• Tidak ada hasil yang ditemukan

5 PENGEMBANGAN INDEKS KOMPOSIT PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

7 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Simpulan umum dari penelitian ini adalah pembangunan Indonesia menunjukkan kemajuan yang tinggi di bidang ekonomi, kemajuan yang rendah di bidang sosial dan kelembagaan dan penurunan pada bidang lingkungan. Oleh sebab itu, kenaikan indeks pembangunan berkelanjutan Indonesia hanya mengindikasikan pembangunan yang lebih berkelanjutan dalam jangka pendek, namun tidak dalam jangka panjang. Pembangunan juga memunculkan permasalahan berupa penurunan modal sosial. Daerah yang pembangunannya lebih maju cenderung memiliki modal sosial yang lebih rendah.

Secara lebih rinci, simpulan yang terkait dengan masing-masing tujuan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Indeks pembangunan berkelanjutan disusun dari dimensi ekonomi, sosial, lingkungan dan kelembagaan. Beberapa catatan dari indeks pembangunan berkelanjutan adalah:

a) Indeks pembangunan berkelanjutan (IPB) disusun oleh sembilan indikator. Indikator pada dimensi ekonomi adalah Produk Domestik Regional Bruto per kapita (PDRBC). Indikator dimensi sosial terdiri dari angka harapan hidup (E0), persentase penduduk yang berobat ke rumah sakit dan dokter (BROBAT), rasio ketergantungan (DEPR) dan total fertility rate (TFR). Dimensi lingkungan diwakili oleh indikator persentase desa yang tidak mengalami pencemaran udara (UDARA) dan indeks kualitas lingkungan hidup (IKLH). Indikator rasio upah pekerja perempuan dan laki-laki (RUPAH) serta rasio angka partisipasi sekolah perempuan dan laki-laki (RAPS) merupakan dua indikator yang mewakili dimensi kelembagaan. b) Adanya indikasi pembangunan di Indonesia masih belum mengarah pada

pembangunan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dan sosial sering tidak sejalan dengan pembangunan lingkungan dan kelembagaan. Indikasi ini ditunjukkan dengan munculnya loading factor yang bernilai negatif untuk dimensi lingkungan dan kelembagaan. Lemahnya perhatian pemerintah pada kedua dimensi ini mengakibatkan terjadinya penurunan capaian pembangunan lingkungan dan kelembagaan di beberapa provinsi. 2. Evaluasi pembangunan Indonesia memberikan beberapa kesimpulan, yaitu:

a) Pembangunan ekonomi menunjukkan terjadinya peningkatan, namun belum merata di seluruh provinsi.

b) Pembangunan sosial menunjukkan pola yang sama dengan pembangunan ekonomi, terjadi peningkatan namun dalam beberapa hal cenderung tidak merata antar provinsi.

c) Pembangunan lingkungan menunjukkan tren negatif untuk kualitas lingkungan, namun tren positif untuk akses dan pengetahuan terhadap lingkungan yang baik.

d) Pembangunan kelembagaan menunjukkan peningkatan ketimpangan pendapatan dan peningkatan kesetaraan gender.

108

e) Indeks pembangunan berkelanjutan Indonesia menunjukkan tren positif. Namun karena kenaikan ini tidak terjadi pada seluruh dimensi pembangunan, maka peningkatan indeks pembangunan berkelanjutan hanya mengindikasikan pembangunan yang lebih berkelanjutan dalam jangka pendek saja, tidak dalam jangka panjang.

3. Analisis hubungan antara pembangunan berkelanjutan dengan modal sosial menunjukkan beberapa temuan, yaitu:

a) Indeks tertinggi terjadi di Sulawesi Utara dan terendah di DKI Jakarta. Sedangkan komponen modal sosial yang paling rendah capaiannya adalah jejaring. Indeks modal sosial juga berbeda antara wilayah perkotaan dan perdesaan. Indeks modal sosial perdesaan secara umum lebih tinggi dari perkotaan. Dapat disimpulkan bahwa daerah yang pembangunannya lebih maju cenderung memiliki modal sosial yang lebih rendah

b) Modal sosial berhubungan negatif terhadap indeks pembangunan ekonomi, indeks pembangunan lingkungan dan indeks pembangunan berkelanjutan, namun berhubungan positif terhadap pembangunan sosial dan kelembagaan.

c) Pengaruh negatif diduga disebabkan oleh: (1) Indikator modal sosial belum mampu menangkap modal sosial secara utuh. Indikator modal sosial yang dipergunakan dalam penelitian ini mengukur hubungan antar individu dalam lingkup desa/kelurahan, sehingga belum mampu menangkap modal sosial yang berperan dalam pembangunan ekonomi dan lingkungan. (2) Degradasi modal sosial akibat tidak digunakannya modal sosial dalam pembangunan, atau bahkan akibat pengaruh negatif dari pembangunan. Semakin menurunnya modal sosial mengakibatkan gagalnya modal sosial menekan perilaku oportunis, seperti korupsi dan penyalahgunaan wewenang. (3) Walaupun tidak dapat di generalisasi, ditemukannyaindikasi karakteristik bonding social capital yang berdampak negatif terhadap pembangunan.

d) Walau tidak signifikan, modal sosial berpengaruh positif terhadap pembangunan berkelanjutan.

Saran

1. Beberapa bagian dalam penelitian ini menunjukkan lemahnya perhatian terhadap pembangunan lingkungan. Capaian pembangunan lingkungan mengalami penurunan secara nasional. Pemerintah harus lebih serius dalam mendorong pembangunan pada dimensi lingkungan. Pencegahan kerusakan lingkungan, pemulihan lingkungan yang rusak serta penyediaan data lingkungan yang berkualitas merupakan bentuk kebijakan yang dapat dilakukan pada dimensi lingkungan. Identifikasi terhadap kearifan lokal yang berdampak positif pada pembangunan lingkungan harus terus dilakukan. Setelah teridentifikasi, maka upaya yang dapat dilakukan adalah mempertahankan kearifan lokal tersebut, misalnya dengan memasukkan kearifan lokal tersebut menjadi aturan formal di komunitas yang bersangkutan. Aturan formal ini bukan berarti harus dimasukkan sebagai aturan pemerintah,

109 karena hal ini terkadang justru kontra produktif. Aturan formal yang dimaksud lebih mengarah kepada kesepakatan yang dibuat secara bersama oleh anggota komunitas. Pembuatan aturan formal ini dapat didukung oleh fakta-fakta ilmiah yang mengangkat nilai-nilai positif dari kearifan lokal tersebut.

2. Pembangunan kelembagaan juga menunjukkan terjadinya penurunan pada beberapa provinsi. Dimensi kelembagaan, yang berkaitan dengan keadilan dan kesetaraan, berhubungan cukup erat dengan modal sosial. Penggunaan dan penguatan modal sosial tentunya akan semakin mempercepat capaian pembangunan kelembagaan. Sama halnya dengan kearifan lokal untuk pembangunan lingkungan, salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mempertahankan dan mengembangkan modal sosial adalah dengan menjadikan norma-norma positif yang telah ada menjadi aturan formal.Upaya seperti ini telah dilakukan di Kenagarian VII Koto Talago, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat.

3. Penguatan modal sosial dapat dilakukan seiring dengan penguatan modal manusia melalui pendidikan dan penyebaran pengetahuan. Norma berupa kearifan lokal yang selama ini telah ada di masyarakat sering bersifat abstrak dan sulit untuk diterima oleh pola pikir masyarakat di zaman sekarang. Dengan adanya pengetahuan, norma ini akan didukung oleh pemikiran ilmiah yang lebih mudah dicerna. Selain sebagai ajang untuk transfer ilmu, dunia pendidikan merupakan sarana untuk berinteraksi dan mengembangkan norma- norma positif, seperti profesionalisme, kejujuran, dan integritas. Sebagai sarana berinteraksi, dunia pendidikan akan mengembangkan bridging social capital sebagai pelengkap bonding social capital yang telah ada selama ini. 4. Indeks modal sosial yang dipergunakan belum mampu menangkap modal

sosial yang hubungan dengan pembangunan ekonomi dan lingkungan. Perlu dilakukan identifikasi yang lebih dalam tentang variabel modal sosial yang berhubungan langsung dengan dimensi ekonomi dan lingkungan. Dalam bidang ekonomi perlu dirancang indikator modal sosial yang memasukkan unsur biaya transaksi. Dalam dimensi lingkungan, dibutuhkan indikator modal sosial yang mengusung norma dan kearifan lokal, agar mampu mengukur efektivitas modal sosial dalam pembangunan lingkungan.

5. Walaupun indeks modal sosial yang dihasilkan belum mampu menangkap modal sosial pada dimensi ekonomi dan lingkungan, namun penelitian ini tetap menyarankan pengembangan modal sosial dalam bidang ekonomi dan lingkungan. Dalam bidang ekonomi penggunaan modal sosial sangat terkait dengan fungsinya dalam menurunkan biaya transaksi. Beberapa bentuk lembaga tradisional dengan modal sosial yang kuat, seperti organisasi petani tradisional, dapat dikembangkan menjadi lembaga ekonomi formal seperti koperasi. Prinsip dasar koperasi sangat bersesuaian dengan modal sosial, sehingga koperasi yang dibangun dengan modal sosial yang kuat diharapkan akan mampu berkembang. Begitu pula dengan modal sosial dalam dimensi lingkungan. Perlu upaya untuk mempertahankan kearifan lokal yang

110

berdampak positif pada lingkungan, misalnya dengan mengangkat kearifan lokal tersebut menjadi aturan formal.

6. Saran untuk penelitian lanjutan:

a) Indeks pembangunan berkelanjutan yang dihasilkan menggunakan bobot yang seragam untuk seluruh daerah. Pembobotan seragam ini memiliki kelebihan dalam keterbandingan. Namun untuk mengukur kinerja pembangunan, perlu pula dipikirkan untuk menggunakan bobot yang berbeda antar wilayah. Dengan adanya pembedaan pembobotan, misalnya antar dimensi pembangunan, dapat ditentukan fokus pembangunan pada masing-masing wilayah. Daerah yang telah maju dari sisi ekonomi tapi lingkungannya rusak, dapat diberikan bobot yang lebih rendah untuk ekonomi tapi bobot yang tinggi untuk lingkungan. Pembobotan dengan penapisan ini dapat menjadi salah satu saran untuk penelitian selanjutnya. b) Pengukuran pembangunan berkelanjutan dalam penelitian ini

menggunakan konsep keseimbangan pembangunan antar dimensi ekonomi, sosial, lingkungan dan kelembagaan. Untuk penelitian lanjutan, selain memperhatikan keseimbangan antar dimensi pembangunan, dapat pula ditambahkan keseimbangan dalam modal yang dipergunakan dalam pembangunan, seperti natural capital, man-made capital, human capital

dan modal sosial.

c) Modal sosial dalam penelitian ini hanya menggunakan satu tahun data, sehingga tidak bisa menggunakan variabel yang bersifat lag. Penggunaan series data yang lebih panjang akan dapat memberikan informasi yang lebih lengkap, karena akan mampu menangkap pengaruh jangka pendek dan jangka panjang.

111