PETA SEBARAN INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN JUMLAH UPI : 505
STRUKTUR AHP
2.5 Sistem Jaminan Mutu Produk Perikanan .1 Penanganan yang Baik
Untuk memperoleh ikan dengan mutu yang sesuai dengan ketentuan industri pengolahan ikan, maka penanganan ikan yang baik (Good Handling Practices atau GHP) sepanjang aktivitas rantai pasokan ikan untuk industri pengolahan perlu dilakukan dengan optimal. Penanganan ikan yang baik dapat mengurangi potensi kerusakan dan kehilangan mutu ikan sepanjang rantai pasokan. Menurut Menai (2007), penanganan ikan segar yang baik meliputi penanganan ikan segar di atas kapal, dan penanganan ikan di pangkalan pendaratan ikan, atau tempat pelelangan ikan. Penanganan ikan segar harus berpedoman kepada prinsip-prinsip penanganan ikan segar yang baik dan benar, yaitu ikan harus selalu berada dalam rantai dingin (0-50C), pekerja bekerja dengan cermat, cepat, tepat waktu dan higienis (Mangunsong, 2008).
14
2.5.2 Cara Berproduksi yang Baik
Cara berproduksi yang baik (Good Manufacturing Practices atau GMP) terdiri dari berbagai macam persyaratan yang secara umum, meliputi persyaratan mutu dan keamanan bahan baku/bahan pembantu, persyaratan penanganan bahan baku/bahan pembantu, persyaratan pengolahan, persyaratan pengemasan produk, persyaratan penyimpanan produk dan persyaratan distribusi produk. Persyaratan-persyaratan tersebut dapat dijabarkan lebih spesifik lagi sesuai dengan jenis produk yang diolah.
2.5.3 Prosedur Standar Penerapan Sanitasi
Prosedur standar penerapan sanitasi (Sanitation Standar Operating Procedure atau SSOP) merupakan langkah terdokumentasi yang secara spesifik mendeskripsikan prosedur sanitasi tertentu untuk menjamin terpenuhinya kebersihan di suatu tempat pengolahan pangan. Prosedur kebersihan tersebut harus cukup detil untuk menjamin bahwa pencemaran produk tidak akan terjadi. Dokumentasi dan peninjauan penerapan SSOP diperlukan dalam rencana HACCP secara periodik. SSOP secara umum harus meliputi :
a. Keamanan air.
b. Kondisi dan kebersihan permukaan yang kontak dengan pangan. c. Pencegahan kontaminasi silang.
d. Menjaga tempat cuci tangan, sanitasi, dan fasilitas toilet.
e. Proteksi pangan dan bahan baku dari pencemaran dan kerusakan. f. Pelabelan yang sesuai.
g. Pengendalian kondisi kesehatan pekerja. h. Proteksi dari gangguan hewan.
Kebersihan dan terjaganya kondisi sanitasi merupakan hal yang vital dalam penyediaan pangan utuh dan aman bagi konsumen. Oleh karena itu, kebersihan dan sanitasi pada bangunan, peralatan, perlengkapan dan permukaan yang berhubungan langsung dengan pangan sangat penting
untuk dijaga, agar dapat tercegah dari kontaminasi bahaya pangan. Permukaan alat yang mengalami kontak langsung dengan pangan, harus dibersihkan secara teratur untuk mencegah perkembangbiakan mikroorganisme dan pembentukan biofilm. Komponen zat pembersih, maupun alat kebersihan dan sanitasi harus disimpan jauh dari pangan (pada tempat terpisah). Suatu sistem sanitasi yang efektif akan memerlukan beragam prosedur pembersihan yang meliputi pengukuran efektif untuk pengendalian penyakit dan pasokan air yang memadai. Kondisi drainase yang baik juga diperlukan untuk membuang air limbah
penanganan pangan. Pengendalian sanitasi tambahan meliputi perawatan sanitasi fasilitas toilet, penyediaan tempat cuci tangan dan penyediaan
tempat pembuangan limbah pada lokasi yang tepat (Tajkarimi, 2007) 2.5.4 Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis
Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (Hazard Analysis Critical Control Point, atau HACCP) adalah suatu sistem yang digunakan untuk mengidentifikasi bahaya dan menetapkan tindakan pengendaliannya yang memfokuskan pada pencegahan daripada mengandalkan sebagian besar pengujian mutu produk akhir. HACCP dapat diterapkan pada seluruh rantai pangan dari produk primer sampai pada konsumsi akhir dan penerapannya harus dipedomani dengan bukti secara ilmiah terhadap risiko kesehatan manusia. Penerapan sistem HACCP dilakukan berdasarkan 12 langkah terurut. Dari 12 langkah tersebut terdapat tujuh prinsip dasar HACCP. Penerapan sistem HACCP berdasarkan SNI 01-4852-1998 tentang Sistem Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (HACCP) serta Pedoman Penerapannya (BSN, 1998) adalah :
a. Pembentukan tim HACCP
Tim HACCP idealnya harus dibentuk karena pengetahuan dan keahlian spesifik produk tertentu harus tersedia untuk pengembangan rencana HACCP efektif. Secara optimal, hal tersebut dapat dicapai dengan
16
pembentukan sebuah tim dari berbagai disiplin ilmu. Apabila beberapa keahlian tidak tersedia, diperlukan konsultan dari pihak luar. Lingkup tersebut harus menggambarkan segmen-segmen mana dari rantai pangan tersebut yang terlibat dan penjenjangan secara umum bahaya-bahaya yang dimaksudkan (semua jenjang bahaya-bahaya, atau hanya jenjang tertentu).
b. Deskripsi produk
Deskripsi yang lengkap mengenai produk, atau kelompok produk diperlukan sebagai gambaran bagi tim HACCP dan sangat diperlukan dalam membantu menetapkan tujuan keamanan pangan dan analisis bahayanya.
c. Identifikasi rencana penggunaan
Rencana penggunaan harus didasarkan pada kegunaan-kegunaan yang diharapkan dari produk oleh pengguna produk, atau konsumen. Dalam hal-hal tertentu, kelompok-kelompok populasi konsumen yang rentan dalam menerima pangan dari institusi, maka perlu dipertimbangkan.
d. Penyusunan bagan alir
Diagram alir yang dibuat harus memuat segala tahapan dalam operasional produksi. Bila HACCP diterapkan pada suatu operasi tertentu, maka harus dipertimbangkan tahapan sebelum dan sesudah operasi tersebut.
e. Konfirmasi Bagan Alir di Lapangan
Deskripsi tugas harus ditulis untuk setiap langkah proses, termasuk hal detil operasi, misalnya, operator apa yang diperlukan, atau peralatan apa yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan. Konfirmasi bagan alir harus mencakup tanggungjawab keamanan pangan yang relevan dari operator.
f. Melaksanakan analisis bahaya (Prinsip 1)
Identifikasi bahaya akan menyoroti bahaya keamanan pangan yang diperkirakan berasosiasi dengan produk, atau proses. Identifikasi bahaya memerlukan suatu pemahaman terhadap bahan baku, proses, spesifikasi produk, peralatan pengolahan, lingkungan pengolahan dan kegiatan operator di dalam suatu proses.
g. Menentukan Titik Kendali Kritis (Prinsip 2)
Titik kendali kritis (TKK) dapat berupa poin, langkah, atau prosedur dimana kendali dapat diterapkan dan penting untuk mencegah, atau menghilangkan bahaya keamanan pangan atau mengurangi hingga batas tertentu, sesuai dengan :
1) Tujuan keamanan pangan untuk produk. 2) Level bahaya yang terjadi.
3) Frekuensi seringnya bahaya terjadi.
4) Transfer atau redistribusi timbulnya bahaya. 5) Kondisi efek bahaya pada pelanggan. h. Menetapkan batas kritis (Prinsip 3)
Batas kritis merupakan kriteria yang memisahkan pengamatan, atau pengukuran yang dapat dan tidak dapat diterima. Batas kritis harus jelas didefinisikan dan dapat diukur. Batas kritis harus spesifik untuk setiap TKK sebagaimana batas kritis mendefinisikan aktivitas dan operasi yang dapat diterima untuk mengendalikan bahaya.
i. Menetapkan sistem untuk memantau pengendalian TKK (Prinsip 4)
Prosedur pemantauan harus dapat menemukan kehilangan kendali pada TKK. Selanjutnya, pemantauan seyogianya memberi informasi yang tepat waktu untuk mengadakan penyesuaian dalam memastikan pengendalian proses untuk mencegah pelanggaran dari batas kritis.
18
Dimana mungkin, penyesuaian proses harus dilaksanakan pada saat hasil pemantauan menunjukkan kecenderungan kearah kehilangan kendali pada suatu TKK.
j. Menetapkan tindakan perbaikan untuk dilakukan jika hasil pemantauan menunjukkan bahwa suatu titik kendali kritis tertentu tidak dalam kendali (Prinsip 5).
Tindakan-tindakan perbaikan harus memastikan bahwa TKK telah berada dibawah kendali. Tindakan-tindakan harus mencakup disposisi tepat dan produk yang terpengaruh. Penyimpangan dan prosedur disposisi produk harus didokumentasikan dalam catatan HACCP.
k. Menetapkan prosedur verifikasi untuk memastikan bahwa sistem HACCP bekerja secara efektif (Prinsip 6)
Metoda audit dan verifikasi, prosedur dan pengujian, termasuk pengambilan contoh secara acak dan analisis, dapat dipergunakan untuk menentukan apakah sistem HACCP bekerja secara benar. Frekuensi verifikasi harus cukup untuk mengkonfirmasikan bahwa sistem HACCP bekerja secara efektif. Contoh kegiatan verifikasi mencakup peninjauan kembali sistem HACCP dan catatannya; meninjau kembali penyimpangan dan disposisi produk; mengkonfirmasi apakah TKK berada dalam kendali.
l. Menetapkan dokumentasi mengenai semua prosedur dan catatan yang sesuai dengan prinsip-prinsip sistem HACCP dan penerapannya (Prinsip 7) Pencatatan dan pembuktian yang efisien serta akurat adalah penting dalam penerapan sistem HACCP. Prosedur harus didokumentasikan. Dokumentasi dan pencatatan harus cukup memadai sesuai sifat dan besarnya operasi.
2.6 Analisis Kelayakan Usaha
Studi kelayakan usaha adalah suatu penelitian tentang layak tidaknya suatu usaha dilaksanakan, yaitu prakiraan bahwa proyek dapat, atau tidak dapat menghasilkan keuntungan yang layak (Umar, 2003). Dari sisi keuangan, proyek dikatakan sehat, apabila dapat memberikan keuntungan yang layak dan mampu memenuhi kewajiban finansialnya. Tujuan dari analisis aspek finansial adalah untuk membandingkan pengeluaran dengan pendapatan, seperti ketersediaan dana, kemampuan proyek untuk dapat membayar kembali dana tersebut dalam waktu yang telah ditentukan, dan menilai apakah proyek akan dapat berkembang terus (Umar, 2003). Hal-hal tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan perhitungan aliran kas (cash flow). Pada umumnya ada empat (4) metode yang biasa digunakan dalam penilaian aliran kas dari suatu investasi, yaitu metode payback period (PBP), net present value (NPV), internal rate of return (IRR) dan
profitability index (PI).
PBP adalah metode untuk mencoba mengukur seberapa cepat investasi dapat kembali. Karena itu, satuan hasilnya bukan persentase, tetapi satuan waktu. Kalau nilai PBP lebih pendek dari yang disyaratkan, maka proyek dikatakan menguntungkan, namun apabila lebih lama proyek ditolak (Rangkuti, 2008). NPV dapat diartikan sebagai nilai sekarang dari arus pendapatan yang ditimbulkan oleh investasi. IRR adalah nilai discount rate yang membuat NPV dari suatu proyek sama dengan nol. IRR adalah tingkat rataan keuntungan intern tahunan bagi perusahaan yang melakukan investasi dan dinyatakan dalam satuan persen (Gittinger, 1996). PI atau Benefit Cost Ratio (B/C Ratio) adalah perbandingan antara nilai sekarang dari penerimaan-penerimaan kas bersih di masa mendatang dengan nilai sekarang dari investasi (Umar, 2003).
Analisis rasio keuangan merupakan teknik untuk mengetahui secara cepat kinerja keuangan perusahaan. Tujuannya mengevaluasi situasi yang terjadi saat ini dan memprediksi kondisi keuangan masa mendatang (Rangkuti, 2008). Jenis rasio keuangan ini adalah : (1) rasio likuiditas (liquidity ratio), tujuan rasio ini adalah untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya; (2) rasio hutang (leverage ratio), tujuan rasio ini adalah untuk
20
mengukur sampai seberapa jauh perusahaan dibiayai oleh pihak luar; (3) rasio aktivitas (activity ratio), tujuan rasio ini adalah untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam mengelola sumber dana perusahaan dan (4) rasio keuntungan (profitability ratio), tujuan rasio ini adalah untuk mengukur efektivitas keseluruhan manajemen yang dapat dilihat dari keuntungan yang dihasilkan (Rangkuti, 2008).
2.7 Manajemen Strategik
Manajemen Strategik merupakan proses obyektif, rasional dan sistematik yang melibatkan fase perumusan dan implementasi rencana, strategi dan keputusan yang diperlukan untuk meraih tujuan yang efektif dan efisien dari suatu organisasi dan mempertahankan keunggulan yang dimilikinya saat ini dan ke depan, baik untuk bertahan maupun mempengaruhi sistem dalam arti makro, meso dan mikro (Hubeis dan Najib, 2008). David (2008), mendefinisikan manajemen strategi sebagai ilmu tentang perumusan, pelaksanaan, dan evaluasi keputusan-keputusan lintas fungsi yang memungkinkan organisasi untuk mencapai tujuannya. Sementara Hutabarat dan Huseini (2006), mengemukakan manajemen strategik adalah pengelolaan organisasi yang menyangkut desain, formasi, transformasi serta implementasi dari strategi yang berlaku untuk kurun waktu tertentu.
Sejalan dengan itu, Wheelen dan Hunger (2010) menjabarkan bahwa manajemen strategik merupakan serangkaian keputusan dan tindakan manajerial yang menentukan kinerja organisasi dalam jangka panjang. Manajemen strategik mencakup scanning lingkungan (eksternal dan internal), formulasi strategi baik bersifat jangka pendek atau panjang, evaluasi dan kontrol. Setiap organisasi harus menggunakan konsep dan teknik manajemen strategis dalam lingkungan industri yang dijalankannya dengan pendekatan proaktif dalam menghadapi berbagai peristiwa. Oleh karena itu, manajemen strategik dapat digunakan untuk mengidentifikasi kegiatan yang menjanjikan dan berfokus pada sumber daya (alam, manusia dan buatan). Kerangka dasar dan berpikir manajemen strategik (Gambar 2) terdiri dari 4 (empat) tahap yaitu :
Pengamatan Lingkungan
Formulasi Strategi Implementasi Strategi Evaluasi dan
Pengendalian Eksternal Lingkungan sosial Lingkungan Tugas Internal Struktur Budaya Sumberdaya Misi Tujuan Strategi Kebijakan Program Anggaran Prosedur Kinerja 1. Pengamatan Lingkungan
Pengamatan lingkungan merupakan proses awal dari manajemen strategi yang bertujuan menganalisa faktor-faktor internal dan eksternal yang berpengaruh terhadap lingkup organisasi.
Gambar 2. Model Manajemen Strategik (Wheelen dan Hunger, 2010) 2. Formulasi Strategi
Formulasi strategi terdiri dari perumusan misi, penetapan tujuan,, pengembangan strategi dan penetapan kebijakan. Unsur utama yang harus diperhatikan adalah bagaimana organisasi tersebut dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan kondisi lingkungan dengan cepat. Langkah selanjutnya adalah análisis lingkungan internal dan eksternal yang mempengaruhi strategi kebijakan yang akan dibuat. Langkah selanjutnya adalah melakukan análisis
22
SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, and Threat). Analisis tersebut akan menghasilkan strategi alternatif dan pemilihan strategi tertentu.
3. Implementasi Strategi
Implementasi strategi merupakan tahap dimana formulasi strategi dikembangkan secara logis ke dalam bentuk tindakan. Langkah terakhir, yaitu kegiatan evaluasi dan pengendalian yang dimaksudkan untuk menjamin bahwa semua kegiatan yang diselenggarakan oleh organisasi hendaknya didasarkan pada rencana yang telah disepakati sehingga tidak menyimpang dari batas-batas toleransi.
4. Evaluasi dan Pengendalian
Evaluasi dan pengendalian memiliki tiga tahap utama, yaitu (1) evaluasi faktor eksternal dan internal yang merupakan dasar bagi strategi saat ini, (2) mengukur performance, dan (3) mengoreksi kesalahan yang terjadi.
2.8 Konsep Keunggulan Daya Saing
Keunggulan daya saing dapat didefinisikan sebagai kepemilikan perusahaan terhadap berbagai aset dan kompetensi dengan karakteristik spesial (seperti kemampuan dalam menciptakan strategi berbiaya rendah, merek, ataupun strategi logistik) yang menjadikan perusahaan memiliki keunggulan melebihi pesaingnya. Menurut Indrajit dan Djokopranoto (2002), keunggulan kompetitif merupakan posisi yang menjamin superioritas perusahaan di atas para pesaingnya dalam pandangan konsumen. Sumber keunggulan kompetitif terletak pada kemampuan perusahaan untuk membedakan dirinya sendiri di mata konsumen dari para pesaingnya (keunggulan nilai) dan yang ke dua adalah kemampuan perusahaan melakukan cara kerja berbiaya rendah (keunggulan produktifitas). Keunggulan daya saing merupakan gabungan dari banyaknya kreativitas di perusahaan dalam mendisain, memproduksi, memasarkan, mengantarkan dan mendukung produknya. Perusahaan akan memiliki keunggulan daya saing jika mampu melakukan aktivitas tersebut lebih baik, atau lebih murah dari pesaingnya.
2.9 Pengambilan Keputusan Strategik dalam Pengembangan Usaha
Perencanaan strategik (Renstra) merupakan proses analisis, perumusan dan evaluasi strategis yang bertujuan agar perusahaan dapat melihat secara obyektif kondisi-kondisi eksternal dan internal untuk mampu mengantisipasi perubahan yang terjadi. Renstra penting untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan keinginan konsumen dengan dukungan optimal dari sumber daya yang ada agar dapat meningkatkan daya saing (Rangkuti, 2008). Menurut Umar (2003), lingkungan perusahaan dapat dibagi menjadi lingkungan internal dan lingkungan eksternal. Lingkungan internal terdiri atas peubah-peubah yang merupakan kekuatan dan kelemahan bagi perusahaan dan berada di bawah kontrol perusahaan. Lingkungan eksternal terdiri atas peubah-peubah yang merupakan peluang dan ancaman bagi perusahaan dan tidak dapat dikontrol perusahaan.
Teknik perumusan strategi yang digunakan dalam membantu menganalisa, mengevaluasi dan memilih strategi terdiri atas tiga tahap, yaitu (1) tahap mengumpulkan data (input stage); (2) tahap pencocokan (matching stage), berfokus pada strategi alternatif yang layak dengan memadukan faktor-faktor eksternal dan internal; (3) tahap keputusan (decision stage), tahap pemilihan strategi yang terbaik dari berbagai strategi alternatif yang ada untuk diimplementasikan (David, 2008).
Faktor eksternal yang dimiliki oleh suatu unit usaha meliputi peluang dan ancaman. Peluang dan ancaman merujuk pada peristiwa dan tren ekonomi, sosial, budaya, demografi, lingkungan, politik, hukum, pemerintahan, teknologi dan persaingan yang dapat menguntungkan atau merugikan suatu organisasi secara berarti di masa depan, sebagian besar di luar kendali suatu organisasi (David, 2008). Menurut Jauch dan Glueck (1999), analisis eksternal adalah suatu proses yang dilakukan oleh perencanaan strategik untuk memantau sektor lingkungan dalam menentukan peluang dan ancaman bagi perusahaan.
Faktor internal terdiri dari kekuatan dan kelemahan suatu unit usaha. Kekuatan dan kelemahan merupakan segala kegiatan dalam kendali organisasi yang bisa dilakukan dengan sangat baik atau buruk (David, 2008). Menurut Jauch dan Glueck (1999) analisis internal adalah proses dimana perencanaan strategik
24
mengkaji pemasaran dan distribusi perusahaan, penelitian dan pengembangan, produksi dan operasi, sumber daya dan karyawan perusahaan serta faktor keuangan dan akuntansi untuk menentukan dimana letak kekuatan dan kelemahan perusahaan.
Analisis SWOT merupakan salah satu alat analisis yang dapat menggambarkan secara jelas keadaan yang dihadapi oleh perusahaan. Rangkuti (2008), menyatakan analisis SWOT adalah mengidentifikasi berbagai faktor yang secara sistematis untuk merumuskan strategi yang didasarkan pada logika untuk memaksimalkan kekuatan yang dimiliki dan peluang yang ada dan secara bersamaan mampu meminimalkan kelemahan dan ancaman yang timbul, baik yang berasal dari internal maupun eksternal perusahaan. Alat analisis untuk menyusun faktor-faktor strategis perusahaan dengan menggunakan matrik SWOT, dapat mengambarkan dengan jelas peluang dan ancaman dari luar yang dihadapi serta dapat menyesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki perusahaan. Matrik ini menghasilkan empat set alternatif strategik, yaitu strategi SO, strategi ST, strategi WO dan strategi WT.
Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) merupakan salah satu metode yang sangat komprehensif dalam pengambilan keputusan. Metode ini dimaksudkan untuk dapat mengorganisasikan informasi dari berbagai keputusan secara rasional (judgement) agar dapat memilih alternatif yang paling disukai (Saaty, 1990). Metode ini dapat membantu memecahkan masalah kualitatif kompleks dengan memakai perhitungan kuantitatif, melalui proses pengekspresian masalah yang dimaksud dalam kerangka berpikir terorganisir, sehingga memungkinkan dilakukannya proses pengambilan keputusan secara efektif. Metode ini memiliki keunggulan tertentu, karena mampu membantu menyederhanakan persoalan kompleks menjadi persoalan terstruktur, sehingga mendorong dipercepatnya proses pengambilan keputusan terkait.
Prinsip kerja AHP adalah menyederhanakan suatu persoalan kompleks dan tidak terstruktur, serta bersifat strategik dan dinamis melalui upaya penataan rangkaian peubahnya dalam suatu hirarki. Pengolahan data dengan metode AHP dapat dilakukan dengan aplikasi perangkat lunak CDP V3.04 dan Expert Choice.
Keunggulan lain dari AHP, diantaranya menjelaskan proses pengambilan keputusan secara grafik, sehingga mudah dipahami oleh semua pihak yang terlibat dalam proses bersangkutan. Dengan memakai metoda AHP, proses keputusan yang bersifat kompleks dapat diuraikan menjadi sejumlah keputusan lebih kecil (terbatas), sehingga dapat ditangani dengan lebih mudah. Selain itu, dalam aplikasinya, metode ini juga menguji konsistensi berbagai penilaian, khususnya apabila terjadi penyimpangan penilaian yang terlalu jauh dari nilai konsistensi yang sempurna (Marimin, 2004).
Marimin (2004) menyatakan beberapa langkah yang dilakukan dalam metode AHP adalah :
1. Penyusunan Hirarki untuk menguraikan persoalan menjadi unsur-unsur, dalam wujud kriteria dan alternatif, yang disusun dalam bentuk hirarki.
2. Penyusunan kriteria untuk membuat keputusan yang dilengkapi dengan (1) uraian subkriteria dan (2) bentuk alternatif yang terkait masing-masing kriteria tersebut untuk dipilih sebagai keputusan tercantum pada tingkatan paling bawah.
3. Penilaian Kriteria dan Alternatif untuk melihat pengaruh strategik terhadap pencapaian sasaran, yang dinilai melalui perbandingan berpasangan. Nilai dan definisi pendapat kualitatif berdasarkan skala perbandingan Saaty (1990) adalah seperti termuat pada Tabel 6.
4. Penentuan Prioritas menggunakan teknik perbandingan berpasangan (pairwise comparisons) untuk setiap kriteria dan alternatif. Nilai-nilai perbandingan relatif tersebut diolah dengan menggunakan manipulasi matriks atau melalui penyelesaian persamaan matematik untuk menentukan peringkat relatif dari seluruh alternatif yang ada. Selanjutnya dilakukan perhitungan untuk melihat konsistensi penilaian dengan menggunakan cara perhitungan CR (Consistency Ratio).
Metode gabungan SWOT dan AHP merupakan metode yang saling melengkapi, sehingga menghasilkan strategi pengembangan usaha yang sesuai dengan kebutuhan. Analisis SWOT dimaksudkan untuk mengidentifikasi berbagai
26
faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi pengembangan usaha dengan memaksimalkan kekuatan dan peluang, namun meminimalkan kelemahan dan ancaman yang ada, (Rangkuti, 2008). Analisis AHP digunakan untuk menetapkan prioritas pengembangan usaha pengolahan pindang ikan. Tujuan analisis adalah untuk membantu para pengambil keputusan dalam menentukan strategi yang akan diambil dengan menetapkan prioritas dan membuat keputusan yang terbaik.
Tabel 3. Keuntungan penggunaan metode AHP No Prinsip Penjelasan
1 Kesatuan AHP memberikan satu model tunggal yang mudah dimengerti, dan luwes untuk aneka ragam persoalan yang tidak terstruktur
2 Kompleksitas AHP memadukan rancangan deduktif dan rancangan berdasar sistem dalam memecahkan persoalan kompleks 3 Saling
Ketergantungan
AHP mencerminkan kecenderungan alami, dari pemikiran untuk memilah-milah unsur dalam satu sistem, pada berbagai tingkat yang berlainan dan pengelompokkan unsur-unsur yang serupa dalam setiap tingkat.
4 Pengukuran AHP menghasilkan satu skala untuk mengukur hal-hal dan terwujudnya suatu metode untuk menetapkan prioritas 5 Konsistensi AHP melacak konsistensi logis dari berbagai pertimbangan
yang dipakai untuk menetapkan berbagai prioritas
6 Sintesis AHP menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan setiap alternatif.
7 Tawar Menawar
AHP mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif dari berbagai faktor sistem dan memungkinkan organisasi dapat memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan-tujuannya.
8 Pemilihan Konsensus
AHP tidak memaksakan konsesus tetapi mensintesiskan suatu hasil yang representatif dari berbagai penilaian berbeda.
9 Pengulangan Proses
AHP memungkinkan organisasi memperhalus definisinya atas satu persoalan dan memperbaiki berbagai pertimbangan, serta pengertian melalui berbagai pengulangan.
Tahapan metode analisis SWOT dan AHP adalah : (1) mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman pengembangan unit pengolahan
pindang ikan dan (2) melakukan analisis AHP. Menurut Budiharsono (2001) tahapan metode gabungan antara SWOT dan AHP adalah sebagai berikut :
1. Analisis SWOT dilakukan dengan cara mengdentifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi dalam penyusunan kebijakan. Analisis SWOT didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan dan peluang namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan dan ancaman.
2. Setelah melakukan analisis SWOT, selanjutnya melakukan analisis AHP dengan tahapan sebagai berikut : merinci permasalahan ke dalam komponen-komponennya, kemungkinan mengatur bagian dari komponen komponen tersebut kedalam bentuk hierarki. Hierarki yang paling atas diturunkan ke dalam beberapa kumpulan lainnya sehingga terdapat unsur-unsur yang spesifik, atau unsur yang dapat dikedalikan dan dicapai dalam situasi konflik (Saaty, 1993)
III. METODE KAJIAN
3.1 Kerangka Pemikiran Kajian
Usaha pengolahan pindang ikan dipengaruhi 2 (dua) faktor penting yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi aspek produksi, manajerial, SDM, pengelolaan keuangan dan lain-lain. Sedangkan faktor eksternal