• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sesi Ketiga (16.30-18.00)

Dalam dokumen PROSIDING KNHTN 3 (Halaman 101-117)

PARALLEL GROUP DISCUSSION RUANGAN 1 Tema: Memetakan Permasalahan Demokrasi Parta

3. Sesi Ketiga (16.30-18.00)

Moderator : Iwan Setiawan Narasumber : Mada Surbakti Mada Surbakti :

salah satu masukan untuk forum kita karena itu terkait dengan keuangan, baik rekan dan kolega sekalian dari tadi pagi kita sudah dengarkan bahwa semua proses politik awalnya adalah dari partai politik itulah menjadi penting untuk membahas demokrasi internal partai politik atau disebut dalam buku politik itu adalah intra party democrcy, ada tiga dimensi besar dalam internal demokrasi itu sendiri yang pertama adalah seleksi kandidat sebagai bentuk jabatan legislatif, yang kedua seleksi pimpinan partai dan ketiga seleksi anggota partai terbagi-bagi dalam keputusan partai-partai... tadi sudah didiskusikan dalam beberapa sesi kita tadi. dalam rangkaian kita ada dimensi seleksi kader, ini jangan-jangan asal muasal carut marut politik indonesia itu dari sendiri dari soal kandidat baik kandidat Presiden DPR, DPRD Prov/kota. saya mencoba untuk melakukan assesment terkait proses seleksi kandidat dalam pilpres, pileg dan pilkada yang ada didalam tulisan saya. nanti dari makalah teman-teman juga ada yang dibicarakan nanti bisa kita bicarakan. nah dalam pengelolaan assesment itu saya memakai kerangka analisis ilmuan politik terhadap validasi. saya kelompokan menjadi 5 kategori untuk menilai proses seleksi yang terjadi di Indonesia yang pertama dilihat dari sisi kandidatnya, yang kedua dari sisi selektoralnya siapa yang menetapkan calon kandidat, yang ketiga mekanismenya yang keempat tingkatannya pusat atau daerahnya, yang kelima ada tipo kandidat dari validasi calon, ini kemudian yang saya pakai untuk melakukan assesmen di pileh atau pilkada. soal kandidat biasanya ketua partai yang menjadi kandidat calon presiden. hanya kedua dari ketiga pilpres dari kandidat bukan dari ketua partai, Wiranto ketika konvensi golkar dan kedua Jokowi selebihnya adalah ketua partai ini termasuk dengan sesi sebelumnya. karena ini berkaitan dengan orientasi pembentukan partai adalah presiden. maka seperti yang disampaikan oleh mas Niko ketua demokrat dan Republik menyapres. tapi di Indonesia malah lain ketika ketua justru mau menjadi Presiden. nah ini kandidat untuk seleksi presiden dan selektoral sangat elitis. kecuali

2 konvensi konvensi golkar dan demokrat menjelang pemilu 2014. dengan mengedapankan survey dari tiga lembaga ini cara baru profesionalisasi dalam pencalonan kandidat. itu adalah fenonema-fenomena yang muncul dalan proses penyeleksian calon kandidat partai di Indonesia. mekanisme seperti itu tempatya di jakarta semua dan mana mungkin di daerah. tipe kandidat yang dihasilakan orang dalam partai atau orang yang patuh partai. nah kira-kira assesment untuk pilpres seperti itu. sama dalam kandidasi pileg kandidatnya biasanya pengurus. jarang sekali masyrakat umum dilibatkan, masyarakat umum hanya untuk pemenuhan syarat administrasi. mekanismenya sudah mulai terbuka di beberapa partai walaupun dibeberpa partai masih tertutup. dibeberapa partai terutama partai besar melihat mekanismenya semakikn terbuka dan tempat nya sudah juga mulai terdisentralisasi. terutama golkar yang bagaimana mengupas bahwa golkar pasca seoharto sangat disentralisasi sudah tidak umum lagi seperti golkar diperiode sebelumnya. tipe kandidatnya semakin kecil partainya justru kandidat yang dihasilkan ugal-ugalan yang seenaknya sendiri. tapi untuk partai besar justru mempunyai karakter orang dalam. ini juga terkait soal berhasil fungsi rekruitmen dan kaderasisi. soal kandidasi terkait fungsi partai sendiri. yang lain itu PAN jadi pelesatan partai abis nasional karena caranya instan dan tidak punya finansial sehingga yang terjadi ada cara instan untuk mencemot beberapa orang artis. nah ini kira-kira karakter umum kandidasi untuk pileg di kalangan partai kita. untuk pilkada kandidaatnya di beberapa partai adalah anggota partai dan beberapa partai bukan anggota partai. menariknya semikin besar partai semakin orang dalam sendiri. selektoralnya di beberapa partai masih ada dimensi sentralisasinya. di Kota Jogja misalnya, itu semua kandidat harus presentasi di DPP jadi mereka harus presentasi dan sekaligus negosiasi dan kemudian baru diputuskan siapa menjadi walikota kota Jogja, saya kira beberapa partai mekanismenya sama, ini dalam rangka disentralisasi. kita perlu disentralisasi parpol terutama soal kandidasi. pusat itu juga masih punya veto, apa proses yang sudah dilakukan di daerah bisa mentah. terutama untuk daerah-daerah starategis yaitu jakarta dan lainnnya. Jadi problema kita adalah di situ di ruang yang penuh misterius itu. behind the scene itu adalah orang dalam bahkan orang dalam pun tidak tau termasuk pengurus-pengurus partainya. jadi kalau tahapan ada tahapan penjaringan, sosialiasasi dan penetapan. di proses penetapan ini ada ruang gelap.kalau di tahap

pendaftaran penjaringan di situ semua orang tau tapi di proses itu yang penuh misteri, nah distu politik uang itu bisa terjadi. kami di UGM pernah melakukan riset soal politik uang tapi yang kami jangkau di kampanyanye padahal kami sadar betul bahwa proses politik uang itu sudah terjadi saat proses kandidasi itu. jadi esensi semua itu adalah disitu, membuka ruang yang selama ini gelap dan tertutup dan gak tau ini ada apa di runagn ini. yang tau hanya orang-orang itu. itu adalah masalah inti yangn harus di bongkar. gmna cara membongkarnya setidak ada 2 tawaran yang bisa jadi pertimbangan. pertama, ini saya kutip dari ... dia mengusulkan three step kandidation yaitu menggabungkan kebutuhan internal partai dengan kebutuhan masyrakat diluar partai. jadi begini kita harus paham bahwa orang partai itu kesulitan jadi berarti tidak kesulitan dalam melakukan kandidasi banyak sekali dilema yang dipahami. ketika kandidasi sudah dilakukan dengan sangat demokratis apakah ada jaminan untuk menang? itu pertanyaan pertama yang ditanya prakitis parpol. dan itu kita tidak menjawab secara instan. selama ini kita sering di forum seharian kita mendorong partai politik demokratis, tapi disisi praktisnya aapakah ada jaminannnya. nah itu dilema yang dihadapi parpol. yang kedua dilemanya partisapasi dan kepemimpinan yang kuat. partisipasi yang tinggi pemimpin itu akhrinya akan melahirkan konflik internal itu yang terjadi di golkar. tapi sebaliknya ketika pimpinannya kuat seperti PDIP, gerindra dan sebagianya itu ya partisapasi lemah tapi partai itu tertib organisasi terkelola, jadi setiap ada konflik bisa di reduksi. ini dilema juga yang dialami oleh parpol, kita mau partisipasi mau sejauh mana, kita pemimpin yang kuat sejauh apa. tawarannnay itu untuk mengkomprimi dilema dilema itu. yang pertama, masih eksklusif lah, tahap pertama adalah ini ada secreening komite yang diserahkan kepada orang-orang partai tahapan selanjutnya dibentuk selected agecy party dan ini bukan anggota pengurus partai tapi sudah mempresnetasikan kelompok-kelompok didalam partai. tugasnya hanya mencek apakah sudah mempenuhi syarat, misalnya di incumbent apakah sudah layak atau tidak. di tahap ketiga diserahkan ke anggota partai, bagian yang sudah disrotir dan di filter akan diserahkan kembali ke partai untuk nanti keputusannya sudah dibuat oleh semua anggota, sehingga siapa dapat ranking berapa. dan prosesnya saat inkulisif kedepanya. ini tawaran yang ideal dan tawaran yang kedua hampir sama sebanarnya tapi masih perlu kita matangin lagi, pemilu pendahuluan, kayak mas Hasyim yang

baru dilantik di KPU RI masih mau hadir disini. di kemitraan kami mengusulkan adanya pemilu pendahuluan sistemnya pemilu yang disebutkan agak menyelenek tapi sistem tertutup itu harus di awali dengan pra election seperti apa formatnya, nah kita perlu main di level teknis dan kita perlu rekomendasi rekomendasi. yang kita bayangkan untuk pilkada Bupati atau Walikota misalnya disetiap desa sebuah partai menyelenggarakan Konvensi memutuskan nama-nama. dan nama-nama itu dibawa ketingkat Jakarta dan akan di putuskan di tingkat pengurus Bupati dan Kota. dengan cara seperti ini kemudian partisipasi ini dapat lebih ditingkatkan. pemilu pendahuluan bukan lah ide baru mekanisme ini sudah dilakukan. kita harapa ada pemilu pendahuluan dan negara dapat mendorong nanti kalau partai memberikan calon nama peserta sementara dan disitu harus ada catatan bahwa calon itu sudah di pilih melalui konvensi yang partisipastif dan seterusnya dan ini beberapa saja penewaran dari saya dan saya yakin dari anda semua ada tawaran lain dalam proses kandidasi yang lebih demokratis dan saya akhiri, assalamualaikum, wr, wb

Moderator: Iwan Setriawan

nah tadi kita sudah dengarkan provokasi dari pak Mada untuk pengantar kita untuk diskusi dan selanjutnya akan saya serahkan kepada. saya akan dahulukan kepada pembicara ya jadi biar singkat langsung memberikan tanggapan

Mada Surbakti:

Jadi Fokusnya bukan ke saya ....

Moderator: Iwan Setriawan

Jadi tawaran tadi bagaimana cara seleksi calon administratif dan kepala daerah. silahkan mas Rasyid

Rasyid:

terimkasih, bapak ibu sekalian ada empat catatan saya disini yaitu pengamatan- pengamatan singkat yang saya lakukan yang pertama adalah pilpres tahun 2014 kemaren ada dua partai yang fenomenal menurut saya adalah demokrat yang

berpotensi bgtu hasilnya ada tapi di kombinasikan jadi bagi saya aneh. dan yang kedua adalah golkar dia padahal pada rangking 2 tapi tidak punya calon, padahal kalau punya dia berpotensi untuk adanya pertarungan yang ketat dan itu kalau bisa dan kedua-keduanya tidak mencalonkan. pertanyaannya adalah mereka mau ngapaian dan yang kedua dalam kontes pemilu legislatif disinilah kurang lebih dari sekian banyak pemilih yang kemudian relatif acid dalam arti orang-orang yang dicalonkan adalah orang dalam partai kalaupun ada orang bukan partai berarti itu adalah pecahan partainya. sehingga ada orang yang diutus dalam artian pindah partai kemana pun dia menjadi sehingga yang masalah itu bukan partai tapi orang ini memang sakti. kemudian yang ketiga .... ada kecendrungan padahal partai nya mampu mencalonkan tapi tidak mencalonkan bersangkutan tapi malah mencalonkan dari partai lainnya contoh pak Yusril Irza Mahendra mencalon di pilgub tidak berasal dari partainya bagi saya itu aneh. dan yang keempat ini tentang sentralisasi pencalonan. jadi gagasan untuk mendisentralisasi pencalonan sudah hampir tidak bisa lagi. kalau kita baca menurut UU 32 tahun 2004, 12 tahun 2008 kemudian UU 1 Tahun 2015, UU No 8 tahun 2015 dan terakhir UU 10 tahun 2016 kecendurangan bukan disentralisasi tetapi sentralisasi. ketika masih ada UU 32 dan 12 tahun 2008 itu masih ada frasa pencalonan secara demokratis diserahkan sepenuhnya kepada AD/RT partai dari salah satu dokumen yang diserahkan adalah berita acara prosesi seleksi dan ketika UU NO 1 tahun 2015 tidak ada lagi pencalonan seperti itu, celaka UU No 8 Tahun 2015 mulai ada rumusan dimana ketika mendaftar langsung diserahkan dokumen SK atau surat keputusan DPP tentang persetujuan terhadap calon tertentu. kalau sebelumnya tidak ada, artinya urusan ini sebagai urusan sentral partai. dan lebih lagi di UU 10 tahun 2016 selain diwajibkan membawa surat rekomendasi itu ada kewajiban pengurus partai di tingkat daerah, karena kalau tidak maka proses pencalonan akan diambil oleh DPP. jadi pengurus cabang yang tidak taat pada DPP dapat dipidana jadi ketika ada kadernya ngeyel bandel itu dapat ada ancaman pidana oleh kepengurusan partai itu, artinya apa dalam konteks pidana ini mengerucut kepada sentralisasi dan yang saya khawatirkan terhadap pemilu atau pilkada serentak kedepan. yang saya khawtirkan itu ketika antara pilgub dan DPRD provinsi, walikota dengan DPRD kota dan untuk pemilu legislatif kitakan proposional sehingga bayanagan disentralisasi pencalonan semakin suram karena apa diikuti suasana

proposional nah itu sedikit catatan saya terhadap sistem pemilu. itu beberapa catatan saya..

Moderator: Iwan Setriawan

iya, ada lagi Bapak ibu yang membuat paper yang mau bicara? mas patrick bisa kita berikan kesempatan. ibu suni?

...

baik bung suni, sedikit informasi kepada pak Hasyim. yang disebut dan ini apakah ini merekomendasikan beberapa hal yang pertama, mendorong partai mempersiapkan dan mencalonkan akder internal sendiri, yang kedua mas Hasyim setuju disentralisasi kepala daerah yang ketiga model konvensi demokrat dan golkar kenapa tidak di tuntaskan.. dan itu saja terimkasih

Sunny:

terimkasih pak saya moderator. assaslamualaikum wr, wb nama saya suni peserta call paper dari sebelas maret semarang. pertanyaan diksusi ini karena kita bebas, ada beberapa hal dalam mekalah saya yang menujukan demokratisasi partai politik, dan di antara kita semua juga ada dari anggota partai politik juga namun jumlahnya tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota partai, tadikan kita membuat sebuah regulasi, sebuah formulasi terkait demokratisasi partai politik artinya kita akan mengatur bagiaman partai politik itu akan tumbuh dan berkembang.. beberapa perbandingan yang dikeluarkan oleh teman-teman di beberapa negara saya sangat salut dan menjadi menambah wacana pemilu dan sistem ketata negaraan. namun terkait dengan konstruksi hukum yang ada indonesia saya kembali kepada catatan yang ada tadi yang pertama terkait political regulation, political culture dan political .... jadi kita tidak bisa serta merta mengambil konsep-konsep pemilu di beberapa negara dan saya akan beralih kepada sistem hukum yang lain ada suatu teori yang saya pakai yaitu teori ....suatu aturan hukum yang baik itu sebisa mungkin mengadopsi dari common law. common law yang dibungkus dengan .... akan sangat implementatif dan efektif artinya kita akan meracanang produku hukum untuk parpol. ini suatu hal yang menueut saya perlu kita fikirkan juga kecuali sebagai besar mungkin juga

anggota parpol. parpol indonesia kondisinya memang seperti itu, dan kalau kita diskusi dengan parpol kita akan sampai pada suatu kondisi untuk melegalkan money politic dan itu sangat ironis sekali. kalau money politic itu sudah sangat menderah daging dan itu dimana-dimana itu akan terjadi secra terbuka atau tertutup itu akan terjadi. dan sekarang produk hukum yang ingin kita bikin ini adalah satu, kita akan membuat konsep sosial engenering tapi seberapa jauh kita akan merekayasa masyarakat kita dengan kondisi kultur seperti ini. tetapi kalau kemudian kita mohon maaf kalau kita bicara berapa uang yang akan dikeluarkan agar orang bisa duduk di DPR, kalau di DPRD kota saja saya tidak bisa bayangkan. saya tidak pernah membayang penting bagi beliau adalah 2 miliar, ini tidak bisa dinafikan kita masih melihat ini rentetan yang terjadi di masyrakat. mungkin hanya beberapa persen yang tidak mengeluarkan cost politic dan ini yang bisa kita jadikan diskusi juga. apapun yang kita lakukan pada saat ini kita tidak akan bisa berada dimenera gading yang tidak ada penghuni. saya kira itu saya ucapakan terimkasih

Moderator: Iwan Setriawan

Ibu Sunni bisa membuat sebuah rekomendasi? Sunny:

jadi rekomendasi terkait dengan persoalan pembiayan aprtai politik terbagi dua jalur saya sangat sepakat, Cuma rekomendasi yang saya lakukan terkait perosalan kandidat kite kembalikan ke local wisdom dan disentralisasi. sekian terimkasih

Moderator: Iwan Setriawan

Baik silahkan lanjut, mohon disebutkan nama dan dari mana ..

saya ... dari pusat kajian LIPI, ada satu hal yang menarik bahwa mencermati asas pemilihan partai yang akhir-akhir ini adalah fenomena politik uang dalam pemilihan ketua partai. itu problem dari masing-masing ketua umum yang dipilih berdasarkan delgasi yang dari daerah. untuk dapat dukungan-dukungan delegasi daerah dia harus mengganti agar mendapat dukungan dari daerah. besar dukungan dari daerah itu

dia membelinya. dalam konteks ini adalah rekomendasi yang penting bahwa proses seleksi daerah adalah ketua umum suara itu harus dari DPD karena dalam progres saura muktamar pun bisa berbeda. nah kemudian pendahuluan dari konteks disentralisasi itulah yang penting. yang kedua adalah bahwa perkembangan parpol pasca reformasi didahului dengan paratai politik presidensiasi artinya apa bahwa parpol menjadi kenderaan utama untuk menjdai calon presiden. parpol kemudian di ikut figur tertentu ini kemudian apa mereka tidak mengdemokrasikan internal karena fraksi-fraksinya sudah dikuasai. karena dalam pengusaan parpol tidak dimungkinkan melahirkan faksi faksi kecil dan inilah demokrasi itu harus dimulai dengan mendomkratisasikan ini. dalam konteks ini rekomendasi saya adalah bagiamana parpol mengangkat isu demokratisasi parpol, salah satunya partai tidak menjadi super... dari pemimipinya, nah itu saja terimkasih..

Moderator: Iwan Setriawan

Singkat saja ya pak, biar yang lain yang belum ngomong.. jadi yang kita butuhkan adalah rekomendasi saja pak

...

Assalamualaikum wr, wb. baik terimakasih, rekomendasi saya yang pertama adalah kegiatan ini harus diperpanjang ini, bapak/ibu yang saya hormati kalau pengalaman saya waktu yang segini tidak cukup. waktu kita untuk menyampaikan hanya sekitar 2 menit. catatan kedua, saya berkeyakinin teman-teman disini memiliki potensi untuk mengubah itu semua. sekrang bagiaman menara yang sudah ada ini mengikuti desain pertanggungjawaban nanti ...rekomendasi saya yang kedua kalau saya melihat apa yang disampaikan Prof. Saldi Isra soal parpol yang akan dibaiayi negara saya tidak sepakat untuk negara membiayai parpol alasan saya sangat sederhana karena kita itu membutuhkan biaya yang sangat besar untuk kemudian desentralisasi pembangunan belum lagi masryakat yang susah dan miskin, sehinggga ironis menurut saya. dan saya tidak sepakat dengan negara untuk membiayai partai politik. solusi saya adalah kita melihat seakan partai politik adalah swasta dengan berbagai macam bentuk usaha. tetapi saya merekomendasikan apa persoalan negara tidak satu informasi yang di berikan oleh partai politik yang menjelaskan permasalahan yang dihadapi

parpol, sehingga kita menjadi subjektif mendengarkan partai politik. padahal parpol telah melahirkan tokoh-tokoh nasional. maka kalau saya mau menarik kebelekang menarik sejarah, catatan sederhana adalah memang saat dulu pada fase pertama sejak pemilu sejak merdeka, fase kedua mempertahankan kemerdekaan dan sekrrang kita tidak tau fase dimana untuk mencari kejutan disemua level. sehingga rekomendasi saya adalah pertama, perlu dihadirkan parpol untuk menjelaskan semua itu dan menjadi balances bagi kita semua. yang kedua, soal fungsianaris parpol untuk mem PAWkan anggota dewan dengan berbagai alasan, padahal anggota dewan tersebut telah mewakili apresiasi dari daerahnya ini menjadi persaoalnya sebenarnya, sehingga parpol tidak boleh semena-mena untuk PAW. lalu kalau kita liat parpol dalam memperisiapkan kadernya maka kaderasasi harus dilakukan ... dan terakhir yang ingin saya sampaikan adalah bahwa di DKI itu sekarang sedang fokus, meskipun itu isu DKI namun menjadi isu nasional saya mengatakan hal positif yang perlu kita perkuat adalah kandidasi. sebagai calon independen kekuatan civil society itu sangat berguna, saya kira bagiaman parpol harus membenahi diri agar mendapatkan dukungan civil society tersebut. saya kira itu saja.. terimkasih

Moderator: iwan Setriawan Silahkan bapak yang baju biru Halimsyah:

saya halimsyah dari medan USU, persoalan mendasar dari parpol adalah kaderasisi yang saya rasa. kaderisasi yang lemah itulah yang memunculkan permasalahan- permasalahan partai politik. rancangan UU kepala daerah ada rancangan yang membenarkan anggota DPRD mencalonkan menjadi kepala Daerah, jadi hal itu membuktikan kaderasisi itu tidak jalan. walaupun itu sudah jalan mungkin sudah di tentukan itu, misalnya ini untuk calon kepala daerah dan ini untuk anggota DPR. jadi semuanya sudah ditentukan. kemudian kalau kita liat pendidikan parpol juga tidak jalan, kemudian kita lihat juga persoalan kandidasi dari parpol itu adalah feodal bahwa sangat keluarga pengurus partai politik. memang mungkin ketentuan UU tidak bisa mengatur secara rinci tetapi bisa mengatur hal-hal tertentu, bahwa misalnya ketua umum parpol jangan anakanya yang menjadi pengurus janganlah sanak

keluarga yang ikut sebagai DPP parpol yang bersangkutan. jadi kelemahan- kelemahan itu yang bisa kita atasi. kemudian terkait dengan konvensi kenapa partai politik tidak meneruskan pencalonan presiden atau kepala daerah hal ini menunjukan bahwa syarat pencalonan presiden maupun calon kepala daerah harus memperoleh suara tertentu dan kursi, jadi parpol tidak memperoleh kursi yang di haruskan atau dikenal parlemnetary trashold atau presidensial trashold jadi mereka tidak bisa mencalon pasangannnya di daerah. kalau kita ingin mempersoalkan bagaiamna pemilihan ketua partai, seya kira UU tidak bisa masuk kesana, itu tergantung partai itu sendiri.kemudian kalau kita lihat juga ketua partai bisa jadi calon presiden karena kalau saya lihat sistem presidensil berbeda dengan sistem kepartaian itu aturan yang berbeda. jadi kalau kita katakan ketua partai menjadi presiden kalau di amerika serikat sendiri sangat jarang tapi kalau inggris pemenang pemilu adalah menjadi perdana menteri. mm persoalan dari saya sudah cukup terimkasih assalamualaikum wr, wb

Moderator: Iwan Setriawan

ini karena masih banyak lagi, waktu kita masih ada setengah jam lagi, jadi mohon kita

Dalam dokumen PROSIDING KNHTN 3 (Halaman 101-117)