Perpustakaan termasuk bagian atau sub-sistem dari sistem masyarakat atau sistem sosial. Pendekatan sistem merupakan langkah awal untuk memahami suatu sistem, dengan pusat per-hatian pada: (1) Maksud dan tujuan sistem secara menyeluruh, sebagai pedoman arah gerak kegiatan; (2) Lingkungan (sistem yang lebih luas) dan kendala tetap (keterbatasan sistem); (3) Sumberdaya sistem: sarana, prasarana, dana dan tenaga; (4) Komponen sistem: aktivitas, sasaran dan tolok ukur (instrumen untuk mengukur kinerja sistem); dan (5) Pengelolaan sistem. Faktor komunikasi meliputi antara lain: (1) Kendala komunikasi lisan adalah komunikan dan komunikator harus bertemu; (2) Pesan atau informasi direkam dalam berbagai media; dan (3) Proses komunikasi memiliki dua elemen yaitu muatan dan kontainer.
Fungsi pelestarian dan diseminasi informasi antara lain: (1) Sebelum disebarkan harus disimpan sementara (dilestarikan); dan (2) Disimpan untuk disebarluaskan. Sistem simpan dan temu-balik antara lain: (1) Diperlukan alat untuk menyimpan dan menemukan-kembali; (2) Informasi yang disimpan beragam: data bibliografis, data faktual, teks lengkap, data kepakaran; dan (3) Bertemu pencari dan pemenuh kebutuhan informasi. Dimensi waktu mencakup: (1) Tidak terbalikkan atau tidak dapat mundur; (2) Waktu sangat penting, menentukan posisi dalam gerak; dan (3) Sebagian besar informasi akan usang karena faktor waktu.
152 Perpustakaan: Energi Pembangunan Bangsa
Dengan perkembangan teknologi informasi, pustakawan dapat tersisih jika mereka tidak membarukan visi mereka tentang kepustakawanan dan menyesuaikan praktek kepustakawanan dengan perkembangan teknologi informasi.
Kecil itu besar. Apa yang dimaksud dengan perpustakaan kecil? Dalam literatur satu dekade yang lalu, perpustakaan disebut kecil jika koleksinya kurang dari 20.000 item. Dengan kata lain, perpustakaan besar memiliki koleksi lebih banyak dari itu. Persepsi seperti itu dapat menimbulkan kendala mental bagi pustakawan untuk menerima kehadiran teknologi informasi. CD berdiameter 12 cm misalnya dapat menampung 650 MB infor-masi atau setara dengan 350.000 halaman kertas, atau 3.500 item bahan pustaka yang masing-masing terdiri dari 100 halaman. Dengan demikian perpustakaan besar adalah perpustakaan yang dapat mengakses informasi lebih banyak dan tidak berarti harus besar secara fisik.
Milik v.s. akses. Persepsi tentang besar-kecil perpustakaan dari dimensi fisik dapat membuat pustakawan mengagungkan kepe-milikan bahan pustaka. Pada era perpustakaan digital kini, memiliki sendiri sumber informasi belum tentu kebih mengun-tungkan dibandingkan memiliki akses ke sumber informasi. Memiliki sendiri sumber informasi dapat lebih mahal daripada menyediakan akses online. Dengan kata lain, pada tingkat tertentu, memiliki bisa lebih mahal daripada menyediakan akses. Melek Jaringan. Kini, Internet membuktikan bahwa jaringan informasi elektronik dapat menyamai dan mungkin akan melebihi jaringan media masa elektronik dalam kemampuan menembus batas-batas geografis dan budaya. Rintangan yang mungkin terjadi untuk mengakses sumber informasi yang berbeda bukan karena letak geografis, tidak pada jarak, bukan latar belakang etnis, melainkan pada pengetahuan pustakawan. Melek jaringan bagi pustakawan sama pentingnya melek huruf bagi umat manusia. Melek jaringan berarti pemahaman yang memadai tentang teknologi informasi yaitu perpaduan teknologi komunikasi dan teknologi komputer.
Peran pustakawan dalam masyarakat adalah memaksimalkan pemanfaatan sumber-sumber informasi demi keuntungan masya-rakat itu sendiri. Dengan kata lain, fungsi pustakawan adalah sebagai mediator antara masyarakat dan sumber-sumber infor-masi. Sumber-sumber informasi bukan hanya bahan berbasis cetak, tetapi juga yang berbasis elektronik.
Tujuan perpustakaan adalah untuk menghubungkan masyarakat dengan pengetahuan terekam dengan cara semanusiawi dan
sebermanfaat mungkin. Sebagai mediator antara masyarakat dan sumber-sumber informasi, hakekat tugas pustakawan dalam menjalankan perannya saling terkait dan saling pengaruh dengan hakekat media informasi yang tersedia. Kecenderungan mening-katnya bahan berbasis elektronik turut mengubah cara pustaka-wan menjalankan perannya agar kinerjanya tetap maksimal. Walaupun bahan berbasis cetak tidak bisa sama sekali diganti-kan oleh bahan berbasis elektronik, tetapi keduanya adiganti-kan terus berdampingan, saling melengkapi, meski tidak dapat disangkal bahwa pertumbuhan bahan berbasis elektronik kemungkinan akan melampaui bahan berbasis cetak. Oleh karena itu, kepus-takawanan dengan paradigma baru yang mampu menjawab tantangan digital perlu dikembangkan tanpa meningggalkan kepustakawanan konvensional.
k
23 PENERAPAN MMT PADA PERPUSTAKAAN
PERGURUAN TINGGI
Konsep Manajemen Mutu Terpadu (MMT) lahir beberapa dasa warsa yang lalu terutama untuk mengatasi beberapa masalah di bidang bisnis dan industri. Konsep itu telah diimplementasikan dengan sangat berhasil oleh dunia bisnis dan industri di Jepang, yang kemudian juga di banyak negara lain. Di Indoneia, salah satu perusahaan yang pertama-tama menerapkan manajemen mutu pada tahun 1981 adalah PT Astra Internasional. Sejak itu, kecenderungan penerapan MMT menjalar ke berbagai peru-sahaan swasta.
Sangat menarik bahwa konsep MMT ini kemudian ditelaah kemungkinan penerapannya di dunia pendidikan. Walaupun be-lum banyak perguruan tinggi di dunia yang menerapkan MMT, namun dari yang sudah menerapkannya terlihat adanya banyak kemajuan dalam memecahkan berbagai masalah, kemacetan dan kendala.
Pada tanggal 1-6 Nopember 1993, Badan Kerja Sama Perguruan Tinggi Negeri Wilayah Barat (BKS-PTN-Barat) dengan disponsori oleh proyek HEDS-DIKTI menyelenggarakan suatu lokakarya untuk membahas buku Edward Sallis yang berjudul Total Quality Management in Education di Cisarua Bogor. Hasil lokakarya tersebut kemudian disempurnakan oleh suatu tim yang hasilnya adalah diterbitkannya sebuah buku berjudul Pengelolaan Mutu Total Pendidikan Tinggi: Suatu buku pedoman bagi pengelola Perguruan Tinggi untuk meningkatkan mutu.
Direktur Eksekutif Proyek HEDS Slamet Margono dalam kata pengantar buku tersebut, mengharapkan agar konsep MMT dipelajari dan disosialisasikan kepada semua orang yang bekerja di perguruan tinggi dan selanjutnya memikirkan strategi penera-pannya dan kemudian menerapkannya secara konsisten.
Hal itu pulalah yang menjadi tujuan makalah ini yaitu untuk mem-perkenalkan konsep MMT dan menelaah kemungkinan
pene-rapannya di lingkungan perpustakaan PTN. Selanjutnya diharap-kan konsep MMT dapat digunadiharap-kan untuk meningkatdiharap-kan peran perpustakaan menjadi lebih besar sebagai bahagian dari upaya peningkatan mutu pendidikan tinggi di Indonesia.
Tulisan yang terdiri dari dua bahagian utama yaitu pengertian dan prinsip-prinsip MMT dan kemungkinan penerapannya di lingkungan perpustakaan, disusun terutama berdasarkan buku MMT Pendidikan Tinggi yang disebutkan di atas.