• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori

2.1.2 Single parent

2.1.2.1 Pengertian Single Parent

Salah satu fenomena sosial yang ada disekitar kehidupan masyarakat adalah keadaan keluarga dengan salah satu orang tua saja, bisa ayah bisa juga ibu, keadaan keluarga seperti ini disebut dengan single parent. Pengertian single parent secara umum adalah orang tua tunggal. Single parent memiliki kewajiban yang sangat besar dalam mengatur keluarganya. Single parent mengasuh dan membesarkan anak-anak mereka sendiri tanpa bantuan pasangan, baik itu pihak suami maupun pihak istri. Scheiver (dalam Rahayu 2017) mendefinisikan single parent adalah seorang ayah atau seorang ibu yang memikul tugasnya sendiri sebagai kepala keluarga sekaligus mengurus urusan rumah tangga serta merawat anak-anak.

2.1.2.2 Penyebab Single Parent

Single parent dapat terjadi karena perceraian, kematian salah satu pasangan yaitu ayah atau ibu, dan juga karena kehamilan di luar nikah, dan adopsi

13 (Soemanto dan Haryono dalam Rahayu 2017). Selain itu Goode, William. J (dalam Layliyah 2013), menyebutkan keluarga single parent atau keluarga dengan orang tua tunggal, adalah “keluarga yang mengalami kekacauan keluarga yakni pecahnya suatu unit keluarga, terputus atau retaknya struktur peran sosial apabila salah satu atau beberapa anggota gagal menjalankan kewajiban peran secukupnya”. Terjadinya kekacauan dalam keluarga disebabkan sebagai berikut:

a. Ketidaksahan

Ketidakasahan merupakan unit keluarga tidak lengkap, hal ini diakibatkan karena ayah atau ibu tidak ada, seperti terjadinya kehamilan diluar nikah atau fenomena bagi seorang wanita atau laki-laki yang tidak mau menikah kemudian mengadopsi anak. Oleh karena itu tidak menjalankan kewajiban sesuai dengan peranannya.

b. Pembatalan, perpisahan, perceraian dan meninggalkan

Terputusnya keluarga akibat salah satu atau pasangan baik dari ayah atau ibu memutuskan untuk berpisah atau bercerai dengan alasan tidak ada lagi kecocokan, kekerasan dalam rumah tangga, adanya konfik atau pertengkaran yang berkepanjangan. Sehingga untuk selanjutnya salah satu pasangan tidak melaksanakan kewajiban perannya lagi.

c. Keluarga selaput kosong

Dalam hal ini keluarga tetap tinggal bersama tetapi tidak saling menyapa, tidak rukun, dan tidak saling bekerjasama, serta tidak ada rasa kasih sayang, sehingga keluarga dianggap gagal dalam memberikan dukungan emosional antar anggota keluarga.

14 d. Ketiadaan seorang dari pasangan karena hal yang tidak diinginkan

Keadaan keluarga yang terpecah atau tidak utuh disebabkan karena ayah atau ibu meninggal, dipenjara, dalam peperangan, dalam bencana dll, hal ini akan menimbulkan kehilangan dan kesedihan yang mendalam bagi anggota keluarga.

2.1.2.3 Perempuan Single Parent

Perempuan single parent atau biasa disebut single mother adalah sosok Ibu dalam rumah tangga yang menjadi orangtua tunggal dengan keadaan tanpa sosok Ayah didalam suatu keluarga yang biasanya terjadi melalui proses perceraian, kematian dan ditinggalkan (menyalahi hukum pernikahan). Tidak mudah bagi perempuan sebagai orang tua tunggal dalam menjalani kehidupannya setelah kehilangan salah satu anggota keluarga yaitu suami, karena segala sesuatu menjadi tanggungjawab sendiri. Perubahan peran sebagai perempuan single parent menuntut adanya tanggungjawab sebagai pencari nafkah utama dan sekaligus waktu untuk memperhatikan kebutuhan anak secara psikologis. Dalam status itu, peran yang seharusnya dijalankan seorang suami harus d ijalankan perempuan sendiri sebagai single parent. Perempuan sebagai single parent membutuhkan perjuangan yang cukup berat untuk membesarkan anak termasuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga dan salah satu hal yang memberatkan diri adalah anggapan-anggapan dari lingkungan yang sering memojokkan para single mother, hal tersebut bisa jadi akan mempengaruhi kehidupan keluarga single mother terutama berpengaruh terhadap perkembangan anak. (Wirawan dalam Rahayu 2017)

15 2.1.3 Keluarga

2.1.3.1 Pengertian Keluarga

Keluarga berasal dari bahasa Sansekerta yaitu lingkungan di mana terdapat beberapa orang yang masih memiliki hubungan darah. Keluarga merupakan susunan rumah tangga sendiri, berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain yang menimbulkan peranan- peranan sosial bagi suami isteri, ayah ibu, putra dan putri, saudara laki – laki dan perempuan (Khairuddin,1997:7). Dalam pengertian sosiologis, secara umum keluarga dapat didefinisikan sebagai suatu kelompok dari orang-orang yang disatukan oleh ikatan-ikatan perkawinan, darah, atau adopsi, merupakan susunan rumah tangga sendiri, berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain yang menimbulkan peranan-peranan sosial bagi suami istri, ayah dan ibu, putra dan putrinya, saudara laki-laki dan perempuan serta merupakan pemeliharaan kebudayaan bersama (Tatambihe, 2017). Menurut Duvall dan Logan (dalam Tatambihe 2017) menyatakan keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, serta sosial dari tiap anggota keluarga.

Keluarga merupakan bagian dari masyarakat yang lahir dan berada di dalamnya, secara berangsur-angsur akan melepaskan ciri-ciri tersebut karena tumbuhnya mereka ke arah pendewasaan. Ciri-ciri umum keluarga antara lain seperti dikemukakan oleh Mac Iver dan Page adalah: pertama keluarga merupakan hubungan perkawinan, kedua berbentuk perkawinan atau susunan kelembagaan yang berkenaan dengan hubungan perkawinan yang sengaja dibentuk dan dipelihara, ketiga suatu sistem tata-nama, termasuk bentuk perhitungan garis

16 keturunan, keempat ketentuan-ketentuan ekonomi yang dibentuk oleh anggota-anggota kelompok yang mempunyai ketentuan khusus terhadap kebutuhan ekonomi yang berkaitan dengan kemampuan untuk mempunyai keturunan dan membesarkan anak, kelima merupakan tempat tinggal bersama, rumah atau rumah tangga yang walau bagaimanapun, tidak mungkin menjadi terpisah terhadap kelompok keluarga (Rustina, 2014). Peneliti menyimpulkan bahwa keluarga merupakan satu kesatuan sosial yang terkecil di dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri dan anak yang sah melalui agama serta melalui ikatan pernikahan.

2.1.3.2 Fungsi Keluarga

Keluarga merupakan suatu kelompok primer yang sangat erat dan dibentuk berdasarkan kebutuhan, akan kasih sayang antara suami dan istri (Khairuddin,1997:106). Menurut Khairuddin dalam suatu unit terkecil seperti keluarga tentu juga akan memiliki fungsinya sendiri, berikut merupakan fungsi keluarga diantaranya:

1. Fungsi edukasi adalah fungsi yang terkait dengan pendidikan di dalam keluarga pada umumnya. Fungsi pendidikan ini amat fundamental untuk menanamkan nilai-nilai dan sistem perilaku dalam keluarga.

2. Fungsi sosialisasi adalah fungsi yang terkait untuk mempersiapkan anggota keluarga menjadi anggota di masyarakat. Supaya anggota keluarga memiliki prinsip sosialitas, disamping prinsip individualitas.

3. Fungsi proteksi adalah fungsi yang terkait untuk melindungi anggota keluarga bukan saja secara fisik, melainkan pula secara psikis.

4. Fungsi afeksi merupakan fungsi yang terkait dengan hubungan sosial yang penuh kemesraan dan kasih sayang.

17 5. Fungsi religius merupakan fungsi di dalam keluarga untuk mengarahkan anggota keluarga ke arah pemerolehan keyakinan keberagamannya yang benar.

6. Fungsi ekonomis fungsi ini berkaitan dengan pemenuhan selayaknya kebutuhan yang bersifat materi. Secara normatif anggota keluarga harus dipersiapkan agar kelak memikul tanggung jawab ekonomi keluarga.

7. Fungsi rekreasi memberikan wahana dan situasi yang memungkinkan terjadinya skehangatan, keakraban, kebersamaan, dan kebahagiaan bersama seluruh anggota keluarga.

8. Fungsi biologis faktor ini meliputi perlindungan kesehatan, termasuk juga memperhatikan pertumbuhan biologis anggota keluarga.

2.1.4 Kesejahteraan

2.1.4.1 Pengertian Kesejahteraan Sosial

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan kesejahteraan sosial merupakan suatu kegiatan-kegiatan yang terorganisasi dengan tujuan membantu penyesuaian timbal balik antara individu-individu dengan lingkungan sosial mereka. Menurut Walter A. Friedlander kesejahteraan sosial adalah sistem yang terorganisasi dari pelayanan-pelayanan sosial dan institusi-institusi yang dirancang untuk membantu individu-individu dan kelompok-kelompok guna mencapai standar hidup dan kesehatan yang memadai dan relasi-relasi personal dan sosial sehingga memungkinkan mereka dapat mengembangkan kemampuan dan kesejahteraan sepenuhnya selaras dengan kebutuhan-kebutuhan keluarga dan masyarakat.( Fahrudin, 2012)

18 Sesuai dengan Undang-Undang No.11 Tahun 2009 tentang kesejahteraan masyarakat disebutkan bahwa kebutuhan yang dimaksud dalam kesejahteraan masyarakat adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga Negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.

2.1.4.2 Indikator Kesejahteraan

Dalam menilai kesejahteraan suatu masyarakat, maka dibutuhkan perlu adanya standar sebagai pedoman, agar terdapat kejelasan dan batasan dalam mengukur kesejahteraan dalam masyarakat, yaitu indikator kesejahteraan masyarakat.

Midgley menetapkan indikator kesejahteraan masyarakat yaitu gizi, kesehatan, pendidikan, tempat tinggal dan pendapatan.

1. Gizi

Zat gizi adalah bahan-bahan kimia yang diperlukan tubuh untuk hidup, tumbuh, bergerak dan menjaga kesehatannya. Sumber bahan-bahan kimia itu berasal dari makanan yang memberikan manfaat bagi kesehatan manusia. Masing-masing bahan makanan yang dikonsumsi memiliki kandungan gizi yang berbeda. Pemenuhan gizi tentu berpengaruh pada kualitas kesejahteraan individu. Semakin terpenuhi gizi dengan baik, maka akan semakin meningkat kemungkinan tercapainya kesejahteraan.

2. Kesehatan

Pengertian Kesehatan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 1948 adalah sebagai suatu keadaan fisik, mental, dan sosial kesejahteraan dan bukan hanya ketiadaan penyakit atau kelemahan. Kemudahan akan akses

19 pelayanan seperti jaminan kesehatan juga menjadi indikator kesejahteraan, sehingga saat individu sakit, ia dapat merasa tenang karena adanya akses kesehatan. Dalam UU Republik Indonesia No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dinyatakan bahwa:

1. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

2. Sumber daya dibidang kesehatan adalah segala bentuk dana, tenaga, perbekalan kesehatan, sediaan farmasi dan alat kesehatan serta fasilitas pelayanan kesehatan dan teknologi yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat.

3. Perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan.

4. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika.

5. Alat kesehatan adalah instrument, apparatus, mesin dan/atau implant yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.

3. Pendidikan

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mempengaruhi meningkatkan ilmu pengetahuan dan terciptanya akhlak yang bagus untuk ke depannya, pendidikan juga berguna untuk diri sendiri, masyarakat, dan orang-orang

20 sekitar. Pendidikan sangat berpengaruh positif juga terhadap promosi pertumbuhan ekonomi karena akan lahir tenaga-tenaga kerja yang ulet, terampil dan terdidik sehingga sehingga bermanfaat untuk pembangunan ekonomi karena mempunyai SDM yang tidak perlu diragukan. Tingkat pendidikan dalam UU No. 20 Tahun 2003 digolongkan kedalam tiga bagian yaitu rendah, menengah, dan tinggi:

1. Pendidikan rendah merupakan pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah. Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasa Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederaja yang melandasi pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) atau bentuk lain yang sederajat.

2. Pendidikan menengah merupakan pendidikan lanjutan dari pendidikan dasar, pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) atau bentuk lain yang sederajat.

3. Pendidikan tinggi merupakan tahapan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, doctor yang diselengarakan oleh perguruan tinggi berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institute atau universitas.

4. Tempat Tinggal

Kondisi perumahan yang diharapkan untuk menunjang kesejahteraan masyarakat adalah tersedianya air minum yang bersih dan sehat, tersedianya sarana penerangan yang memadai, tersedianya MCK yang juga

21 bersih dan sehat. Menurut Kaare Svalastoga ada tiga kriteria tempat tinggal, yaitu: yang pertama adalah status rumah yang ditempati misalnya rumah hak milik, rumah dinas, menyewa, atau menumpang, yang kedua adalah kondisi fisik bangunan, misalnya dinding permanen, kayu, atau bambu, dan yang ketiga adalah besarnya rumah yang dihuni menunjukkan semakin tingginya kualitas tempat tinggal.

5. Pendapatan

Menurut BPS pendapatan berupa gaji atau upah yang diterima karena telah memberikan jasa. Pendapatan juga dapat berupa barang. Pendapatan uang adalah berupa gaji dan upah hasil kerja maupun usaha sendiri, hasil investas, maupun hasil keuntungan sosial . Sedangkan pendapatan barang berupa bagian dari pembayaran upah dalam bentuk beras tranportasi, atau perumahan.

2.1.4.3 Fungsi Kesejahteraan Sosial

Friedlander & Apte (dalam Fahrudin 2012) menyatakan fungsi-fungsi kesejahteraan sosial bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi tekanan-tekanan yang diakibatkan terjadinya perubahan-perubahan sosial ekonomi, menghindarkan terjadinya konsekuensi-konsekuensi sosial yang negatif akibat pembangunan secara menciptakan kondisi-kondisi yang mampu mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Fungsi-fungsi kesejahteraan sosial tersebut antara lain:

1. Fungsi pencegahan (Preventive)

Kesejahteraan sosial ditujukan untuk memperkuat individu, keluarga, dan masyarakat supaya terhindar dari masalah-masalah sosial baru. Upaya

22 pencegahan ditekankan pada kegiatan-kegiatan untuk membantu menciptakan pola-pola baru dalam hubungan sosial serta lembaga-lemba ga sosial baru.

2. Fungsi penyembuhan (Curative)

Kesejahteraan sosial ditunjukan untuk menghilangkan kondisi-kondisi ketidakmampuan fisik, emosional, dan sosial agar orang yang mengalami masalah tersebut dapat berfungsi kembali secara wajar dalam masyarakat.

3. Fungsi pengembangan (Development)

Kesejahteraan sosial berfungsi untuk memberikan sumbangan langsung maupun tidak langsung dalam proses pembangunan atau pengembangan tatanan dan sumber-sumber daya sosial dalam masyarakat.

4. Fungsi penunjang (Suportif)

Fungsi ini mencakup kegiatan-kegiatan untuk membantu mencapai tujuan sektor atau bidang pelayanan kesejahteraan sosial yang lain.

2.1.4.4 Tujuan Kesejahteraan Sosial

Dalam Undang-Undang No 11 Tahun 2009 pasal 3 disebutkan bahwa tujuan penyelenggara kesejahateraan sosial adalah sebagai berikut:

a. meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas, dan kelangsungan hidup;

b. memulihkan fungsi sosial dalam rangka mencapai kemandirian;

c. meningkatkan ketahanan sosial masyarakat dalam mencegah dan menangani masalah kesejahteraan sosial;

d. meningkatkan kemampuan, kepedulian dan tanggungjawab sosial dunia usaha dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan;

23 e. meningkatkan kemampuan dan kepedulian masyarakat dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan; dan

f. meningkatkan kualitas manajemen penyelenggaraan kesejahteraan sosial.

2.1.5 Keluarga Sejahtera

Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menggunakan kriteria tahapan kesejahteraan keluarga untuk mengukur kesejahteraan. Lima pengelompokkan tahapan keluarga sejahtera menurut BKKBN adalah sebagai berikut:

a. Keluarga pra sejahtera, adalah keluarga yang belum dapat memenuhi salah satu atau lebih dari 6 indikator kebutuhan pokok (basic needs) sebagai keluarga sejahtera tahap I, seperti kebutuhan akan pengajaran agama, sandang, pangan, papan, dan kesehatan;

b. Keluarga sejahtera tahap I, adalah keluarga yang sudah dapat memenuhi 6 indikatorkebutuhan yang sangat mendasar, tetapi belum dapat memenuhi salah satu dari 8 indikator kebutuhan psikologis. Indikator yang digunakan, yaitu :

1. Pada umumnya seluruh anggota keluarga makan 2 kali sehari atau lebih

2. Seluruh anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk di rumah, bekerja/sekolah dan bepergian

3. Bagian yang terluas dari lantai rumah bukan dari tanah

4. Bila anak sakit atau pasangan usia subur ingin ber-KB dibawa ke sarana/petugas kesehatan;

24 c. Keluarga sejahtera tahap II, yaitu keluarga-keluarga yang disamping telah dapat memenuhi kriteria keluarga sejahtera I, harus pula memenuhi syarat sosial psikologis 6 sampai 14 yaitu :

5. Anggota keluarga melaksanakan ibadah secara teratur

6. Paling kurang, sekali seminggu keluarga menyediakan daging/ikan/telur sebagai lauk pauk

7. Seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian baru per tahun

8. Luas lantai rumah paling kurang delapan meter persegi tiap penghuni rumah

9. Seluruh anggota keluarga dalam 3 bulan terakhir dalam keadaan sehat 10. Paling kurang 1 (satu) orang anggota keluarga yang berumur 15 tahun

keatas mempunyai penghasilan tetap

11. Seluruh anggota keluarga yang berumur 10-60 tahun bisa membaca tulisan latin

12. Seluruh anak berusia 5-15 tahun bersekolah pada saat ini

13. Bila anak hidup 2 atau lebih, keluarga yang masih pasangan usia subur memakai kontrasepsi (kecuali sedang hamil);

d. Keluarga sejahtera tahap III, yaitu keluarga yang memenuhi syarat 1 sampai 14 dan dapat pula memenuhi syarat 15 sampai 21, syarat pengembangan keluarga yaitu :

14. Mempunyai upaya untuk meningkatkan pengetahuan agama

15. Sebagian dari penghasilan keluarga dapat disisihkan untuk tabungan keluarga

25 16. Biasanya makan bersama paling kurang sekali sehari dan kesempatan

itu dimanfaatkan untuk berkomunikasi antar anggota keluarga

17. Ikut serta dalam kegiatan masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya 18. Mengadakan rekreasi bersama diluar rumah paling kurang 1 kali/6

bulan

19. Dapat memperoleh berita dari surat kabar/TV/majalah

e. Keluarga sejahtera tahap III plus, yaitu keluarga yang dapat memenuhi kriteria 1 sampai 21 dan dapat pula memenuhi kriteria 22 dan 23 kriteria pengembangan keluarganya yaitu:

20. Secara teratur atau pada waktu tertentu dengan sukarela memberikan sumbangan bagi kegiatan sosial masyarakat dalam bentuk materi 21. Kepala Keluarga atau anggota keluarga aktif sebagai pengurus

perkumpulan/yayasan/institusi masyarakat

Ukuran kesejahteraan ekonomi menggunakan ukuran pendapatan yang kemudian digunakan dalam menentukan garis kemiskinan sebagai indikator kesejahteraan keluarga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan ukuran pendapatan dan garis kemiskinan, kesejahteraan ekonomi dengan kepala keluarga wanita dengan tanggungan anak adalah paling rendah jika dibandingkan dengan tanpa anak.

Dokumen terkait