• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN

1.4 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini terdiri atas ; BAB 1 PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah 2. Rumusan Masalah

3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 4. Sistematika Penulisan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Landasan Teoristis 2. Penelitian yang Relevan 3. Kerangka Pemikiran 4. Definisi Konsep

BAB III METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian 2. Lokasi Penelitian 3. Informan Penelitian 4. Teknik Pengumpulan Data 5. Teknik Analisis Data

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN A. Temuan Umum

1. Letak Geografis Lokasi Penelitian 2. Sejarah Perkembangan Lokasi Penelitian 3. Profil Lokasi Penelitian

4. Visi,Misi dan Tujuan Lokasi Peneliti

5. Struktur Organisasi/Lembaga Lokasi Penelitian 6. Kondisi Umum Tentang Klien

7. Kondisi Umum Tentang Petugas

8. Keadaan Sarana Dan Prasarana Lokasi Penelitian

BAB V HASIL PENELITIAN

1. Desksripsikan Data Hasil Penelitian 2. Pembahasan Hasil Penelitian

3. Keterbatasan Hasil Penelitian BAB VI PENUTUP

1. Kesimpulan 2. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teoritis

2.1.1 Pengertian Peran

Kata “peran” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:854) diartikan sebagai seperangkat tingkah laku yang diharapkan dari seseorang yang mengisi kedudukan tertentu dalam masyarakat. Peran merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kelompok-kelompok yang ada dalam masyarakat. Peran ialah bagian yang kita mainkan pada setiap keadaan serta cara bertingkah laku untuk menyelaraskan diri dengan keadaan. Ayah, ibu dan anak perupakan contoh peran yang dimiliki setiap orang tetapi sering tidak terlalu memikirkan tentang cara bertingkah laku atas peran tersebut sebab telah ada pola tingkah laku di dalam masyarakat yang menuntun tindakan seseorang atas peran-peran yang dipangku tersebut (Wolfman, 1994 : 10).

Biddle dan Thomas menyatakan bahwa makna dari kata peran dapat dijelaskan lewat beberapa cara. Pertama, suatu penjelasan yang menunjuk pada konotasi ilmu sosial, yang mengartikan peran sebagai suatu fungsi yang dibawakan oleh seseorang ketika menduduki suatu karakterisasi (posisi) dalam struktur sosial. Kedua, suatu penjelasan yang lebih bersifat operasional, menyebutkan bahwa peran seorang actor adalah suatu batasan yang dirancang oleh actor lain, yang sama-sama berada dalam satu penampilan/unjuk peran (role performance). Hubungan antara pelaku (actor) dan pasangannya (role partner)

13

bersifat saling terkait dan saling mengisi, karena dalam konteks sosial, tak satu peranpun dapat berdiri sendiri tanpa yang lain. Dengan ungkapan lain, suatu peran akan memenuhi keberadaannya jika berada dalam kaitan posisional yang menyertakan dua pelaku peran yang komplementer (Suhardono, 2000: 3-4).

Menurut Soerjono Soekanto, peran (role) merupakan dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya maka dia berhasil menjalankan suatu peranan (Wisyastuti, Rahmawati & Purnamaningrum, 2009 :91).

Defenisi ini sejalan dengan apa yang diutarakan R. Sarbin bahwa peran adalah pola perilaku yang ditentukan bagi seseorang yang mengisi kedudukan tertentu. Umpamanya kedudukan sebagai dosen, rector, dan ketua program yang menuntut sejumlah perilaku yang disesuaikan dengan kedudukannya (Ihromi, 1995: 71).

Peran atau peranan didefinisikan oleh Gross, Mason dan McEachern sebagai seperangkat harapan-harapan yang dikenakan pada individu yang menempati kedudukan sosial tertentu. Harapan-harapan tersebut merupakan imbangan dari norma-norma sosial dan oleh karena itu dapat dikatakan bahwa peranan-peranan tersebut ditentukan oleh norma-norma didalam masyarakat (Ihromi, 1995: 492). Di dalam peran terdapat dua macam harapan yaitu :

1. Harapan dari masyarakat terhadap pemegang peranan atau kewajiban- kewajiban dari pemegang peranan.

2. Harapan-harapan yang dimiliki oleh si pemegang peran terhadap masyarakat atau terhadap orang-orang yang berhubungan dengannya dalam menjalankan peranannya atau kewajiban-kewajibannya.

Menurut teori peran, dalam pergaulan sosial itu sebenarnya sudah ada scenario yang disusun oleh masyarakat yang mengatur apa dan bagaimana peran setiap orang dalam pergaulannya. Dalam skenario tersebut sudah tertulis peran apa yang harus dipegang oleh suami, istri, ayah, ibu, anak, mantu, mertua, dan seterusnya. Menurut teori peran, jika seseorang mematuhi skenario maka hidupnya akan harmonis tetapi jika menyalahi skenario, maka ia akan dicemooh oleh penonton dan ditegur oleh sutradara (Rusmin & Ridho, 2010 : 58).

Berdasarkan berbagai pendapat tersebut maka disimpulkan bahwa peran merupakan seperangkat tingkah laku yang diharapkan dari seseorang yang memegang atau mengisi status (kedudukan) tertentu. Tingkah laku tersebut memuat dua macam harapan yaitu harapan dari masyarakat terhadap pemegang peran dan harapan pemegang peran terhadap masyarakat yang memiliki hubungan dalam menjalankan peranannya. Di dalam suatu peran terdapat hubungan yang bersifat komplementer (saling mengisi dan melengkapi) sebab pada dasarnya suatu peran dikatakan berhasil apabila seseorang telah menjalankan hak dan kewajiban sesuai dengan statusnya. Namun jika tidak menjalankan hak dan kewajiban sesuai dengan status yang dipegang, maka individu tersebut dikatakan gagal dalam menjalankan peran.

2.1.2 Perempuan

2.1.2.1 Pengertian Perempuan

Secara etimologis kata “perempuan” berasal dari kata „empu‟ merupakan sebuah kata dari Bahasa Sansekerta yang berarti mulia, pembuat suatu karya yang agung, orang yang sangat ahli atau berilmu tinggi. Kata „perempuan‟ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah orang atau manusia yang mempunyai puki (alat kelamin perempuan), dapat menstruasi, hamil, melahirkan anak dan menyusui (Jurnal Nurulmi, 2017 : 12).

Perempuan disebut sebagai ibu rumah tangga, penjaga dan pembagi makanan yang mengambil alih setiap persoalan. Seni mengasuh merupakan hak istimewa perempuan. Kesimpulannya ialah perempuan merupakan anggota masyarakat yang sangat identik dengan segala kegiatan yang berurusan dengan rumah (Suardiman, 2001: 34).

Menurut Ulfah Subadino, di dalam masyarakat terdapat 4 golongan perempuan (Notopuro, 1984: 54) diantaranya :

1. Perempuan yang punya bakat dan cita-cita luhur sehingga memberikan seluruh pengabdiannya terhadap karier dan tidak berumah tangga.

2. Perempuan yang sudah merasa bahagia dengan memberikan pengabdiannya kepada keluarga sehingga 100% menjadi ibu rumah tangga.

3. Perempuan yang cakap, yang mungkin karena ambisinya rela memberikan prioritas kepada pekerjaan diatas keluarganya.

4. Perempuan yan memilih jalan tengah karena ia bekerja maka menerima peranan rangkapnya dengan coba mengadakan kombinasi yang sebaik-baiknya. Perempuan golongan ini mengerti apa yang menghambat kesuksesannya dalam pekerjaan akan tetapi mengabaikannya karena sadar bahwa keluarga adalah salah satu bagian terpenting dalam hidup.

Sejalan dengan penjelasan mengenai golongan perempuan tersebut, Soejono Soekanto mengemukakan status mendasar perempuan yang mencakup dua aspek yaitu status sosial reproduksi yaitu perempuan sebagai pelestari keturunan dan status produksi yakni sebagai pencari nafkah dengan bekerja di luar (sihite, 2007:7).

Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa perempuan merupakan manusia yang berperilaku feminin, patuh, sopan dan tidak agresif dimana statusnya mencakup aspek reproduksi seperti melahirkan, mengasuh serta segala kegiatan yang berkaitan dengan urusan rumah. Ternyata perempuan tidak hanya melakukan kegiatan yang berkaitan dengan pekerjaan di rumah dan tunduk kepada laki-laki yang diidentikkan sebagai penguasa.

Terdapat empat golongan perempuan yang ada dalam masyarakat yaitu perempuan yang mengabdikan seluruh hidupnya untuk berkarier sehingga tidak menikah, perempuan yang mengabdikan seluruh hidupya untuk keluarga sehingga tidak bekerja, perempuan yang memprioritaskan pekerjaan diatas keluarga, dan perempuan yang menjalankan peran ganda yaitu berusaha menjaga keseimbangan antara mengurus keluarga dengan bekerja diluar rumah. Perempuan yang dimaksud dalam tulisan ini adalah perempuan yang menjalankan peran ganda

yaitu mengurus keluarga sekaligus bekerja di luar rumah seperti yang dilakukan oleh ibu rumah tangga di Desa Hutaimbaru Kecamatan Silimakuta Kabupaten Simalungun yang mengurus berbagai pekerjaan di rumah sekaligus bekerja di ladang/sawah.

2.1.2.2 Isu Gender Perempuan

Di dalam istilah gender, perempuan diartikan sebagai manusia yang lemah lembut, anggun, keibuan, emosional dan lain sebagainya. Baik di dunia Timur maupun Barat, perempuan digariskan untuk menjadi istri dan ibu. Sejalan dengan kehidupan ini, sifat yang dikenakan pada perempuan adalah makhluk yang emosional, pasif, lemah, dekoratif, dan tidak kompeten kecuali untuk tugas rumah tangga (Faqih, 1996:8). Cara yang paling mudah untuk mengetahui perbedaan antara laki-laki dan perempuan adalah dengan melihat organ fisiknya. Perempuan memiliki kulit yang lebih tipis bila dibandingkan dengan laki-laki, pita suaranya yang lebih pendek, butir darah merah lebih sedikit, ukuran tulang yang lebih kecil, tubuh lelaki lebih dominan berotot daripada lemak, sedangkan perempuan memiliki lemak yang secara langsung dibawah kulitnya. Perbedaan lain adalah susunan tulang lelaki berbeda dengan perempuan, langkah kaki perempuan lebih pendek daripada langkah laki-laki. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan susunan tulang perempuan dan laki-laki. Jika dilihat dari segi fisik, kekuatan laki- laki lebih besar daripada perempuan (Kamal, 2005:18-19). Jika melihat dari ciri- ciri fisiknya, laki-laki lebih cocok untuk menanggung pekerjaan yang berat seperti sector pertanian bila dibandingkan dengan perempuan.

Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), gender adalah perbedaan peran, fungsi, tanggung jawab antara laki- laki dan perempuan yang dibentuk, dibuat dan dikonstruksikan oleh masyarakat dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman akibat konstruksi sosial.

Terdapat 3 teori gender yang dikemukakan oleh United Nation Population Fund (UNPFA) pada tahun 2001 (Widyastuti, Rahmawati, & Purnamaningrum, 2009:134) yaitu :

1. Teori nurtureyaitu rumusan yang dibentuk oleh masyarakat sehingga mengakibatkan perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Rumusan ini berisi kaum laki-laki yang dianggap sama dengan kaum yang berkuasa sedangkan perempuan yang dianggap sebagai kaum tertindas dan terperdaya.

2. Teori natureyaitu paham yang memandang adanya perbedaan laki- laki dan perempuan sebagai takdir Tuhan yang mesti diterima manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya. Adanya perbedaan secara biologis merupakan pertanda perbedaan tugas dan peran antara laki-laki dan perempuan dimana beberapa diantaranya dapat diganti dan tidak dapat diganti karena takdir alamiah.

3. Teori equilibrium (keseimbangan) yaitu hubungan antara laki-laki dan perempuan sebagai satu kesatuan yang saling menyempurnakan, karena setiap laki-laki dan perempuan memiliki kelemahan dan keutamaan masing-masing, maka dari itu harus saling bekerjasama dalam kemitraan dan keharmonisan dalam kehidupan keluarga, masyarakat dan negara. Oleh karena itu semua

kebijakan dan strategi pembangunan harus dipertimbangkan keseimbangan antara perempuan dan laki-laki.

Dalam konsep gendernya dikatakan, bahwa perbedaan suatu sifat yang melekat baik dalam kaum laki-laki maupun perempuan merupakan hasil konstruksi sosial dan kultural. Misalnya, bahwa perempuan itu dikenal lemah lembut, kasih sayang, anggun, cantik, sopan, emosional, atau keibuan, dan perlu perlindungan. Sementara laki-laki dianggap kuat, keras, rasional, jantan, perkasa, galak, dan melindungi. Padahal sifat-sifat tersebut merupakan sifat yang dapat dipertukarkan. Berangkat dari asumsi inilah kemudian muncul berbagai ketimpangan diantara laki-laki dan perempuan.

Ideology gender merupakan suatu pandangan hidup yang berisi suatu set ide yang saling berhubungan. Ide ini oleh masyarakat digunakan untuk membangun sebuah konstruksi sosial yang disepakati bersama sebagai pandangan hidup untuk mengatur kehidupan. Pandangan dan aturan hidup ini, tidak sama disetiap waktu, dan tempat. Oleh karena itu, setiap masyarakat mempunyai pandangan dan aturan kehidupan yang berbeda yang kemudian dinamakan budaya. Budaya inilah yang berlangsung secara turun temurun dalam kehidupan masyarakat (Murniati, 2004:78).

Secara ideal masih terdapat anggapan bahwa peran utama perempuan berada di sekitaran rumah dan tugas-tugas domestic. Aktivitas lain seperti sector produksi dianggap sebagai tugas sekunder. Kewanitaan atau feminitas perempaun ditentukan oleh peran dalam sector-sektor domestic. Konsep perempuan sebagai ibu dan istri merupakan konsep yang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan

perempuan. Ideology gender mendasarkan pekerjaan perempuan dan laki-laki dianggap sebagai penguasa yang memiliki hak-hak istimewa dan otoritas terbesar dalam keluarga yang mana tugas pokoknya adalah mencari nafkah sementara perempuan berperan sebagai ibu rumah tangga yang harus memberikan tenaga dan perhatiannya demi kepentingan keluarga tanpa memperoleh imbalan, serta kekuasaan (Abdullah, 1997:89).

Analisis gender juga tidak hanya melihat perbedaan peran dan kegiatan antara laki-laki dan perempuan tetapi juga melihat relasi mereka. Dari relasi ini maka tampak status perempuan dan laki-laki. Kaum laki-laki meletakkan statusnya lebih tinggi dari kaum perempuan. Situasi ini dinamakan perempuan dalam status subordinasi atau warga kelas kedua (the secong sex)yang menyebabkan perempuan menjadi lebih direndahkan (Abdullah, 1997:91).

Ideology gender menjadi rancu dan merusak relasi antara perempuan dan laki-laki, ketika dicampur-adukkan dengan pengertian seks (jenis kelamin). Seks adalah biologis manusiawi yang melekat pada laki-laki dan perempuan. Pada waktu tertentu, perbedaan seks dan gender tidak dilihat secara kritis maka muncullah masalah gender yang berwujud ketidakadilan gender. Ketidakadilan gender menyebabkan ketimpangan hubungan antara laki-laki dan perempuan yaitu pemosisian yang tidak seimbang dimana perempuan dianggap orang yang berkiprah dalam sector domestic sementara laki-laki ditempatkan sebagai kelompok yang berhak mengisi sector public. Masalah ketidakadilan gender ini berbentuk pandangan posisi subordinat terhadap perempuan, beban ganda perempuan, serta kekerasan terhadap perempuan (Murniati, 2004:79).

Kesimpulan dari pengertian gender perempuan yakni kaum laki-laki yang dianggap memiliki status lebih tinggi jika dibandingkan dengan perempuan.

Pandangan ini kemudian menimbulkan pemahaman bahwa perempuan harus tunduk kepada kaum laki-laki. Masyarakat yang memberikan pandangan bahwa laki-laki (suami) adalah penguasa di dalam keluarga menyebabkan setiap anggota keluarga termasuk istri harus tunduk kepadanya. Perempuan dianggap sebagai orang yang berkiprah dakam sector domestic sehingga aktivitas lain seperti sector produksi dianggap sebagai tugas sekunder. Oleh sebab itu, permasalahan yang timbul berupa ketidakadilan gender yang berbentuk pandangan posisi subordinat terhadap perempuan, beban ganda perempuan, pemberian upah yang rendah serta kekerasan terhadap perempuan.

2.1.2.3 Peran Perempuan Dalam Sektor Domestik

Rumah merupakan pusat pemerintahan keluarga dimana perempuan ikut berperan mengatur pemerintahan keluarganya. Di dalam kehidupan keluarga, istrilah yang mengaturr keadaan di area domestic (Murniati, 2004:105).Menurut Prof. Holleman, kedudukan perempuan (ibu) dalam rumah tangga dianggap sebagai belahan (halfheit) yang memerlukan belahan lainnya sebagai komplemen untuk bersama-sama mewujudkan suatu keseluruhan yang organis dan harmonis dalam keluarga (Notopuro, 1984:44)

Sebagai belahan yang berperan dalam mewujudkan keluarga yang harmonis maka perempuan wajib melaksanakan perannya disektor domestic dengan sebaik mungkin. Kartini Kartono menguraikan peran tersebut ke dalam beberpa bagian sebagai berikut (Widyastuti, Rahmawati & Purnamaningrum, 2009:91) :

a. Ibu rumah tangga penerus generasi dimana perempuan berperan aktif dalam peningkatan kualitas generasi penerus sejak di dalam kandungan.

b. Pendamping suami sebagai istri dan teman hidup (partner sex). Istri bertugas mendampingi suami dalam membina relasi sosial, menjadi kekasih bagi suami, pengabdi dalam meringankan beban suami serta manajer dalam mengatur keuangan keluarga.

c. Pendidik anak. Ibu bertugas memberikan pendidikan akhlak, budi pekerti, juga pendidikan mengenai masalah reproduksi kepada anak sebab pasa dasarnya anak mulai belajar berperilaku dari keluarga. Ibu juga bertugas memberi nasehat, pertimbangan serta pengarahan terhadap anak.

d. Pengatur rumah tangga dimana perempuan menjaga, memelihara, mengatur dan menciptakan ketenangan di dalam keluarga. Istri mengatur ekonomi keluarga, pemelihara kesehatan keluarga, penyedia makanan bergizi, serta pencipta pola hidup sehat baik jasmani, rohani dan sosial.

Berkaitan dengan penjabaran peran domestic tersebut, teori fungsional memperjelas peran perempuan melalui pembagian kerja. Dalam teori fungsional dikatakan bahwa bentuk keluarga yang sekarang menggejala yaitu kaum perempuan yang bekerja disektor domestic yang dianggap sebagai sesuatu yang alamiah sesuai dengan pembagian kerja di dalam masyarakat yakni perempuan yang mengurus rumah tangga dan laki-laki bekerja mencari penghasilan.

Pembagian kerja yang seperti inilah yang menjadi salah satu sokoguru kehidupan masyarakat (Suardiman, 2001:39).

Pembagian kerja tersebut telah menjadi dasar yang menentukan tugas pokok perempuan sebagai ibu yaitu sebagai pemelihara rumah tangga, juga pengatur yang berusaha dengan sepenuh hati agar keluarga menjadi sendi masyarakat yang berdiri dengan tegak, megah, aman, tenteram, dan dapat hidup berdampingan di dalam masyarakat. Sebagai ibu, perempuan berperan dalam menciptakan suasana persahabatan serta suasana kekeluargaan dengan keluarga lainnya di lingkungan dimana ia hidup. Dalam hubungan intern, perempuan memiliki tugas untuk berusaha agar keluarganya sendiri dapat menjadi kesatuan/unit yang kompak terhormat. Dengan berbagai jalan, kaum perempuan berusaha bekerja dengan memberikan apa saja yang dimiliki dengan sepenuh hati dan ikhlas untuk menjaga kehormatan keluarga bersama-sama dengan suami dan anak-anaknya, sedangkan dalam hubungan extern(lingkungan luar), perempuan bertugas untuk menjaga agar hubungan keluarganya dengan keluarga lain dapat hidup berdampingan secara damai dan harmonis (Suardiman, 2001:40).

Pentingnya peran perempuan sebagai seorang ibu ditegaskan melalui adanya ideology gender yang membentuk persepsi tentang pembagian tugas menurut sex dimana perempuan dikodratkan untuk mengandung, melahirkan dan menyusui, yang semua ini dinyatakan sebagai tanggung jawab dalam fungsi reproduksi. Melalui fungsi reproduksi, perempuan diharapkan dan ditugaskan untuk melahirkan keturunan yang berkualitas, keberhasilan dalam mendidik seorang anak menjadi manusia yang berguna merupakan salah satu cerminan atau

wujud keberhasilan dari seorang perempuan dalam menjalankan perannya di sector domestic (Murniati, 2004:213).

Kesimpulannya ialah peran perempuan di sector domestic didasarkan pada pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki berperan sebagai pencari nafkah di sector public sedangkan perempuan berperan dalam mengurus keluarga di sector domestic. Pandangan ini mengakibatkan orientasi pekerjaan perempuan sangat kental kaitannya dengan pekerjaan diarea rumah. Perempuan yang bekerja di ranah domestic berperan sebagai istri dan ibu (pemangku turunan). Harapan dari peran yang diisi oleh perempuan di sector domestic yaitu menjadi perempuan yang mampu melahirkan generasi penerus yang berkualitas, menjadi pendidik dan penasehat anak, menjadi pendamping suami dalam menghadapi berbagai kesulitan, pengatur keuangan keluarga, serta pengatur segala urusan yang berkaitan dengan rumah seperti memasak, mencuci dan membersihkan rumah.

2.1.2.4 Peran Perempuan Dalam Sektor Publik

Bekerja merupakan landasan fundamental bagi perempuan untuk mengukuhkan pengakuan akan kemandirian atau ketidak-tergantungan menuju kesetaraan dan penegasan status perempuan sebagai subjek dan bukan sebagai objek. Meskipun kenyataan menunjukkan bahwa sebagian lapangan pekerjaan yang ditekuni oleh perempuan masih belum terbebas dari diskriminasi, feminisasi pekerjaan dan kendala kulturan, perempuan secara konsisten bekerja keras untuk menunjukkan bahwa keberadaannya di ranah public akan tetap eksis dan dibutuhkan (Sihite, 2007: 105).

Peran serta perempuan dalam aktivitas peningkatan pendapatan sudah berlangsung begitu lama. Peran tersebut berawal dari keterlibatan peran di sector pertanian maupun perkebunan kemudian terus berkembang dan meluas cakupannya hingga masuk ke area industry saat ini. Perempuan yang berkeinginan untuk mencapai kepuasan terhadap diri sendiri berupaya menunjukkan kemampuannya dengan bekerja. Perempuan yang berambisi tinggi, sesudah menikah dapat juga berkeinginan untuk tetap bekerja. Dalam kenyataannya, terdapat perempuan yang perlu bekerja di luar atau di dalam rumah untuk mengamalkan kemampuannya setelah mempelajari sesuatu yang memberi kepuasan tersendiri sekaligus menambah penghasilan keluarga. Perempuan dapat berperan dalam menerapkan pengetahuan dan menyalurkan energy dalam perjuangan hidup dengan membuktikan identitasnya sebagai kaum hawa yang tidak selalu lemah (Murniati, 2004: 135).

Jenis pekerjaan perempuan sangat ditentukan oleh pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin. Pekerjaan tersebut juga selalu dihubungkan dengan sector domestic yang pada umumnya berada pada bidang yang merupakan perpanjangan tangan dari pekerjaan domestic misalnya perawat, pramuniaga, serta sekretaris yang memerlukan keahlian manual. Terdapat beberapa motivasi yang mendorong perempuan untuk bekerja, diantaranya (Abdullah, 1997: 220) :

1. Tekanan ekonomi. Tekanan ekonomi menimbulkan ketegangan tersendiri apalagi bila dikaitkan dengan kebutuhan hidup yang sangat bervariasi. Tekanan ekonomi mengakibatkan lingkungan dan ruang hidup seseorang dirasakan sempit dan menekan hingga diperlukan

penghasilan yang cukup dalam upaya keluar dari tekanan ekonomi tersebut.

2. Perempuan bekerja karena ingin memiliki uang sendiri agar bisa mengambil keputusan sendiri dalam menggunakan uang tanpa harus meminta atau berembung kepada suami. Kesimpulannya ialah perempuan tidak ingin hidup dalam ketergantungan terhadap satu pihak.

3. Perempuan yang ingin mencapai tujuan hidup dengan menerapkan keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki.

Bagi sebagian perempuan kelas menengah ke atas, bekerja dianggap sebagai sarana untuk menjalin komunikasi dengan dunia luar. Semakin membaiknya tingkat pendidikan yang dicapai perempuan mengakibatkan membesarnya jumlah perempuan pekerja. Selain pendidikan, satu hal yang mendukung keinginan perempuan untuk bekerja adalah pandangan bahwa bekerja merupakan wujud partisipasi nyata dari perempuan dalam kehidupan bermasyarakat (Abdullah, 1997: 219).

Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa perempuan pada dasarnya sudah bekerja sejak lama bermula dari sector pertanian, perkebunan hingga kini memasuki sector industry. Terdapat beberapa motivasi dari perempuan untuk ikut bekerja diantaranya adalah untuk menunjukkan kemampuan dengan bekerja, menunjukkan partisipasi nyata kaum perempuan dalam hidup bermasyarakat, mencapai tujuan hidup dengan menggunakan keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki serta memperoleh pendapatan demi memenuhi kebutuhan hidup.

2.1.2.5 Peran Ganda Perempuan

Peran ganda adalah dua peran atau lebih yang dijalankan dalam waktu yang bersamaan. Di dalam hal ini peran yang dimaksud adalah peran seorang perempuan sebagai istri bagi suaminya, ibu bagi anak-anaknya, dan peran sebagai perempuan yang memiliki karir di luar rumah. Peran ganda ini dijalani bersamaan dengan peran tradisional kaum perempuan sebagai istri dan ibu dalam keluarga, seperti menjadi mitra suami dalam membina rumah tangga, menyediakan kebutuhan rumah tangga, serta mengasuh dan mendidik anak-anak (Suryadi,

Peran ganda adalah dua peran atau lebih yang dijalankan dalam waktu yang bersamaan. Di dalam hal ini peran yang dimaksud adalah peran seorang perempuan sebagai istri bagi suaminya, ibu bagi anak-anaknya, dan peran sebagai perempuan yang memiliki karir di luar rumah. Peran ganda ini dijalani bersamaan dengan peran tradisional kaum perempuan sebagai istri dan ibu dalam keluarga, seperti menjadi mitra suami dalam membina rumah tangga, menyediakan kebutuhan rumah tangga, serta mengasuh dan mendidik anak-anak (Suryadi,

Dokumen terkait