• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VII DAMPAK PENETAPAN DPL TERHADAP KONDISI EKONOM

7.6 Hubungan Penetapan DPL Terhadap Pendapatan Nelayan

7.6.2 Setelah Penetapan DPL

Coremap fase II yang telah dimulai sejak Tahun 2004 di Kabupaten Raja Ampat bertujuan menciptakan pengelolaan ekosistem terumbu karang agar sumberdaya laut dapat direhabilitasi, diproteksi, dan dikelola secara berkesinambungan yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi kemiskinan. Begitupula dengan salah satu aspek yang diharapkan berpengaruh dari pembentukan DPL adalah aspek ekonomi yakni terjadinya peningkatan pendapatan penduduk dari kegiatan penangkapan ikan karena meningkatnya kuantitas ikan di daerah DPL dan menyebar ke luar DPL.

Keberadaan DPL diharapkan akan berpengaruh pada pendapatan dan hasil tangkapan nelayan di lokasi penangkapan sekitar perkampungan. Berdasarkan wawancara yang dilakukan tentang pendapatan dan hasil tangkapan nelayan, dapat dikatakan bahwa keberadaan DPL telah dapat meningkatkan pendapatan dan jumlah tangkapan nelayan. Gambar di bawah ini menunjukkan pernyataan nelayan terhadap peningkatan hasil tangkapan dan pendapatan mereka.

Gambar 15. Pernyataan Nelayan Atas Hasil Tangkapan

Gambar 15 menunjukkan pernyataan masyarakat terkait pengaruh pembentukan DPL terhadap hasil tangkapan mereka. Setelah adanya pembentukan

0,00% 10,00% 20,00% 30,00% 40,00% 50,00% 60,00% 70,00% 80,00% 90,00%

Berkurang Bertambah Sama saja

P er se nt as e

Pernyataan Nelayan Atas Hasil Tangkapan

Berkurang Bertambah Sama saja

Daerah Perlindungan Laut, nelayan mengalami perubahan wilayah tangkapan dan mempengaruhi jumlah tangkapan para nelayan. Berdasarkan hasil, ditemukan bahwa sebesar 76,9 persen responden menyatakan bahwa hasil tangkapan dan pendapatan mereka bertambah dengan adanya Daerah Perlindungan Laut. Menurut mereka, ikan di sekitar wilayah tangkapan dan terlebih khusus di sekitar perkampungan semakin banyak, sebagaimana diungkapkan oleh SM (50 tahun):

“…sekarang to ikan tambah banyak, anak-anak ikan juga semakin bertambah, apalagi di daerah yang dekat dengan DPL. Karna DPL itu tempat ikan berkembang biak, makanya ikan yang keluar juga semakin banyak, dan saya jadi mudah tangkap ikan sekarang.”

Hal senada juga diungkapkan oleh DM (42 tahun) selaku ketua LPSTK dan merangkap sebagai responden:

“…DPL ini punya konsep seperti bank ikan, artinya tempat ikan berkembang biak. Nanti kalo sudah banyak secara otomatis samua ikan da keluar trus nelayan bisa tangkap. Kalo liat sa punya pengalaman, ikan di sekitar DPL itu semakin banyak saja, itu karna ikan rasa aman tinggal di DPL.”

Daerah Perlindungan Laut dianggap menjadi lokasi ikan untuk berkembang biak atau dengan istilah nelayan Saporkren, DPL adalah tempat tabungan ikan. Secara otomatis ikan akan merasa terlindungi di dalam daerah tersebut, hal ini dikarenakan karang terjaga dan ketika ikan semakin bertambah maka ikan tersebut akan keluar dari area DPL dan berenang ke luar. DPL di Kabupaten Raja Ampat tidak hanya satu tetapi 19 DPL, dan untuk kasus Kampung Saporkren, bertambahnya jumlah pasokan ikan di laut dipengaruhi juga dengan DPL-DPL yang berada di kampung sebelah seperti Yenbeser. Kemudian sebesar 7,7 persen nelayan menyatakan bahwa hasil tangkapan mereka berkurang sejak adanya Daerah Perlindungan Laut. Menurut mereka, lokasi DPL adalah tempat mereka menangkap ikan sebelum daerah itu dilarang, dan ketika DPL dibentuk maka wilayah tangkap mereka pun berkurang atau terbatas, alhasil berpengaruh terhadap penurunan jumlah tangkapan dan pendapatan mereka. Kemudian sebesar 15,4 persen nelayan menyatakan bahwa tidak terjadi perubahan sebelum dan sesudah adanya DPL. Mereka merasa bahwa hasil tangkapan dan pendapatan

mereka sama saja dari dulu hingga sekarang, artinya bahwa tidak ada pengaruh apapun dari pembentukan Daerah Perlindungan Laut.

Peningkatan hasil tangkapan dan pendapatan nelayan setelah adanya DPL diperkuat dengan pernyataan pihak Coremap II Raja Ampat sebagai penanggung jawab dan yang telah melakukan monitoring setiap tahunnya di daerah DPL. Seperti yang dinyatakan koordinator Coremap II Raja Ampat ibu M (43 tahun):

“…DPL yang telah ada selama empat tahun sudah menyediakan suplai ikan ke luar wilayah DPL yang banyak, sehingga suplai ikan tersebut memudahkan nelayan yang menangkap di daerah luar DPL mendapatkan ikan lebih banyak dibandingkan dulu.”

Pada dasarnya prinsip yang dipegang dalam Daerah Perlindungan Laut adalah, ketika DPL dibentuk maka ikan-ikan kecil dari area yang berdekatan dari DPL akan masuk untuk mencari makan dan berkembang biak. Kemudian ikan- ikan kecil yang terbawa oleh arus selanjutnya akan menetap di area DPL dan berkembang biak. Setelah membesar dan menjadi semakin padat dengan kuantitas ikan kecil dan besar, maka tidak menutup kemungkinan ikan di dalam DPL mulai berenang ke luar dan menetap di area luar DPL yang akhirnya akan ditangkap oleh nelayan. Konsep ekologis penerapan DPL yang berlaku di Raja Ampat dapat dilihat pada gambar 16.

Sumber : DKP Raja Ampat (2009)

Berdasarkan hasil lapangan yang telah diolah, rataan penghasilan dari kegiatan penangkapan ikan para nelayan per individu adalah sebesar Rp.896.800 per bulan dengan jumlah tangkapan rata-rata 6-8 kg perhari atau 156-208 kg per bulan. Perhitungan pendapatan tersebut dilakukan saat nelayan menghadapi musim pancaroba, artinya jika musim laut teduh (musim barat) hasil tangkapan dan pendapatan bisa melebihi rataan biaya tersebut. Selain itu data terakhir yang menunjukkan pendapatan dan hasil tangkapan nelayan Saporkren adalah pada Tahun 2009 (data creel). Data creel tersebut menunjukkan grafik hasil tangkapan nelayan perbulan pada bulan Juli, Agustus, dan September 2009. Rata-rata hasil tangkapan nelayan Saporkren perbulan adalah 116,8 kg (Coremap II Raja Ampat 2009). Adapun grafik hasil tangkapan nelayan Saporkren pada Tahun 2009 sejak bulan Juli, Agustus, hingga September dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

Gambar 17. Grafik Hasil Tangkapan Per bulan Nelayan Saporkren Tahun 2009 Jika dibandingkan dengan sebelum penetapan DPL, maka dapat dinyatakan bahwa penetapan DPL memberikan pengaruh yang positif terhadap hasil tangkapan dan pendapatan para nelayan. Hal ini didukung dengan perbandingan hasil tangkapan dan rata-rata pendapatan nelayan sebelum dan setelah adanya DPL. Rataan hasil tangkapan nelayan Saporkren perbulan pada Tahun 2009 adalah 116,8 kg (Coremap II 2009), sedangkan pada Tahun 2011 hasil tangkapan

0 20 40 60 80 100 120 140 H asi l T an gk ap an ( K g) Bulan

perbulan yang diperoleh berkisar antara 156-208 kg (data di lapangan). Kemudian rataan pendapatan bersih dari kegiatan penangkapan ikan sebelum adanya DPL adalah Rp.735.600 (CRITC-LIPI 2007) pada musim angin barat/laut teduh, sedangkan setelah adanya DPL pendapatan bersih yang didapatkan adalah sebesar Rp.896.800 per bulan (data dilapangan) saat nelayan menghadapi musim pancaroba, artinya pada musim laut teduh pendapatan yang diperoleh lebih besar lagi. Kesimpulannya adalah pembentukan Daerah Perlindungan Laut Yenmangkwan menjadi salah satu faktor yang berpengaruh positif terhadap peningkatan jumlah hasil tangkapan dan pendapatan nelayan Kampung Saporkren.

BAB VIII

Dokumen terkait