• Tidak ada hasil yang ditemukan

Saat shalât tidak sengaja menelan sisa makanan atau menelan makanan yang terlarut dalam ludah :

Hadîts Ibnu Umar ﺎﻤRSﻋ ﮫﻠﻟا !ghر :

II. Saat shalât tidak sengaja menelan sisa makanan atau menelan makanan yang terlarut dalam ludah :

Imam An-Nawâwî menyebutkan kondisi tidak sengaja,

قﺎﻔﺗﻻﺎﺑ ﮫﺗﻼﺻ ﻞﻄﺒﺗ ﻢﻟ ، ﮫﻨﻣ ﺪﻤﻌ± G ﻐ¬ مﺎﻌﻄﻟا Qïﺎﺒﺑ ﻖ3ﺮﻟا ىﺮﺟ نﺄﺑ ، ﺎ@ﻮﻠﻐﻣ ً ﺎﺌuﺷ ﻊﻠﺘﺑا نﺈﻓً

Namun jika dia menelan sisa makanan karena tidak bisa dikendalikan, misalnya sisa makanan yang larut dengan ludah, tanpa sengaja, maka shalât tidak batal dengan sepakat ulama. (al-Majmû’, 4/89).

Para ulama sepakat bahwa hukum menelan makanan yang tidak disengaja atau yang tidak bisa dihindarinya untuk menelannya, tidak membatalkan shalât, berdasarkan dalil: Rasûlullâh bersabda:

ﮫﻴﻠﻋ اﻮ'ﺮﻜﺘﺳا ﺎﻣو نﺎﻴﺴoﻟاو ﺄﻄyaا “‹ﻣأ ﻦﻋ ﻊﺿو ﮫﻠﻟا نإ

“Sesungguhnya Allâh menggugurkan dari ummatku kesalahan (ketidak sengajaan), kelupaan dan apa yang mereka dipaksa melakukannya” (HR. Ibnu Majah).

7. Telah lewat (tertinggal) satu rukun qaulî :

Seperti tidak membaca surah Al-Fatihâh atau rukun fi’li seperti i’tidal atau ragu dalam niat Takbîratul ihrâm.

كراﺪﺗو ﻩأﺰﺟأ ﻻsو ﮫﻠﺜﻣ ﻞﻌﻓ ﻞﺒﻗ نﺎ5 نإ ﮫﺑ ﻰ±أ ﻚﺷ وأ ﻦﻛر كG£ﺑ مﻮﻣﺄﻣ G ﻏ ﺎ ﺳ ﻮﻟو

.

ﻦﻛر كG£ﺑ ﺐuﺗG£ﻟا QR مﻮﻣﺄﻣ G ﻏ ﺎ ﺳ ﻮﻟو

ا ﻞﺒﻗ ﻊﻛر وأ عﻮﻛﺮﻟا ﻞﺒﻗ ﺪ›Û نﺄ5

كوG£ﻤﻟﺎﺑ ﻲ±ﺄﻳ Š‹ﺣ ﮫﻠﻌﻓ ﺎﻣ ﺎﻐﻟ ﺔﺤ ﺗﺎﻔﻟ

Bila ghair mamum (imam dan munfarid) lupa atau ragu meninggalkan salah satu rukun dan dia mengetahui bagian yang tertinggalnya, maka ada beberapa kemungkinan: 1. Bila baru teringat sebelum sampai pada pekerjaan sejenis pada rakaat berikutnya, maka langsung ke posisi RUKUN YANG TERTINGGAL. Misal, ketika sujud dia teringat tidak membaca Fâtihah, maka langsung berdiri dan membaca Fâtihah.

ﻞﻌﻓ ﻞ' ﻦﻛر QR مﻮﻣﺄﻤﻟا G ﻏ يأ ﻮ' ﻚﺷ وأ.ﮫﻧﺎﻴﺑ ﻲ±ﺄﻴﺴﻓ ﻻsو ﮫﺒùﺗأ ﮫﻠﺜﻣ غﻮﻠﺑ ﻞﺒﻗ ﺮﻛﺬﺗ نﺈﻓ

أﺮﻗ ﻞ' ﺎﻌﻛار ﻚﺷ نﺄ5 ﻻ مأ

ىﺮﺧأ ﺔﻌﻛر ﻦﻣ ﮫﻴﻓ كﻮﻜﺸﻤﻟا ﻞﺜﻣ يأ ﮫﻠﺜﻣ ﮫﻠﻌﻓ ﻞﺒﻗ ﻚﺸﻟا نﺎ5 نإ ﺎ@ﻮﺟو ارﻮﻓ ﮫﺑ ﻰ±أ لﺪﺘﻋا وأ ﻊﻛر ﻞ' اﺪﺟﺎﺳ وأ ﺔﺤ ﺗﺎﻔﻟا

نﺈﻓ ﮫﻠﺤ ﻣو كوG£ﻤﻟا ن ﻋ ﻢﻠﻋ نإ ﮫﻠ5 اﺬ'.ﺎﻤ >ﻴﺑ ﺎﻣ ﺎﻐﻟو ﺔﻛوG£ﻣ ﻦﻋ ﻩأﺰﺟأ ىﺮﺧأ ﺔﻌﻛر QR ﮫﻠﺜﻣ ﻞﻌﻓ Š‹ﺣ ﺮﻛﺬﺘﻳ ﻢﻟ نsو يأ ﻻsو

ﻴﻋ ﻞ ﺟ

.ﮫﺗﻼﺻ ﺖﻠﻄﺑ ماﺮﺣﻹا ةG ﺒﻜﺗ وأ ﺔﻴﻨﻟا ﮫﻧأ زﻮﺟو ﮫﻨ

2. Bila baru ingat setelah sampai pada pekerjaan sejenis pada rakaat berikutnya, maka teruskan saja rakaat itu, adapun pekerjaan (Rakaat) yang tidak sempurna sebelumnya menjadi laghaw, dan harus ditambah.

3. Bila tidak mengetahui mana dan dimana bagian yang tertinggal, maka ditambah saja satu Rakaat. Termasuk juga dalam masalah ini, bila ingat ada bagian yang tertinggal tetapi lupa apakah pada rakaat terakhir atau rakaat sebelumnya, maka tambah saja satu rakaat.

Perkara di atas, menyangkut rukun shalât selain NIAT dan TAKBÎRATUL IHRÂM. Bila menyangkut keduanya yaitu lupa atau ragu terhadap niat atau Takbîratul ihrâm maka shalâtnya BATAL. (Fathul Mu'în, 1/124).

ءﺰ›aا ةG ﻤﻋو ﻲ(ﻮﻴﻠﻗ ﺎﺘuﺷﺎﺣ

1

: ـ`w

231

$% َﻋ ْﺮ َِ ّﺆ ُﻳ ْﻢَ ﻟ ٍضَ ْﺮَﻓ ِكْﺮَﺗ Q ِR ِمﻼ ﱠﺴﻟا َ ﺪ ْﻌَ ¬ َ ﺷ ْﻮَ ﻟ َو)ﺔﻴ@ﺮﻌﻟا ﺐﺘﻜﻟا راد ﺔﺒﺘﻜﻣَ

ٍمﺎَﻤَﺗ ْﻦ َﻋ ِمﻼ ﱠﺴﻟا َ عﻮُ ﻗ ُو َﺮ ِ'ﺎُ ﻈﻟا نﻷِ ( ِرﻮ َُ ﺸ َﻤْ ﻟاْ

Sebagai tambahan.jika Ragu-ragu setelah salam menurut pendapat yang Masyhur tidak berpengaruh, karena dengan selesainya shalât, semua masalah dianggap selesai.

92

8. Menukar niat shalât fardlu kepada shalât sunnat :

Contoh di saat melaksanakan shalât dhuhur, mengantikan niat shalât dhuhur menjadi shalât sunnat qabliyah dhuhur, maka hal ini membatalkan shalât.

9. Berniat memutuskan (menghentikan) shalât :

Karena menghilangkan rasa yakin dalam niat (berniat keluar dari shalât sebelum salam) )

ً

ﻻﺎﺣ ﻞﻄﺒﺗ ﺎ žﺈﻓ ﻼﺜﻣ ﺔﻌﻛر ﺪﻌ¬ وأ ﻻﺎﺣ ﺎﻣإ مﻼﺴﻠﻟ ﺎ °ﻧرﺎﻘﻣ ﻮ'و ،ﺎ ﻠﺤ ﻣ ءQúﻣ ﻞﺒﻗ ةﻼﺼﻟا ﻦﻣ جوﺮyaا ﺔﻴﻧ Qøو (ﺎ ﻌﻄﻗ ﺔﻴoﺑً

ن ﻌﻟا ةﺮﻗ حﺮﺷ ﻦ3ﺰﻟا ﺔﻳﺎ ž :ﻻﺎﺣ ﺮﻔﻜﻳ ﮫﻧﺈﻓ ً اﺪﻏ ﺮﻔﻜﻳ ﮫﻧأ ىﻮﻧ ﻮﻟ ﺎﻤﻛً

89

.

ذﺎﻴﻌﻟا و نﺎﻤﻳﻹا ﻊﻄﻗ ىﻮﻧ : عوﺮﻓ ﻚﻟذ QR و ﻊﻄﻘﻟا ﺔﻴﻧ QRﺎﻨﻤﻟا ﻦﻣ و ﻞﺼﻓ

ةﻼﺼﻟا ﻊﻄﻗ ىﻮﻧ لﺎ`aا QR اﺪﺗﺮﻣ رﺎﺻ $}ﺎﻌ± ﮫﻠﻟﺎﺑ

ةرﺎ ﻄﻟا ﻊﻄﻗ ىﻮﻧ غاﺮﻔﻟا ﺪﻌ¬ قﺎﺑ ﺎ ﻤﻜﺣ نﻷ ﮫﺟو ةرﺎ ﻄﻟا QR و تادﺎﺒﻌﻟا ﺮﺋﺎﺳ اﺬﻛ و عﺎﻤﺟﻹﺎﺑ ﻞﻄﺒﺗ ﻢﻟ ﺎ >ﻣ غاﺮﻔﻟا ﺪﻌ¬

ﻷ فﻼﺧ ﻼﺑ ﺖﻠﻄﺑ ﺎ'ءﺎﻨﺛأ ةﻼﺼﻟا ﻊﻄﻗ ىﻮﻧ ﻲﻘﺑ ﺎﻤﻟ ﺔﻴﻨﻟا ﺪﻳﺪﺠﺗ ﺐﺠﻳ ﻦﻜﻟ §wﻷا QR Šˆûﻣ ﺎﻣ ﻞﻄﺒﻳ ﻢﻟ ﺎ'ءﺎﻨﺛأ

ﺔ ﺒﺷ ﺎ ž

نﺎﻤﻳﻹﺎﺑ

...

ﻞﻄﺒﺗ ﻻ ﺎﻤ `wأ : رﺬﻋ ﻦﻜﻳ ﻢﻟ اذإ نﻻﻮﻗ ةﻼﺼﻟا QR ﻢﺛ ﺖﻠﻄﺑ ﺔﻋﺎﻤ›aا ﻊﻄﻗ ىﻮﻧ

Diantara yang dapat menafikan adanya niat adalah “Niat memutus ibadah, dan dalam hal ini terdapat beberapa macam bahasan :

Niat memutus iman, seketika menjadi murtad ‘Na’ûdzu billâh min dzâlik’ Niat memutus shalât setelah rampung shalât, Ulama sepakat ibadah shalâtnya tidak batal begitu juga ibadah-ibadah yang lain kecuali dalam ibadah bersuci (wudhu, mandi dan tayammum), terdapat pendapat ulama yang menyatakan batal karena hukumnya masih berkaitan dengan ibadah selanjutnya.

Niat memutus bersuci saat menjalaninya, menurut pendapat yang paling shahîh (kuat/benar) tidak membatalkan anngauta badan yang telah di basuh/diusap hanya saja wajib memperbaharui niat pada basuhan/usapan anggauta setelahnya. Niat memutus shalât saat menjalaninya, Ulama sepakat batal shalâtnya karena shalât menyerupai iman....Niat memutus shalât jamaah saat menjalaninya, jamaahnya batal.

Bagaimana dengan shalâtnya ?

Terdapat dua pendapat: Bila memutus shalât jamaahnya karena udzur (alasan/ada halangan), ulama’ sepakat shalâtnya tidak batal, bila tidak karena udzur, shalâtnya juga tidak batal (pendapat yang lebih shahîh). (Asybah wa An-Nadhâir, I/91).

10. Mengaitkan putusnya shalât :

Yaitu mengaitkan memberhentikan shalât dengan sesuatu, contoh di saat hendak melaksanakan shalât atau di dalam shalât berniat memberhentikan (membatalkan shalât) jika ada tamu di saat menunggu datangnya tamu, maka shalât sepeti ini batal (tidak sah) sekalipun tamu tidak datang sebab hilangnya keyakinan niat atas shalâtnya,

11. Berhadats ( hadats besar atau kecil) :

Maka dapat membatalkan shalât jika di saat shalât keluar sesuatu dari dua jalan (ubur dan qubul), hilang akal (tidur,mabuk, pitam) tersentuh (berentuhan) kulit laki laki dengan wanita yang ajnabi (yang halal dinikahi) tanpa pengahalang dan menyentuh kemaluan dengan telapak tangan tanpa pengahalang,

)

ضرﻷا ﻦﻣ ﻩﺪﻌﻘﻣ ﻦﻜﻤﻣ ، ﺪﻋﺎﻗ مﻮﻧ ﻻإ ﻩG ﻏ وأ مﻮﻨﺑ ﻞﻘﻌﻟا لاوز ( ﻲ ﺎﺜﻟا

Yang No. 2 (dari hal-hal yang membatalkan wudhu adalah hilangnya akal disebabkan karena tidur atau ‘lainnya’ kecuali tidurnya orang yang menetapkan pantatnya pada tanah.( Matan Safînah an-Najâ, 2)

atau dengan sebab hadats besar (janabah, keluar mani, haid, nifas).

12. Terkena najis yang tidak dimaafkan :

Kedatangan najis yang tidak di maafkan pada tubuh, pakaiannya, maka batal-lah shalâtnya, kecuali jika segera di hilangkannya jika terkena najis kering.

93

Jika terkena darah nyamuk, maka kalau banyak tidak dima’fu (diampuni) kalau sedikit menurut pendapat yang shahîh masih diampuni.

ﻩﺪﻠﺟ ﻦﻋ ﻻ ﻞﻤﻗو ضﻮﻌﺒﻛ ﺔﻠﺋﺎﺳ ﮫﻟ ﺲﻔﻧ ﻻ ﺎﻤﻣ ( ثﻮﻏﺮﺑ ﻮﺤ ﻧ مد ﻦﻋ ﻰﻔﻌ•و

)

ﻰ دﻷ ﮫﻴﻓ ﺔﻓﺎﺿﻹا ( ثﻮﻏﺮﺑ ﻮﺤ ﻧ مد ﻦﻋ ﮫﻟﻮﻗ

ﺎ ﺠﻤﻳ ﻢﺛ نﺎﺴ ﻹا نﺪﺑ ﻦﻣ ﺎ ﺼﻤﻳ تﺎ`öر ﮫﻣد ﺎﻤﻧsو ﮫﺴﻔﻧ QR مد ﮫﻟ ﺲuﻟ ﮫﻧﻷ ﺔﺴ¬ﻼﻣ

)

ﮫﻠﻌﻓ G ﻐ¬

(

ﮫﻠﻌﻔﺑ GÔﻛ نﺈﻓ

ﮫﺷﺮﻓ وأ ﮫﻴﻓ $%ﺻو ﻼﺜﻣ ﺚﻴﻏاﺮﺑ مد ﮫﻴﻓ ﺎ@ﻮﺛ ﻞﻤﺣ وأ ﻞﻣد ﻮﺤ ﻧ ﺮﺼﻋ وأ ﮫ@ﻮﺛ QR ثﻮﻏﺮﺑ ﻮﺤ ﻧ ﻞﺘﻗ نﺄ5 اﺪﺼﻗ

عﻮﻤ›•او ﻖﻴﻘﺤ ﺘﻟا QR ﺎﻤﻛ §wﻷا $%ﻋ ﻞﻴﻠﻘﻟا ﻦﻋ ﻻإ ﻰﻔﻌf ﻼﻓ ﻞﻤﺠﺘﻛ ضﺮﻐﻟ ﻻ ﮫﺳﻮﺒﻠﻣ $%ﻋ داز وأ ﮫﻴﻠﻋ $%ﺻو

Dan dima’fu (diampuni) darah yang keluar dari binatang semacam kutu, nyamuk yaitu binatang-binatang yang pada dasarnya tidak memiliki darah yang mengalir melainkan berasal dari yang ia hisap dari badan manusia kemudian ia muntahkan tapi tidak kulit binatang tersebut… (bila darah tersebut bukan akibat pekerjaannya).

Bila keluarnya akibat ulahnya seperti ia sengaja membunuh kutu di bajunya atau sengaja memencet bisulnya atau ia shalât dengan memakai pakaian atau beralaskan perkara yang ada darah kutunya atau ia mengenakan pakaian berlebih tanpa ada tujuan maka darah-darah yang semacam ini tidak lagi diampuni kecuali bila sedikit menurut pendapat yang shahîh seperti keterangan dalam kitab at-Tahqîq dan al-Majmû’.(I’ânah

at-Thâlibîn, I/100)

َ

ﻔ ْﻌُf ْﻞ' ِﮫِﻌ ِ¬ﺎَ َﺻأ َنْ َﺑ َ ُﻠ ْﻤَ َﻟا ْ تﱠﺮ َﻣ اْ ذإ ﺎ َﻤﻴ ِﻓ َ ُم َﻼ َﻜْﻟا ﻰ َﻘْﺒَ3َو

Q ِRَو ش ع ِﺪْﻠ ِ›À ِﻟ ِمْ ﺪﻟا ِﺔ َ ﻟﺎَ ﺨ ُﻣ ِةَGَ Ôْﻜ ِﻟ ِﻮَ ﻔ َﻌْ ﻟا ُمْ ﺪ َﻋ ُبَﺮَ ْ َ ْ

ﻷا َو ﻻ ْوَ أ َ ُﻨ َﻋ ﻰْ

ـ' ا ٍﺮْﺼَﻋَو ٍﻞْﺘ َﻘِﺑ ْGÔُﻜ َﻳ ْﻢْ ﻟ ﺎ َﻣ ِﮫ ِﺗَGَ Ô َ@ َو ٍثﻮْ ﻏْﺮ ُﺑ ِﻮُ ْﺤ َﻧ ِم َﺪِﺑ ُﻞﻄ ْﺒُ َﻻ َو ِدﺎَ ﺷْرَِ ﻹا ْﻦ َﻋ ِْ ّي ِدْﺮُﻟاْ

.

Pembahasan yang tersisa mengenai masalah bila seekor nyamuk hinggap diantara jemari orang shalât apakah najisnya diampuni ?

Pendapat yang mendekati kebenaran tidak dimaafkan karena bercampurnya darah pada kulit, dan dalam al-Kurdy dari al-Irsyad dijelaskan dan shalât tidak batal akibat darah semacam kutu atau jerawat selagi tidak banyak yang bukan akibat ia bunuh (kutunya) atau pencet (jerawatnya). (Tuhfah al-Muhtâj, VI/340)

۞ Terkait hukum darah mimisan, bisul, ditafsil (dirinci):

Bila darahnya sedikit, maka tidak membatalkan shalât. Apabila darah yang keluar banyak dan mengenai sebagian dari badan dan pakaiannya, maka wajib membatalkan shalâtnya, meskipun shalât jumat.

ةﺪﺋﺎﻓ

ﺎﻣ GÔﻛ نﺈﻓ،ﮫﻨﻋ ﻞﺼﻔﻨﻣ $%ﻋ ﮫﻟوﺰﻧ GÔﻛ نsو،ﺎ ﻌﻄﻘﻳ ﻢﻟ ﻞﻴﻠﻘﻟا ﻻإ ﮫﺒﺼﻳ ﻢﻟو ةﻼﺼﻟا QR ﻒﻋر ﻮﻟو : ﺔﻔﺤ ﺘﻟا QR لﺎﻗ :

ـ'ا ﺲﻠﺴﻟﺎ5 ﻆﻔﺤ ﺗ ﻻsو ﻩﺮﻈﺘﻧا ﻊﺴ8ﻣ ﺖﻗﻮﻟاو ﮫﻋﺎﻄﻘﻧا $üر نﺈﻓ ﺮﻤﺘﺳاو ﺎ ﻠﺒﻗ ﻒﻋر نsو ، ﺔﻌﻤﺟ ﻮﻟو ﺎ ﻌﻄﻗ ﮫﻣﺰﻟ ﮫﺑﺎﺻأ

.

"Faidah: Mushannif (pengarang kitab) berkata dalam kitab Tuhfah: “Andai seseorang mimisan didalam shalât, dan darah yang keluar hanya sedikit, maka tidak membatalkan shalâtnya. Apabila darah yang keluar banyak hingga mengenai bagian badan yang lain. Apabila darah yang mengenai bagian badan lain sangat banyak, maka seseorang yang sedang shalât itu harus membatalkan shalâtnya meski dia sedang shalât jumat. Bila mimisan keluar sebelum shalât dan keluar terus, namun dimungkinkan mimisan berhenti dan waktu shalât masih cukup, maka dianjurkan untuk ditunggu hingga berhenti, apabila tidak mungkin ditunggu hingga berhenti, maka hidung disumpal saat shalât sebagaimana orang yang beser."(Bughyah al-Musytarsyidîn, h.53)

GÔﻜﻳ ﻢﻟﺎﻣ ﮫﻧﺪﺑ ثﻮﻟ نإ و ﻞﻄﺒﺗ ﻢﻟ ةﻼﺼﻟا QR ﻒﻋر ﻮﻟو

)

ﻢ3ﺮﻜﻟا ىﺮﺸ¬

1

/

91

(

Keluar darah dari hidung pada waktu shalât tidak membatalkan shalât sekalipun mengenai anggota badan. Dengan sarat darah yang keluar tidak banyak. (Busyral Karîm 1/91).

94

۞

Shalât bersentuhan dengan Anak yang belum Khitan apakah membatalkan shalât?

Dalam mas'alah Qulfah (kemaluan laki-laki yang belum dikhitan):

§wﻷﺎﻓ ﺔﻔﻠﻘﻟا ﻚﻟذ G ﻈﻧو ﻞﺴﻐﻟا QR ﻦﻃﺎﺒﻟا ﻢﻜﺣو ﺔﻔﺋﺎ›aاو ﺔﺳﺎﺠﻨﻟا ﺔﻟازsو مﻮﺼﻟا QR ﺮ'ﺎﻈﻟا ﻢﻜﺣ ﺎﻤ ﻟ ﻒﻧﻷاو ﻢﻔﻟا ةﺪﺋﺎﻓ

ﻦﻃﺎﺒﻟا ىﺮﺠﻣ ﺎ –ﺮﺠﻳ ﮫﻠﺑﺎﻘﻣو ﺮ'ﺎﻈﻟا ىﺮﺠﻣ ﺎ ﻟ ءاﺮﺟإ ءﺎﺠﻨ8ﺳﻻاو ﻞﺴﻐﻟا QR ﺎ °ﺤ ﺗ ﺎﻣ ﻞﺴﻏ ﺐﺠﻳ ﮫﻧأ

. )

ىوﺎﺘﻔﺑ ن ﻌﻟا ةﺮﻗ

ص ﻦ3ﺰﻟا ﻞﻴﻋﺎﻤﺳإ

55

(

Menurut qaul ashah Qulfah dihukumi sebagai anggota dhahir sehingga wajib disucikan. Dan menurut muqâbil-nya Qulfah dihukumi sebagai anggota batin sehingga tidak wajib disucikan. Maka, shalât orang tersebut dihukumi sah. Sebab meskipun berpijak pada qaul yang mengatakan anggota dhahir, kalau hanya bersentuhan atau menempel pada sesuatu(bayi) yang membawa najis tidak sampai membatalkan shalât..

Catatan:

Berpijak pada qaul ashah (pendapat yang lebih shahîh), yang dapat membatalkan shalât dalam masalah ini adalah mengendong, mengikat, memegang merankul, dan memangku anak kecil tersebut. MAKA MEMBATALKAN SHALÂT, KARENA DIHITUNG MENANGGUNG NAJIS,KECUALI JIKA DI YAKINI KEBERSIHANNYA, sama halnya dengan anak yang memakai pampers.

13. Terbuka aurat di dalam shalât :

maka batal shalâtnya jika terbuka aurat kecuali jika terbukanya sebentar karena ditiup angin dan segera ditutupnya seketika itu juga, maka tidaklah batal shalâtnya.

14. Memalingkan dada atau setengahnya dari arah kiblat :

di dalam shalât fardhu kecuali pada saat shalât khauf (ketakutan) atau di dalam shalât sunnat di atas kendarân.

15. Murtad :

Keluar dari agama islam, dengan merusak aqidah ( meyakini Allâh di atas, bawah, samping, depan belakang maka dikategorikan murtad. Tidak mempercayai salah satu rukun Iman yang enam.

۞

Shalât berjamaah, Wajibkah?

Shalât berJamaah adalah simbol keutuhan umat Islam. Dan Rasûlullâh membandingkan Shalât berJamaah dengan shalât sendirian, adalah 27 dibanding 1. Rasûlullâh bersabda:

ُةَﻼ َﺻ

ًﺔَUَرَد َﻦِْﺮ ْﺸِﻋَو ٍﻊْﺒ َDﺴِŠ ِّﺬَﻔْﻟا ِةَﻼ َﺻ ْﻦِﻣ ُﻞ َﻀْﻓ+ ِﺔَ ﺎَﻤَﺠْﻟا

Shalât berJamaah lebih utama daripada shalât sendirian dengan selisih 27 derajat.(HR.

Bukhârî)

Shalât Jamaah didirikan paling sedikit oleh dua orang: seorang imam dan seorang makmum.

Hukum melakukan shalât berJamaah dalam shalât lima waktu, menurut pendapat

yang shahîh adalah fardhu kifâyah bagi orang Muslim laki-laki, muqîm, merdeka dan tidak ada udzur. Maka, jika dalam satu desa atau komplek perumahan tidak ada yang mengerjakan shalât berJamaah sama sekali, maka semua penduduk desa/komplek perumahan tersebut berdosa.

Ada yang berpendapat bahwa hukum shalât berjama’ah adalah Sunnah Muakkadah, sedangkan menurut pendapat Imam Ahmad bin Hambal (madzhab Hanbalî) hukum shalât berjama’ah adalah Fardlu ‘Ain akan tetapi tidak menjadi syarat sahnya shalât, artinya kalau seseorang mendirikan shalât sendirian, maka shalâtnya tetap sah, namun dia berdosa karena tidak berjama’ah. Sebagaimana disebutkan dalam Kitab Al-Majmû’

95

)

ﺎﻬﻧأ ﺢﻴﺤﺼﻟا ﺎﻨﺒﻫﺬﻣ نإ ﺎﻧﺮﻛذ ﺪﻗ ﺲﻤﺨﻟا تاﻮﻠﺼﻟا ﻲﻓ ﺔﻋﺎﻤﺠﻟا ﻢﻜﺣ ﻲﻓ ءﺎﻤﻠﻌﻟا ﺐﻫاﺬﻣ ﻲﻓ (عﺮﻓ

ﻲﻫ رﺬﻨﻤﻟا ﻦﺑاو رﻮﺛ ﻮﺑأو ﺪﻤﺣأو ﻲﻋازوﻷاو ءﺎﻄﻋ لﺎﻗو ءﺎﻤﻠﻌﻟا ﻦﻣ ﺔﻔﺋﺎﻃ لﺎﻗ ﻪﺑو ﺔﻳﺎﻔﻛ ضﺮﻓ

ضﺮﻓ

نﺎﻴﻋﻷا ﻰﻠﻋ

ﻲﻫ دواد لﺎﻗو ،ﺔﺤﺼﻠﻟ طﺮﺸﺑ ﺖﺴﻴﻟ

نﺎﻴﻋﻷا ﻰﻠﻋ ضﺮﻓ

لﺎﻗ ﻪﺑو ﺔﺤﺼﻟا ﻲﻓ طﺮﺷو

ﻌﺑ

مأ ﺔﻳﺎﻔﻛ ضﺮﻓ ﻲﻫ ﻞﻫ اﻮﻔﻠﺘﺧاو ﻦﻴﻋ ضﺮﻔﺑ ﺖﺴﻴﻟ ﺎﻬﻧأ ﻰﻠﻋ ءﺎﻤﻠﻌﻟا رﻮﻬﻤﺟو ﺪﻤﺣأ بﺎﺤﺻأ ﺾ

ﺔﻳﺎﻔﻛ ضﺮﻓ ﻻ ةﺪﻛﺆﻣ ﺔﻨﺳ ﺎﻬﻧأ ﻰﻟإ ءﺎﻤﻠﻌﻟا ﺮﺜﻛأ ﺐﻫذ ضﺎﻴﻋ ﻲﺿﺎﻘﻟا لﺎﻗو ﺔﻨﺳ

)

بﺬﻬﻤﻟا حﺮﺷ عﻮﻤﺠﻤﻟا

-يوﻮﻨﻟا فﺮﺷ ﻦﺑ ﻰﻴﺤﻳ ﺎﻳﺮﻛز ﻮﺑأ ﻦﻳﺪﻟا ﻲﺤﻣ

،

٤/

١٦٣

(

(Masalah furu’/cabang) di dalam Madzhab para Ulamâ’ mengenai hukum shalât berJamaah dalam shalât lima waktu, menurut pendapat yang shahîh adalah fardhu kifâyah dan demikian juga pendapat sebagian Ulamâ’ lainnya. Dan menurut ‘Atha’ , Al Auza’i, Ahmad, Abu Dâwud, Abu Tsaur, Ibn Mandzur, hukumnya Fardlu ‘ain tidak disertai persyaratan sehat (dalam keadân sehat atau tidak), dan menurut Dâwud hukumnya Fardlu ‘ain dengan syarat (orang tersebut) sehat. Sebagian pengikut Imam Ahmad (bin Hambal atau madzhab Hanbalî) dan Jumhûr Ulamâ’ berpendapat bukan Fardlu ‘ain, dan mereka (Jumhûr Ulamâ’) berbeda pendapat apakah fardhu kifâyah atau Sunnah?. Al-Qâdhî ‘Iyâdh3 berpendapat bahwa para Ulama’ madzhab lebih banyak yang berpendapat Sunnah Muakkadah, bukan fardhu kifâyah.

ﺔﻌﻤﺟ ﺮﻴﻏ ﺔﺑﻮﺘﻜﻣ ءدأ ﻰﻓ ﺔﻋﺎﻤﺠﻟا ةﻼﺻ

ىوﻮﻨﻟا ﺪﻨﻋ ﺪﻤﺘﻌﻤﻟاو ،ىدروﺎﻤﻟاو ﻰﻌﻓﺮﻟا ﺪﻨﻋ ةﺪﻛﺆﻣ ﺔﻨﺳ

لﺎﺟﺮﻟ ﺔﻳﺎﻔﻛ ضﺮﻓ ﺔﻌﻤﺟ ﺮﻴﻏ ﻲﻓ ﺎﻬﻧأ هﺮﻴﻏو

ٍﺔَﺑﻮُﺘْﻜَﻣ ِءاَدَأ ﻲِﻓ ٍةاَﺮُﻋ ِﺮْﻴَﻏ َﻦﻴِﻤﻴِﻘُﻣ ٍراَﺮْﺣَأ

)

ﻦﻳﺰﻟا ﺔﻳﺎﻬﻧ

ص

(117

Dalam Kitab Nihâyatuz zain h.117 dikatakan: Shalât jama'ah di dalam shalât Maktubah yang Adâ' (tunai) hukumnya sunnah mu'akkadah menurut Imam al- Râfi'î dan Imam al- Mawardî. Sedangakan yang mu'tamad menurut imam al-Nawâwî dan Ulamâ’ lainnya adalah fardlu kifayah bagi laki-laki yang merdeka dan muqîm.

ﺔﺑﻮﺘﻜﻣ ءادأ ﻲﻓ ﺔﻋﺎﻤﺠﻟا ةﻼﺻ

)

ﻤﺟ ﻻ

ﺔﻌ

(

ﻦﻣ ﻞﻀﻓأ ﺔﻋﺎﻤﺠﻟا ةﻼﺻ :ﻪﻴﻠﻋ ﻖﻔﺘﻤﻟا ﺮﺒﺨﻠﻟ ةﺪﻛﺆﻣ ﺔﻨﺳ

ﺔﺟرد ﻦﻳﺮﺸﻋو ﻊﺒﺴﺑ ﺬﻔﻟا ةﻼﺻ

.

ﺔﻤﻜﺣو ،ﻂﻘﻓ ﺔﻴﺑﺪﻨﻟا ﻲﻀﺘﻘﺗ ﺔﻴﻠﻀﻓﻻاو

)

ظﺎﻔﻟأ ﻞﺣ ﻰﻠﻋ ﻦﻴﺒﻟﺎﻄﻟا ﺔﻧﺎﻋإ

ﻦﻴﻌﻤﻟا ﺢﺘﻓ

ج

2

ص

6

(

Shalât berjama'ah dalam shalât Adâ' (selain jum'at) adalah sunnah muakkadah berdasarkan hadîts muttafaqun 'alaih: ''shalât jama'ah lebih utama dari shalât sendirian dengan selisih 27 derajat. Dan Afdlalîyyah (keutamân) menunjukkan Nadbîyyah (kesunnatan). (I’ânah at Thâlibîn ‘ala Alfâdh Fath al Mu’ în, 2/6)

Shalât berJamaah di Masjid atau Shalât berJamaah dengan keluarga di rumah (Istri, Anak, Pembantu)? Mana yang lebih baik?

..

ﻞﻄﻌﺘﻳ ﻢﻟو هﺮﻴﻐﺑ رﺎﻌﺸﻟا مﺎﻗو ﺎﻬﺗﻮﻔﻳ ﺪﺠﺴﻤﻟا ﻰﻟا ﻪﺑﺎﻫذو ﺔﻋﺎﻤﺟ ﻪﻠﻫﺄﺑ ﺎﻬﻴﻠﺼﻳ نﺎﻛ نإ ﻢﻌﻧ

ﺔﻋﺎﻤﺠﻟا ﻪﻠﻴﺼﺤﺗ ﻞﺑ ﺎﻫﻮﺤﻧ وأ ﻪﺘﺟوﺰﺑ ﻪﺗﻼﺼﺑ ﺔﻋﺎﻤﺠﻟا ﺔﻠﻴﻀﻓ ﻞﺼﺤﺗو .ﻞﻀﻓأ ﻮﻬﻓ ﻪﺘﺒﻴﻐﺑ ﺪﺠﺴﻣ

ﻞﻀﻓأ ﻪﺘﻴﺑ ﻞﻫﻷ

)

ﻢﻳﺮﻜﻟا ىﺮﺸﺑ

ج

1

ص

119

(

يرﻮﺟﺎﺒﻟا

Ya..bila dia shalât berjama'ah di masjid menyebabkan istrinya shalât sendirian di rumah/tidak berjama'ah maka lebìh afdlal berjama'ah di rumah bersama istri.dengan syarat bahwa tidak hadirnya dia ke masjid tidak menyebabkan kekosongan jamaah di masjid/dengan tidak hadirnya dia ke masjid tetap ada jama'ah di masjid (Kitab Busyra

Al Karîm 1/119 dan Al Bâjûrî 1/193)

3Al-Qâdhî ‘Iyâdh adalah Al Qâdhî Abu Al Fadhl ‘Iyâdh bin Musâ bin Iyâdh Al Yahshabî Al Andalusî As-Sabtî Al Mâlikî

(476-544H) adalah Qâdhî di Granada-Spanyol/Andalusia. Karya Al Qâdhî ‘Iyâdh antara lain: kitab Al Ikmâl fî Syarh Shahîh Muslim sebagai pelengkap kitab Al Mu’lim karya Al Mazarî, ia juga mengarang kitab Masyariq Al Anwar fî Tafsîr Gharîb Al Hadîts, dan juga kitab At-Tanbîhat.

96

ﺔﻨﺳ ﺎﻬﻧأ ﻲﻌﻓاﺮﻟا ﺪﻨﻋ ﺢﻴﺤﺼﻟا

:

ﺎﻫﺮﻴﻏو ﻪﺘﺟوز ﻊﻣ ﻪﺘﻴﺑ ﻲﻓ ﻞﺟﺮﻟا ةﻼﺼﺑ ﻞﺼﺤﺗ ﺔﻋﺎﻤﺠﻟا نأ ﻢﻠﻋاو

ﻞﻀﻓأ ﺪﺠﺴﻤﻟا ﻲﻓ ﺎﻬﻨﻜﻟ