cokrodiningratan adalah sebagai berikut: 1. Sebelah utara : Kelurahan Karangwaru, Kecamatan Tegalrejo 2. Sebelah timur : Kelurahan Gowongan, Kecamatan Jetis 3. Sebelah barat : Kelurahan Bumijo, Kecamatan Jetis

4. Sebelah selatan : Kelurahan Terban, Kecamatan Gondokusuman

Kelurahan Cokrodiningratan terdiri dari 11 rukun warga (RW), 60 rukun tetangga (RT), dengan luas wilayah 0,66 km. Secara fisik Kelurahan Cokrodiningratan dilalui jalan propinsi yang menghubungkan kota Yogyakarta dengan Kabupaten Sleman, juga dilalui sungai Code yang membagi kota Yogyakarta.

Jarak/orbitasi Kelurahan Cokrodiningratan sebagai berikut: 1. Jarak dari pusat pemerintahan kecamatan : 1 km

2. Jarak dari pusat pemerintahan kota : 6 km 3. Jarak dari ibu kota propinsi : 2 km 4. Jarak dari ibu kota negara : 565 km

Penggunaan dan luas tanah disajikan dalam Tabel 3 di bawah ini.

Tabel 3 Luas Tanah Menurut Penggunaannya

No. Penggunaan tanah Luas tanah (km²) Persentase (%) 1 Pemukiman/perumahan 0,50 75,76

2 Makam 0,04 6,06

3 Pekarangan 0,02 3,03

5 Tanaman 0,01 1,52

6 Perkantoran 0,02 3,03

7 Prasarana umum lainya 0,07 10,6

Jumlah 0,66 100

(43)

Tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besar luas lahan digunakan sebagai areal pemukiman/perumahan seluas 0,50 km (75,76%) dan sisanya untuk prasarana umum seluas 0,07 km, makam 0,04 km, masing-masing 10,6% dan 6,06%. Lahan untuk pekarangan dan perkantoran masing-masing 3,03% dan untuk tanaman 1,52%. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa Kelurahan Cokrodiningratan cenderung padat dan penuh dengan pemukiman.

4.2. Kependudukan

Penduduk merupakan salah satu aspek yang penting dalam setiap kegiatan perencanaan, implementasi program maupun pengelolaan. Tabel 4 menunjukkan sebaran penduduk berdasarkan usia dan jenis kelamin.

Tabel 4 Sebaran Penduduk Menurut Usia dan Jenis Kelamin

No. Usia Jenis kelamin Jumlah Persentase ( % ) Laki-laki Perempuan 1 0 – 4 th 245 223 468 3,55 2 5 – 9 th 456 358 814 6,18 3 10 – 14 th 480 532 1.012 7,68 4 15 – 19 th 713 642 1.355 10,29 5 20 – 24 th 833 685 1.518 11,53 6 25 – 29 th 789 700 1.489 11,32 7 30 – 34 th 722 656 1.378 10,46 8 35 – 39 th 643 624 1.267 9,62 9 40 – 44 th 612 630 1.242 9,43 10 45 – 49 th 535 502 1.037 7,87 11 50 – 54 th 400 365 765 5,82 12 55 – 59 th 159 125 284 2,16 13 60 - 64 th lebih 299 241 540 4,10 Jumlah 6.886 6.283 13.169 100 Sumber: Profil Kelurahan Cokrodiningratan Tahun 2006

Tabel 4 menunjukkan bahwa jumlah penduduk usia produktif atau usia kerja (15-64 tahun) di Kelurahan Cokrodiningratan sebanyak 10.335 orang (78,48%) dari total penduduk sebesar 13.169 orang. Untuk mengetahui angka ketergantungan penduduk, maka usia nonproduktif meliputi anak-anak (0-14 tahun) dan lansia (60 tahun ke atas) dibandingkan dengan jumlah penduduk yang berusia 15-64 tahun/usia produktif (2.834: 10.335). Dari angka rasio tersebut diketahui bahwa angka beban tanggungan menunjukkan hasil yang relatif besar yakni, setiap 100 orang usia produktif menanggung beban 27 orang usia non

Gambar

Gambar 1  Kerangka Berpikir Keterangan:                      :  mempengaruhi KeberlangsunganKelembagaanPengelolaanUAB“TirtaKencana”•Kondisi sosial,ekonomi, budayamasyarakat•Dukunganpemerintah:- Dinas PU- PDAM- Kelurahan•PerguruanTinggi•SwastaKeragaan UAB“T
Tabel 1 Jadwal Pelaksanaan Kajian Jenis kegiatan Tahun 2007 Tahun 2008 1 2  3 4  5 6  7 8  9 10  1 1 2 1 2 3 4 5  6 7  8 9 1
Tabel 2. Tujuan, Jenis, Sumber dan Teknik Pengumpulan Data
Tabel 3 Luas Tanah Menurut Penggunaannya
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan desain penelitian yang digunakan yaitu The One-Shot Case Study menggunakan satu kelompok subjek untuk mengetahui tingkat kemampuan multiple representasi

Deskripsi : Akan dilakukan pembangunan jalan dan jembatan, normalisasi saluran bawah tol, pembangunan tanggul serta pembangunan tendon untuk air hujan.. Waktu : Tahun 2017

Dari proses observasi dan analisis sistem mengenai sistem lama yang diterapkan diruang gudang grocery dapat disimpulkan bahwa dibutuhkan adanya rancangan sistem

Tujuan dari penelitian ini adalah; (1) untuk menganalisis efektivitas antibiotik terhadap penurunan populasi total mikroflora saluran pencernaan ikan mas yang selanjutnya

Pada ANOVA yang dilanjutkan dengan uji LSD, hasilnya menunjukkan bahwa pada pengamatan menit ke-120, pemberian ektrak tapak liman dosis 400 mg/kg BB menunjukan adanya hambatan

Penelitian ini menjawab beberapa permasalahan yang terkait dengan efektivitas dukungan orang tua dalam menunjang keberhasilan pembelajaran Aqidah Akhlak di MTs Manba’ul

This study concerned with developing instructional listening materials for the eighth grade students of SMP N 3 Sleman using animated movies to offer variation of listening lesson

Hal tersebut diperjelas oleh penelitian yang dilakukan oleh Miranti (2012) yang mengungkapkan bahwa remaja yang memiliki peer attachment yang baik, akan mampu