BAB II: HERMENEUTIKA AL- QUR’AN
A. Setting Sosio-Historis Kehidupan Farid Esack
mana kondisi sosial-politik mempengaruhi pemikirannya?
2. Bagaimana latar belakang dan corak pemikiran hermeneutika al-Qur’an
Farid Esack?
3. Bagaimana struktur metodologi hermeneutika al-Qur’an Farid Esack?
C. Tujuan Penelitian
Sebagaimana objek penelitian ini adalah pemikiran Farid Esack, tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Secara Normatif
a. Untuk mengetahui setting sosio-historis kehidupan Farid Esack dan
mengetahui sejauh mana kondisi sosial-politik mempengaruhi pemikiran Farid Esack.
b. Untuk mengetahui latar belakang dan corak pemikiran hermeneutika
al-Qur’an yang dikembangkan oleh Farid Esack.
c. Untuk mengetahui struktur metodologi hermeneutika al-Qur’an yang
7
2. Secara Filosofis
a. Untuk memperoleh gambaran yang utuh tentang persepsi, motivasi,
aspirasi dan prestasi atau bahkan “ambisi” Farid Esack dalam
bergumul dengan studi al-Qur’an.
b. Untuk memperoleh deskripsi yang objektif dan komprehensif tentang
prinsip dan strategi pembacaan teks (baca: metodologi) yang
digunakan oleh Farid Esack dalam menafsirkan al-Qur’an;
c. Untuk menguji orisinalitas pemikiran dan sisi-sisi kelebihan serta
kelemahan metodologi yang digunakan oleh Farid Esack dalam
menafsirkan al-Qur’an;
d. Untuk menemukan kontribusi, relevansi dan kontekstualisasi
pemikiran Farid Esack dalam konteks kekinian dan kedisinian;
e. Untuk mengetahui pandangan tokoh lainnya terhadap pemikiran Farid
Esack.
D. Manfaat dan Kontribusi
Sebagaimana sebuah karya akademik harus memiliki signifikansi terhadap
pengembangan kajian keislaman, dalam konteks ini adalah studi al-Qur’an
(Qur’anic Studies). Setidaknya manfaat dan kontribusi yang didapat melalui penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Memberikan sumbangan berupa deskripsi utuh dan menyeluruh tentang
8
2. Mengkonstruksi pemikiran Farid Esack menjadi bangunan pemikiran
yang utuh dan sistematis, sehingga serpihan-serpihan pemikiran yang tercecer di berbagai buku, akan menjadi gagasan yang holistik, lengkap dengan segala kritik dan apresiasinya.
3. Memperluas wawasan kajian seputar metodologi penafsiran al-Qur’an
secara paradigmatik, operasional, dan konseptual. Karena semangat dan problematika yang dihadapi oleh umat Islam semakin berkembang dan kompleks sehingga menuntut dikembangkannya metode-metode baru
dalam memahami al-Qur’an secara lebih akomodatif dan integratif
sebagai solusi atas kebutuhan masyarakat Muslim.
4. Penelitian ini diharapakan menjadi kontribusi positif bagi arah
perkembangan penafsiran di pentas global. Karena kegiatan penafsiran al-Qur’an akan selalu berkembang seiring dengan kebutuhan dan perubahan zaman.
E. Penelitian Terdahulu (Prior Research)
Pergulatan penelitian di bidang Qur’anic Studies semakin banyak diminati
bukan hanya oleh kalangan sarjana Muslim, tetapi telah merambah kepada sarjana
non-Muslim (Barat). Daya tarik al-Qur’an yang sangat luar biasa telah
menghasilkan jutaan penelitian di bidangnya. Baik dalam bentuk penelitian teks (filologi), pemikiran tokoh, living Qur’an, tematik al-Qur’an, dll. Sebagaimana penelitian ini memiliki fokus terhadap kajian pemikiran Farid Esack tentang model
9
hermeneutika al-Qur’an, beberapa penelitian yang telah mendahului di antaranya
sebagai berikut:
Penelitian yang dilakukan oleh Imam Iqbal (2007) dalam tesinya yang
berjudul “Teologi Autentik; Studi atas Gagasan Teologi Pembebasan Farid
Esack”, mengangkat fokus terhadap upaya pencarian basis pemikiran Esack dalam kerangka epistemologis. Imam Iqbal ingin menguji sejauh mana otentisitas pemikiran teologi pembebasan yang diusung oleh Esack. Sebagai sebuah pemikiran teologi Islam, dapat disebut autentik, asli, sejati ataupun murni jika didasarkan pada
sumber ajaran Islam, yakni al-Qur’an dan Sunnah. Dengan menggunakan
pendekatan historis penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa,Esack memaknai
autentisitas teologi Islam secara kontekstual-kritis. Ia tidak melihat problem autentisitas secara diakronis, melainkan sinkronis. Baginya standar autentisitas teologi Islam terletak pada praksis pembebasan. Menurut Iqbal, Esack merumuskan beberapa prinsip yang berkenaan dengan standar kesatuan, otonomi, keunikan, dan radikalisme untuk meraih autentisitas teologi Islam di level individu. Sedangkan
solidaritas antar-iman sebagai standar praksis pembebasan di level kelompok.18
Selanjutnya adalah penelitian tesis dari Basri (2016) yang berjudul “Epistemologi Tafsir Ayat-ayat Pembebasan; Studi atas Penafsiran Farid Esack”,
yang mencoba mengkaji dan melacak basis epistemologi tafsir al-Qur’an Farid
Esack. Menurutnya prinsip penafsiran Esack berangkat dari realitas sosial-politik yang dekat dengan problem kemanusiaan, seperti kemiskinan dan penindasan.
18 Imam Iqbal, Teologi Autentik; Studi atas Gagasan Teologi Pembebasan Farid Esack, Tesis tidak diterbitkan (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2007), hlm. 247-9.
10
Sehingga penafsiran Esack lebih humanis dan dinamis. Dengan menggunakan metode induktif, penelitian ini menyimpulkan bahwa bangunan pemikiran Farid Esack sangat dipengaruhi oleh kondisi sosio-historis Afrika Selatan yang mengalami tiga problem kemanusiaan; yakni rasialisme, patriarkhi dan kapitalisme. Berangkat dari realitas tersebut, Esack menggagas ide teologi pembebasan sebagai kritik atas teologi akomodasi yang berusaha memberi jalan dan membenarkan
praktik penindasan dan status quo. Dalam mengaplikasikan gagasannya tersebut,
Esack menekankan pada hermeneutika penerimaan (reception hermeneutics), yaitu
bagaimana teks al-Qur’an diterima dan dipahami oleh komunitas Muslim di Afrika
Selatan.19
Masih pada tahun yang sama, tesis dari Naibin (2016) mengusung judul “Teologi Pembebasan Islam dan Implikasinya Bagi Etika Keberagamaan Umat Islam; Studi Komparasi Pemikiran Asghar Ali Engineer dan Farid Esack”, yang mencoba membandingkan pemikiran teologi pembebasan yang digagas oleh Asghar Ali Engineer dengan Farid Esack. Penelitian ini menggunakan pendekatan falsafah kalam Hassan Hanafi untuk memotret konstruksi teologi pembebasan Asghar dan Esack. Kemudian menggunakan pendekatan sosiologi pengetahuan Karl Mannheim untuk mengetahui produk pemikiran kedua tokoh tersebut. Sehingga, penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa Asghar maupun Esack sama-sama sebagai seorang penggagas ide teologi pembebasan meskipun dengan konteks yang berbeda dan dengan aksentuasi yang berbeda pula. Menurut Naibin,
19 Basri, Epistemologi Tafsir Ayat-ayat Pembebasan; Studi atas Penafsiran Farid Esack, Tesis tidak diterbitkan (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2016), hlm. 170-172.
11
terdapat kesamaan antara Asghar dan Esack pada wilayah kritik-konstruktif terhadap teologi klasik-konservatif yang meninikberatkan pada wilayah praksis-liberatif. Sedangkan perbedaannya terletak pada aspek metode yang digunakan untuk merumuskan teologi pembebasan; seperti Esack yang hanya menggunakan hermeneutika, sedang Asghar menggunakan metode dekonstruksi, analisis praksis
sosial dan hermeneutika.20
Penelitian terbaru di luar negeri memiliki kesamaan dengan tesis Naibin yang
berjudul “Qur'an of the Oppressed: Liberation Theology and Gender Justice in
Islam” karya Shadaab Rahemtulla. Penelitian ini yang kemudian menjadi buku, merupakan hasil telaah kritis atas perbandingan pemikiran Farid Esack dengan Asghar Ali Engineer. Buku ini mencermati gagasan teologi pembebasan yang
didasarkan atas pemahaman al-Qur’an. Yang menarik dari buku ini adalah,
penulisnya mampu mengeksplorasi secara sistematis dan komprehensif terhadap
metode interpretasi al-Qur’an.21
Zakiyuddin Baidhawy juga menuliskan pemikiran Farid Esack pada dua
karyanya dengan judul “Hermeneutika Pembebasan al-Qur’an; Perspektif Farid
Esack”22 dan “Model Kajian Hermeneutika; Studi Hermeneutika Pembebasan Farid Esack”23. Kedua tulisan ini sebenarnya memiliki kesamaan yang berkonsentrasi pada pengkajian terhadap hermeneutika pembebasan Farid Esack.
20 Naibin, Teologi Pembebasan Islam dan Implikasinya Bagi Etika Keberagamaan Umat Islam; Studi Komparasi Pemikiran Asghar Ali Engineer dan Farid Esack, Tesis tidak diterbitkan (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2016), hlm. 172-174.
21 Shadaab Rahemtulla, Qur'an of the Oppressed: Liberation Theology and Gender Justice in Islam (Oxford: Oxford University Press, 2017).
22 Dalam Abdul Mustaqim dan Sahiron Syamsuddin (Ed), Studi al-Qur’an Kontemporer;
Wacana Baru Berbagai Metodologi Tafsir (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2002).
23 Dalam Zakiyuddin Baidhaway, Islamic Studies; Pendekatan dan Metode (Yogyakarta: Insan Madani, 2011).
12
Baidhawy memberikan kesimpulan bahwa model pemikiran hermeneutika pembebasan Farid Esack merupakan bentuk penyempurnaan dari pemikiran Fazlur Rahman dan Mohammed Arkoun. Namun, tulisan ini sangat singkat dan tidak menyajikan pemikiran Esack secara menyeluruh dan komprehensif.
Sementara itu, beberapa tulisan yang telah dimuat diberbagai jurnal yang
membahas pemikiran Farid Esack di antara adalah Sudarman “Pemikiran Farid
Esack tentang Hermeneutika Pembebasan al-Qur’an”,24 Fawaizul Umam “Menimbang Gagasan Farid Esack tentang Solidaritas Lintas Agama”,25
Muhtarom “Mempertimbangkan Gagasan Hermeneutika Farid Esack untuk
Membangun Kerukunan Hidup Umat Beragama”,26A. Khudori Soleh “Kerjasama Umat Beragama dalam al-Qur’an; Perspektif Hermeneutika Farid Esack”,27
Luqman Abdul Jabbar “Hermeneutical Keys; Sebuah Metode Alternatif dalam
Studi al-Qur’an Perspektif Farid Esack”,28 A. Zaini Abidin “Epistemologi Tafsir al-Qur’an Farid Esack”,29Iswahyudi “Dari Pewahyuan Progressif Menuju Tafsir Pembebasan; Telaah atas hermeneutika al-Qur’an Farid Esack”,30dan Erik Sabti
Rahmawati “Spirit of Liberation and Justice in Farid Esack’s Hermeneutics of the
Qur’an”31 yang secara umum membahas mengenai spirit pembebasan yang
digelorakan oleh Farid Esack lewat metode hermeneutika al-Qur’annya. Esack
sangat terpengaruh dengan konteks sosio-politik kehidupannya di Afrika Selatan.
24 Dalam Jurnal Al-Adyan (Vol. X, No. 1, 2015: 83-98).
25 Dalam Jurnal Islamica (Vol. 5, No. 1, 2010: 116-128).
26 Dalam Jurnal at-Taqaddum (Vol. 7, No. 2, 2015: 191-209).
27 Dalam Jurnal Penelitian Keislaman (Vol. 6, No. 2, 2010: 247-266).
28 Dalam Jurnal Khatulistiwa-Journal of Islamic Studies (Vol. 3, No. 2, 2013: 175-184).
29 Dalam Jurnal Teologia (Vol. 24, No. 1, 2013: 1-22).
30 Dalam Jurnal Al-Tahrir (Vol. 11, No. 1, 2011: 77-79).
13
Pengalaman eksistensialnya melawan rezim apartheid, memberikan ruh dan
semangat dalam mengaktualkan teks-teks al-Qur’an agar sesuai dengan konteks
pembebasan Afrika Selatan. Partikularitas pemikiran Esack, secara umum dapat dikembangkan pada lokus yang berbeda. Yaitu dengan cara menggali semangat pembebasan yang berakar dari realitas Islam historis. Hermeneutika pemebebasan Farid Esack, selain dipengaruhi oleh konteks sosio-politik Afrika Selatan, juga dipengaruhi oleh pemikiran Fazlur Rahman dan Mohammed Arkoun.
Namun dari beberapa penelitian dan buku tersebut, tentunya masih memiliki kelemahan masing-masing dan pembahasannya saling melengkapi satu sama lain. Penulis merasa masih memiliki celah dalam mengkaji dan mengkritisi segala aspek
pemikiran Farid Esack. Terutama konsepnya tentang hermeneutika al-Qur’an.
Artinya, perbedaan penelitian ini dengan penelitian lainnya terletak pada kajiannya yang terfokus pada proses pelacakan unsur gagasan, prinsip-prinsip kunci dan
landasan teoretis penafsiran al-Qur’an liberatif yang banyak diwarnai dengan
nuansa hermeneutika. Serta melihat bagaimana kerangka berpikir Farid Esack
tentang Al-Qur’an yang menjadi sentral gagasannya. Sebab sejauh pengamatan
penulis, belum ada karya tulis yang melakukan kajian terhadap wilayah tersebut.
F. Kerangka Teoretik
Dalam sebuah penelitian ilmiah, kerangka teori sangat diperlukan antara lain untuk membantu memecahkan dan mengidentifikasi masalah yang hendak diteliti. Di samping sebagai acuan dalam melakukan analisis pada konteks masalah yang hendak dicarikan jawabannya. Di samping itu pula, kerangka teori juga dipakai
14
untuk memperlihatkan ukuran-ukuran atau kriteria yang dijadikan dasar untuk membuktikan sesuatu. Sehingga dalam penelitian ini akan menggunakan dua kerangka teori sebagai berikut:
1. Teori Sosiologi Pengetahuan Karl Mannheim (1893-1947)
Teori ini digunakan untuk memahami kepribadian Esack dan melihat sejauh mana konteks sosio-politik mempengaruhi pemikirannya. Mannheim menyatakan bahwa ide atau pengetahuan yang dihasilkan oleh seseorang adalah sebuah hasil dari dinamika dan interaksi sosial yang terjadi dalam
masyarakat tempat individu itu tinggal.32 Sehingga, sebuah ide, gagasan atau
pengetahuan tidak bisa terlepas dari akar sosial, tradisi dan keberadaan seseorang yang melahirkan ide atau pengetahuan tersebut. Gagasan
bersumber pada pengetahuan yang dibentuk secara sosial (socially
constructed).33
Dalam sosiologi pengetahuan Mannhein, terdapat teori relasionisme yang merupakan sebuah konsekuensi logis dari teori determinasi sosiologi pengetahuan, yang menyimpulkan bahwa suatu ide atau pengetahuan yang berkembang sesuai dengan konteks sosial penggagasnya. Dalam bahasa lain, pengetahuan selalu berkaitan dengan realitas sosial yang berkembang dan mengitarinya. Relasionisme ini membatasi suatu kebenaran sesuai dengan konteks sosial di mana kebenaran itu hadir. Sehingga, dalam proses
32 Karl Mannheim, Ideology and Utopia; Collected Works Volume One (New York: Routledge, 2003), hlm. 1.
33 Karel A. Steenbrink, Metodologi Penelitian Agama Islam di Indonesia Berapa Petunjuk Mengenai Penelitian Naskah Melalui Syair Agama dalam Beberapa Melayu dari Abad 19 (Semarang: LP3M IAIN Walisongo, 1985).
15
pemaknaan suatu pengetahuan tidak hanya sekadar berhenti pada wilayah ide dan pengetahuan. Namun melangkah lebih jauh, yaitu harus memperhatikan dan mempertimbangkan konteks sosial dan psikologis penggagas suatu ide atau pengetahuan tersebut. Maka dapat disimpulkan bahwa pengetahuan maupun ide, pada dasarnya tidak tercipta dalam ruang kosong yang hampa budaya, melainkan pengetahuan dan ide muncul akibat dari dinamika sosial yang digeluti oleh seorang pemikir. Oleh karena itu, pemikiran Farid Esack tidak akan bisa dipahami secara baik, tepat dan komprehensif tanpa melihat, memperhatikan dan memahami sejarah atau tradisi panjang yang melingkupinya. Sejarah sosial-politik tersebut kemudian dikonstruksi menjadi bangunan yang utuh sebagai dasar pijakan dalam memahami karakteristik pemikiran Farid Esack.
Dengan demikian, teori sosiologi pengetahuan dalam penelitian ini adalah untuk melihat relasi antara eksistensi seorang pemikir dengan sosio-politik yang melingkupinya. Serta melihat sejauh mana kondisi sosio-sosio-politik tersebut mempengaruhi pemikiran Esack. Di samping untuk menganalisis problem yang terjadi dengan produk pemikiran yang dihasilkan. Teori pendekatan ini dimaksudkan untuk mempelajari struktur pemikiran dan kesadaran yang dipahami melalui latar belakang sosio-politik kultural Esack.
2. Teori Epistemologi
Epistemologi sering disebut sebagai teori pengetahuan. Secara
etimologi, istilah epistemologi berasal dari kata Yunani episteme yang artinya
16
(epistemologi) berarti kata, pikiran, percakapan tentang pengetahuan atau ilmu pengetahuan. Sedangkan pengetahuan itu sendiri dapat diartika sebagai sesuatu yang ada secara niscaya pada diri manusia. Keberadaannya diawali dari kecendrungan psikis manusia sebagai bawaan kodrat manusia, yaitu dorongan ingin tahu yang bersumber dari kehendak atau kemauan.
Teori ini digunakan untuk menelisik dan mengkonstruksi pemikiran Esack berdasarkan basis epistemologi. Artinya, bahwa teori pengetahuan (epistemologi) bertujuan untuk mengungkap asal-usul tentang apa dan bagaimana sumber pengetahuan manusia diperoleh. Apakah dari akal pikiran murni (rasionalisme), dari pengalaman panca indra (empirisme), atau dari ide-ide yang berkembang (idealisme) dan dari Tuhan (teologisme). Teori ini juga akan melacak terhadap validitas pengetahuan Esack, yaitu sampai di mana kebenaran pengetahuan (pemikirannya). Maka dengan teori ini, penulis akan membedah pemikiran Esack terutama pemikirannya tentang
hermeneutika al-Qur’an.
Dalam teori pengetahuan (epistemologi), setidaknya terdapat tiga hal yang dapat ditelisik, yaitu; 1) watak (corak) pengetahuan; 2) sumber pengetahuan; 3) validitas pengetahuan. Sehingga, teori pengetahuan digunakan untuk mengungkap konstruk pemikiran atau penafsiran Farid
Esack, meliputi; bagaimana kerangka berpikir Farid Esack tentang al-Qur’an,
bagaimana metode penafsirannya, bagaimana sumber penafsirannya serta bagaimana pemahaman Esack terhadap khazanah tafsir dan juga hermeneutika.
17 Validitas Corak Sumber Konteks Internal (Psikologis) Konteks Eksternal (Sosio-Politik-Ekonomi) Pengetahuan Teori Epistemologi Struktur Operasional
Metode Hermeneutika Al-Qur’an Liberatif
Farid Esack
Gagasan dan Prinsip Kunci
Landasan Teoretis Penafsiran Skema: 1
Kerangka Teoretik
Paradigma Berpikir
18
G. Metode Penelitian
Suatu penelitian ilmiah (al-bahts al-ilmi), membutuhkan sebuah kerangka
metodologis atau tata cara sistematis dan logis agar sebuah penelitian lebih terarah dan sistematis. Metode tersebut digunakan sebagai alat analisis, mendeskripsikan
data, mengkaji dan menyimpulkan hasil penelitian.34 Adapun kerangka metode
penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini berjenis kualitatif (qualitative research), yaitu penelitian
untuk memahami fenomena yang dialami oleh subjek, seperti perilaku, persepsi, motivasi, pemikiran, dengan cara mendeskripsikan dalam bentuk kata-kata atau bahasa, pada suatu konteks khusus yang sistematis dengan
memanfaatkan berbagai metode ilmiah.35 Sementara berdasarkan modelnya,
penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian pustaka (library research),
yaitu menganalisis bahan-bahan kepustakaan atau literatur berupa buku, dokumen, hasil penelitian dan karya ilmiah lainnya dengan cara sistematis
dan terstruktur.36 Sedangkan berdasarkan objek yang dikaji, penelitian ini
merupakan penelitian tokoh (al-bahts fi al-rijal), yaitu studi intensif,
sistematis, dan kritis mengenai biografi, perjalanan intelektual, pemikiran,
kontribusi, serta sejarah dan konteks sosio-politik yang melingkupinya.37
34 Rajendra Kumar, Research Methodology (New Delhi: APH Publishing Corporation, 2008), hlm. 4-5.
35 Hennie Boeije, Analysis in Qualitative Research (London: SAGE Publications, 2010), hlm. 5.
36 Mary W. George, The Elements of Library Research; What Every Student Needs To Know (Princeton: Princeton University Press, 2006), hlm. 1.
37 Abdul Mustaqim, Metode Penelitian Al-Qur’an dan Tafsir (Yogyakarta: Idea Press, 2015), hlm. 32.
19
2. Pendekatan Penelitian
Sebagai sebuah studi terhadap pemikiran tokoh, diperlukan sebuah pendekatan untuk menganalisis dan mengkaji tokoh tersebut. Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Pendekatan Sosio-Historis (Socio-Historical Approaches)
Karakter yang menonjol dalam pendekatan sosio-historis adalah tentang signifikansi waktu dan prinsip-prinsip kesejarahan terhadap individualitas dan perkembangannya. Melalui pendekatan ini peneliti berusaha untuk melakukan restrukturasi pemikiran Farid Esack, dan melakukan rekonstruksi proses genesis, yaitu analisis terhadap
kemungkinan perubahan dan perkembangan.38 Sehingga, melalui
pendekatan ini dapat diketahui asal-usul pemikiran/gagasan/sikap serta
motivasi Farid Esack dalam menggeluti bidang studi al-Qur’an. Melalui
usaha penelusuran sejarah, juga akan memberikan gambaran sejauh mana konteks sosioal-politik di Afrika Selatan mempengaruhi pemikirannya.
b. Hermeneutika (Hermeneutics)
Kata hermeneutika berasal dari kata hermeneuin yang berarti
menafsirkan, menjelaskan, dan memahami.39 Dalam konteks ini,
hermeneutika berarti ilmu dan teori tentang penafsiran yang bertujuan menjelaskan teks mulai dari ciri-cirinya, baik objektif (arti gramatikal kata-kata dan variasi historinya), maupun subjektif (maksud pengarang,
38 Imam Suprayogo dan Trobroni, Metodologi Penelitian Sosial-Agama (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hlm. 65-66.
39 Richard E. Palmer, Hermeneutics; Interpretation Theory in Schleirmacher, Dilthey, Heidegger, and Gadamer (Evanston: Northwestern University Press, cet. V 1980), hlm, 13.
20
dimensi psikologis). Konkretnya metode hermeneutika adalah metode sebagai proses mengubah sesuatu dari ketidaktahuan menjadi mengerti
(mengetahui).40 Teori hermeneutika digunakan untuk menghasilkan
pengetahuan interpretatif berdasarkan verstehen, yaitu cara
mengembangkan pengetahuan yang memanfaatkan kemampuan manusia menempati diri melalui pikiran dalam situasi dan kondisi orang lain dengan tujuan memahami pikiran, pandangan, perasaan, cita-cita,
dorongan dan kemauannya.41 Sehingga hermeneutika digunakan sebagai
metode atau teknik ilmu pengetahuan kemanusiaan (humaniora).42
Penerapannya adalah dengan cara merekonstruksi subjektif-historis, dengan cara memahami teks sebaik-baiknya atau lebih baik daripada pengarangnya sendiri, dan memahami pengarang teks lebih baik dari memahami diri sendiri. Artinya bahwa peneliti harus memahami pemikiran Farid Esack melalui tulisan-tulisannya yang berada di buku maupun artikel ilmiah lainnya.
3. Sumber Data Penelitian
Adapun sumber data dalam penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu sumber data primer yakni data utama (asli) yang menjadi rujukan dalam penelitian dan data sekunder adalah data pendukung yang sifatnya komplementer. Data primer dalam penelitian ini adalah pemikiran Farid
40 Richard E. Palmer, Hermeneutics, hlm. 14.
41 Josef Bleicher, Hermeneutika Kontemporer; Hermeneutika Sebagai Metode, Filsafat dan Kritik, terj. Ahmad Norma Permata (Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2003), hlm. viii.
42 F. Budi Hardiman, Seni Memahami; Hermeneutik dari Schleiermacher sampai Derrida, (Yogyakarta: Kanisius, 2015), hlm. 63-65.
21
Esack tentang metode hermeneutika al-Qur’an yang tertuang di dalam buku
-buku maupun artikel ilmiah lainnya. Sedangkan sumber data sekunder adalah literatur pendukung yang memiliki relevansi dengan penelitian ini berupa pendapat para tokoh dan mufasir.
4. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini bersifat kualitatif murni yang berbasis pustaka atau literer, maka pengumpulan data-datanya dilakukan melalui teknik riset kepustakaan, yaitu dengan cara mengumpulkan seluruh bahan-bahan penelitian yang dibutuhkan seperti buku, jurnal, hasil penelitian, kitab tafsir, karya ilmiah
lainnya serta berbagai literatur pendukung lainnya.43
5. Teknik Analisis Data
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini sebagai barikut:
a. Deskriptif-Analitis (Description-Analysis)
Yaitu peneliti akan mendeskripsikan konstruksi dasar pemikiran
hermeneutika al-Qur’an Farid Esack, lalu melakukan analisis secara
kritis, untuk mencari akar-akar pemikiran Esack. Kemudian
deskripsi-analisis terhadap pemikiran hermeneutika al-Qur’an yang didapatkan
dari penggalian data. Sehingga, akan terlihat bagaimana bangunan
pemikiran hermeneutika al-Qur’an yang dikembangkan oleh Farid
Esack. Teknik ini hanya terbatas pada wilayah pengungkapan secara deskriptif terhadap apa yang Esack tuliskan di berbagai karyanya.
22
b. Analisis Isi (Content Analysis)
Setidaknya terdapat tiga syarat dalam melakukan content analysis
yaitu, objektivitas, pendekatan sistematis, dan generalisasi.44 Sehingga
content analysis dimaksudkan sebagai metode analisis pemahaman secara konseptual yang berkelanjutan di dalam deskripsi. Metode content analysis digunakan untuk memperoleh keterangan dari sisi komunikasi, yang disampaikan dalam bentuk lambang yang terdokumentasi atau didokumentasikan, baik dalam bentuk video,
artikel, jurnal, buku, maupun karya-karya Farid Esack lainnya.45
Sehingga, akan diperoleh pemahaman yang sistematis, logis dan
komprehensif terhadap konstruksi pemikiran hermeneutika al-Qur’an
Farid Esack.
H. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan berfungsi untuk menyatakan garis-garis besar dari masing-masing bab yang saling berkaitan dan berurutan. Hal ini bertujuan untuk
memberikan arah (guide) agar memperoleh penelitian yang alamiah, konsisten,
sistematis dan kronologis. Adapun sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I: Pendahuluan. Berisi tentang penjelasan secara umum atau kerangka dasar konseptual, berupa latar belakang masalah yang kemudian dikerucutkan
44 Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif; Pendekatan Positivistik, Rasionalistik, Phenomenologik, dan Realisme Methaphisik, Telaah Studi Teks dan Penelitian Agama, Edisi Ketiga (Yogyakarta: Rake Sarasin, cet. VIII 1998), hlm. 49.
23
menjadi rumusan masalah sebagai fokus penelitian. Kemudian penjelasan tentang kerangka teoretik, telaah pustaka, dan metode penelitian.
BAB II: Hermeneutika Al-Qur’an. Berisi tentang tinjauan umum wacana