• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

C. APLIKASI JENIS DAN KONSENTRASI EKSTRAK TERPILIH KE DALAM ADONAN MIE

3. Total Koliform

Hasil menunjukkan bahwa pada empat sampel yang diujikan dan kontrol tidak terdapat bakteri koliform (hasil negatif). Semua tabung yang berisi media BGLBB dan tabung Durham tidak menunjukkan kekeruhan

atau adanya gas dalam tabung Durham. Hasil negatif yang diperoleh menunjukkan bahwa praktek sanitasi dan kebersihan dalam proses pembuatan mie sudah cukup baik.

Bakteri koliform umumnya tidak terdapat pada bahan pangan secara alami. Keberadaan koliform pada bahan pangan biasanya akibat kontaminasi dari luar, baik dari udara, air, tanah, maupun manusia. Koliform merupakan mikroorganisme indikator dari kebersihan dan sanitasi produk pangan, serta keamanan pangan. Contoh bakteri koliform yang paling sering dijadikan sebagai indikator adalah E. coli. Menurut Smoot dan Pierson (2001), kriteria mikrobiologi yang melibatkan E. coli berguna pada kasus yang ingin menentukan apakah telah terjadi kontaminasi fekal.

4. Nilai aw

Berdasarkan Tabel 12, dapat dilihat bahwa secara keseluruhan nilai aw mie mentah lebih rendah daripada mie matang. Nilai aw mie basah

dipengaruhi oleh aw bahan baku, khususnya terigu dan proses pembuatan.

Menurut Farkas (2001), terigu mempunyai aw sebesar 0.80- 0.80. Nilai aw

mie mentah berkisar antara 0.891-0.907 dan mie matang antara 0.938-0.970. Berdasarkan hasil tersebut, baik mie mentah ataupun mie matang memiliki nilai aw yang cukup untuk pertumbuhan mikroba, terutama bakteri.

Kebanyakan bakteri dapat hidup pada aw 0.88-0.91, kapang pada aw 0.80,

dan khamir pada aw 0.88 (Farkas, 2001).

Berdasarkan nilai aw mie mentah pada Tabel 12, yaitu berkisar

antara 0.891-0.907, jenis mikroba pembusuk yang memiliki kemungkinan terbesar untuk tumbuh adalah bakteri dan khamir. Dalam kisaran nilai aw

tersebut, jenis bakteri yang dapat tumbuh antara lain Salmonella, V. Parahaemolyticus, Serratia, C. Botulinum, Lactobacillus, dan Pediococcus.

Khamir yang dapat tumbuh adalah Candida, Hansenula, Torulopsis, dan

Micrococcus. Kapang juga dapat tumbuh pada kisaran aw tersebut, namun

hanya sedikit yang mampu, seperti Rhodotorula dan Pichia. Mie matang berdasarkan Tabel 12 memiliki kisaran aw antara 0.938-0.970. Jenis mikroba

Bakteri yang dapat tumbuh seperti Pseudomonas, Escherichia, Proteus, Shigella, Klebsiella, Bacillus, dan Clostridium perfringens (Farkas, 2001).

Tabel 12. Nilai aw sampel mie basah

Sampel Nilai aw

mie mentah dengan ekstrak segar 1:1, 100% 0.891 mie mentah dengan ekstrak segar 2:1, 100% 0.894

mie mentah kontrol 0.907

mie matang dengan ekstrak segar 1:1, 100% 0.938 mie matang dengan ekstrak segar 2:1, 100% 0.955

mie matang kontrol 0.970

Tabel 12 juga menunjukkan bahwa rata-rata nilai aw mie mentah

lebih rendah dibandingkan mie matang. Hal tersebut juga merupakan salah satu penyebab mie matang lebih cepat rusak dibandingkan mie mentah. Nilai aw yang tinggi berarti semakin banyak air yang tersedia bagi mikroba untuk digunakan dalam pertumbuhan dan perkembangbiakannya.

Mie mentah dengan ekstrak segar bawang memiliki nilai aw yang

tidak berbeda jauh dengan mie mentah kontrol. Hal tersebut berarti perbedaan jumlah ekstrak tidak berpengaruh terhadap nilai aw mie. Hal

serupa juga berlaku terhadap mie basah matang dimana perbedaan nilai aw

tidak signifikan.

Secara keseluruhan, mie kontrol, baik mentah atau matang, mempunyai nilai aw yang sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan mie

ekstrak segar bawang. Penyebabnya adalah tergantikannya air oleh ekstrak bawang pada saat pembuatan adonan. Ekstrak bawang tidak terdiri atas air saja tetapi juga partikel-partikel halus dan padatan terlarut lain. Maka itu, jumlah air pada ekstrak segar bawang lebih sedikit dan jumlah partikel terlarutnya lebih banyak dibandingkan dengan menggunakan air seluruhnya.

5. Nilai pH

Mie basah, baik mentah atau matang, memiliki pH basa (9-11). Penambahan garam alkali (Na2CO3) menyebabkan nilai pH naik. Miskelly

alkali yang ditambahkan dan jenis alkali yang digunakan. Nilai pH mie dengan penambahan garam alkali biasanya antara 9-11, kontras dengan mie asin putih (tanpa alkali) yang memiliki pH sekitar 7.

Nilai pH mie diharapkan menurun seiring dengan lamanya penyimpanan. Nilai pH yang lebih rendah dapat menunjukkan adanya kerusakan pada mie akibat produksi asam oleh mikroba.

Berdasarkan Gambar 11, nilai pH mie basah mentah dengan ekstrak segar tidak mengalami penurunan berarti. Nilai pH mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 dan 2:1 cenderung stabil selama penyimpanan, berkisar antara 8-9 (pH basa). Mie mentah kontrol mengalami penurunan pH yang tidak terlalu drastis, dengan nilai pH sebesar 7.56 pada akhir pengamatan. Berdasarkan hasil tersebut, dapat dikatakan penambahan ekstrak segar tidak mempengaruhi perubahan nilai pH selama penyimpanan. 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 0 12 24 36 48 60 jam n ila i pH

mie mentah dengan ekstrak segar 1:1, 100% mie mentah dengan ekstrak segar 2:1, 100%

kontrol = mie mentah tanpa penambahan ekstrak segar

Gambar 11. Perubahan nilai pH mie basah mentah selama penyimpanan

Mie basah mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 dan 2:1 memiliki nilai pH yang relatif sama, sehingga dapat dikatakan perbedaan jumlah ekstrak segar bawang tidak berpengaruh terhadap pH mie basah mentah. Nilai pH ekstrak segar 1:1 rata-rata bernilai 6.45 dan ekstrak segar 2:1 sebesar 6.10. Kisaran nilai pH tersebut masih termasuk pH

netral sehingga pengaruhnya terhadap nilai pH mie cenderung kecil atau tidak ada.

Secara subjektif, mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 mengalami kerusakan setelah 54 jam, mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1 setelah 57 jam, dan mie mentah kontrol setelah 44 jam. Nilai pH mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 setelah 54 jam mengalami penurunan dari 8.55 menjadi 8.13. Nilai pH mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1 setelah 57 jam turun dari 8.26 menjadi 8.16. Mie mentah kontrol mengalami penurunan pH dari 8.59 ke 8.12 setelah 44 jam.

Untuk mie mentah yang dibuat dengan ekstrak segar, penurunan pH tersebut dapat mengindikasikan adanya kerusakan akibat aktivitas mikroba yang menghasilkan asam sehingga tercium bau asam. Namun, hal tersebut tidak cukup besar sehingga dapat menurunkan nilai pH hingga ke kisaran pH asam. Untuk mie mentah kontrol, bau asam yang tercium menurut pengamatan subjektif, dapat ditunjukkan dengan adanya penurunan pH yang lebih besar dan pH akhirnya mencapai 7.56.

Menurut standar total mikroba SNI, mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 dan 2:1 dinyatakan rusak setelah 36 jam. Pada jam tersebut pH mie mentah dengan ekstrak segar 1:1 dan 2:1 bernilai 8.66 dan 8.32, dan menurut pengamatan subjektif belum tercium bau asam. Mie mentah kontrol dinyatakan rusak juga setelah berumur 36 jam, dengan nilai pH 8.59. Jika dilihat dari standar mikrobiologi, mie mentah yang sudah rusak belum tercium bau asam dan nilai pH-nya masih termasuk pH basa.

Perubahan nilai pH mie matang dengan ekstrak segar lebih besar dibandingkan dengan mie mentah dengan ekstrak segar. Hal itu dapat dilihat pada Gambar 12, dimana mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar mempunyai pH awal antara 8.50-8.58 dan pH akhir antara 6.60-6.64. Penurunan pH mie matang kontrol lebih drastis dibandingkan mie matang yang dibuat dengan ekstrak segar. Nilai pH awal mie matang kontrol adalah 9.02 dan pH akhir sebesar 5.55. Dari hasil tersebut dapat

disimpulkan bahwa penambahan ekstrak segar dalam mie matang kurang lebih dapat menurunkan laju penurunan nilai pH selama penyimpanan.

Nilai pH antara mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 dan 2:1 tidak berbeda jauh. Hal tersebut menandakan perbedaan jumlah ekstrak segar tidak mempengaruhi nilai pH mie matang. Perbedaan nilai pH antara mie matang dengan ekstrak segar dan mie matang kontrol menandakan adanya pengaruh penambahan ekstrak segar bawang putih terhadap nilai pH mie basah matang.

Kerusakan mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 dan 2:1 secara subjektif (bau asam, bau tengik) terjadi setelah 42 jam. Nilai pH mie matang dengan ekstrak segar 1:1 dan 2:1 setelah jam tersebut sebesar 6.88 dan 7.19. Nilai pH tersebut mengalami penurunan sebagai akibat produksi asam oleh mikroba. Jumlah mikroba total pada mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 setelah 42 jam sebesar 5.8 x 108 cfu/g dan mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1 sebesar 1.4 x 108 cfu/g. Berdasarkan hasil tersebut, bau asam tercium setelah jumlah mikroba total pada mie matang dengan ekstrak segar mencapai 108 cfu/g.

Menurut standar total mikroba SNI, mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 mengalami kerusakan setelah 12 jam, dimana jumlah mikroba total tercatat sebesar 1 x 106 cfu/g. Nilai pH mie matang pada jam tersebut sebesar 8.47, mengalami penurunan dari 8.58. Penurunan pH yang terjadi tidak terlalu signifikan tetapi jumlah mikroba yang tumbuh pada mie matang telah mencapai batas maksimum. Mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 setelah 12 jam juga belum terdeteksi bau asam menurut pengamatan subjektif.

Mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1 rusak setelah 24 jam menurut batas total mikroba SNI. Jumlah mikroba total setelah jam tersebut adalah sebesar 1.1 x 106 cfu/g. Nilai pH mie matang tercatat sebesar 8.12, turun dari 8.31. Pengamatan subjektif menunjukkan bahwa setelah 24 jam, mie matang dengan ekstrak segar 2:1 belum tercium adanya bau asam. Mie matang kontrol setelah 36 jam belum tercium bau asam namun jumlah mikroba total sudah melebihi batas maksimum, sebesar

1.4 x 106 cfu/g. Berdasarkan hasil-hasil di atas, dapat dikatakan bahwa mie matang yang sudah tercium bau asam mengalami penurunan nilai pH.

4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 0 12 24 jam 36 48 60 n ila i p H

mie matang dengan ekstrak segar 1:1, 100% mie matang dengan ekstrak segar 1:2, 100%

kontrol = mie matang tanpa penambahan ekstrak segar

Gambar 12. Perubahan nilai pH mie basah matang selama penyimpanan

Secara keseluruhan, mie mentah dengan ekstrak segar mempunyai nilai pH yang relatif lebih stabil penurunannya dibandingkan dengan mie matang dengan ekstrak segar. Penurunan nilai pH lebih cepat terjadi pada mie matang selama penyimpanan. Perbedaan yang jelas dapat dilihat pada nilai pH akhir mie mentah dan mie matang dengan ekstrak segar. Pada akhir penyimpanan, mie mentah dengan ekstrak segar memiliki pH antara 8.13- 8.16, sementara mie matang dengan ekstrak segar sebesar 6.6.-6.64. Nilai pH mie matang kontrol juga mengalami penurunan cuku besar, dari 9.02 hingga 5.55.

Penyebab perbedaan nilai pH tersebut dapat disebabkan oleh kondisi fisik dan kimia mie matang. Mie matang memiliki nilai aw yang lebih tinggi

daripada mie mentah sehingga mikroba dapat tumbuh lebih cepat. Pertumbuhan mikroba yang lebih cepat mendorong pembentukan asam oleh mikroba. Pembentukan asam oleh mikroba lebih cepat pada mie matang, sehingga pada akhir penyimpanan (60 jam), akumulasi asam pada mie matang lebih banyak. Jumlah asam yang lebih banyak akan menurunkan nilai pH dengan lebih besar pula.

6. Warna

Pengukuran warna mie basah didasarkan tiga parameter, yaitu nilai L, a, dan b. Nilai L menunjukkan ketajaman (brightness) warna, sedangkan nilai a dan b berguna untuk mengetahui °Hue. Nilai a menunjukkan tingkatan warna antara merah dan hijau. Nilai a yang positif berarti sampel cenderung berwarna merah. Nilai b menunjukkan tingkatan warna antara kuning dan biru. Nilai b yang makin positif menunjukkan sampel relatif berwarna kuning (Anonimd 2006). Seiring dengan bertambahnya waktu, nilai L mengalami penurunan. Mie basah mentah yang awalnya berwarna kuning cerah akan berubah menjadi kecoklatan dan kusam. Mie basah matang akan berubah menjadi kusam.

a. Nilai L (ketajaman warna)

Gambar 13 menunjukkan perubahan nilai L untuk mie basah mentah yang cenderung turun selama penyimpanan. Mie basah mentah dengan ekstrak segar bawang mengalami penurunan yang tidak jauh berbeda dengan kontrol sehingga dapat dikatakan bahwa ekstrak segar bawang putih tidak mempengaruhi perubahan nilai L. Ketajaman warna mie mentah dengan ekstrak segar setelah 0 jam tidak berbeda jauh dengan mie mentah kontrol. 60.00 62.00 64.00 66.00 68.00 70.00 72.00 74.00 76.00 78.00 80.00 0 12 24 36 48 60 jam ni la i L

mie mentah dengan ekstak segar 1:1, 100% mie mentah denga ekstrak segar 2:1, 100% kontrol = mie tanpa penambahan ekstrak segar

Gambar 13. Perubahan nilai L pada pengukuran warna mie basah mentah

Ketajaman warna mie mentah dengan ekstrak segar pada awal pengamatan (0 jam) lebih tinggi dibandingkan dengan mie mentah kontrol. Hal tersebut disebabkan penambahan ekstrak segar yang meningkatkan ketajaman warna pada mie mentah. Secara subjektif, mie mentah dengan ekstrak segar berwarna lebih kuning akibat ekstrak segar bawang yang berwarna kuning keruh.

Berdasarkan uji statistik, ketajaman warna mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1 pada awal pengamatan (0 jam) dengan mie mentah kontrol tidak menunjukkan perbedaan nyata. Mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 menunjukkan perbedaan nyata dengan mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1 dan kontrol (Lampiran 21).

Mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1 memiliki nilai L yang lebih rendah daripada kontrol dan mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1. Hal tersebut disebabkan kandungan ekstrak segar yang lebih banyak menurunkan ketajaman warna mie mentah. Penurunan ketajaman warna pada mie mentah disebabkan oleh warna mie menjadi lebih coklat. Pencoklatan tersebut disebabkan oleh enzim polifenol oksidase yang terdapat pada tepung mengubah warna kuning mie menjadi kecoklatan.

Menurut Miskelly (1996), enzim polifenol oksidase (juga disebut tironase, fenol oksidase, fenolase) mengubah senyawa-senyawa fenol menjadi kuinon yang selanjutnya diubah menjadi senyawa melanoid, yaitu pigmen berwarna gelap. Aktivitas maksimum enzim ini adalah pada pH 8.4.

Mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 dan 2:1 memiliki pH sebesar 8.72 dan 8.26 pada awal pengamatan (0 jam). Nilai pH tersebut adalah rentang nilai pH dimana enzim PPO bekerja maksimum. Berdasarkan Gambar 13 dapat dilihat bahwa mie mentah dengan ekstrak segar sejak awal pengamatan mengalami penurunan ketajaman warna yang konstan. Ketajaman warna (nilai L) akan mulai

terlihat relatif stabil jika nilai pH turun dibawah pH maksimum atau substrat enzim telah habis bereaksi.

Secara subjektif, mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 mulai rusak setelah 54 jam, mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1 setelah 57 jam, dan mie mentah kontrol setelah 44 jam. Ketajaman warna mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 dan 2:1 setelah 54 dan 57 jam cenderung stabil. Sedangkan ketajaman warna mie mentah kontrol mengalami penurunan, namun tidak signifikan. Menurut standar mikrobiologis, mie mentah dengan ekstrak segar telah rusak setelah 36 jam, namun ketajaman warnanya juga turun secara konstan, tidak ada perubahan drastis. Hasil-hasil tersebut mengindikasikan bahwa kerusakan mie tidak berpengaruh signifikan terhadap ketajaman warna mie mentah.

Berdasarkan Gambar 13, ketajaman warna mie mentah dengan ekstrak segar tidak menunjukkan perbedaan jauh dengan mie mentah kontrol. Hal tersebut menunjukkan bahwa ekstrak segar bawang tidak mampu mempertahankan ketajaman warna pada mie basah mentah.

60.00 62.00 64.00 66.00 68.00 70.00 72.00 74.00 76.00 78.00 80.00 0 12 24 36 48 60 jam n ila i L

mie matang dengan ekstrak segar 1:1, 100% mie matang dengan ekstrak segar 2:1, 100% kontrol = mie tanpa penambahan ekstrak segar

Gambar 14. Perubahan nilai L pada pengukuran warna mie basah matang selama penyimpanan

Perubahan nilai L (ketajaman warna) pada mie matang tidak seperti pada mie mentah. Nilai L cenderung bervariasi dan relatif stabil selama

penyimpanan. Nilai L akhir (jam ke-60) jika dibandingkan dengan nilai L awal (jam ke-0) tidak terlalu berbeda, sehingga dapat dikatakan untuk mie basah matang tidak terjadi perubahan nilai L yang signifikan. Hal tersebut terutama disebabkan oleh enzim polifenol oksidase (PPO) dalam tepung yang sudah terinaktivasi akibat proses perebusan. Perubahan warna pada mie matang terlihat tidak signifikan, hanya warnanya terlihat kusam.

Grafik perubahan ketajaman warna mie basah matang dapat dilihat pada Gambar 14. Berdasarkan uji statistik, ketajaman warna mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak 1:1 dan 2:1 dan kontrol tidak berbeda nyata. Pada mie matang tidak begitu terlihat pengaruh jumlah ekstrak segar dalam perubahan ketajaman warna.

Perubahan ketajaman warna antara mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak 1:1 dan 2:1 tidak terlalu berbeda. Nilai L kedua mie tersebut selama penyimpanan relatif stabil dan tidak mengalami perubahan berarti. Hal tersebut menunjukkan bahwa perbedaan jumlah ekstrak segar bawang tidak berpengaruh terhadap ketajaman warna mie matang selama penyimpanan. Mie matang kontrol mengalami penurunan ketajaman warna secara konstan selama penyimpanan, berbeda dengan mie matang dengan ekstrak segar bawang.

Pada mie mentah, perubahan warna terutama disebabkan oleh enzim polifenol oksidase. Pada mie matang, enzim tersebut menjadi inaktif akibat perebusan, sehingga penyebab perubahan warna kemungkinan besar disebabkan oleh aktivitas mikroba. Mie matang memiliki nilai aw

yang cukup tinggi (0.938-0.970) yang memudahkan mikroba untuk tumbuh dan berkembang biak.

Secara subjektif, mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 dan 2:1 mulai terdeteksi tanda-tanda kerusakan setelah 42 jam, dan mie matang kontrol setelah 44 jam. Mie matang dengan ekstrak segar selama penyimpanan menunjukkan ketajaman warna yang relatif stabil sehingga dapat dikatakan kerusakan mie tidak berpengaruh terhadap warna mie matang dan sebaliknya. Mie matang kontrol menunjukkan ketajaman warna yang terus menurun secara konstan seiring penyimpanan

berjalan. Setelah mie matang kontrol terdeteksi kerusakannya secara subjektif (44 jam), terjadi penurunan nilai ketajaman warna mie yang lebih besar, sehingga dapat dikatakan kerusakan mie matang mempengaruhi ketajaman warna mie matang kontrol.

Menurut standar mikrobiologis, mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 telah rusak setelah 12 jam, mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1 setelah 24 jam, dan mie matang kontrol setelah 36 jam. Ketajaman warna mie matang dengan ekstrak bawang pada jam-jam tersebut cenderung stabil, sedangkan mie matang kontrol mengalami penurunan berarti setelah 36 jam.

Berdasarkan hasil di atas, dapat dilihat bahwa ketajaman warna mie matang dengan ekstrak segar bawang cenderung stabil selama penyimpanan, dimana mie matang kontrol cenderung turun. Hal tersebut menunjukkan bahwa ekstrak segar bawang relatif mampu mempertahankan ketajaman warna pada mie matang.

b. Derajat Hue

Derajat Hue (°Hue) menunjukkan golongan warna suatu bahan. Gambar 15 menunjukkan perubahan °Hue untuk mie basah mentah yang cenderung mengalami penurunan. Penurunan tersebut tidak mempengaruhi jenis warna mie basah mentah karena menurut penggolongan warna chromameter masih termasuk yellow red (54-90°).

Mie mentah dengan ekstrak segar mengalami penurunan nilai ºHue yang lebih besar dibandingkan dengan mie mentah kontrol. Hal tersebut dipengaruhi oleh penambahan ekstrak segar bawang. Warna mie mentah dengan penambahan ekstrak segar cenderung lebih cepat berubah dibandingkan dengan mie tanpa penambahan ekstrak segar. Pada mie mentah, penyebab perubahan warna yang utama adalah enzim polifenol oksidase yang mengubah senyawa fenol menjadi kuinon dan selanjutnya melanoid. Senyawa fenol yang terkandung dalam tepung dan ekstrak segar bawang menyebabkan mie mentah lebih cepat berubah warnanya. Penurunan °Hue paling signifikan terjadi pada mie basah mentah yang

dibuat dengan 100% ekstrak 2:1 yang disebabkan kandungan ekstrak bawang yang lebih tinggi.

Secara subjektif, mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 mengalami kerusakan setelah 54 jam, mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1 setelah 57 jam, dan mie mentah kontrol setelah 44 jam. Nilai °Hue mie mentah dengan ekstrak segar pada jam- jam tersebut cenderung stabil atau tidak mengalami perubahan yang signifikan. Setelah 44 jam, mie mentah kontrol juga tidak mengalami perubahan berarti. 64.00 69.00 74.00 79.00 84.00 0 12 24 36 48 60 jam Hu e

mie mentah dengan ekstrak segar 1:1, 100% mie mentah dengan ekstrak segar 2:1, 100% kontrol = mie tanpa penambahan ekstrak segar

Gambar 15. Perubahan nilai °Hue pada perubahan warna mie basah mentah selama penyimpanan

Menurut standar mikrobiologi, mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar, baik 1:1 atau 2:1, menjadi rusak setelah 36 jam. Namun nilai °Hue setelah 36 jam cenderung stabil dan tidak berubah drastis. Berdasarkan pengamatan secara subjektif dan analisis mikrobiologi, kerusakan mie mentah dengan ekstrak segar bawang tidak mempengaruhi nilai °Hue dan tidak menyebabkan perubahan warna. Mie mentah dengan ekstrak segar dan mie mentah kontrol yang telah rusak, baik menurut batas SNI untuk total mikroba atau pengamatan subjektif, warnanya tetap dalam kisaran yellow red.

Sama seperti pada mie basah mentah, mie basah matang juga mengalami penurunan °Hue. Meski mengalami penurunan, sampel mie

basah matang dan kontrol masih termasuk kategori warna yellow red (54- 90°). Nilai °Hue mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 dan 2:1 relatif stabil selama waktu penyimpanan. Hal tersebut menunjukkan jumlah ekstrak bawang tidak berpengaruh terhadap warna mie basah matang. Nilai awal °Hue mie matang dengan ekstrak segar lebih rendah daripada mie matang kontrol. Penambahan ekstrak segar bawang putih mempengaruhi warna mie basah matang pada awal penyimpanan. Semakin lama penyimpanan, nilai °Hue kontrol juga mengalami penurunan yang relatif sama dengan mie matang dengan ekstrak segar. Perubahan nilai °Hue mie matang dapat dilihat pada Gambar 16. 64.00 69.00 74.00 79.00 84.00 0 12 24 36 48 60 jam Hu e

mie matang dengan ekstrak segar 1:1, 100% mie matang dengan ekstrak segar 2:1, 100% kontrol = mie tanpa penambahan ekstrak segar

Gambar 16. Perubahan nilai °Hue pada perubahan warna mie basah matang selama penyimpanan

Pada saat mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 mengalami kerusakan menurut pengamatan subjektif, yaitu setelah 12 jam, nilai °Hue cenderung mengalami penurunan. Mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1 dikatakan rusak secara subjektif setelah 24 jam dengan nilai °Hue yang juga menurun. Penurunan °Hue dari mie matang dengan ekstrak segar tersebut tidak terlalu drastis sehingga mengubah tingkatan warna dari mie matang. Mie matang kontrol dinyatakan rusak menurut pengamatan subjektif setelah 44 jam. Setelah

44 jam, nilai °Hue mie matang kontrol mengalami penurunan yang cukup signifikan.

Berdasarkan kualitas mikrobiologi, mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 dinyatakan tidak memenuhi syarat setelah 12 jam, mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1 setelah 24 jam,

Dokumen terkait