• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA

A. Sektor Informal

1. Pengertian Sektor Informal

Istilah sektor informal biasanya digunakan untuk menunjukkan sejumlah kegiatan ekonomi yang berskala kecil. Namun, menurut Safaria,dkk (2003: 4) kalangan akademisi masih memperdebatkan teori dan konsep mengenai sektor informal ini. Ada yang menganggap bahwa sektor informal muncul karena terbatasnya kapasitas industri-industri formal dalam menyerap tenaga kerja yang ada, sehingga terdapat kecenderungan bahwa sektor informal ini muncul di pinggiran kota besar. Sebagian yang lain menganggap bahwa sektor informal ini sudah lama ada. Ini adalah pandangan dari perspektif yang “dualistik”, yang melihat sektor ”informal” dan “formal” sebagai dikotomi antara model ekonomi tradisional dan modern.

Menurut Safaria, dkk (2003: 6) sektor informal dipandang sebagai kekuatan yang semakin signifikan bagi perekonomian lokal dan global, seperti yang dicantumkan dalam pernyataan visi WIEGO (Woman In Informal Employment Globalizing and Organizing) yaitu mayoritas pekerja di dunia kini bekerja di sektor informal dan proporsinya terus membengkak sebagai dampak dari globalisasi: mobilitas capital, restrukturisasi produksi barang dan jasa, dan deregulasi pasar tenaga kerja mendorong semakin banyak pekerja ke sektor informal.

Menurut ILO (Internasional Labour organization) dalam Yustika

ekonomi yang antara lain ditandai dengan mudah untuk dimasuki, bersandar pada sumber daya lokal, usaha milik sendiri, operasinya dalam skala kecil, padat karya dan teknologinya bersifat adaptif, ketrampilan diperoleh dari luar sistem sekolah formal, dan tidak terkena langsung oleh regulasi dan pasarnya bersifat kompetitif.

Menurut Breman ( dalam Manning, Eds.1991: 139) bahwa sektor informal merupakan suatu istilah yang mencakup dalam istilah “usaha sendiri”, merupakan jenis kesempatan kerja yank kurang terorganisir, sulit di cacah, sering dilupakan dalam sensus resmi, persyaratan kerjanya jarang dijangkau oleh aturan hukum. Mereka adalah kumpulan pedagang, pekerja yang tidak terikat dan tidak terampil, serta golongan-golongan lain dengan pendapatan rendah dan tidak tetap, hidupnya serba susah dan semi kriminal dalam batas-batas perekonomian kota.

Kemudian menurut Hart (Manning, Eds. 1991: 76) mereka yang terlibat dalam sektor informal pada umumnya miskin, kebanyakan dalam usia kerja utama (prime age), bependidikan rendah, upah yang diterima di bawah upah minimum, modal usaha rendah, serta sektor ini memberikan kemungkinan untuk mobilitas vertikal. Menurut Breman (Manning, Eds. 1991:142) sektor informal memiliki ciri-ciri sebagai berikut: padat karya, tingkat produktivitas yang rendah, pelanggan yang sedikit dan biasanya miskin, tingkat pendidikan formal yang rendah, penggunaan teknologi menengah, sebagian besar pekerja keluarga dan pemilik usaha oleh keluarga,

gampangnya keluar masuk usaha, serta kurangnya dukungan dan pengakuan pemerintah.

Ditinjau dari tipe pasarnya, sektor informal mempunyai beberapa keuntungan untuk dipertahankan dan diperluas kegiatannya oleh karena : (i) terdapat daerah-daerah yang secara eksklusif menjadi domain sektor informal dimana sektor formal tidak mencapainya, (ii) pasar yang berskala kecil tidak merangsang sektor formal untuk memasukinya, (iii) kegiatan-kegiatan seperti mengumpulkan barang bekas memerlukan tenaga kerja intensif, dan akan sangat mahal bagi sektor formal, (iv) sektor informal tidak memerlukan overhead coast yang lebih mahal disbanding sektor formal, (v) sektor informal mampu berkompetisi karena diferensiasi produk, (v) sektor formal mungkin tidak mampu menghasilkan tipe barang dan jasa untuk kelompok masyarakat berpendapatan rendah dan menengah dan karena itu meninggalkan pasar seperti itu untuk sektor informal dan (vii) sektor formal mungkin bekerja dengan sektor informal melalui subkontrak untuk memperoleh masukan memasarkan produk-produknya (Sethurahman, 1981: 39)

Salah satu ciri sektor formal adalah bahwa mereka yang terlibat di dalamnya, sebagian besar direkrut dari strata Sosial yang lebih tinggi, dengan tingkat pendidikan yang tinggi pula. Sedangkan mereka yang berada pada sektor informal dianggap memiliki ciri-ciri: lebih miskin karena pendapatannya lebih rendah, pekerjaan tidak tetap,

tingkat pendidikan lebih rendah, organisasi usaha yang kurang menguntungkan serta berbagai kelemahan lain yang tidak memberikan suatu masa depan yang lebih baik (Breman, 1980).

Batasan mengenai sektor informal menurut Pusat Penelitian Kependudukan UGM (1986) adalah sebagai berikut:

1. Kegiatan usahanya tidak terorganisis secara baik, karena anit usaha informal tidak mempergunakan fasilitas (kelembagaan) yang tersedia bagi sektor formal.

2. Pada umumnya tidak memiliki izin usaha

3. Pola usahanya tidak teratur, baik lokasi maupun jam kerja

4. Tidak terkena langsung kebijaksanaan pemerintah untuk menambah

golongan ekonomi lemah

5. Unit usaha mudah beralih antar sub-sektor

6. Berteknologi sederhana

7. Skala operasinya kecil karena modal dan perputaran usaha juga

kecil

8. Tidak memerlukan pendidikan formal, karena hanya berdasarkan

pengalaman sambil kerja

9. Pada umumnya bekerja sendiri atau hanya dibantu pekerja keluarga

yang tidak dibayar

10.Mereka bermodal dari tabungan sendiri atau dari lembaga keungan

yang tidak resmi

11.Sebagian besar hasil produksi atau jasa mereka hanya dinikmati

masyarakat berpenghasilan rendah serta sebagian kecil masyarakat golongan menengah.

Karena luasnya lingkup dan kompleksitas sektor informal maka dari data empiris yang ada diturunkan karakteristik umum untuk kemudian digunakan sebagai batasan apa yang dimaksud sektor informal. Dengan ciri-ciri menurut LP3M Senat Mahasiswa Ekonomi UII (1986) sebagai berikut:

1. Pola kegiatannya tidak teratur, dalam arti waktu, permodalan

maupun penerimaannya

2. Tidak tersentuh oleh peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah

3. Modal, peralatan da omsetnya biasanya relative kecil dan

4. Umumnya tidak mempunyai tempat usaha yang permanen dan tidak terpisah dari tempat tinggalnya

5. Tidak mempunyai keterikatan dengan usaha lain yang besar

6. Umumnya dilakukan dalam melayani masyarakat yang

berpenghasilan rendah

7. Tidak membutuhkan keahlian secara khusus, sehingga bias

menyerap bermacam-macam tingkat pendidikan tenaga kerja

8. Umumnya jumlah tenaga kerja sedikit

9. Tidak mengenal system pembukuan dan perkreditan

Dari ciri-ciri diatas akan terlihat bahwa sektor informal merupakan sektor kegiatan ekonomi marginal ( kecil-kecilan)

2. Jenis-jenis Sektor Informal

Menurut Hart (Manning, Eds.1991: 79) ada dua macam kesempatan memperoleh penghasilan yang informal, antara lain adalah sebagai berikut:

a. Kesempatan memperoleh penghasilan yang sah, meliputi:

1) Kegiatan-kegiatan primer dan sekunder, pertanian, perkebunan

yang berorientasi pasar, kontraktor bangunan, pengrajin usaha sendiri dan lain lain.

2) Usaha tersier dengan modal yang relatif besar, perumahan,

transportasi, usaha-usaha untuk kepentingan umum, kegiatan sewa-menyewa dan lain lain.

3) Distribusi kecil-kecilan seperti pedagang kaki lima, pedagang

pasar, pedagang kelontong, pedagang asongan dan lain-lain

4) Transaksi pribadi seperti pinjam-meminjam, pengemis.

5) Jasa yang lain seperti pengamen, penyemir sepatu, tukang

b. Kesempatan memperoleh penghasilan yang tidak sah, meliputi:

1) Jasa : kegiatan dan perdagangan gelap pada umumnya: penadah

barangbarang curian, lintah darat, perdagangan obat bius, penyelundupan, pelacuran dan lain-lain.

2) Transaksi : pencurian kecil (pencopetan), pencurian besar

(perampokan bersenjata), pemalsuan uang, perjudian dan lain-lain.

Dokumen terkait