Studi Kasus Dinamika Usaha Kecil Informal di Trotoar Jalan
Timoho – Sapen Yogyakarta
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh Syamsu Fajrianto NIM 10102244018
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
MOTTO
“Talk Less Do More” (Penulis)
PERSEMBAHAN
Atas karunia Allah Subhanahu wata’ala Karya ini saya persembahkan untuk:
1. Bapak dan Ibu tercinta,
2. Almamater FIP UNY,
STUDI KASUS DINAMIKA USAHA KECIL DI TROTOAR JALAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pelaku usaha kecil informal dalam mengembangkan dan mengelola usaha, serta mengetahui faktor pendukung dan penghambat pada usaha yang dijalankan, dan mengetahui upaya yang dilakukan dalam mengatasi hambatan pada usahanya.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Subjek penelitian ini adalah 3 orang pelaku usaha kecil informal di Jalan Timoho-Sapen. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan wawancara. Peneliti merupakan instrumen utama dalam melakukan penelitian yang dibantu dengan pedoman observasi dan pedoman wawancara. Teknik yang digunakan dalam analisis data adalah display data, reduksi data, dan pengambilan kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa : proses pelaku dalam mendirikan dan mengembangkan usahanya dilakukan dengan 3 cara, yaitu (a) membuka usaha secara turun temurun (b) membuka usaha ikut mertua (c) merintis usaha sendiri, pengelolaan usaha kecil meliputi 2 hal, yaitu (1) pengelolaan keuangan dilakukan dengan sederhana yakni keuntungan diperoleh dari hasil pengurangan pendapatan dengan pengeluaran belanja dan lain-lain., (2) pengelolaan karyawan dengan cara mencari karyawan melalui kerabat, faktor pendukung dalam usaha tersebut adalah loyalitas karyawan, lokasi usaha yang strategis, dan memiliki cita rasa yang khas, faktor penghambat usaha tersebut adalah lokasi usaha yang sempit, serta kesulitan dalam mencari SDM, upaya untuk mengatasi hambatan usaha adalah memanfaatkan lahan parkir untuk menambah tempat jualan, serta mencari SDM melalui kerabat.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, tak lupa sholawat serta salam kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal skripsi dengan judul “Studi Kasus Dinamika Usaha Kecil Informal di Trotoar Jl. Timoho-Sapen, Yogyakarta”.
Penulis menyadari bahwa selama proses penyusunan proposal skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada :
1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan ijin kepada
penulis untuk mengadakan penelitian.
2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah
memberikan ijin melaksanakan penelitian.
3. Ketua jurusan Pendidikan Luar Sekolah beserta segenap dosen program studi
Pendidikan Luar Sekolah yang telah memberikan ijin melaksanakan penelitian.
4. Bapak Dr. Sugito, MA dan Bapak Dr. Iis Prasetyo, S.Pd, M.M. selaku dosen
pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu dan tenaga untuk memberikan bimbingan dan motivasi dalam penyusunan proposal skripsi.
5. Bapak dan Ibu yang selalu memberikan do’a, materi dan motivasi selama
penyusunan proposal skripsi.
6. Rekan-rekan sesama pelaku usaha kecil informal di Jl. Timoho-Sapen yang
7. Teman-teman Pendidikan Luar Sekolah angkatan 2010 yang telah berbagi motivasi, pengalaman dan referensi pada penyusunan proposal skripsi ini. 8. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Proposal skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan proposal skripsi ini. Akhir kata semoga proposal skripsi ini dapat mendatangkan manfaat bagi semua pihak yang terkait.
Yogyakarta,
Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PERNYATAAN ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
HALAMAN MOTO ... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 8
C. Batasan Masalah ... 8
D. Rumusan Masalah ... 9
E. Tujuan Penelitian ... 9
BAB II. KAJIAN PUSTAKA ... 11
A.Pengertian Usaha Kecil Menengah ... 11
1. Pengertian Usaha Kecil Menengah ... 11
2. Karakteristik Usaha Kecil Menengah ... 14
3. Kekuatan dan Kelemahan Usaha Kecil Menengah ... 16
4. Fungsi dan Peran UKM ... 18
5. Masalah yang di Hadapi UMKM ... 19
6. Pengembangan Usaha Kecil... 20
7. Manajemen Usaha Kecil ... 21
B. Sektor Informal ... 32
1. Pengertian Sektor Informal ... 32
2. Jenis-jenis Sektor Informal ... 36
C. Kerangka Pikir ... 37
D. Pertanyaan Penelitian ... 38
BAB III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 40
B. Setting dan Waktu Penelitian ... 42
C. Subyek Penelitian... 42
D. Sumber dan Metode Pengumpulan Data... 43
E. Instrument Pengumpulan Data ... 45
F. Teknik Analisis Data... 47
G. Keabsahan Data ... 48
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Hasil Penelitian ... 50
2. Profil Wirausaha ... 50
3. Pengembangan usaha kecil informal di jalan Timoho Sapen ... 52
6. Faktor Penghambat Usaha Kecil ... 62
7. Upaya Mengatasi Hambatan Usaha ... 63
B. Pembahasan ... 62
1. Pengembangan Usaha Kecil ... 64
2. Pengelolaan Usaha Kecil ... 68
3. Faktor Pendukung Usaha Kecil ... 71
4. Faktor Penghambat Usaha Kecil ... 72
5. Upaya Mengatasi Hambatan ... 74
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 76
B. saran ... 78
DAFTAR PUSTAKA ... 79
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Kriteria Jumlah Karyawan ... 13
Tabel 2. Instrumen Penelitian ... 46
Tabel 3. Proses Pengembangan Usaha Kecil ... 63
Tabel 4. Pengelolaan Usaha Kecil ... 68
Tabel 5. Faktor Pendukung Usaha Kecil ... 72
Tabel 6. Faktor Penghambat Usaha Kecil ... 72
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sektor informal memiliki peran yang besar di negara-negara sedang berkembang (NSB) termasuk Yogyakarta. Sektor informal adalah sektor yang
tidak terorganisasi (unorganized), tidak teratur (unregulated), dan
kebanyakan legal tetapi tidak terdaftar (unregistered). Di negara sedang
berkembang, sekitar 30-70 % populasi tenaga kerja di perkotaan bekerja di sektor informal. Sektor informal memiliki karakteristik seperti jumlah unit usaha yang banyak dalam skala kecil; kepemilikan oleh individu atau keluarga, teknologi yang sederhana dan padat tenaga kerja, tingkat pendidikan dan ketrampilan yang rendah, akses ke lembaga keuangan daerah, produktivitas tenaga kerja yang rendah dan tingkat upah yang juga relatif lebih rendah dibandingkan sektor formal (Wibowo, 2005).
Istilah sektor informal biasanya digunakan untuk menunjuk sejumlah kegiatan ekonomi yang berskala kecil. Sektor informal di kota dipandang sebagai unit-unit berskala kecil yang terlibat dalam produksi dan distribusi barang-barang yang masih dalam suatu proses evolusi daripada dianggap sebagai sekelompok perusahaan yang berskala kecil dengan masukan masukan (inputs) modal dan pengelolaan (managerial) yang besar.
ada, jumlah ini meningkat sebesar 0,02 persen atau 2.182.700 orang dibandingkan tahun 2010. Kontribusi UK tercatat sebanyak 99.401.775 orang atau 97,22 persen. Sekitar 99 persen dari jumlah unit usaha di Indonesia berskala UMKM, dan tercatat mampu menciptakan lapangan pekerjaan sebanyak sekitar 99,4 juta tenaga kerja. Sementara, usaha besar menyerap sekitar 2,8 juta pekerja Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (2010).
sektor formal. Akses untuk memasuki sektor informal dalam membentuk usaha mikro, usaha kecil dan usaha menengah relatif sangat terbuka, terutama bagi mereka yang mampu melihat peluang usaha. Usaha kecil informal merupakan usaha yang belum terdaftar, belum tercatat, dan belum berbadan hukum. Status usaha ini biasanya terdapat pada pengusaha pemula, usaha kecil dan menengah, warung-warung, pedagang kaki lima, toko-toko kecil dan lain-lain. Sektor informal memiliki karakteristik seperti jumlah unit usaha yang banyak dalam skala kecil; kepemilikan oleh individu atau keluarga, teknologi yang sederhana dan padat tenaga kerja, tingkat pendidikan dan kerterampilan yang rendah, akses ke lembaga keuangan daerah, produktivitas tenaga kerja yang rendah dan tingkat upah yang juga relative lebih rendah di banding sektor formal.
Penggunaan modal pada sektor informal relatif sedikit apabila dibandingkan dengan sektor formal sehingga cukup dengan modal sedikit sudah dapat memperkerjakan orang. Dengan menyediakan akses pelatihan dan keterampilan, sektor informal dapat memiliki peran yang besar dalam pengembangan sumber daya manusia. Sektor informal memunculkan permintaan untuk tenaga kerja semi terampil dan tidak terampil. Sektor informal biasanya menggunakan sumber daya lokal sehingga akan menciptakan efisiensi alokasi sumber daya.
formal, tenaga kerja dari sektor tradisional berusaha dan bekerja terlebih dahulu di sektor informal. Setelah memperoleh pengetahuan, keahlian dan pengalaman di sektor informal barulah mereka beralih dan mengalihkan usahanya ke sektor formal yang bersifat modern. Selain itu, sektor informal penting artinya bagi Negara berpenduduk besar, dimana sektor informal yang bersifat padat karya mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar.
Namun demikian UKM dalam penanganannya tidak terlepas dari berbagai hambatan dan permasalahan. Beberapa permasalahan yang menyebabkan kelemahan serta hambatan bagi pengelola suatu UKM di antaranya menyangkut faktor intern dan ekstern dari UKM itu sendiri Hani Handoko, (1989:12). Menurut Hani Handoko bahwa permasalahan yang mendominasi pada faktor intern dan ekstern adalah:
1. Pada umumnya pengelola UKM merasa tidak memerlukan ataupun
tidak pernah melakukan studi kelayakan, penelitian pasar, analisis perputaraan uang tunai/kas, serta berbagai penelitian lain yang diperlukan untuk aktifitas bisnis;
2. kurangnya petunjuk pelaksanaan teknis operasional kegiatan dan
pengawasan mutu hasil kerja dan produk serta sering tidak konsisten dengan ketentuan order yang mengakibatkan klaim atau produk yang ditolak
3. pembagian kerja tidak proporsional, sering terjadi pengelola memiliki
pekerjaan yang melimpah atau karyawan yang bekerja di luar batas jam kerja standar
4. kesulitan modal kerja atau tidak mengetahui secara tepat berapa
kebutuhan modal kerja, sebagai akibat tidak adanya perencanaan kas; 5. persediaan yang telalu banyak terutama jenis barang yang salah (kurang
laku)
6. hal lain yang menyangkut mismanagement dan ketidakpedulian
pengelola terhadap prinsip-prinsip manajerial
7. sumber modal terbatas pada kemampuan pemilik; dan
Dalam hal pelayanan terhadap konsumen dan pelanggan lainnya, UKM tetap bisa menjaga hubungan bisnisnya sehingga usahanya tetap eksis. Tidak semua pernyataan di atas benar adanya, karena sebagian dari mereka pengelola UKM yang memiliki pendidikan memadai, memiliki visi misi ke depan yang jelas, serta memiliki kesungguhan dalam berusaha, mereka dapat membuktikan bisa maju dan mampu berkompetisi atau bersaing dengan perusahaan besar dalam menjalankan usahanya.
Pemerintah yang dalam konteks sebagai penyelenggara negara yang bertanggung jawab atas ketersediaan lapangan kerja atau kesempatan kerja, seharusnya juga memandang prospek UKM informal ini sebagai salah satu alternatif solusi mengatasi tingkat pengangguran yang setiap tahun bertambah. Pada intinya pemerintah memiliki kewajiban untuk turut memecahkan tiga hal masalah klasik yang kerap kali menerpa UKM, yakni akses pasar, modal, dan tekhnologi. Secara keseluruhan, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan pengembangan terhadap unit usaha UKM, antara lain kondisi kerja, promosi usaha baru, akses informasi, akses pembiayaan, akses pasar, peningkatan kualitas produk dan SDM, ketersediaan layanan pengembangan cluster, jaringan bisnis, dan kompetisi.
mudah untuk dikembangkan. Di samping itu bisnis dibidang kuliner juga merupakan contoh bisnis yang sangat fleksibel karena tidak dibatasi oleh besarnya modal yang dimiliki. Misal dengan modal yang kecil kita sudah bisa untuk memulai usaha ini dengan cara menitipkan dagangan kita ke beberapa kantin atau warung-warung, namun jika memiliki modal yang besar, tentunya kita dapat menyesuaikannya, mungkin dengan memanfaatkan tenaga kerja yang maksimal yang sesuai dengan bidangnya, pendirian lokasi usaha yang strategis dan sebagainya.
Setiap usaha tidak selalu berjalan mulus, usaha kecil pun tidak selalu akan sesuai yang diharapkan dan pasti akan mengalami hambatan juga kendala. Dalam perjalanannya kendala yang di hadapi beraneka macam, diantaranya adalah kurangnya modal usaha, persaingan usaha yang ketat, belum mendapat keuntungan, dan kenaikan harga bahan pokok. Selain masalah pokok tersebut, tingginya harga sewa tempat, biaya pembayaran listrik, dana kebersihan dan lain lain, juga merupakan permasalahan yang harus di hadapi oleh pelaku usaha.
usaha kuliner karena lokasinya yang berdekatan dengan kampus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, selain itu di sekitar daerah tersebut banyak di jumpai kos mahasiswa dan rumah-rumah warga.
Usaha kecil yang berada di sepanjang trotoar jalan Timoho – Sapen berbeda-beda dalam proses pendirian dan pengembangan usahanya. Selama proses tersebut berlangsung tentunya para pedagang atau pelaku usaha kecil mengalami berbagai macam hambatan-hambatan serta bagaimana dalam mengatasi hambatan-hambatan tersebut. Hal ini menjadi menarik untuk di kaji lebih jauh proses, hambatan, serta cara untuk mengatasi hambatan pada usaha tersebut.
Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian studi kasus mengenai proses pendirian, pengambangan, hambatan dan cara mengatasi hambatan pada usaha kecil di sekitar jalan Timoho-Sapen.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan pada latar belakang di atas, maka peneliti dapat mengidentifikasikan beberapa permasalahan yang ada. Permasalahan tersebut antara lain:
1. Lapangan kerja di Indonesia yang terbatas
2. Tingkat pengangguran di Indonesia yang semakin meningkat
3. Pemerintah yang belum bisa mengatasi masalah pengangguran
5. Pola pikir masyarakat yang masih susah untuk di ubah agar menciptakan usaha secara mandiri
6. Status usaha kecil yang belum terdaftar, belum tercatat, dan belum
berbadan hukum
7. Banyak kendala dalam perjalanan setiap usaha, diantaranya kurangnya
modal usaha, persaingan yang ketat, naiknya harga bahan pokok, dan lain-lain
C. Batasan Masalah
Agar penelitian ini lebih efektif, efisien, terarah dan dapat dikaji lebih mendalam maka diperlukan pembatasan masalah. Adapun pembatasan masalah yang dikaji dalam penelitian ini dibatasi pada “Dinamika Usaha Kecil Informal di Trotoar Jl. Timoho-Sapen, Yogyakarta”.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana proses pengembangan usaha kecil informal di Jl.
Timoho-Sapen?
2. Bagaimana pelaku usaha kecil informal di Jl. Timoho-Sapen mengelola
usahanya?
3. Apa saja faktor pendukung pada usaha kecil informal di Jl.
4. Apa saja faktor penghambat pada usaha kecil informal di Jl. Timoho-Sapen?
5. Upaya apa yang dilakukan oleh pelaku usaha kecil informal di dalam
mengatasi hambatan usahanya?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana proses pelaku usaha kecil dalam
mendirikan dan mengembangkan usaha kecil di jalan Timoho-Sapen
2. Mengetahui bagaimana proses pengelolaan pada usaha kecil di jalan
Timoho-Sapen
3. Mengetahui apa saja faktor pendukung usaha kecil di jalan
Timoho-Sapen
4. Untuk mengetahui apa saja yang menjadi faktor penghambat usaha
kecil di Jalan Timoho-Sapen
5. Mengetahui bagaimana mengatasi hambatan-hambatan pada usaha
kecil di jalan Timoho-Sapen
F. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian tersebut adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
pengelolaan usaha kecil serta cara mengatasi hambatan-hambatan yang ada pada usaha kecil.
2. Manfaat Praktis
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Usaha Kecil Menengah
1. Pengertian Usaha kecil Menengah
Usaha kecil dan Menengah adalah jenis usaha yang paling banyak jumlahnya di Indonesia, tetapi saat ini batasan mengenai usaha kecil di Indonesia masih beragam. Pengertian usaha kecil masih bersifat relative, sehingga perlu ada batasan yang dapat menimbulkan definisi-definisi usaha kecil dari berbagi segi.
UU No 20 tahun 2008 pasal 1 menjelaskan: usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang dalam pasal 6 yaitu:
a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga
ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).
Menengah: Didefinisikan sebagai perorangan atau badan usaha yang telah melakukan kegiatan usaha yang mempunyai penjualan atau omset per tahun setinggi-tingginya Rp 600.000.000 atau aset atau aktiva setinggi-tingginya Rp 600.000.000 (di luar tanah dan bangunan yang ditempati) terdiri dari :
a. Bidang usaha ( Fa, CV, PT, dan koperasi )
b. Perorangan ( Pengrajin/industri rumah tangga, petani, peternak,
nelayan,
c. perambah hutan, penambang, pedagang barang dan jasa )
Usaha kecil menurut Badan Pusat Statistik (2008) dan Kementrian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (2008) adalah usaha produktif yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan paling banyak Rp. 1.000.000.000 per tahun serta dapat menerima kredit dari bank maksimal di atas Rp. 50.000.000,- sampai dengan Rp. 500.000.000,- milik warga Negara Indonesia, berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang tidak dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar, berbentuk usaha yang berbadan hokum, termasuk koperasi.
200.000.000,- (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) dan usaha yang berdiri sendiri. Menurut keputusan Presiden RI No. 99 tahun 1998 (BPS, 2008) dan Kementrian Negara Koperasi serta Usaha Kecil dan Menengah (2008) pengertian Usaha Kecil adalah: “ kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil, perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat.” Berdasarkan jumlah karyawan atau jumlah tenaga kerja yakni merupakan suatu tolak ukur yang digunakan Badan Pusat Statistik (2008) untuk menilai usaha kecil, menengah, dan besar adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Kriteria jumlah karyawan usaha mikro, usha besar, usaha menengah dan usaha besar
No. Klasifikasi Jumlah Tenaga
1. Usaha Mikro 1-4 Orang
2. Usaha Kecil 5-19 Orang
3. Usaha Menengah 20-99 Orang
4. Usaha Besar 100> Orang
dikelola secara mandiri, daerah operasinya adalah lokal, dan pemasarannya hanya pada lokasi/daerah tertentu.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa usaha kecil adalah usaha yang berskala kecil, memiliki modal kecil, dan cakupan pasar yang kecil pula. Usaha kecil pada umumnya memiliki jumlah karyawan yang sedikit, modal terbatas, dan volume penjualan yang rendah. Akan tetapi, secara keseluruhan merupakan sektor yang mampu menyerap tenaga kerja local yang cukup besar dan tersebar.
1. Karakteristik Usaha Kecil
Usaha kecil menengah memiliki karakteristik. Menurut Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 kriteria usaha kecil menengah diantaranya memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000 belum termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak senilai 1 milyar, dan dimiliki oleh warga negara indonesia.
Komisi untuk Perkembangan Ekonomi (Committee for
Economic Development – CED), mengemukakan kriteria usaha kecil sebagai berikut:
1. Manajemen berdiri sendiri, manajer adalah pemilik
2. Modal disediakan oleh pemilik atau sekelompok kecil
Karakteristik usaha kecil menurut Soeharto Prawirokusumo (2010: 48-49) antara lain:
a. Usaha kecil biasanya dipimpin oleh pemiliknya sendiri yang disebut
owner-manage dan bawahannya berasal dari anggota keluarga, saudara atau teman dekat yang disebut management team.
b. Volume usaha relatif kecil dan hanya mempunyai single product
line.
c. Penanggung jawab pengambilan keputusan dipegang oleh satu
orang.
d. Hubungan antara management dengan pekerjaannya bersifat sangat
dekat.
e. Tidak ada spesialisasi fungsional,artinya di dalam menjalankan
usaha kecil tidak ada manajerial yang spesifik, pemilik usaha bias jadi tenaga kerja sekaligus juga manajer usaha itu sendiri.
f. Sistem pelaporan tidak bertingkat, segala macam laporan mengenai
keuntungan maupun kerugian itu langsung pada pemilik usaha atau kepada orang yang mempunyai modal dalam usaha tersebut.
g. Kurang mempunyai long term planning,maksudnya adalah pemilik
usaha tidak memiliki rencana jangka panjang terhadap usahanya.jadi usahanya akan bersifat stagnan dan kurang berkembang.
h. Lebih berorientasi kepada survival untuk menjaga owner’s equity
dari pada profit maximumisasi.
i. Tidak dominan dalam pasar, usaha yang dimiliki masih belum
banyak di pasaran.
Ciri- ciri usaha kecil menurut Mintzerg dkk, (dalam Situmorang, 2003:5) adalah :
1. Kegiatan cenderung tidak normal dan jarang yang mempunyai
rencana bisnis sehingga rencana yang dibuat hanya jangka pendek.
2. Struktur organisasinya bersifat sederhana,biasanya pemimpin usaha
kecil adalah pemilik usaha sekaligus menjadi pekerja.
3. Jumlah tenaga kerja terbatas dengan pembagian kerja yang longgar,
4. Manajemen keuangan kurang jelas karena kebanyakan tidak memiliki pemisah antara kekayaan pribadi dan perusahaan.
5. Sistem ekonomi yang kurang baik karena pemasukan dan
pengluaran tidak dikelola dengan baik.
6. Marjin keuntungan tipis
7. Penguasaan pasar cenderung terbatas sehingga tidak ada inovasi
dalah hal produk ataupun pemasaran.
8. Keterbatasan modal sehingga tidak mampu mempekerjakan manajer
professional.
Dari beberapa pendapat tentang karakteristik usaha di atas, sebagian besar memiliki pendapat yang sama mengenai usaha kecil. Secara garis besar, karakter usaha kecil yaitu pemilik usaha kecil svcara umum menjadi pekerja dalam usahanya sendiri, manajemen keuangan kurang di perhatikan, pemasaran dan inovasi produk terbatas.
2. Kekuatan dan Kelemahan Usaha Kecil
Wirausaha dalam proses berjalannya memiliki kekuatan dan kelemahan, agar usaha mencapai keberhasilan tentu pemilik usaha harus mampu membaca kelemahan dan kelebihan usahanya. Apabila pengelola usaha tidak mampu membaca kelamahan atau pun kekuatan usaha maka akan berdampak pada kerugian usaha.
a. Memiliki Kebebasan untuk bertindak
Bila ada perubahan, misalnya produk, tekhnologi, dan mesin baru, usaha kecil bias bertindak dengan cepat untuk dapat beradaptasi dengan keadaan yang berubah tersebut. Sementara itu dalam perusahaan besar tindakan cepat tersebut sulit dilakukan.
b. Fleksibel
Perusahaan kecil sangat luwes, dapat menyesuaikan dengan kebutuhan setempat. Bahan baku, tenaga kerja, dan pemasaran produk usaha kecil pda umumnya menggunakan sumber-sumber yang bersifat local. Beberapa perusahaan kecil menggunakan bahan baku dan tenaga kerja bukan local, yaitu mendatangkan dari daerah lain atau impor.
c. Tidak Mudah Goncang
Karena bahan baku dan sumber daya lain kebanyakan local, perusahaan kecil tidak rentan terhadap fluktuasi bahan baku impor.
Sementara itu, kelemahan dari usaha kecil dapat dikategorikan ke dalam dua aspek, yaitu mencakup hal-hal berikut:
a. Aspek kelemahan structural
Secara structural, salah satu kelemahan usaha kecil yang paling menonjol adalah kurangnya permodalan. Akibatnya, terjadi kebergantungan pada kekuatan pemilik modal.
Kelemahan kultural adalah kelemahan dalam budaya perusahaan
yang kurang mencerminkan perusahaan sebagai “corporate
culture”. Kelemahan kultural berdampak terhadap terjadinya kelemahan structural. Kelemahan kultural mengakibatkan kurangnya akses informasi dan lemahnya berbagai persyaratan lain guna memperoleh akses permodalan, pemasaran, dan bahan baku, seperti:
1) Informasi peluang usaha dan cara memasarkan produk
2) Informasi untuk mendapatkan bahan bakuyang baik, murah,
dan mudah didapat
3) Informasi untuk memperoleh fasilitas dan bantuan
pengusaha besar dalam menjalin hubungan kemitraan untuk memperoleh bantuan permodalan dan pemasaran
4) informasi tentang tata cara pengembangan produk, baik
desain, kualitas maupun kemasannya
5) informasi untuk menambah sumber permodalan dengan
persayaratan yang terjangkau
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kekuatan usaha kecil yaitu terletak pada fleksibilitas usaha artinya memiliki kebebasan untuk bertindak dan dapat menyesuaikan kebutuhan. Sedangkan kelemahan usaha kecil yaitu dalam pengelolaan permodalan kurang di kelola dengan baik.
3. Fungsi dan Peran UKM
produk daerah, peningkatan dan pengembangan industry kecil bukan saja penting sebagai jalur kearah pemerataan hasil-hasil pembangunan, tetaapi juga sebagai unsur pokok dari seluruh struktur industry di Indonesia, karena menyerap dengan investasi yang kecil dapat berproduksi secara efektif dan dpata menyerap banyak tenaga kerja.
4. Masalah Yang Di Hadapi Usaha Mikro Kecil Dan Menengah Perkembangan usaha mikro dan kecil di Indonesia tidak lepas dari berbagai macam masalah. Tingkat intensitas dan sifat dari masalah-masalah tersebut tidak bisa berbeda tidak hanya menurut jenis produk atau pasar yang dilayani, tetapi jga berbeda antar wilayah dan lokasi antar sentra, antat sektor, atau subsektor atau jenis kegiatan, dan antar unit usaha dalam kegiatan atau sektor yang sama (Tambunan, 2002). Meski demikian masalah yang sering dihadapi oleh usaha mikro dan kecil menurut (Tambunan, 2002).
1. Kesulitan pemasaran
Pemasaran sering dianggap sebagai salah satu kendala yang kritis bagi perkembangan usaha mikro dan kecil. Salah satu aspek yang terkait dengan masalah pemasaran adalah tekanan-tekanan persaingan, baikbesar dan impor, maupun di pasar ekspor.
2. Keterbatasan financial
star-up capital) dan akses jangka panjang untuk investasi yang sangat diperlukan demi pertumbuhan output jangka panjang
3. Keterbatasan Sumber Daya Manusia
Keterbatasan SDM juga merupakan salah satu kendala serius bagi banyak usaha mikro dan kecil di Indonesia, terutama dalam
aspek-aspek enterpreunership, manajemen, teknik produksi,
pengembangan produk, engineering design, quality control,
organisasi bisnis, akuntansi, data processing, teknik pemasaran, dan penelitian pasar. Keterbatasan ini menghambat usaha mikro dan kesil di Indonesia maupun pasar internasional.
4. Masalah bahan baku
Keterbatasan bahan baku dan input-input lainnya juga sering menjadi salah satu kendala serius bagi pertumbuhan output atau kelangsungan produksi bagi banyak usaha mikro dan kecil di Indonesia. Keterbatasan ini dikarenakan harga bahan baku yang terlalu tinggi sehingga tidak terjangkau atau jumlahnya terbatas.
5. Pengembangan Usaha Kecil
(Sutarto,1995: 416) pengembangan adalah sesuatu jawaban terhadap perusahaan, suatu strategi pendidikan yang kompleks yang diharapkan untuk merubah kepercayaan, sikap, nilai dan susunan organisasi, sehingga organisasi dapat lebih baik menyesuaikan dengan teknologi pasar, dan tantangan yang baru serta perputaran yang cepat dari perubahan itu sendiri.
Berdasarkan uraian di atas, maka yang dimaksud dengan pengembangan UMKM adalah suatu tindakan atau proses untuk memajukan kondisi UMKM kea rah yang lebih baik, sehingga UMKM dapat lebih baik menyesuaikan dengan teknologi pasar, dan tantangan yang baru serta perputaran yang cepat dari perubahan yang terjadi. Pengembangan usaha mikro kesil dan menengah (UMKM) merupakan komponen penting dalam program pembangunan nasional untuk meletakan landasan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan berkeadilan.
6. Manajemen Usaha Kecil a. Pemasaran Usaha Kecil
Dari pengertian ini dapat dikatakan bahwa pemasaran adalah usaha untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan konsumen melalui penciptaan suatu produk baik barang maupun jasa yang kemudian dibeli oleh mereka yang memiliki kebutuhan melalui suatu pertukaran.
Menurut Kementrian Pendidikan Nasional (2010) Pemasaran merupakan kegiatan perusahaan di dalam membuat perencanaan, menentukan harga, produk, mendistribusikan barang dan jasa, serta promosi. Adapun proses pemasaran meliputi 6 tahap yaitu : 1) Analisis Kesempatan pasar, 2)Pemilihan pasar sasaran, 3)Strategi Peningkatan posisi Persaingan, 4) Pengembangan sistem pemasaran, 5)Penyusunan
rencana pemasaran ,dan 6)Penerapan rencana dan
pengendaliannya.
segmen pasar yang mana yang akan dilayani. Tahap ketiga, menetapkan strategi persaingan pada pasar sasaran yang dilayani.
Perusahaan harus menetapkan produk dan jasa apa yang akan ditawarkan pada pasar sasaran. Tahap keempat, mengembangkan system pemasaran dalam perusahaan. yang dapat menunjang tercapainya tujuan perusahaan dalam melayani pasar sasaran. Tahap kelima, mengembangkan rencana pemasaran. Rencana pemasaran ini sangat perlu karena keberhasilan perusahaan terletak pada kualitas rencana pemasaran yang bersifat jangka panjang dan jangka pendek. Rencana pemasaran dapat mengarahkan kegiatan pemasaran dalam mencapai pasar sasaran. Komponen rencana pemasaran terdiri dari: (a) analisis situasi pasar, (b) tujuan dan sasaran pemasaran,dan (c) strategi pemasaran. Tahap keenam, adalah melaksanakan dan mengendalikan rencana pemasaran yang telah disusun.
pemasaran yang digunakan untuk melayani pasar sasaran tersebut.
Strategi pemasaran memberikan arah dalam kaitannya dengan variabel segmentasi pasar, identifikasi pasar sasaran, pemosisisian, unsur bauran pemasaran, dan biaya bauran pemasaran. Strategi pemasaran dipandang sebagai salah satu dasar yang dipakai dalam menyusun rencana usaha, termasuk rencana pemasaran. Lebih-lebih dalam masa persaingan yang ketat, peranan strategi pemasaran semakin diandalkan untuk memenangkan persaingan. Untuk menyusun strategi pemasaran harus memperhatikan lingkungan pemasaran,karena dalam lingkungan pemasaran banyak variabel yang mempengaruhinya.
Variabel lingkungan yang mempengaruhi pemasaran diantaranya:
1) Variabel yang dapat dikendalikan. Variabel yang berkaitan
dengan marketing mix seperti: produk, harga, distribusi dan promosi. Masing-masing factor internal yang terkait dengan fungsi perusahaan itu dapat menunjukkan kekuatan dan kelemahan perusahaan. Faktor internal tersebut adalah faktor yang dapat dikendalikan oleh pimpinan perusahaan.
2) Variabel-variabel yang tidak dapat dikendalikan merupakan
terhadap faktor-faktor ini lebih kecil, karena berada di luar perusahaan, tetapi berpengaruh terhadap pemasaran. Variabel-variabel ini antara lain faktor kondisi politik, hukum, perundang undangan dan social budaya. Faktor ini dapat mengakibatkan adanya peluang dan ancaman bagi pemasaran produk suatu perusahaan.
b. Manajemen Permodalan
Untuk mendirikan atau menjalankan suatu usaha diperlukan sejumlah modal (uang) dan tenaga (keahlian). Modal dalam bentuk uang diperlukan untuk membiayai segala keperluan usaha, mulai dari biaya prainvestasi, pengurusan izin-izin, biaya investasi untuk pembelian aktiva tetap, sampai dengan modal kerja. Sementara itu, modal keahlian adalah keahlian dan kemampuan seseorang untuk mengelola atau menjalankan usaha (Kasmir, 2006:83).
Modal yang pertama kali dikeluarkan digunakan untuk membiayai pendirian perusahaan (prainvestasi), mulai dari persiapan yang diperlukan sampai perusahaan tersebut berdiri (memiliki badan usaha). Setelah biaya prainvestasi dikeluarkan, selanjutnya adalah biaya untuk membeli sejumlah aktiva (harta) tetap.
mencapai tujuan perusahaan dengan teknik investasi modal dan pencarian sumber-sumber modal secara efektif dan efisien. Hal yang sangat penting dalam kelancaran melakukan kegiatan usaha atau perusahaan adalah bagaimana mengelola keuangan usaha, perusahaan agar lancar, mendatangkan manfaat jangka panjang.
Pengertian modal usaha menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam Listyawan Ardi Nugraha (2011:9) “modal usaha adalah uang yang dipakai sebagai pokok (induk) untuk berdagang, melepas uang, dan sebagainya; harta benda (uang, barang, dan sebagainya) yang dapat dipergunakan untuk menghasilkan sesuatu yang menambah kekayaan”.
Suryana (2014: 195) berpendapat “terdapat tiga aspek dalam pengelolaan keuangan, yaitu aspek sumber dana, aspek recana dan penggunaan dana, dan aspek pengendalian dana” Menurut Bambang Riyanto (1997:19), pengertian modal usaha sebagai ikhtisar neraca suatu perusahaan yang menggunakan modal konkrit dan modal abstrak. Modal konkrit dimaksudkan sebagai modal aktif sedangkan modal abstrak dimaksudkan sebagai modal pasif.
Fungsi pengelolaan keuangan meliputi cara mengivestasikan atau menggunakan dana, dan cara mencari sumber-sumber dana.
1) Cara Menginvestasikan Dana
Dana merupakan darah segar bagi kelangsungan hidup usaha. Dana dalam perusahaan dapat digunakan untuk membeli bahan, upah buruh, aktiva dan membayar berbagai biaya untuk kegiatan operasional perusahaan. Dana secara umum digunakan pengaturan investasi untuk berbagai aktivitas, seperti:
a) Kas, sebagai bagian dari modal kerja yang dapat berupa
uang tunai dan uang dibank yang pencairannya dapat setiap waktu. Motivasi memegang uang kas tertentu:
(1) Motif spekulasi dimaksudkan pemegangan uang tunai
untuk meraih keuntungan. Dengan adanya kas di tangan, maka transaksi per kas pertama yang biasa mendadak dan dalam waktu relatif singkat dan dengan leluasa bisa segera dilakukan.
(2) Motif berjaga-jaga dimaksudkan sebagai usaha
perusahaan menyediakan uang tunai untuk berjaga-jaga. Motif ini bertujuan untuk menjaga kemung-kinan timbulnya hambatan terhadap kontinuitas proses usaha perusahaan.
(3) Motif transaksi dimaksudkan untuk menutup transaksi
operasional setiap hari yang merupakan rutinitas kegiatan perusahaan. Transaksi pada umumnya dapat ditutup dengan cara tunai dan cara kredit.
b) Piutang, dimaksudkan sebagai sejumlah tagihan terhadap
pihak lain akibat transaksi usaha yang disetujui dengan pembayaran yang ditunda selama jangka waktu tertentu.
c) Persediaan barang merupakan jenis investasi modal kerja
d) Mesin, peralatan yang digunakan untuk proses produksi dan diperhitungkan sebagai biaya overhead pabrik.
e) Gedung dan bangunan
f) Aktiva tetap lain, seperti tanah.
2) Sumber-sumber Modal
Kebutuhan modal, baik modal investasi maupun modal kerja dapat dicari dari berbagai sumber dana yang ada, yaitu modal sendiri atau modal pinjaman (modal asing). Berikut pengertian modal sendiri dan asing menurut (Kasmir 2006:86) :
a) Modal Sendiri
b) Modal Asing (Pinjaman)
Modal asing atau modal pinjaman adalah modal yang diperlukan dari pihak luar perusahaan dan biasanya diperoleh dari pinjaman. Penggunaan modal pinjaman untuk membiayai suatu usaha akan menimbulkan beban biaya bunga, biaya administrasi, serta biaya provisi dan komisi yang besarnya relatif. Penggunaan modal pinjaman mewajibkan pengembalian pinjaman setelah jangka waktu tertentu.
Keuntungan modal pinjaman adalah jumlahnya yang tidak terbatas, artinya tersedia dalam jumlah banyak. Di samping itu, dengan menggunakan modal pinjaman biasanya timbul motivasi dari pihak manajemen untuk mengerjakan usaha dengan sungguh-sungguh.
Sumber dana modal asing dapat diperoleh dari:
1. Pinjaman dari dunia perbankan, baik dari perbankan
swasta, pemerintah, maupun perbankan asing
2. Pinjaman dari lembaga keuangan seperti perusahaan
pegadaian, modal ventura, asuransi, leasing, dana pensiun, koperasi atau lembaga pembiayaan lainnya
c. Pengelolaan Sumber Daya Manusia
Salah satu aspek yang tak kalah pentingnya untuk dikelola oleh wirausahawan adalah sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki. Manusia (karyawan) sebagai motor penggerak kegiatan usaha perlu dikelola secara profesional. Pengelolaan SDM ini dikenal dengan Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM).
A. Sektor Informal
1. Pengertian Sektor Informal
Istilah sektor informal biasanya digunakan untuk menunjukkan sejumlah kegiatan ekonomi yang berskala kecil. Namun, menurut Safaria,dkk (2003: 4) kalangan akademisi masih memperdebatkan teori dan konsep mengenai sektor informal ini. Ada yang menganggap bahwa sektor informal muncul karena terbatasnya kapasitas industri-industri formal dalam menyerap tenaga kerja yang ada, sehingga terdapat kecenderungan bahwa sektor informal ini muncul di pinggiran kota besar. Sebagian yang lain menganggap bahwa sektor informal ini sudah lama ada. Ini adalah pandangan dari perspektif yang “dualistik”, yang melihat sektor ”informal” dan “formal” sebagai dikotomi antara model ekonomi tradisional dan modern.
Menurut Safaria, dkk (2003: 6) sektor informal dipandang sebagai kekuatan yang semakin signifikan bagi perekonomian lokal dan global, seperti yang dicantumkan dalam pernyataan visi WIEGO (Woman In Informal Employment Globalizing and Organizing) yaitu mayoritas pekerja di dunia kini bekerja di sektor informal dan proporsinya terus membengkak sebagai dampak dari globalisasi: mobilitas capital, restrukturisasi produksi barang dan jasa, dan deregulasi pasar tenaga kerja mendorong semakin banyak pekerja ke sektor informal.
Menurut ILO (Internasional Labour organization) dalam Yustika
ekonomi yang antara lain ditandai dengan mudah untuk dimasuki, bersandar pada sumber daya lokal, usaha milik sendiri, operasinya dalam skala kecil, padat karya dan teknologinya bersifat adaptif, ketrampilan diperoleh dari luar sistem sekolah formal, dan tidak terkena langsung oleh regulasi dan pasarnya bersifat kompetitif.
Menurut Breman ( dalam Manning, Eds.1991: 139) bahwa sektor informal merupakan suatu istilah yang mencakup dalam istilah “usaha sendiri”, merupakan jenis kesempatan kerja yank kurang terorganisir, sulit di cacah, sering dilupakan dalam sensus resmi, persyaratan kerjanya jarang dijangkau oleh aturan hukum. Mereka adalah kumpulan pedagang, pekerja yang tidak terikat dan tidak terampil, serta golongan-golongan lain dengan pendapatan rendah dan tidak tetap, hidupnya serba susah dan semi kriminal dalam batas-batas perekonomian kota.
gampangnya keluar masuk usaha, serta kurangnya dukungan dan pengakuan pemerintah.
Ditinjau dari tipe pasarnya, sektor informal mempunyai beberapa keuntungan untuk dipertahankan dan diperluas kegiatannya oleh karena : (i) terdapat daerah-daerah yang secara eksklusif menjadi domain sektor informal dimana sektor formal tidak mencapainya, (ii) pasar yang berskala kecil tidak merangsang sektor formal untuk memasukinya, (iii) kegiatan-kegiatan seperti mengumpulkan barang bekas memerlukan tenaga kerja intensif, dan akan sangat mahal bagi sektor formal, (iv) sektor informal tidak memerlukan overhead coast yang lebih mahal disbanding sektor formal, (v) sektor informal mampu berkompetisi karena diferensiasi produk, (v) sektor formal mungkin tidak mampu menghasilkan tipe barang dan jasa untuk kelompok masyarakat berpendapatan rendah dan menengah dan karena itu meninggalkan pasar seperti itu untuk sektor informal dan (vii) sektor formal mungkin bekerja dengan sektor informal melalui subkontrak untuk memperoleh masukan memasarkan produk-produknya (Sethurahman, 1981: 39)
tingkat pendidikan lebih rendah, organisasi usaha yang kurang menguntungkan serta berbagai kelemahan lain yang tidak memberikan suatu masa depan yang lebih baik (Breman, 1980).
Batasan mengenai sektor informal menurut Pusat Penelitian Kependudukan UGM (1986) adalah sebagai berikut:
1. Kegiatan usahanya tidak terorganisis secara baik, karena anit usaha informal tidak mempergunakan fasilitas (kelembagaan) yang tersedia bagi sektor formal.
2. Pada umumnya tidak memiliki izin usaha
3. Pola usahanya tidak teratur, baik lokasi maupun jam kerja
4. Tidak terkena langsung kebijaksanaan pemerintah untuk menambah
golongan ekonomi lemah
5. Unit usaha mudah beralih antar sub-sektor
6. Berteknologi sederhana
7. Skala operasinya kecil karena modal dan perputaran usaha juga
kecil
8. Tidak memerlukan pendidikan formal, karena hanya berdasarkan
pengalaman sambil kerja
9. Pada umumnya bekerja sendiri atau hanya dibantu pekerja keluarga
yang tidak dibayar
10.Mereka bermodal dari tabungan sendiri atau dari lembaga keungan
yang tidak resmi
11.Sebagian besar hasil produksi atau jasa mereka hanya dinikmati
masyarakat berpenghasilan rendah serta sebagian kecil masyarakat golongan menengah.
Karena luasnya lingkup dan kompleksitas sektor informal maka dari data empiris yang ada diturunkan karakteristik umum untuk kemudian digunakan sebagai batasan apa yang dimaksud sektor informal. Dengan ciri-ciri menurut LP3M Senat Mahasiswa Ekonomi UII (1986) sebagai berikut:
1. Pola kegiatannya tidak teratur, dalam arti waktu, permodalan
maupun penerimaannya
2. Tidak tersentuh oleh peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah
3. Modal, peralatan da omsetnya biasanya relative kecil dan
4. Umumnya tidak mempunyai tempat usaha yang permanen dan tidak terpisah dari tempat tinggalnya
5. Tidak mempunyai keterikatan dengan usaha lain yang besar
6. Umumnya dilakukan dalam melayani masyarakat yang
berpenghasilan rendah
7. Tidak membutuhkan keahlian secara khusus, sehingga bias
menyerap bermacam-macam tingkat pendidikan tenaga kerja
8. Umumnya jumlah tenaga kerja sedikit
9. Tidak mengenal system pembukuan dan perkreditan
Dari ciri-ciri diatas akan terlihat bahwa sektor informal merupakan sektor kegiatan ekonomi marginal ( kecil-kecilan)
2. Jenis-jenis Sektor Informal
Menurut Hart (Manning, Eds.1991: 79) ada dua macam kesempatan memperoleh penghasilan yang informal, antara lain adalah sebagai berikut:
a. Kesempatan memperoleh penghasilan yang sah, meliputi:
1) Kegiatan-kegiatan primer dan sekunder, pertanian, perkebunan
yang berorientasi pasar, kontraktor bangunan, pengrajin usaha sendiri dan lain lain.
2) Usaha tersier dengan modal yang relatif besar, perumahan,
transportasi, usaha-usaha untuk kepentingan umum, kegiatan sewa-menyewa dan lain lain.
3) Distribusi kecil-kecilan seperti pedagang kaki lima, pedagang
pasar, pedagang kelontong, pedagang asongan dan lain-lain
4) Transaksi pribadi seperti pinjam-meminjam, pengemis.
5) Jasa yang lain seperti pengamen, penyemir sepatu, tukang
b. Kesempatan memperoleh penghasilan yang tidak sah, meliputi:
1) Jasa : kegiatan dan perdagangan gelap pada umumnya: penadah
barangbarang curian, lintah darat, perdagangan obat bius, penyelundupan, pelacuran dan lain-lain.
2) Transaksi : pencurian kecil (pencopetan), pencurian besar
(perampokan bersenjata), pemalsuan uang, perjudian dan lain-lain.
B. Kerangka Pikir
Ketersediaan lapangan kerja yang relatif terbatas tidak mampu menyerap para pencari kerja yang senantiasa bertambah setiap tahun seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Hal ini menyebabkan tingkat pengangguran di Indonesia semakin meningkat. Tingginya angka pengangguran tidak hanya menimbulkan masalah-masalah dibidang ekonomi, melainkan juga menimbulkan masalah-masalah di bidang sosial seperti kemiskinan dan kerawanan sosial.
yang mampu melihat peluang usaha. Namun dalam perjalanannya kendala yang di hadapi usaha kecil informal beraneka macam, diantaranya adalah kurangnya modal usaha, persaingan usaha yang ketat, belum mendapat keuntungan usaha, dan kenaikan harga bahan pokok. Selain masalah pokok tersebut, tingginya harga sewa tempat, biaya pembayaran listrik, dana kebersihan dan lain lain, juga merupakan permasalahan yang harus di hadapi oleh pelaku usaha.
Dari uraian di atas, peneliti ingin mengetahui pengembangan usaha kecil, pengelolaan usaha kecil, faktor pendukung dan pengahambat serta upaya mengatasi hambatan usaha kecil di Jalan Timoho-Sapen.
Kerangka pikir dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Pelaku Usaha Kecil
Membuat Usaha Kecil
Pengembangan Usaha Kecil
Pengelolaan Usaha Kecil
Faktor Pendukung dan Penghambat Usaha Kecil
C. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka dapat diajukan pertanyaa penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana proses pengembangan usaha kecil informal I Jl.
Timoho-Sapen?
a. Bagamanakah pelaku usaha kecil dalam memulai usahanya?
b. Apa sajakah yang diperlukan pelaku usaha untuk memulai usahanya?
c. Bagaimanakah pelaku usaha kecil memasarkan produk usahanya?
2. Bagaimanakah pelaku usaha kecil informal di jl. Timoho-Sapen
mengelola usahanya?
a. Bagaimanakah pelaku usaha mengelola keuangannya?
b. Bagaimanakah pelaku usaha dalam mengelola pekerjanya (apabila
ada)?
3. Apa saja faktor pendukung dan faktor penghambat pada usaha kecil
informal di Jl. Timoho-Sapen?
a. Apa yang menjadi faktor pendukung dalam mengelola usahanya?
b. Apa yang menjadi faktor penghambat dalam mengelola usahanya?
4. Upaya apa yang dilakukan oleh pelaku usaha kecil informal di dalam
mengatasi hambatan usahanya?
a. Bagaimana upaya yang dilakukan pelaku usaha kecil informal dalam
BAB III
METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan desain studi kasus. Studi kasus adalah suatu eksplorasi dari sebuah sistem terbatas atau suatu kasus secara mendetail, pengumpulan data secara mendalam dari informasi-informasi (Creswell, 1998;61).
Lebih lanjut Creswell mengemukakan beberapa karakteristik dari suatu studi kasus yaitu :
1. Mengidentifikasi “kasus” untuk suatu studi.
2. Kasus tersebut merupakan sebuah “sistem yang terikat” oleh waktu dan
tempat.
3. Studi kasus menggunakan berbagai sumber informasi dalam
pengumpulan datanya untuk memberikan gambaran secara terinci dan mendalam tentang respons dari suatu peristiwa.
4. Menggunakan pendekatan studi kasus, peneliti akan “menghabiskan
yang perlu diteiiti. . Dengan kata lain, keberadaan suatu kasus merupakan penyebab diperlukannya penelitian studi kasus.
“Case study research is a qualitative research approach in which the investigator explore a bounded system (a case) or multiple bonuded systems (cases) over time through detailed, indepth data collection involving multiple source information (e.g., observations, interviews, audiovisual material, and documents and reports), and reports a case description and case-based themes.”(Creswell, 2007, 73). “Penelitian studi
kasus adalah pendekatan penelitian kualitatif dimana peneliti
mengeksplorasi sistem dibatasi (kasus) dari waktu ke waktu secara rinci, pengumpulan data mendalam yang melibatkan beberapa informasi sumber (misalnya, observasi, wawancara, materi audiovisual, dan dokumen dan laporan), dan laporan deskripsi kasus dan kasus berbasis tema.” (Creswell, 2007, 73).
“Case study is not a methodological choice but a choice of what to be studied.”(Stake, 2005, 443). “Studi kasus bukan pilihan metodologis tapi pilihan apa yang harus dipelajari.” (Stake, 2005, 443).
Menurut kelompok pengertian ini, pada penelitian kualitatif, terdapat obyek penelitian yang harus dipandang secara khusus, agar hasil penelitiannya mampu menggali substansi terperinci dan menyeluruh dibalik fakta. Obyek penelitian yang demikian, yang disebut sebagai
‘kasus’, harus dipandang sebagai satu kesatuan sistem dibatasi (bounded
system) yang terikat pada tempat dan kurun waktu tertentu. Sebagai sistem tertutup, kasus terbentuk dari banyak bagian, komponen, atau unit yang saling berkaitan dan membentuk suatu fungsi tertentu.
terdapat dibalik kasus yang diteliti. Metode penelitian tersebut adalah metode penelitian studi kasus. Oleh karena itu, tidak semua obyek dapat diteliti dengan menggunakan penelitian studi kasus, suatu obyek dapat diangkat sebagai kasus apabila obyek tersebut dapat dipandang sebagai suatu sistem yang dibatasi yang terikat dengan waktu dan tempat kejadian obyek.
B. Setting dan Waktu Penelitian 1. Setting Penelitian
Setting penelitian yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah pada waktu pelaku usaha kecil sedang berjualan di trotoar Jl. Timoho-Sapen.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian untuk mengumpulkan data dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Oktober 2015. Proses pengumpulan data dilakukan di trotoar Jl. Timoho-Sapen, Yogyakarta.
C. Subyek Penelitian
Sumber data dalam penelitian adalah subyek dari mana data diperoleh. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan wawancara, observasi dan dokumentasi dalam mengumpulkan data, maka sumber data adalah kata-kata atau tindakan orang yang diwawancarai, sumber data tertuli dan foto.
Subyek sasaran penelitian ini adalah pelaku usaha kecil informal yang berada di trotoar Jl. Timoho-Sapen, Yogyakarta. Maksud dari pemilihan subyek ini adalah untuk menggali informasi mengenai pengembangan usaha, pengelolaan usaha, dan juga mencari informasi tentang faktor pendukung dan penghambat usaha kecil.
D. Sumber dan Metode Pengumpulan Data
1. Sumber Data
Data penelitian ini yang dijadikan sumber data adalah para pelaku usaha kecil informal yang berada di trotoar Jl. Timoho-Sapen, Yogyakarta.
2. Metode Pengumpulan Data
a. Pengamatan (observasi)
Pengamatan dilakukan sejak awal penelitian dengan mengamati keadaan fisik lingkungan maupun di luar lingkungan itu sendiri. Metode ini digunakan untuk memperoleh data atu informasi yang lebih lengkap, lebih mendalam dan terperinci, maka dalam melakukan pengamatan dilaksanakan melalui observasi partisipan pada saat berlangsungnya kegiatan usaha tersebut. Data dan informasi yang diperoleh selanjutnya dituangkan dalam tulisan.
Dalam penelitian ini observasi dilakukan untuk mengumpulkan data mengenai dinamika usaha kecil informal. Yang dimaksud dengan dinamika adalah tentang pengembangan, pengelolaan serta hambatan dari usaha kecil informal yang berada di Jl. Timoho-Sapen, Yogyakarta.
b. Wawancara
Wawancara menurut Moleong (2005: 186) adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan ini dilakukan oleh
dua pihak, yaitu pewawancara (Interviewer) yang mengajukan
pertanyaan dan yang di wawancarai (interviewee) yang
memberikan jawaban atas pertanyaan itu.
di trotoar Jl. Timoho-Sapen, Yogyakarta. Tujuan dilakukan wawancara adalah untuk menggali informasi secara langsung dan mendalam dari beberapa informan atau pelaku usaha.
E. Instrumen Pengumpulan Data
Suharsimi Arikunto (2003:134) menjelaskan bahwa instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kaitannya dalam mengumpulkan agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan dipermudah olehnya. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah peneliti itu sendiri dengan menggunakan pedoman wawancara, pedoman observasi dan pedoman dokumentasi terstruktur. Pedoman-pedoman tesebut dibuat sendiri oleh peneliti dan dibantu oleh dosen pembimbing.
Tabel 2. Instrumen Penelitian
No. Aspek Sumber Data Teknik
1. Proses pengembangan usaha
kecil informal di Jln Timoho-Sapen
a. Bagaimanakah pelaku
usaha kecil dalam memulai usahanya?
b. Apa sajakah yang
diperlukan pelaku usaha
2. Proses pengelolaan usaha kecil
di Jln Timoho-Sapen
3. Faktor pendukung usaha kecil di
Jln Timoho-Sapen
a. Apa saja yang menjadi
faktor pendukung dalam
4. Faktor penghambat usaha kecil
informal di Jln Timoho-Sapen
a. Apa saja yang menjadi
faktor penghambat dalam mengelola usahanya?
5. Upaya apa yang dilakukan oleh
F. Teknik Analisis Data
Analisis data dilakukan pada saat semua data telah selesai dikumpulkan, data yang terkumpul melalui pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dari berbagai sumber, dari wawancara dengan responden, dokumentasi, dan observasi kemudian akan diinterpretasikan secara deskriptif kualitatif. Dalam melakukan analisis data akan melalui tahapan-tahapan.
Teknik analisis data yang digunakan adalah dengan menggunakan model Miles &x Huberman (1994: 12), meliputi pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
Gambar 3: Analisis Data Model Interaktif (Miles & Huberman, 1992: 20)
1. Reduksi Data
Data yang diperoleh di lapangan ditulis dalam bentuk laporan atau uraian yang terinci, kemudian disederhanakan dan difokuskan pada hal yang penting dan dilakukan kategorisasi yang sesuai dengan fokus penelitian. Di lapangan data yang didapat sangat banya, sehingga perlu Data
Collection Data Reduction
Conclusions
Drawing/verifying Data
diteliti dan dirincikan sesuai dengan focus penelitian yaitu faktor-faktor penyebab ketidak disiplinan kerja guru.
2. Penyajian Data
Penyajian data adalah sekumpulan informasi tersusun sehingga memberikan kemungkinan penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Informasi ini termasuk didalamnya matrik, skema, tabel, dan jaringan kerja yang berkaitan dengan kegiatan.
3. Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan menyangkut intrepretasi peneliti, yaitu penggambaran makna dari data dari data yang ditampilkan. Peneliti berupaya mencari makna dari data yang telah dihasilkan dalam penelitian, serta menganalisis data dan kemudian membuat kesimpulan. Sebelum menarik kesimpulan, peneliti harus mencari pola, hubungan persamaan dan sebagainya antar detail untuk dipelajari kemudian disimpulkan. Dalam proses penyimpulan data merupakan suatu proses yang membutuhkan suatu pertimbangan yang benar-benar dipertanggungjawabkan.
G. Keabsahan Data
Dalam uji keabsahan data, peneliti menggunakan uji kreadibilitas dengan triangulasi. Triangulation is the process of corroborating evidence from different individuals, types of data, or methods of data collection
the sufficiency of the data according to the convergence of multiple data
sources or multiple data collection procedure”. Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu. Dengan demikian terdapat triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data, dan waktu.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Observasi
Peneliti melakukan observasi di Jalan Timoho Sapen, yang terletak di Kabupaten Kota Yogyakarta. Lokasi tersebut sangat strategis untuk membuka usaha kecil informal karena dekat dengan kampus UIN Sunan Kalijaga, jalan raya dan perumahan warga. Terdapat puluhan orang yang membuka usaha di trotoar jalan Timoho, peneliti mengambil 3 sampel yang akan dijadikan bahan penelitian yaitu penjual bakso, penjual martabak dan penjual es oyen, karena pelaku usaha tersebut sudah stabil dalam hal menjalankan usahanya.
B. Profil Wirausaha
mencapai 2-3 juta. Manajemen usaha tersebut dikelola langsung oleh Bapak Joko, uniknya kebanyakan karyawan yang bekerja di usaha tersebut adalah saudaranya semua.
Es oyen merupakan minuman khas dari Bandung, yang kini mulai banyak berkembang juga di daerah Yogyakarta, di jalan Timoho-Sapen khususnya ada penjul es oyen yang dapat dikatakan sukses dalam usahanya tersebut. Awalnya mertua dari Mas Gun yang pertama kali membuka usaha di Jalan Timoho-Sapen pada tahun 2010, kemudian Mas Gun yang mengembangkannya menjadi usaha besar dan memiliki dua cabang di Kampus Sanata Dharma dan di Jalan Taman Siswa. Omset yang di dapat khususnya dari daerah Jalan Timoho Sapen saja sekitar 1-2 juta per hari, jumlah yang sangat banyak untuk usaha yang dapat di katakan baru saja di mulai. Es oyen di jalan Timoho Sapen memiliki 2 karyawan tetap dan semuanya di kelola langsung oleh pemiliknya.
1. Pengembangan Usaha Kecil Informal di Jalan Timoho-Sapen
Proses pengembangan usaha merupakan kegiatan yang menggambarkan tentang kegiatan sejak sebelum berdirinya usaha, awal berdirinya usaha, dan perjalanan perkembangan usaha hingga saat sekarang. Gambaran tentang proses pengembangan usaha berupa proses mendirikan usaha, kebutuhan untuk mendirikan usaha, dan kondisi usaha saat sekarang. Berikut ini disajikan paparan selengkapnya.
a. Proses Mendirikan Usaha
Dalam mengembangkan usaha agar menjadi suatu usaha besar dibutuhkan kreatifitas, kerja keras dan kesabaran. Bagaimana cara dan proses yang dilakukan pedagang untuk memulai usahanya sangat penting untuk diperhatikan secara khusus karena langkah awal tersebut yang nantinya akan membentuk usaha itu sendiri. Secara umum usaha kecil yang berada di Jalan Timoho-Sapen di kelola langsung oleh pemiliknya. Berikut peneliti telah mewawancarai beberapa pedagang untuk mengetahui proses mereka mendirikan sebuah usaha :
tempatnya berbeda, sambil kerja serabutan ini itu. Terus singkat cerita, saya di bantu modal oleh bapak dan kakak saya untuk membuat usaha bakso juga dan memutuskan untuk ikut membuka di Jogja pada tahun sekitar 2004.”
Sedangkan Mas Gun pengusaha es oyen, mengatakan bahwa : “Mertua saya pindah ke jogja sekitar tahun 2010, dan memang sudah berencana untuk membuka usaha di sana. Dulu jualan juga di trotoar situ mas, tempat mas e jualan roti bakar itu, karena usahanya lancar dan banyak yang meminati, maklum jogja panas jadi banyak yang minat es apa lagi dulu es oyen masih jarang sekali, lalu mertua saya menyewa ruko di samping trotoar untuk membuka es oyen. Kalau saya, sebelum ikut membuka usaha ini bekerja jadi pengrajin kayu di Bandung, Cuma karena bahan baku kayu dan pasar yang susah, saya pindah ke jogja ikut istri tapi ya tidak langsung buka cabang juga, masih bantu-bantu mertua dan ada kerjaan lah di jogja, lalu setelah ada modal baru buka usaha atau nyabangin usaha ini gitu. Belajar buat es oyen sampai ke penjualannya itu cepet kok mas, kan tinggal nyampur buah ini itu saja. Hanya yang lama itu pada saat membuat santan dan air gula.”
Bapak Eko pengusaha martabak juga mengatakan bagaimana Ia memulai usahanya, sebagai berikut :
“Dulu saya sebelum membuka usaha ini, masih bekerja menjadi supir di Temanggung, namun hasilnya yang pas-pasan membuat saya berpikir untuk ganti profesi. Lalu saya berpikir kalau usaha sendiri sepertinya bagus. Kebetulan punya teman yang jualan martabak, lalu saya minta ijin buat diajarin sekaligus bantu-bantu di usahanya itu. Kira-kira sebulan saya belajar membuat martabak dan ikut bekerja pada teman saya itu. Kemudian setelah bisa dan modal tabungan saya cukup, saya ke jogja untuk membuka usaha martabak disana di sekitar tahun 2012, selain istri saya yang kebetulan orang jogja, juga karena pasar di jogja lebih bagus menurut saya.”
sudah turun temurun dari keluarganya, dan karena faktor ekonomi di usaha sebelumnya yang kurang mencukupi dan usaha yang kurang berkembang.
Awal usaha kecil tersebut berjalan setelah proses mendirikan juga menjadi hal yang menarik untuk di teliti, apakah langsung berjalan dengan lancar atau kah menemui beberapa hambatan dalam hal modal atau pun dalam hal lainnya. Berikut ini hasil wawancara penelti dengan para pelaku usaha kecil tersebut :
Bapak Joko, pengusaha bakso mengatakan bahwa :
“awal buka warung ini belum begitu lancar atau laku karena pada waktu itu masyarakat masih kurang minat untuk jajan, dan dulu itu juga harga minyak tanah naik, ganti ke gas masih mahal, harga daging juga mahal, jadi ya untuk produksi masih susah, uang tabungan pun sampai habis waktu itu. Hampir kira-kira satu bulan lebih belum mendapat untung. Tapi saya tidak putus asa dan tetap berusaha tetap berjualan dengan menjual motor saya sebagai tambahan modal serta pinjam kakak saya. Mulai ramai itu tahun 2005 kalau tidak salah, itu sudah mulai untung dan sudah mulai banyak pelanggan”
Mas Gun, penjual es oyen, mengatakan bahwa :
“Pertama jualan kalau di sini itu, laris ya banyak lah yang minat mahasiswa atau warga karena belum begitu banyak saingan tidak hanya dari es oyen saja, tapi dulu usaha es itu belum banyak berkembang seperti sekarang. Buktinya ini belum ada setahun dari yang jualan di trotoar udah bisa buka kios. Kalau yang cabang si, langsung laris malah keuntungan lumayan, soalnya penempatannya yang pas di sekitar kampus dan yang satunya dekat jalan raya juga.”
Bapak eko penjual martabak, mengatakan bahwa :
Tapi tidak sampai kekurangan modal atau kehabisan modal, Alhamdulillah usaha ini bisa lancar, soalnya keuntungan dari martabak itu besar mas.”
Berdasarkan hasil wawancara mengenai awal usaha para pelaku usaha tersebut berjalan dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat persamaan dari para pelaku usaha kecil tersebut bahwa pada awal mereka berjualan tidak langsung ramai dan banyak pelanggannya bahkan cenderung sepi, dan para pelaku usaha ini tidak mudah putus asa dan ulet dalam menjalankan usahanya. Namun terdapat perbedaan dalam hal modal, ada yang sampai kekurangan modal tapi ada juga yang modalnya tercukupi.
b. Kebutuhan untuk memulai usaha kecil
Memulai suatu usaha tentunya memerlukan berbagai kebutuhan yang akan mendukung usaha tersebut, disini peneliti telah mewawancarai para pelaku usaha untuk mengetahui langkah apa saja yang pelaku usaha lakukan untuk membuka atau memulai usahanya. Peneliti melakukan wawancara dengan pengusaha bakso, hasilnya sebagai berikut :
Mas Gun pengusaha es oyen, mengatakan :
“Kalau menurut saya yang penting itu kemauan untuk membuka usaha, itu sangat diperlukan di samping kebutuhan materiil lainnya. Lalu seperti biasa, uang untuk modal usaha, jangan terlalu banyak sesuaikan kebutuhan saja, usaha jangan langsung besar, di cicil sedikit-sedikit, itu juga untuk jaga-jaga apabila kita kekurangan modal. Lalu pasar dimana bahan baku bisa di dapat, seperti, kelapa muda, es batu dll, baru mikir tempat dimana akan membuka usahanya, yang walaupun saingan usaha sejenis itu banyak tapi tetap prospektif untuk usaha yang sedang saya buka ini, seperti mencari tempat yang dekat jalan, dekat kampus gitu,dan tingkat daya beli yang tinggi. Memutuskan untuk jualan disini kalau yang cabang ini sih, karena mertua dulu temannya tinggal disini. Kalau cabang yang saya buka ya karena ramai tempatnya, di belakang kampus yang di sanata darma dan dekat jalan raya kalau yang di tamsis itu.”
Sedangkan Bapak Eko mengatakan, sebagai berikut :
“Yang di perlukan untuk membuka usaha khususnya di martabak ini, itu keterampilan, karena untuk membuat satu martabak yang telur itu susah sekali, saya saja butuh waktu kurang lebih sebulan untuk belajar ini. Setelah keterampilan cukup, dan berani membuka sendiri baru modal berupa uang. Kemudian lokasi jualan, dulu saya bisa berjualan disini karena kebetulan punya saudara dekat sini,lalu saya melihat kondisi di sini sangat bagus untuk membuka usaha apa pun itu, karena dekat dengan jalan raya, perkampungan, kost mahasiswa dan juga kampus. Kesulitan untuk menyiapkan usaha ini, ya pada waktu berlatih membuat itu, dulu pas buka sendiri sampai habis berapa telur yang tidak jadi martabak.”
c. Pemasaran Produk
Setelah semua proses telah terlaksana, selanjutnya adalah pemasaran hasil usaha tersebut. Pemasaran menjadi faktor penting untuk menarik para konsumen agar membeli barang dagangan, maka dari itu pedagang dituntut harus kreatif atau tampil berbeda dalam memasarkan produknya. Namun pemasaran untuk usaha kecil memang sangat terbatas selain karena keterbatasan modal, juga karena kurang kreatifnya pedagang yang hanya sekedar mementingkan kuantitas dan tidak begitu memperhatikan faktor pemasaran. Disini peneliti telah mewawancarai beberapa pedagang tentang bagaimana mereka memasarkan produknya.
Bapak Joko, pengusaha bakso dan mie ayam mengatakan bahwa : “Saya memasarkan usaha ini, terbatas hanya dengan menggunakan spanduk yang di tempel ini, selain untuk pemasaran, spanduk ini juga berguna untuk menutupi konsumen yang sedang makan di dalam. Dari dulu sampai sekarang hanya menggunakan spanduk ini, karena simple dan murah juga, lagian tempatnya kan dekat dengan jalan raya, kalau masang yang aneh-aneh seperti lampu dsb, susah dan ribet. Konsumen juga penting untuk pemasaran mas, ini bisa ramai seperti ini selain karena memang sudah lama berjualan disini juga karena konsumen yang mungkin menyebarkan lewat mulut ke mulut soal warung bakso ini.”
Mas Gun pengusaha es oyen mengatakan sebagai berikut :
“Kalau untuk pemasaran ya mas, jalan ini pun juga alat yang digunakan untuk pemasaran mas. Banyak pengendara yang lewat, dan melihat warung kami. Tapi menggunakan spanduk juga, banner, seperti pada umumnya. Kalau yang cabang saya itu, nitip promosi di kios ini, masang selebaran di kaca memberitahu kalau buka cabang di daerah sana gitu.”
promosi di kardus martabak juga, dengan menempeli kertas di penutup kardus. Konsumen juga pemasaran itu, kadang saya nitip promosi untuk disebarkan ke orang lewat konsumen saya.”
Berdasarkan hasil wawancara mengenai pemasaran dapat disimpulkan bahwa para pengusaha memasarkan produknya melalui banner atau spanduk yang di pasang di gerobaknya karena di nilai lebih simple dan murah dari segi biaya, menempelkan stiker tulisan pada gerobak, ada juga yang memakai selebaran yang di pasang di gerobak, pengusaha juga memanfaatkan konsumennya sebagai sarana pemasaran.
2. Pengelolaan Usaha Kecil Informal
Sebagaimana yang di ketahui bahwa bidang keuangan merupakan bidang yang sangat penting bagi perusahaan besar atau pun usaha kecil, banyak usaha kecil yang bangkrut karena tidak bisa mengelola keuangannya. Dengan adanya laporan keuangan, pemilik dapat memperhitungkan keuntungan yang diperoleh,dan juga mengetahui berapa tambahan modal yang dicapai. Untuk mengetahui bagaimana pengusaha mengelola usahanya, peneliti telah melakukan wawancara dengan hasil sebagi berikut:
Bapak Joko, pengusaha bakso dan mie ayam mengatakan :