SISTEM LINGKUNGAN
2. Siatem Hutan
Luas hutan dunia, separohnya merupakan hutan yang terletak di daerah tropika. Dari seluruh hutan di daerah tropika, kira-kira seperempatnya terletak di wilayah Asia- Pasifik dan hampirnya merupakan hutan alam. Sedangkan Indonesia mempunyai hutan tropik terluas ketiga di dunia, dengan ekosistem yang beragam mulai dari hutan tropik dataran rendah dan dataran tinggi hutan rawa gambut, rawa air tawar dan hutan bakau. Ekosistem hutan tersebut mempunyai fungsi dan peranan yang penting. Secara ekologis
hutan merupakan sumber keanekaragaman hayati yang sangat kaya, baik flora maupun faunanya dan juga sebagai paru-paru dunia.
Eksploitasi Hutan
Eksploitasi hutan tidak hanya terbatas pada hasil hutannya saja, melainkan pada hutan itu sendiri seperti pembukaan lahan untuk pemukiman, penambangan, pertanian, yang banyak dilakukan di negara-negara berkembang yang mempunyai kepadatan penduduk yang relatif tinggi. Di Indonesia eksploitasi hutan disamping yang disebutkan diatas juga karena adanya pertumbuhan penduduk yang tinggi dan tidak merata, kasus pemilikan tanah secara tradisional, pembukaan lahan untuk program transmigrasi dsb. Untuk mengatasi hal semacam ini diperlukan kesadaran masyarakat yang tinggi mengenai arti pentingnya peranan hutan bagi manusia secara berkelanjutan.
Strategi Ekonomi
Dari aspek ekonomi, hutan merupakan sumber pendapatan penting bagi negara terutama bagi negara-negara yang sedang berkembang, juga bagi penduduk sekitar hutan merupakan sumber pangan. Anonim pembangunan di sector kehutanan selama PJP I telah memberikan dampak yang sangat berarti bagi pembangunan ekonomi dan perbaikan lingkungan hidup di negara kita.
Hutan dan Perkembangan Bangsa
Apabila dilihat dari sejarah perkembangan manusia, hutan memegang peranan yang berarti, karena kekuasaan, pengaruh dan vitalitas kebudayaan beberapa masyarakat zaman dahulu banyak bergantung kepada pengadaan hutan di lingkungan negaranya. Misalnya Athena dan Sparta adalah negara yang kuat pada zaman sebelum Masehi, tetapi
pada abad ke empat sebelum Masehi pengaruhnya menurun sejalan dengan habisnya wilayah hutan di negara tersebut. Begitu pula dengan negara Spanyol yang telah berjaya dengan kekuasaannya selama tiga abad pada abad ke 17 menurun . Hal ini disebabkan karena menurunnya hasil hutan yang dipakai untuk membangun armada kapalnya. Lain halnya dengan Amerika Serikat yang agak beruntung, karena setelah penebangan hutan kemudian ditemukan arang batu bara sebagai pengganti kayu bakar, kemudian ditemukan pula minyak bumi, sehingga negara itu masih tetap eksis. Disini dapat diartikan bahwa banyak negara tergantung dengan hutan karena kemampuan mereka mengelolanya.
Sedangkan di negara Indonesia, banyak sekali kebudayaaan yang berkembang terutama pada masyarakat asli pedalaman yang mempunyai keterkaitan dengan hutan. Misalnya suku-suku di pedalaman hutan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh Riau yang senantiasa menjaga kelestariannya, suku-suku di Kep. Mentawai dsb.
Pengaruh Hutan terhadap Lingkungan
Hutan berpengaruh terhadap faktor lingkungan yaitu iklim, tanah dan air. Contoh hasil penelitian tentang pengaruh hutan terhadap iklim telah dilakukan dengan membandingkan hutan yang sudah ditebang dan hutan yang masih utuh, hasilnya menunjukkan bahwa hutan mempengaruhi iklim setempat (iklim mikro). Pada hutan yang sudah ditebang dapat menimbulkan variasi iklim yang besar dari panas ke dingin, dan dari basah ke kering sehingga kurang cocok untuk pertumbuhan tanaman. Sedangkan pada hutan yang belum ditebang penuh dengan belukar, karena pohon-pohonan mampu mengurangi kecepatan angin, akibatnya mengurangi penguapan air (evaporasi) dari tumbuhan yang terlindung olehnya, sehingga apabila dibawahnya ada tanaman pertanian maka pertumbuhannya akan baik dan dapat meningkatkan hasil panen.
Pohon-pohon hutan juga mempengaruhi struktur tanah dan erosi, sehingga mempengaruhi pengadaan air di lereng gunung. Serasah di lantai hutan dapat mencegah rintikan air hujan untuk langsung jatuh ke tanah, tanpa adanya serasah, tanah lantai hutan akan padat oleh air hujan, dengan demikian daya serapnya berkurang.
Jadi apabila hutan di lereng gunung habis ditebang, air hujan akan mengalir deras membawa partikel tanah permukaan, yang kemudian bercampur menjadi Lumpur. Peristiwa ini akan menutupi pori-pori tanah di permukaan, pada hujan berikutnya lebih banyak lagi air yang mengalir di sepanjang lereng, karena makin berkurangnya daya serap tanah. Hal ini menyebabkan tanah di lereng gunung menjadi gersang dan kerdil. Apabila kejadiannya semakin parah, air yang mengalir dari lereng gunung tanpa rintangan, maka menimbulkan banjir, banjir ini akan menghanyutkan lapisan humus pada permukaan tanah.
Dari uraian di atas nampak bahwa penebangan hutan dapat menciptakan “lingkaran setan”. Makin banyak pohon yang ditebang, maka semakin besar perubahan ekstrim iklim mikro, sehingga makin sukar tumbuhan akan hidup.
Pengaruh Hutan dalam Tataguna Tanah
Keadaan iklim mikro di suatu daerah berhubungan erat dengan vegetasi yang terdapat di daerah itu. Berbagai teori telah dikembangkan dalam mencari hubungan antara vegetasi dengan iklimnya. Teori ini berkembang dalam dalam suatu bidang ekologi yang dikenal dengan ekologi zona kehidupan (Life-zone ecology). Bidang keilmuan ini dapat digunakan sebagai alat dalam perencanaan tataguna tanah pada tingkat nasional. Apabila dapat ditentukan jenis tumbuhan yang dapat dipelihara di suatu daerah dengan cukup menguntungkan, maka akan dapat ditentukan pola penggunaan wilayah dengan keuntungan yang dapat diperoleh dalam jangka panjang.
Dalam hal ini hubungan antara ekologi zona kehidupan dengan perencanaan tataguna tanah menurut Holdrige (1967) pada tingkat nasional pada sebuah negara mempunyai dua strategi. Strategi pertama adalah dengan menentukan pola penghidupan yang sesuai dengan keadaan sumber alam yang ada di lingkungannya, artinya tidak ada unsur paksaan bagi seseorang untuk hidup bertani, karena lingkungan nya tidak cocok untuk pertanian. Strategi ini pertama harus menentukan kapasitas manusia dan jenis tanah serta iklim daerah setempat, kemudian menentukan penyebaran populasi manusia yang diatur dan disesuaikan menurut pembakuan (standart) kehidupan yang diingini. Strategi yang kedua adalah membiarkan populasi manusia tumbuh semaunya serta membuka kesempatan kepada mereka untuk memanfaatkan setiap jengkal tanah yang dimanfaatkan untuk pertanian, untuk menyokong penghidupan mereka, meskipun dengan produksi rendah (namun pilihan ini bertentangan dengan asas ke empat).
Penelitian untuk menemukan teknik yang terbaik dalam mengklasifikasikan wilayah telah banyak dilakukan, sehingga dapat ditentukan jenis tumbuhan yang cocok di suatu daerah dengan berbagai faktor lingkungannya dengan memanfaatkan sumber alam yang ada di dalamnya sebaik mungkin.
Zona Kehidupan
Pengujian zona kehidupan telah dilakukan oleh Holdridge, yang mendasarkan metodenya pada perkiraan bahwa:
1. Asosiasi tumbuhan yang dijumpai dimanapun di bumi ini berdasarkan tiga faktor lingkungan, yaitu suhu, curah hujan dan kelembaban udara. Kelompok/asosiasi tumbuhan tersebut dapat dibatasi oleh ke tiga faktor tersebut, dan kelompok ini yang menempati zona kehidupan tertentu. Zona ini mempunyai dua arti yaitu ditujukan pada tumbuhan yang hidup didalamnya dan ditujukan pada batas
kisaran nilai suhu dan curah hujan dalam zona tersebut. Oleh karena itu berdasarkan hubungan antara kedua faktor iklim tersebut dengan tumbuhan yang tersebar di dalamnya, dapat ditentukan berbagai asosiasi tumbuhan yang ada di dalam zona tertentu.
2. Ekivalensi di antara ketiga besaran faktor iklim dengan suatu jenis asosiasi tumbuhan dapat dinyatakan dengan suhu, curah hujan, dan kelembaban udara dalam unit yang memiliki relevansi biologi secara maksimum. Jad untuk suhu digunakan indeks suhu biologi (biotemperatur) rata-rata per tahun.
Holdridge menyatakan suhu biologi itu sebagai suhu yang berada pada batas kisaran, yang masih memungkinkan pertumbuhan vegetasi. Dan vegetasi diperkirakan tumbuh pada kisaran suhu antara 0 C – 30 C
Curah hujan dinyatakan dengan jumlah rata-rata per tahun dalam millimeter. Kedua angka biotemperatur dan curah hujan ini sudah cukup untuk menentukan zona kehidupan.
3. Pengaruh suhu, curah hujan atau evapotranspirasi potensial pada tumbuhan berhubungan erat dengan nilai logaritma nilai yang diukur dari ketiga besaran tadi.
4. Daerah lintang mempunyai ekivalensi dengan jalur ketinggian tempat. Jadi, kalau seseorang mendaki lereng gunung di daerah tropika, maka ia akan sampai pada ketinggian yang keadaan vegetasinya sebanding dengan kondisi curah hujan yang serupa dengan keadaan di kutub.
5. Satu macam kelompok tumbuhan yang tumbuh di suatu kawasan tidaklah secara unik ditentukan oleh zona kehidupan. Holdridge mengusulkan adanya tiga tingkat hirarki untuk mengklasifikasikan lingkungan tumbuhan, yang tertinggi atau terluas (zona kehidupan).
Dalam unit ini kemudian terdapat tiga pembagian yang disebut asosiasi. Asosiasi ini kemudian ditentukan oleh karena adanya pengaruh suhu, curah hujan, kelembaban, dan modifikasi azonal, seperti angin yang keras searah, kabut tebal, pola curah hujan menurut musim dst.
Jadi Holdridge mengenal asosiasi suhu, asosiasi hidris, asosiasi tanah dst. Tiap asosiasi ini kemudian dapat dibagi pembagian tingkat ketiga yang didasarkan pada perbedaaan tataguna tanah.
Sistem di atas mempunyai arti bahwa seorang ahli yang terlatih dapat meramalkan jenis komunitas di suatu daerah berdasarkan pada data faktor lingkungan dan iklim di daerah tersebut, kemudian dapat pula ditentukan jenis tumbuhan apa yang cocok ditanam di daerah tersebut.