PARALLEL GROUP RUANGAN
3. SESI TIGA (16.00-18.00 WIB) Moderator:
Tepuk tanagn untuk ketiga narasumber. Baik saya tidak akan menyimpulkan karena memang ada tim kusus yang melakukannya dan annti ada sesi untuk kesimpulan. Nanti tolong disiapkan pemancing dari satu orang yang membuat makalah tentang hubungan pusat dengan daerah. bapak bambang haryanto. Tapi jelas yang hadir saja dulu pak. selain bapak bambang, ada 6 orang yang membuat tentang hubungan pusat dengan daerah, bapak Thamrin, moderatornya mungkin dipilih oleh bapak Thamrin. Dengan pemancing bapak bambang haryanto, dengan buk fitri. terimakasih, assalamualaikum wr wb.
3. SESI TIGA (16.00-18.00 WIB) Moderator:
Ada 22 makalah dalam pgd ini, saya yakin dari makalah Ibu/Bapak sekalian, bisa berdiskusi saja mengemukakan berbagai pendapat. Sesuai kesepakatan kita tadi, bapak thamrin sudah ada didepan dan beliau ini mungkin sebagian besar kita sudah kenal. Beliau dari Fisip Universitas Andalas, ilmu politik khususnya. Saya sempat menguntip tadi di USB, Makalah bapak tamrin berkaitan dengan Hubungan parpol pusat dengan daerah, susunan pengurus Partai Politik.
Makalah ini menjelaskan tentang hubungan parpol ditingkat pusat dan daerah, serta upaya demokratisasi parpol. Ini menarik sekali bahwa pak Thamrin dari wilayah ilmu politik, dan diruangan ini banyak yang dari ilmu hukum, jadi kita bisa bertukaran pikiran secara baik saya kira. Tadi ada pesan sedikit, kita diharapkan selesai 5.30. Kemudian kita lanjutkan dengan fasilitator utnuk merumuskan lebih hangat kesimpulan dari pgd kita ini, usulan kongkritnya dari grup ini apa. Untuk mempersingkat waktu saya silahkan kepada bapak tamrin, kurang lebih 20 menit lah ya pak, silahkan pak.
Tamrin:
Terimakasih bapak ibu atas kehadirannya. Saya kira, tapi ya Kita sharing saja semacam membagi saja, tulsian saya ini semacam refleksi yang kemudian menjadi sesuatu yang menentukan. saya berangkat dari diskusi tadi. Ada beberapa hal. yang pertama adalah sering kali ada kebijakan kebijakan yang berbeda, apa yang diputuskan di partai daerah atau DPD dengan yang membedakan keputusan di pengurusan partai pusat. sering sekali kebijakan yang diambil oleh pengurus daerah ditentukan oleh kebijakan yang diambil pengurus pusat baik tentang kepengurusan
maupun tentang penetapan calon-calon pemimpin yang diwakilkan oleh masyarakat, sehingga persoalan-persoalan ini, sering sekali bentrok kepentingan antara keputusan yang diambil pengurus partai daerah dengan apa yang disuarakan dalam masyarakat. Ada beberapa point penting yang diungkapkan. Nah disini bagaimana caranya memutus hubungan rantai itu, terlihat bahwasannya semakin otonom pengurus partai di daerah itu dalam proses pengambilan keputusan, semakin demokratis lah partai politik itu. Tapi itu tidak mudah dilakukan, karna ada persoalan system yang harus kita benahi ya, yang ada kaitan nya dengan parpol, system pemilu, pemilih, dan dengan pemerintah itu sendiri. Jadi kita lihat, bahwasannya demokrasi yang masuk di Indonesia ada dua pola. Pola designer dan pola strukturalisme.
Jadi kita lihat bahwasannya, demokrasi yang masuk di Indonesia itu ada dua pola: 1.pola designer
Memasukkan demokrasi yang bersifat mengemukaan demokrasi yang berdasarkan procedural, adanya pemilihan pemilihan bebas secara kopetitif
2. strukturalisme
Ada proses liberalisasi dan kompetisi. Setiap calon memiliki peluang untuk dipilih dan memilih dalam kondisi ini.
Nyatanya dalam perjalanan reformasi kita banyak implikasi implikasi yang lahir dari persoalan demokrasi liberal yang dikemukaan dalam system itu. Salah satunya adalah lahirnya peran local elit atau epranan-peranan elit lokal yang menjadi manta rantai penghubung yang kuat antara pengurus pusat dengan pengurus didaerah itu. Pengurus kuat didaerah, the local strongman, yang kemudian menjadi orang kepercayaan dipusat atau di DPP. Apakah itu berkaitan dengan Hubungan-hubungan ekonomi, hubungan social, dan hubungan lain, kemudian kepercayaan itu muncul dikalangan local elit didaerah itu.
Sehingga kekuasaan yang tadinya bersifat terbuka didalam proses pemilihan demokrasi liberal tadi, jadinya tertutup, ada jenis kekuasaan yang dikemukakan oleh Jonda Prenter, ada kekuasaan yang terbuka, yang bisa terlihat dalam proses liberalisasi transpalansi pada waktu ketika melakukan pemilihan umum. ada kekuasaan yang bersifat tertutup, yang justru berkaitan dengan keputusan yang diambil yang beraada dalam wilayah loby atau wilayah tertutup. Yang hanya dapat dilihat pada saat rapat internal partai. tertentu yang Nampak ketika loby dan dalam pengambilan keputusan partai. Ada wilayah kekuasaan yng sifatnya tidak Nampak yang sifatnya hidengemonik, ada sesuatu dalam lingkungan kita yang tidak Nampak, ada saatnya kita takut ada sesuatu dalam lingkungan kita yang kemudian kita tidak tahu sehingga kita ikut arus, dan itu merupakan wilayah pada yang sifatnya invisible. Pada saat ada dalam dimensi ideologis dan dimensi budaya itu, kita tidak bisa keluar dari itu. Kita tidak bisa melawan meansteam Itu tapi itu adalah kekausaan yang tersembunyi itu, ketika kekuasaan itu tidak terlihat, ini saya curigai ini yang berhubungan relasi antara pengurus pusat dengan pengurus didaerah itu adalah kekuasaan yang tersembunyi itu. Yang kemudian membentuk kepentingan ekonomi, dalam bentuk relasi-relasi pusat dan daerah, Menerbitkan kontribusi kepada
kekuatan ekonomi dpp pusat. Tidak mungkin orang menggerakkan partai politik di pusat pada saat basic ekonominya tidak kuat. Basic ekonomi itu akan ditundang oleh ekonomi yang ada didaerah sehingga muncullh kekuatan ekonomi itu dibalik pada kekuasaan politik yang nampa, jadi bisa saja yang terpilih secara demokratis itu adalah orang yang bisa diterima, tetapi orang yang mengambil keputusan adalah yang bermain di belakang itu. Dan itulah yang bermain dalam hubungan pusat dan didaerah.
Inilah yang disebut dengan pendekatan structural, karna itu sejak reformasi sesungguhnya kita itu tidak demokratis, karena yang bermain itu adalah kekuasaan yang tidak terbuka tadi. Yaitu hasil pengembangan budaya dan struktur politik pada masa lalu. Yang kemudian banyak kita lihat yang bermain di partai politik di DPP itu adalah mantan-mantan mereka yang sukses pada masa lalu. Yang mana mereka punya jaringan di daerah yang kemudian menjadi penggerak di tingkat pusat dan kekuatan politik yang ada didaerah. Sehingga struktur itulah yang kemudian dibentuk.
Makanya kekuasaan itu tidak menjadi terbuka. Hanya terbuka pada saat pemilihan umum, lalu tertutup kembali. Inilah kekuasaan yang tidak Nampak. Muncullah kekuatan ekonomi dibalik kekuasan yang Nampak. Yang menentukan keputusan adalah orang yanga da dibelakang itu. Ini lah pendekatan structural,
Karna yang bermain adalah kekuatan struktur ekonomi. Jadi model demokrasi Indonesia ada yang bersifat designer melalui proses demokrasi prosedural, tapi ada juga yang menolak. Kadang tidak perlu kita punya partai politik, karena situasi tidak menunjang demokrasi. Itu tidak bisa diubah lagi. Jadi ada kekuatan yang didalam yang justru lebih menentukan keputusan yang diambil. Dan ini lah yang disebut oleh William Reno, di Indonesia ini ada negara yang ideal dan negara sebagai suatu system. Pada negara yang ideal kita lihat siapa yang meentukan keputusan dalam legislative, sedangkan negara sebagai suatu system adalah actor-aktor yang menentukan keputusan itu yang tidak terlihat. Jadi jika pada negara ideal yang dikemukakan adalah statement atau pernyataan, tapi pada negara system adalah tindakan-tindakan yang menentukan system itu. Itulah kekuasan yang tidak Nampak atau the hidenpowers itu, sesuatu yang tidak Nampak. Sesuatu yang sudah diputuskan bersama itu berbeda. Nah, itu yang kita lihat venomena. Kecendurungan ini diperparah oleh, jadi kita ada namanya demokrasi politik Indonesia kita harus menggabungkan pendekatan designer dengan struktual tadi.
Kita harus menggabungkan, kita harus melihat bagaimana lembaga politiknya, atau pengurus partai politiknya, yang kedua adalah bagaimana kinerjanya, yang ketiga bagaimana aktornya, nah ternyata yang banyak bermasalah pada pengolahan parpol adalah pada aktornya, lembaganya oke dan secara document AD/ART nya oke, yaitu sesuai prosedur demokrasi prosedural. Tapi pada kinerjanya sudah mulai tidak bagus, karena laporan-laporan yang masuk itu kan sesaui peraturan. Lembaganya keropos, artinya aktornya itu sudah dibajak, sehingga tidak ada lagi aktor yang
mampu, istilahnya kapasitas actor untuk membangun demokratis itu sudah tidak ada lagi. karena yang mempengaruhi keputusan adalah bukan yang membuat keputusan tapi yang bermain dibelakangnya, ada struktur social ekonomi masyarakat diluar pada system politik ideal tadi, dan kapasitas aktor yang menjadi berkurang di Indonesia ini, ada dua penyebab: yang pertama masuknya senioliberalisme sehingga masyarakat lebih senang ke mol dari pada membina organisasi sosial. yang kedua hilangnya fungsi organisasi social yang menjadi penengah masyarakat dengan partai politik. Sehingga kalau kita lihat, kinerja daripada muhammadyah itu, justru lebih bagus sebelum orde baru ketimbang setelah orde baru. Itu yang kita lihat. Kenapa? karna pada waktu orde baru ada musuh bersama. Tapi setelah musush bersama itu hilang, masuklah pengaruh global yang masuk dalam bentuk gagasan-gagasan liberalisme. Sehingga lemahnya lembaga-lembaga organisasi sosial, sebagai penghubung masyarakat dengan partai politik, proses konsolidasi parpol dengan demokrasi sehingga menjadi terpengaruh. jadi kalau kita lihat orang yang alktif di organisasi social juga aktif di organisasi politik, namun komitmen di organisasi social semakin berkurang. Sehingga actor dalam lembaga politik menjadi melemah kapasitasnya.
Saya kira itu sajalah, jadi sharing saja kita kalau begitu. Terimakasih, assalamualaikum wr wb.
Moderator: sebagai pemancing saya kira saya mengundang bapak dan ibuk semua memberikan pendapat sesuai makalah masing-masing. Intinya yang pak tamrin sampaikan, kenapa saya bilang menarik, Kaerna beliau ini adalah orng yang dating dari ilmu politik, saya mengundang prof beliau mengungkapkan beberapa catatan penting, pertama diungkapjan dulu mulai dari dua pola, yang sebenarnya belaiu ingin sampaikan adalah kekausaan itu sebenarnya ada dua system di Indonesia ada yang tertutup dan terbuka. Ini jadi rumit. Kita milih orang si A, si B, si C, Tapi kenyataannya yang membuat keputusan adalah si Z. adanya relasi ekonomi yang terbangun, karna ada kekausaan yang terttutup disni. Saran beliau adalah kita harus menggabungkan dalam memetakan permasalaahn. Tapi yang sangat bermasalah adalah aktornya, ini benar-benar pancingan, ungkapam awal, saya yakin bapak ibu punya pandangan yang lebih jauh yang kemudian dalam kondisi seperti ini yang mungkin disepakati, tapi karena dalam kondisi seperti ini kemana akan kita bawa permasalahn ini. Dan juga soal-soal keuangan partai politik, barang kali baik untuk memicu saya mengundang bapakSyamsudin Haris dulu, ooh biasanya belakangan yaboleh. Yang lainnya barang kali, baik sudah ada tiga. Silahkan. Untuk kepentingan pencatatatn mohon sebutkan nama dan lembaga asalnya.
...
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Menarik diskusinya dengan apa yang beliau sampaikan, topic ini masih sangat jarang sekali, dari segi pembahasan maupun dari segi referensi juga sangat minim sekali, dan kita juga belum punya pengalaman dengan pengelolaan keuangan partai politik. Apakah itu dijadikan
sebagai desentralisasi seperti konsep yang diusulkan. Mengenai hubungan pusat dan daerah, memang ada upaya-upaya yang mendesentralisasikan kewenangan dari DPP partai ke kewanangan DPD daerah.
Apa saja kewenangan itu, ada tidak upaya untuk mendesentralisasikannya. Jika kita melihat dalam UU hampir semuanya tidak ada. Jadi upaya kita untuk mensikronisasi, hampir tidak ada, karena semuanya dikunci dalam AD/ART, bahwa semua sudah diatur dalam AD/ART. Nah AD/ART menjadi bukti bahwa apakah partai itu bersifat desentralisasi atau tersentralisasi. Itu yang membuat akhirnya terpecah belah, tadi pernyataan pak thamrin yang saya amati, bahwa kita sebagai orang awam melihat apakah bahwa apakah partai PAN itu demokratis atau tidak, saya kira partai itu tidak demokratis karna dalam mengambil keputusan. Hasil survey pak thamrin boleh juga bahwa ada demokratisasi dalam DPD DPD tersebut itu mengubah persepsi saya bahwa Proses demokratisasi tidak juga harus melalui pendekatan structural, mengenai keputusan-keputusan yang diambil oleh ketua umum partai, tapi ada juga aspek-aspek lain.
Dalam hubungan pusat dan daerah, itu kan ada dua unsure, unsure korporasi sama kompetitif. Dan didalam tulisan saya, saya lebih mengarah pada proses yang lebih liberatif.
Mungkin nanti kita bisa mendorong dengan semakin hangatnya diskusi, lagi bagaimana upaya pengantar, apakah kita harus mengatur partai-politik itu dengan seperti itu, apakah parpol harus didiseain sedemikian rupa dengan konsep otonomi daerah, yang ditakutkan adalah ketika pengawasannya berubah, itu bisa otoriter sekali, atau akan disalah gunakan untuk menaikkan popularitas. Ini juga akan menajdi bahan diskusi juga bagi kita bahwa, apa yang harus kita lakukan ketika kita ingin mendesentralisasikan partai politik. Kalau untuk pemilihan-pemilihan kepala- kepala daerah tidak memerlukan persetujuan pusat. kecuali Kalau koalisinya permanent, itu sepakat, kalau bicara dari awal atau kita menerapkan perilaku dengan konsep yang real dan jelas. Situasi didaerah kadang keadaannya berbeda, sehingga, saya pikir partai sudah memahami fakta-fakta ini, sampai sekarang mereka memperbaiki, kaderisasi dulu, agar jelas, Pola kaderisasi,
Kalau hubungan pusat dan daerah itu kita harus memiliki konsep yang sedemikian rupa sehingga hubungan masyarakat dan parpol tetap terjaga dengan baik. Atau kita harus menerapkan prilaku-prilaku seperti yang mekanismenya diterapkan oleh partai itu sendiri, saya rasa partai-partai itu telah memahami fakta seperti ini bahwa masyarakat semakin jauh dari parpol itu sendiri, tapi sampai skrg mereka berupaya mengembalikan kepercayaan itu. Sehingga saya berpikir bahwa partai harus membenahi kaderisasinya terlebih dahulu, bagaimana memiliki jabatan didalam partai tersebut harus melalui tindakan-tindakan yang sesuai dengan prosedur, jika kita ingin mendisain baik secara politik maupun demokratis saya kira, demokrasi itu harus diterapkan.
Moderator:
baik, terimakasih. Saya kira ini semakin menarik dari pagi sampai sore ini sudah mulai goyah yam as, tapi pertanyaan besarnya begini apa yanmg mau disentralisasikan dan apa yang mau diatur jangan karana kita orang hukum kita jadi gila ngatur. Dimata partai politik apakah perlu kita mengatur sejauh ini atau dinbatasi hingga titik mana kemudian muncul juga pertanyaan bagaimana cara memaksa sistem desentralisasi diterapkan didalam parpol. Disitu kata orang hukum digunakan untuk memaksa perubahan prilaku tertentu, lanjut . bagaimana pandangannya Lutfi:
Ada yang tau tidak, ada berapa yang mengatur tentang partai politik setelah saya menghitung ternyata ada banyak sekali kurang lebih ada enam norma yang memang banyak sekali. tapi tidak ada yang sama sekali berbicara tentang demokrasi partai politik. Saya sebenarnya sudah membuat sebuah paper, Dari sekian banyak norma, pertama terkait pasal 6a, pasal 24c, pasal 22e ayat 3 tentang peserta pemilihan umum DPD dan DPRD. Dan saya ingin coba lebih tahu lagi, saya melakukan research tentang partai politik itu, tapi tidak ada sama sekali yang berbicara tentang desentralisasi parpol. Saya temukan banyak sekali isu. Ada beberapa pandangan terkait penguatan kursi di kursi pemerintahan, tapi tidak ada sama sekali yang berbicara tentang upaya desentralisasi politik pusat daerah dan lain lain. Tapi ada dalam pasal 22e ayat 3 penafsiran konstitusi itu ada dua
1. Origenalirme, terkait hasil keputusan 2. ....
Kemudian melalui dua penafsiran ini, hubungan desentralisasi itu sebenarnya sudah ada. Seperti kewenangan untuk menyediakan kandidat. Dan pemahaman saya sebenarnya terkait pemahaman kontitusi yang saya tulis dalam makalah saya dan saya ingin mengucapkan satu hal yang menjadi alas an konstitusional bagi kita terkait bagaimana kita menjalankan budaya partai politik.
Moderator:
Baik terimakasih. Tidak apa apa tidak ada solusi. Kita disini tidak diminta untuk mencari solusi, tapi kita diminta berdiskusi biasa terkait keilmuan yang kita punya. Ini merupakan diskusi yang sangat menarik mungkin karena dilatarbelakangi oleh mas lutfi bekerja di MK, jadi kerjanya ngeliatin undang undang, penafsiran konstitusi dan risalah jadi menemukan ada enam kali partai politik disebutkan dalam undang undang dasar. Apakah ada masukan lagi dari para pesrta lainnya?
Dodi nur andryan:
Kalau berbicara mengenai hubungan politik pusat dan daerah, bisa kita kembalikan lagi dalam satu ilmu hukum ada satu ilmu hukum yang keluar dari HTN, yaitu Hukum administrasi negara. Yang bisa menjadi jembatan disitu. Sebenarnya ini terkait
dengan sengketa partai politik tapi saya coba menjawab pancingan dari Mas Harun yang bisa terkait dengan masalah itu. Dari tadi saya gatel banget menunggu pancingan dari bang refi. jadi di dalam hukum tata negara mengkaji negara dalam keadaan bergerak lain lagi dalam hubungan pusat dan daerah, banyak teori teori yang mengatur tentang delegasi dan desentralisasi dan retribusi.
Kalau kita kaji lagi kaitan pusat dengan daerah, ketika terjadi sengketa antara partai politik baik itu internal maupun eksternal kaitannya kalo di galakkkan, jika terjadi sengketa atau perselisihan, hukum administrasi bekerja disini,.. standar operasional turunan dari sop, keuangan yang utama surat- surta keputusan, dan segala surat menyurat dari partai tersebut. Tapi ini menjadi kelemahan bagi pengurus di daerah oleh manusianya terutama di daerah daerah terpencil minim administrasi. Mungkin mereka tidak pernah membaca AD/ART, SK SK kepengurusan. Inilah jembatan yang sebenanarnya mejadi penghubung ketika ada sengketa antara pusat dan daerah hukum administrasi negara bekerja disini
Basic by document, kaitannya lagi pancinngan dari pak Refi tadi kaitannya dengan keuangan partai politik. Saya pikir ketika terjadi sengketa tidak bisa diselesaikan secara internal yaitu ketika telah masuk dalam ranah penggelapan penyelundupan jadi harus diselesaikan secara eksternal atau pidana. Kemudian kaitannya lagi dengan konsep ADR. Undang undang yang mengatur tentang ADR undang undang nomor 39 tahun 2019 diperuntukkan untuk lembaga seperti bank, perdagangan saham, badan hukum perdata. Cirri khas dari ADR ini bahwa bisnis itu harus menyelesaikan sengketa secara diam diam. Kemudian ini diadopsi oleh undang undang partai politik nomor 1 tahun 2008. Yang menjadi pertanyaan kita adalah apakah parpol ini masuk dalam ranah ADR yang seharusnya berdiri sendiri. Ini harus dikembalikan lagi konsepnya seperti apa. Menurut saya itu saja dari saya mengenai desentralisasi partai politi dan sengketa partai politik.
Emy hajar abra:
Terimakasih, saya mungkin agak berbeda persepsi mengenai hubungan pusat dan daerah bahwa saya sangat tidak setuju dengan desentralisasi.
Hubungan pusat dan daerah saya sangat tidak sepakat dengan penggunaan desentralisasi, kecuali perspektif nya kita dudukkan dengan tepat. jadi kalau menggunakan perspektif desentralisasi, kalau yang digunakan adalah desentralisasi dengan konsep yang lain acuannya adalah pemerintahan daerah justru akan terjadi multi konflik dimana kerja pusat dilimpahkan ke daerah maka saya akan melihat dengan
Dua solusi:
1. Manusianya, 2. Masalah Pusat
Jika dilihat dari hubungan pusat dan dearah maka yang dilihat adalah kewenangan pusat, kekuatan pusat disalurkan ke daerah. tidak mungkin pusat dan daerah
memiliki perbedaan. Walaupun ada konflik itu hanya masalah internal partai. Yang jadi pertanyaan kita adlah apakah pengaturan ini sampai di tingkat undang undang atau sekedar di AD/ART. Muncul perdebatan saya melihat bahwa cukup menimbulkan konflik. terimakasih
Ibrahim:
Baik saya kira begini yang jadi masalah adalah masalah sistem tertutup dalam pencalonan kepala daerah dari partai politik. Dan yang jadi permasalahan adalah yang dari pusat selalu diutamakan dengan cara negosiasi dan sebagainya. Ini salah satu contoh permasalahn daerah yang tidak mengakomodir partainya di daerah akibatnya yang terjadi tarik ulur pengurus harus siap diganti dengan seseorang yang bisa melobi di tingkat nasional. Beberapa partai sudah mendekarasikan menyediakan fasilitas di tingkat DPD. Yang jadi permasalahan adalah apakah undang undang harus mengatur sampai kesana atau tidak? Disatu sisi ada ketidaksiapan partai politik menerima pengaturan ini karena lemahnya komitmen di tingkat daerah. Hampir semua politisi itu adalah pengusaha yang dibiayai oleh jaringan jaringan nasional dan ada persoalan persoalan yang memang tidak bisa dilimpahkan ke daerah contohnya keputusan yang diambil di tingkat local dan ada keputusan yang diambil bersama. kemudian kita berbicara mengenai ideologi seperti ada masyarakat miskin di suatu daerah yang menjadi persoalan sensitif partai politik. Jadi misalnya diatur dan ada partai yang tidak bisa diatur demi demokratisasi partai.
...
Kita ingin juga menyadarkan bahwa negara kita itu negara hukum dan partai politik merupakan instrument yang baik dalam mencapai negar demokrasi. Kita sudah sering melahirkan uu parpol, sejak zaman reformasi sudah banyak. Tapi kita lupa menoleh apakah undang undang tersebut sudah terealisasi dengan bagus. Dari deretan undang undang itu kelihatanlah bahwa tujuan parpol itu jelas sehingga sesuai