• Tidak ada hasil yang ditemukan

Total Mikroba Mie Basah Selama Penyimpanan

DAFTAR LAMPIRAN

C. APLIKASI JENIS DAN KONSENTRASI EKSTRAK TERPILIH KE DALAM ADONAN MIE

1. Total Mikroba Mie Basah Selama Penyimpanan

Jumlah total mikroba mie basah selama penyimpanan tergantung pada beberapa faktor, diantaranya jumlah mikroba awal yang berasal dari ekstrak bawang, kebersihan selama proses pembuatan, serta kontaminasi. Ekstrak segar bawang putih mungkin memberikan bagian terbesar karena memiliki total mikroba awal sebesar 104 cfu/ml.

Berdasarkan Gambar 7, mie basah mentah setelah 36 jam telah melewati standar SNI untuk total mikroba mie basah, yaitu sebesar 106 cfu/g. Menurut pengamatan subjektif, mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 dan 2:1, mengalami penyimpangan bau setelah 54 dan 57 jam. Perbedaan nilai antara analisis mikrobiologis dengan pengamatan subjektif disebabkan mikroba pada jumlah 106 cfu/g belum menyebabkan bau asam atau membentuk lendir. Mie mentah yang dibuat dengan ekstrak segar 1:1 dan 2:1 pada jam ke-54 dan 57 memiliki total

mikroba sebesar 107-108 cfu/g dan pada saat ini mie mentah yang dibuat dengan ekstrak segar bawang mulai tercium bau asam.

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 0 12 24 jam 36 48 60 log c fu/g

mie mentah dengan ekstrak segar 1:1, 100% mie mentah dengan ekstrak segar 2:1, 100% kontrol = tanpa penambahan ekstrak batas SNI = 6 log cfu/g

Gambar 7. Total mikroba mie basah mentah selama penyimpanan

Mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 dan 2:1 memiliki jumlah mikroba awal (0 jam) yang lebih besar dibandingkan dengan kontrol. Hal tersebut dikarenakan sejumlah mikroba yang terkandung dalam ekstrak segar bawang. Kedua sampel mie mentah yang dibuat dengan ekstrak segar dan mie mentah kontrol mencapai jumlah mikroba 106 cfu/g pada waktu yang relatif sama, yaitu antara 24-36 jam sehingga dapat dikatakan bahwa penambahan ekstrak segar bawang putih tidak memiliki pengaruh signifikan dalam menghambat pertumbuhan mikroba pada mie basah mentah.

Kemampuan suatu senyawa dalam menghambat pertumbuhan mikroba dapat dilihat dari kurva pertumbuhannya. Fase lag mikroba yang semakin lama (kurva landai) menandakan senyawa tersebut dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa kurva pertumbuhan mikroba pada mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 lebih landai antara 0-12 jam. Kurva pertumbuhan mikroba pada mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1 juga landai antara 0-12. Namun, kurva pertumbuhan mikroba pada mie mentah yang

pertumbuhan mikroba pada mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1. Hal tersebut mengindikasikan bahwa ekstrak segar 2:1 lebih mampu menghambat pertumbuhan mikroba pada mie mentah dikarenakan kandungan senyawa aktif yang lebih banyak.

Menurut Chamdani (2005), total mikroba mie mentah melebihi 106 cfu/g setelah 36 jam, tidak berbeda jauh dengan hasil yang didapat. Jumlah mikroba awal mie mentah berdasarkan Chamdani (2005) adalah sebesar 3.2 x 103 cfu/g dan jumlah mikroba pada akhir penyimpanan adalah sebesar 2.2 x 108 cfu/g. Jumlah mikroba awal dan akhir yang didapat pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan penelitian Chamdani (2005). Perbedaan tersebut dapat mencapai lebih dari 10 cfu/g. Penyebabnya adalah kebersihan selama proses pembuatan mie dan kondisi penyimpanan. Namun, hasil penelitian Chamdani (2005) juga memberikan hasil bahwa mie mentah kontrol memiliki umur simpan 24-36 jam berdasarkan jumlah mikroba total.

Jumlah mikroba awal pada mie basah mentah, selain berasal dari ekstrak segar bawang, juga berasal dari tepung tapioka yang dilumurkan agar lembaran mie tidak lengket satu sama lain. Berdasarkan hasil analisis, tepung tapioka tidak bermerek mengandung mikroba awal sebesar 2.5 x 105 cfu/g. Tepung tapioka yang digunakan adalah tepung tapioka tidak bermerek. Tepung tapioka yang tersedia di pasaran terdiri atas tapioka yang bermerek dan tidak bermerek. Tapioka yang tidak bermerek umumnya dijual dalam kemasan karung, sedangkan yang bermerek di jual dalam kemasan plastik.

Nilai aw mie basah mentah yang tinggi (0.891-0.894) juga

menyebabkan berbagai mikroba, khususnya bakteri dapat tumbuh dengan mudah. Bau menyimpang yang tercium pada mie basah mentah adalah bau asam saja, berbeda mie matang yang juga tercium bau tengik akibat rusaknya minyak oleh proses oksidasi. Kadar air mie yang tinggi adalah penyebab lain mengapa mie mentah memiliki umur simpan yang relatif singkat. Menurut Chamdani (2005), kadar air mie basah mentah adalah sebesar 31.73% dan menurut Nugrahani (2005) sebesar 31.25%. Kadar air mie mentah tersebut masih memenuhi syarat SNI, yaitu antara 20-35%.

Bau asam bukan suatu indikator akan tingkat keasaman produk. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai pH mie basah mentah dengan ekstrak bawang saat mulai tercium bau asam. Bau asam tercium setelah 54 dan 60 jam, dimana pH mie mentah dengan ekstrak segar bernilai 8.13-8.16 (alkali). Nilai pH tersebut memang mengalami penurunan dari sebelumnya (48 jam), namun tidak terlalu signifikan. Nilai pH mie mentah dengan ekstrak segar setelah 48 jam berkisar antara 8.26-8.55, sementara setelah 60 jam antara 8.13-8.16. Perubahan nilai pH mie mentah dengan ekstrak segar selama penyimpanan tidak berubah secara drastis. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai pH awal (0 jam) 8.26-8.72 dan nilai pH akhir (60 jam) sebesar 8.13-8.16.

Secara keseluruhan, umur simpan mie basah mentah dengan ekstrak segar tidak menunjukkan perbedaan berarti dengan mie mentah kontrol. Hal tersebut menunjukkan bahwa penambahan ekstrak segar bawang kurang efektif dalam meningkatkan umur simpan mie mentah.

Mie basah matang berumur lebih singkat dibandingkan mie basah mentah, dikarenakan tingginya kadar air dalam mie basah matang. Tingginya kadar air suatu bahan pangan memudahkan mikroorganisme untuk tumbuh dan berkembang biak.

Pada Gambar 8 dapat dilihat bahwa mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 mencapai batas maksimum 106 cfu/g setelah 12 jam, mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1 setelah 24 jam dan mie matang kontrol setelah 36 jam. Padahal, berdasarkan pengamatan subjektif pada tahap sebelumnya, tanda-tanda kerusakan untuk mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 dan 2:1 terdeteksi setelah 42 jam dan mie matang kontrol setelah 44 jam. Perbedaan tersebut menunjukkan walaupun total mikroba sudah mencapai batas maksimum SNI, tanda-tanda kerusakan mie belum tentu sudah terdeteksi secara subjektif.

Mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 setelah 42 jam memiliki jumlah mikroba total sebesar 5.8 x 108 cfu/g dan mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1 sebesar 1.4 x 108 cfu/g. Setelah

48 jam, mie matang kontrol memiliki jumlah mikroba total sebesar 4.2 x 108 cfu/g. Berdasarkan hasil tersebut, dapat dikatakan bahwa tanda-tanda kerusakan mie basah matang dapat terdeteksi jika jumlah mikroba total di atas 108 cfu/g. 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 0 12 24 36 48 60 jam lo g c fu /g

mie matang dengan ekstrak segar 1:1, 100% mie matang dengan ekstrak segar 2:1, 100% kontrol = tanpa penambahan ekstrak batas SNI = 6 log cfu/g

Gambar 8. Total mikroba mie basah matang selama penyimpanan

Mie basah matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1 lebih lama mencapai standar maksimum SNI (24 jam) dibandingkan mie basah matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 (12 jam). Perbedaan umur simpan tersebut menunjukkan pengaruh jumlah ekstrak bawang dalam menghambat pertumbuhan mikroba pada mie basah matang. Namun peran ekstrak segar bawang putih dalam menghambat pertumbuhan mikroba tidak terlalu efektif karena mie basah kontrol (tanpa penambahan ekstrak) mencapai standar maksimum lebih lama (36 jam) dibandingkan mie basah matang dengan ekstrak segar.

Berdasarkan pengamatan keseluruhan, baik secara subjektif atau berdasarkan total mikroba, mie matang kontrol memiliki umur simpan yang lebih baik daripada mie matang dengan ekstrak segar bawang. Untuk mie matang, penambahan ekstrak segar bawang tidak berpengaruh dalam meningkatkan umur simpan, namun justru memperpendek umur simpan. Tidak efektifnya penambahan ekstrak segar bawang dapat disebabkan oleh

kandungan mikroba awal ekstrak segar bawang dan rusaknya senyawa- senyawa aktif bawang putih akibat perebusan.

Mie matang kontrol menurut Pahrudin (2006) mempunyai jumlah mikroba total yang melebihi standar 106 cfu/g setelah 30 jam. Jumlah mikroba awal adalah sebesar 3.2 x 103 cfu/g dan jumlah mikroba akhir (48 jam) adalah sebesar 1.8 x 107 cfu/g. Meskipun jumlah mikroba awal dan akhir berbeda dengan hasil Pahrudin (2006), umur simpan mie matang menurut jumlah mikroba total sama, yaitu berumur antara 24-36 jam.

Tanda-tanda kerusakan pada mie basah matang yang terdeteksi adalah bau tengik. Bau tengik tersebut disebabkan oleh kerusakan minyak kelapa, yang ditambahkan pada saat perebusan agar lembaran mie tidak lengket satu sama lain. Minyak kelapa tersebut mengalami oksidasi akibat adanya oksigen dalam kemasan mie. Proses oksidasi tersebut menghasilkan asam-asam lemak rantai pendek, aldehid, keton yang bersifat volatil dan menimbulkan bau tengik.

Selain karena oksigen, penyebab utama timbulnya ketengikan adalah tingginya kadar air pada mie matang. Menurut Ketaren (1986), air yang terdapat dalam bahan pangan dapat menyebabkan hidrolisis lemak sehingga menimbulkan bau tengik. Proses ketengikan ini disebut ketengikan hidrolitik. Asam lemak yang umumnya terhidrolisis oleh air adalah asam lemak rantai pendek, seperti asam butirat, asam valerat, asam kaproat. Pada minyak kelapa, asam lemak yang memiliki komposisi terbesar adalah asam laurat, yang termasuk salah satu asam lemak rantai pendek.. Dalam reaksi hidrolisis, minyak akan diubah menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas tersebut sifatnya volatil sehingga menimbulkan bau tengik pada minyak.

Perubahan warna dan terbentuknya lendir umumnya adalah tanda- tanda kerusakan lanjut yang terjadi apabila mie basah matang disimpan dalam waktu lama pada suhu ruang. Namun perubahan warna pada mie matang tidak sama dengan mie mentah. Penyebabnya adalah enzim polifenol oksidase yang terdapat pada tepung menjadi inaktif akibat perebusan.

Salah satu penyebab mie basah matang lebih cepat rusak adalah tingginya nilai aw mie matang (0.938-0.970) dibandingkan mie basah

mentah yang memiliki nilai aw sebesar 0.891-0.907. Nilai pH mie basah

matang cenderung berada pada kisaran pH alkali. Kombinasi antara nilai aw

dan pH yang tinggi mempermudah mikroorganisme untuk tumbuh dan berkembang biak.

Berdasarkan hasil-hasil yang diperoleh, dapat dikatakan terdapat perbedaan umur simpan mie basah secara subjektif dengan secara mikrobiologis. Kesimpulan analisis total mikroba mie basah selama penyimpanan terhadap umur simpan mie basah dibandingkan dengan pengamatan secara subjektif dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Perbandingan umur simpan mie basah secara pengamatan subjektif dan mikrobiologis

Jenis mie Waktu penyimpanan supaya dinyatakan rusak secara subjektif Jumlah mikroba pada saat batas penerimaan mie secara subjektif (cfu/g) Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai batas SNI (106) Mie mentah + ekstrak segar 1:1 (100%) 54 jam 1.2 x 108 31.61 jam Mie mentah + ekstrak segar 2:1 (100%) 57 jam 9.2 x 107 34.14 jam Mie mentah tanpan ekstrak segar (kontrol) 44 jam 5.6 x 106 36.36 jam Mie matang + ekstrak segar 1:1 (100%) 42 jam 1.7 x 108 21.03 jam Mie matang + ekstrak segar 2:1 (100%) 42 jam 2.6 x 107 28.66 jam Mie matang tanpa ekstrak segar (kontrol) 44 jam 1.8 x 107 32.79 jam

Pada Tabel 11, jumlah mikroba pada saat batas penerimaan mie didapatkan dari hasil regresi kurva jumlah total mikroba selama penyimpanan pada mie basah (Lampiran 11 dan 12). Waktu yang

dibutuhkan untuk mencapai batas SNI juga didapatkan dengan persamaan regresi dari kurva pertumbuhan mikroba mie basah selama penyimpanan.

Tabel 11 juga menunjukkan bahwa umur simpan menurut pengamatan subjektif dan jumlah mikroba total tidak selalu sama. Misalkan pada mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1 yang menunjukkan umur simpan secara subjektif selama 57 jam. Berdasarkan jumlah mikroba total, umur simpan mie tersebut hanya 34.14 jam. Umur simpan tersebut lebih singkat dibandingkan umur simpan mie mentah kontrol secara mikrobiologis, yaitu selama 36.36 jam. Padahal mie mentah kontrol menurut pengamatan subjektif memiliki umur simpan lebih singkat dibanding mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1, yaitu hanya selama 44 jam.

Dokumen terkait