• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

B. BAWANG PUTIH ( Allium sativum Linn.)

2. Sifat Antimikroba Bawang Putih

Bawang putih (Allium sativum Linn.) termasuk salah satu rempah- rempah yang telah terbukti dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Komponen bawang putih yang telah terbukti dapat menghambat mikroba adalah alisin atau asam dialil tiosulfinat. Alisin digambarkan sebagai minyak yang tidak berwarna, berbau tajam yang

mencirikan bau dasar dan rasa bawang putih dan bawang bombay. Bawang putih juga terbukti dapat menghambat pertumbuhan dan respirasi fungi patogenik. Daya antimikroba tinggi yang dimiliki bawang putih dan bawang bombay dikarenakan kandungan alisin yang tinggi dan senyawa sulfida lain yang terkandung dalam minyak atsiri bawang putih dan bombay (Whitmore dan Naidu, 2000). Daya antimikroba bawang putih inilah yang membuatnya berpotensi dijadikan sebagai pengawet bahan pangan.

Pengujian aktivitas antimikroba bawang putih pertama kali dilakukan oleh Cavalito dan Bailey pada tahun 1944. Pengujian dilakukan dengan menggunakan metode lempeng silinder (cylinder plate method). Dialil sulfida dan dialil polisulfida, komponen flavor utama bawang putih, tidak menunjukkan aktivitas antimikroba. Namun alisin menunjukkan aktivitas penghambatan bagi pertumbuhan bakteri Gram positif dan Gram negatif (Hirasa dan Takemasa, 1998).

Noda et al., (1984) seperti yang dikutip Hirasa dan Takemasa (1998), meneliti tentang aktivitas antifungi bawang putih terhadap fungi

Saccharomyces cerevisiae dan Aspergillus oryzae. Hasilnya adalah kemampuan antifungi bawang putih sangat berkurang ketika dipanaskan yang menonaktifkan enzim yang berperan dalam pembentukan alisin. Jus bawang putih pada konsentrasi 0.5% dapat menonaktifkan thypoid bacillus

secara keseluruhan dalam 5 menit, serta mampu menghambat pertumbuhan semua jenis mikroorganisme pada konsentrasi 3.0%. Namun jus bawang putih juga dilaporkan dapat memacu pertumbuhan E. coli. Senyawa pada bawang putih yang dapat memacu pertumbuhan E. coli adalah scordinin

(Hirasa dan Takemasa, 1998).

Golongan senyawa yang dinilai memiliki aktivitas antimikroba pada bawang putih, seperti alisin, ajoene, dialil sulfida dan dialil disulfida, termasuk ke dalam golongan senyawa tiosulfinat. Tiosulfinat adalah golongan senyawa organik yang mengandung dua atom belerang yang saling berikatan, dimana salah satunya berikatan rangkap dengan atom oksigen, seperti alisin (Ganora, 2006).

Struktur kimia alisin dapat dilihat pada Gambar 3. Kestabilan senyawa tiosulfiant tergantung dari pelarut, suhu, konsentrasi dan kemurnian. Tiosulfinat mengalami beberapa perubahan yang tergantung pada suhu, pH dan kondisi pelarut untuk membentuk senyawa-senyawa yang lebh stabil, seperti disulfida, trisulfida, alilsulfida, vinil dithiins, ajoene dan merkaptosistein (Nagpurkar et al., 2000).

Gambar 2. Struktur kimia alisin

a. Alisin

Alisin (dialil tiosulfinat) pertama kali ditemukan oleh Cavalito dan Bailey pada tahun 1944. Sifat-sifat antara lain tidak stabil terhadap panas, stabil dalam asam atau basa pada konsentrasi rendah, larut air (2.5% pada 10°C), tidak larut dalam larutan karbon alifatik (n-heksan) (Whitmore dan Naidu, 2000). Sementara Harrison (2005), menyatakan bahwa alisin adalah cairan kuning berminyak, berbau tajam bersifat sangat reaktif, sedikit larut air, larut dalam alkohol dan oksidator kuat. Menurut Nagpurkar et al., (2000), alisin larut dalam pelarut organik, terutama pelarut polar, namun kurang dapat larut dalam air. Senyawa-senyawa turunan alisin yang larut minyak antara lain senyawa sulfida, dialil sulfida, dialil disulfida, dialil trisulfida, alil metil, trisulfida, dithiins, dan ajoene. Sementara yang larut air adalah senyawa turunan sistein, seperti S-alilsistein, S-alil merkaptosistein, dan S-metil sistein. Komponen larut air dari alisin lebih stabil dibandingkan komponen larut minyaknya.

Alisin terbentuk dari reaksi hidrolisis senyawa alliin (+S-alil-L- sistein-S-oksida) dengan bantuan enzim alliinase. Enzim alliinase mengkatalisis beberapa perubahan senyawa sulfur dalam bawang putih, salah satunya perubahan alliin menjadi alisin. Dalam hal ini, alliin berfungsi sebagai prekursor alisin. Enzim alliinase menghidrolisis alliin

menjadi asam 2-propensulfinat. Asam 2-propensulfinat tersebut kemudian berdimerisasi dan membentuk alisin (Whitmore dan Naidu, 2000).

Dua macam aktvitas alliinase telah diketahui terdapat dalam bawang putih. Salah satunya spesifik untuk alliin dan isoalliin, dan yang lainnya untuk methiin. Aktivitas alliinase untuk alliin dan isoalliin memiliki pH optimum 4.5 dan membelah 97% substratnya dalam 0.5 menit pada 23°C. Aktivitas terhadap methiin memiliki pH optimal 6.5, membelah 97% substratnya dalam 5 menit. Aktivitas alliinase tergantung pada pH dan suhu, serta dapat dideaktivasi secara ireversibel pada pH 1.5-3.0. Enzim ini terdapat lebih banyak 10 kali di siung dibandingkan pada daun, dan menyusun sekitar 10% total protein siung bawang putih (Nagpurkar et al., 2000).

Reaksi pembentukan alisin terjadi apabila bawang putih dirusak atau mengalami proses pengolahan seperti diiiris atau dipotong. Senyawa-senyawa yang berperan dalam pembentukan alisin, alliin dan enzim alliinase terdapat dalam kompartemen berbeda dalam sel bawang putih sehingga tidak dapat bereaksi. Ketika bawang putih dipotong atau dirusak, kompartemen tersebut ikut rusak dan memungkinkan adanya reaksi antara alliin dan enzim alliinase.

Menurut Block (1985) seperti yang dikutip Whitmore dan Naidu (2000), enzim alliinase membutuhkan kofaktor, yaitu piridoksal fosfat, yang bereaksi pada substrat, membentuk kompleks dengan enzim. Ikatan kompleks ini juga termasuk interaksi elektrostatis dari substrat dengan ion logam. Gugus alkali dari enzim memindahkan proton dalam substrat yang menyebabkan disolusi substrat dan melepaskan asam 2-propensilfonat, amonia dan piruvat. Reaksi pembentukan alisin secara singkat dapat dilihat pada Gambar 4.

Amagase et al., (2001) mengemukakan bahwa alisin hanyalah sebuah senyawa transisi yang mudah terdekomposisi menjadi senyawa- senyawa sulfida lainnya, seperti ajoene dan dithiin. Dekomposisi alisin dapat membentuk ajoene, dimana tiga molekul alisin membentuk dua molekul ajoene (Whitmore dan Naidu, 2000).

Barone dan Tansey (1977) seperti yang dikutip Feldberg et al.,

(1977), mengemukakan bahwa bawang putih dan alisin mengganggu metabolisme sel Candida albicans dengan cara inaktivasi protein, penghambatan kompetitif dari senyawa sulfidril, atau dengan penghambatan non-kompetitif dari fungsi enzim melalui oksidasi. Hipotesis yang dikemukakan adalah pada level statis atau sidal, alisin mengganggu metabolisme sel dalam Candida dengan menonaktifkan protein melalui oksidasi senyawa tiol esensial menjadi disulfida. Hal ini menghambat secara kompetitif aktivitas senyawa sulfidril melalui interaksi dengan glutation atau sistein. Penghambatan non-kompetitif dari fungsi enzim disebabkan oksidasi terhadap gugus SH pada lokasi allosterik enzim. Feldberg et al., (1988) menyatakan alisin dapat mempengaruhi replikasi selular yang melibatkan sintesis DNA atau RNA. Hal yang juga mungkin terjadi adalah alisin mempengaruhi RNA polimerase atau menghambat degradasi mRNA dan sintesis RNA.

b. Ajoene

Yoshida et al., (1987) melaporkan aktivitas antimikroba dari enam fraksi hasil dekomposisi alisin. Ajoene memiliki aktivitas tertinggi dari

senyawa-senyawa tersebut. Pertumbuhan Aspergillus niger dan C. albicans dihambat oleh ajoene pada konsentrasi tidak kurang dari 20μg/ml. Pengaruh ajoene dan DAD (dialil disulfida) pada fungi dan bakteria juga dipelajari dan didapatkan hasil bahwa pengaruh antimikroba disebabkan keberadaan ikatan disulfida dan gugus sulfinil pada tiap senyawa tersebut.

Ajoene juga menunjukkan spektrum luas dari aktivitas antimikroba. Bakteri Gram positif yang pertumbuhannya dapat dihambat oleh ajoene antara lain Bacillus cereus, Bacillus subtilis, Mycobacterium smegmatis, dan Streptomyces griceus. Sementara pertumbuhan bakteri Gram negatif yang dapat terhambat oleh ajoene adalah E. coli, Klebsiella pneumoniae dan Xanthomonas maltophilia. Pertumbuhan khamir juga dihambat pada konsentrasi dibawah 20μg/ml. Ikatan disulfida pada ajoene tampaknya penting bagi aktivitas antimikroba ajoene, karena reduksi oleh sistein yang bereaksi dengan ikatan disulfida, menghilangkan aktivitas antimikroba ajoene (Yoshida et al., 1987).

Lee et al., (2003) meneliti tentang aktivitas antibakteri dari sayur dan jus, salah satunya adalah bawang putih. Jus bawang putih dan sayuran lainnya dibuat dengan menggunakan alat pembuat jus komersil. Ekstrak jus tersebut kemudian dicampurkan bersama TS (trypticase soy) broth kekuatan ganda (double strength). Inokulum bakteri kemudian dimasukkan ke dalam media broth. Hasil yang didapat menunjukkan bawang putih dan teh memiliki aktivitas antimikroba tertinggi dan aktif terhadap bakteri patogen, termasuk methicillin-resistant Staphylococcus aureus, methicillin-resistant S. Epidermidis, vancomycin-resistant enterokoki, dan ciprofloxacin-resistant Pseudomonas aeruginosa. Jus bawang putih juga menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap bakteri seperti E.coli O157:H7, S. marcescens dan

Klebsiella pneumoniae.

Aktivitas antibakteri dari jus bawang putih tetap stabil hingga tiga minggu selama pengujian mingguan ketika disimpan pada suhu 4°C. Lee et al., (2003) juga menyebutkan bawang putih memiliki sifat antifungi, antiviral

dan antiparasit. Mekanisme yang menyebabkan semua sifat tersebut dipercaya akibat alisin dan reaksi kimianya dengan gugus tiol dari beberapa enzim.

Suharti (2004) meneliti tentang sifat antibakteri bawang putih terhadap bakteri Salmonella typhimurium. Hasilnya adalah serbuk bawang putih dengan konsentrasi 5% dapat menghambat pertumbuhan bakteri yang setara dengan tetrasiklin 100 μg/ml.

Penelitian Safithri (2004) menunjukkan bahwa ekstrak air dan ekstrak etanol bawang putih dapat menghambat pertumbuhan bakteri S.agalactie, S.aureus, dan E.coli. Ekstrak air bawang putih dengan konsentrasi 20% mempunyai aktivitas antibakteri yang sama dengan ampicillin 5 μg terhadap bakteri S.agalactie, S.aureus, dan E.coli. Ekstrak etanol bawang putih pekat mempunyai aktivitas antibakteri lebih lemah dari ampicillin 5 μg terhadap

S.agalactie, S.aureus, dan E.coli. Ekstrak air dan ekstrak etanol yang dipakai menggunakan serbuk bawang putih yang dilarutkan dalam air dan etanol.

Hal yang bertentangan diamati oleh Onyeagba et al., (2004) yang melaporkan bahwa ekstrak air dan ekstrak etanol dari bubuk bawang putih tidak menunjukkan aktivitas penghambatan terhadap bakteri Bacillus spp, Staphylococcus aureus, E.coli, Salmonella spp. Ekstrak kasar bawang putih yang diterapkan secara tunggal tidak menunjukkan penghambatan in-vitro

pada pertumbuhan mikroba uji. Ekstrak air dan ekstrak etanol dibuat dari bubuk bawang yang telah dikeringkan. Whitmore dan Naidu (2000) mengemukakan bahwa alisin dalam bawang putih dibutuhkan dalam jumlah lebih banyak untuk menghambat mikroba pada medium cair dibandingkan pada medium padat.

III. BAHAN DAN METODE

A. BAHAN DAN ALAT

Dokumen terkait