• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I: PENDAHULUAN

F. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pembaca dalam memahami gambaran secara menyeluruh dari skripsi ini, maka akan diuraikan sistematika beserta penjelasan secara garis besar. Skripsi ini akan dibagi menjadi empat bab yang terdiri dari beberapa sub-bab. Adapun sistematika penulisannya dapat dijelaskan sebagai berikut:

Pertama, Bab Pendahuluan yang merupakan gambaran secara global tentang pembahasan-pembahasan pada bab-bab selanjutnya. Di dalamnya diuraikan latar belakang atau alasan terkait tema dan judul yang diangkat. Setelah menguraikan latar belakang tersebut, masalah dibatasi dan dirumuskan untuk dijawab dalam karya tulis ini. Penjelasan terkait tujuan dan manfaat penelitian juga menjadi poin dalam bab ini. Selanjutnya adalah tinjauan pustaka, metode penelitian dan terakhir sistematika penulisan yang akan disajikan dalam skripsi ini.

Kedua, berisi tentang biografi pengarang kitab yaitu Muhammad Nāshir Dīn Albānī dan dibahas pula gambaran seputar kitab Silsilah Aḥādīts

al-sumber primer dalam penelitian ini.

Ketiga, dalam bab ini, penulis akan menyuguhkan metode keḍa‘īfan hadis al-Albānī kemudian mengambil empat sample hadis yang akan dikritik sanad yang terdapat dalam Kitab Silsilah al-Aḥādīts al-Ḍa’ifah wa al-Mauḍū’ah wa Ātsaruhā al-Sayyi’ fī al-Ummah, meliputi: takhrîj hadis, skema sanad dan kritik sanad.

Keempat, adalah bab penutup yang berisi kesimpulan dari hasil penelitian dan saran-saran terkait kualitas sanad hadis-hadis dalam Kitab Silsilah Aḥādīts al-Ḍa’ifah wa al-Mauḍū’ah wa Ātsaruhā al-Sayyi’ fī al-Ummah.

Kelima, dicantumkan daftar pustaka yang menjadi sumber referensi dalam penelitian karya tulis ini.

16 1. Nasab Keluarga Al-Albānī

Nama syaikh Albānī adalah Abū „Abdirrahmān Muhammad Nāṣir al-Dīn bin Nūḥ al-Albānī, yang lahir pada tahun 1333 H/ 1914 M. Di kota Ashqudarrah, ibukota Albania (Eropa), sering dipanggil Abū „Abdurrahman.1 Ayahnya adalah Nūḥ Najātī al-Ḥanāfī merupakan ulama besar dalam madzhab Ḥanāfī, seorang lulusan lembaga pendidikan ilmu-ilmu syari‟at di ibukota negara dinasti „Utsmaniyah (kini Istambul). Ketika Raja Ahmad Zakho naik tahta di Albania dan mengubah total sistem pemerintahan menjadi pemerintah sekuler, Syekh Nūḥ memutuskan untuk berhijrah ke Syām kemudian menuju Damaskus.2

Di kota Damaskus inilah al-Albānī kecil mulai aktif mempelajari bahasa Arab. Beliau masuk sekolah madrasah yang dikelola oleh Jam„iyyah Is‟āf al-Khairī. Usai tamat Ibtidaiyyah, beliau menuntut ilmu langsung kepada para syekh.

Dari ayahnya ia belajar al-Qur‟an, tilawah, tajwid, dan sekilas fikih madzhab Hanafī. Selain belajar ilmu-ilmu agama, al-Albānī juga belajar keterampilan unutk memperbaiki jam dari ayahnya. Karena keahliannya inilah, al-Albānī sebagai seorang servis jam yang amat masyhur.3

1 Herry Mohammad, dkk, Tokoh-tokoh Islam yang berpengaruh Abad 20 (Jakarta: Gema Insani, 2006), h.248-249.

2 Umar Abu Bakar, Syaikh Muhammad Nāṣir al-Din al-Albānī dalam Kenangan, Penerjemah Abu Ihsan al-Atsarī (Solo: At-Tibyan, t.t.), h. 17-18

3Mubarak Bamuallim bin Mahfudh, Biografi Syaikh Albānī Mujaddid dan Ahli Hadis Abadini (Bogor: Pustaka Imam Syafi‟I, 2003), h. 13.

2. Kehidupan dan Rihlah Ilmiah Al-Albānī

Syaikh al-Albānī dianugerahi kecintaan terhadap ilmu tentang hadis-hadis Rasulullah Saw. hal ini dapat dilihat dari aktifitas beliau sehari-hari yang sanggup duduk berjam-jam, keluar-masuk, dan mondar-mandir di perpustakaan al-Dhahiriyyah di Damaskus untuk menelaah ilmu-ilmu tentang hadis.4

Ketertarikan syaikh al-Albānī pada kajian hadis ini dimulai saat ia berusia 20 tahun, berawal dari dijumpainya beberapa edisi majalah al-Manār, beliau menelaah tulisan Rasyid Ridha dalam mengkritisi kitab Ihya’ ‘Ulūm al-Dīn karya imam al-Ghazālī dari beberapa segi seperti masalah tasawuf dan hadis-hadis ḍa‘īf . Persentuhan pertama syaikh al-Albānī dengan hadis dimulai dengan menyalin dan mengomentari kitab al-Irāqī dengan melakukan takhrīj dan kajian ulang hadis-hadis yang terdapat dalam kitab Ihyā’ ‘Ulūm al-Dīn. Pada tahap berikutnya, syaikh Albānī mulai mengkritisi karya-karya ulama hadis terkemuka seperti al-Imām al-Bukhārī, al-al-Imām Muslim, dan imam kitab empat sunan lainnya. Karya ilmiahnya dimulai ketika ia menulis hasil kajiannya tentang hadis yang berseri dalam majalah al-Taḍamun al-Islāmi, tulisan berseri tersebut diberi judul Silsilah al-Aḥādīts al-Ḍa’ifah wa al-Mauḍū’ah wa Ātsaruhā al-Sayyi’ fī al-Ummah dan diterbitkan pertama kali oleh al-Maktab al-Islamī pada tahun 1379 H/1958 M.5

Kemudaian beliau mempelajari buku Marāqī al-Falāḥ, beberapa buku hadis dan ilmu balaghah dari Syaikh Sa„īd al-Burhānī. Syaikh al-Albānī tidak memperoleh ijazah dari guru-gurunya karena beliau memang tidak memintanya.

4 Abdul Basith bin Yusuf al-Gharib, Koreksi Ulang Syaikh al-Albānī, Penerjemah Abdul Munawwir (Jakarta: Pustaka Azzam, 2003), h. 24.

5Mubarak Bamuallim bin Mahfudh, Biografi Syaikh Albānī Mujaddid dan Ahli Hadis Abad Ini, h. 19.

Ijazah yang beliau peroleh dalam ilmu hadis adalah pemberian dari tokoh ulama Halab, Syaikh Raghīb al-Ṭabbākh, setelah bertemu dengan syaikh al-Albānī lewat perantara ustadz Muhammad Mubarak.6

Syaikh al-Albānī adalah orang yang gemar mencari kebenaran dan seorang peneliti dalil-dalil, ia sangat jauh dari sifat fanatik, taqlid, bertele-tele atau meremehkan orang-orang yang sangat hati-hati dengannya. Bahkan syaikh Albānī termasuk orang yang hati-hati terhadap para pendukung akal. Syaikh al-Albānī juga termasuk orang yang gemar mendakwahkan untuk mengikuti sunnah.

Beliau juga sangat hati-hati dari pendapat-pendapat yang nyeleneh atau dibuat-buat dan menyimpang dari ijtihad ahlu al-‘ilmi dari kalangan salaf al-shālih.7

Ketika syaikh al-Albānī ditanya tentang cara beliau memanfaatkan waktu luang untuk menimba ilmu sekaligus bekerja mereparasi jam dan jual beli jam, beliau menjawab: “berkat karunia Allah Swt. Profesi sebagai reparasi jam yang telah kujalani sejak usia muda. Dan aku munyukainya karena profesi ini bebas, tidak mengganguku untuk menimba ilmu. Aku menyediakan waktu setiap hari untuk bekerja selain hari Selasa dan Jum‟at, itupun hanya tiga jam saja. Hal ini sudah mencukupi kebutuhan keluargaku, tentunya dengan amat sederhana”.8

Salah satu karya dan jasa syaikh al-Albānī di al-Jāmi„ah al-Islāmiyyah adalah memasukkan materi ilmu sanad ke dalam kurikulum bidang studi hadis yaang diajarkan diperguruan tinggi. Ilmu sanad yang diperkenalkan oleh syaikh al-Albānī tersebut merupakan kreasi terbaik. Beliau terhitung sebagai orang

6 Umar Abu Bakar, Syaikh Muhammad Nāṣir al-Din al-Albānī dalam Kenangan, Penerjemah Abu Ihsan al-Atsarī (Solo: At-Tibyan, t.t.), h. 17-18.

7 Muhammad Nāṣir al-Din al-Albānī , Ensiklopedi Fatwa Syaikh al-Albānī, Penerjemah Rudi Hartono (Jakarta: Pustaka as-Sunnah, 2005), h. 3.

8 Umar Abu Bakar, Syaikh Muhammad Nāṣir al-Din al-Albānī dalam Kenangan, h. 25.

pertama di dunia yang memasukkan bidang studi ini dalam kurikulum perguruan tinggi. Materi ini memberikan pengaruh yang positif setelah beliau meninggalkan al-Jāmi„ah al-Islāmiyyah.9

Syaikh al-Albānī selalu menyibukkan diri dengan berdakwah, adapun dakwah beliau juga tak luput dari tantangan. Ia menceritakan ada beberapa tantangan yang beliau hadapi dari beberapa masyāyīkh hanya karena satu alasan dan sebab, yaitu fanatik madzhab. Namun sayangnya, perselisihan itu berkelanjutan dan berkembang menjadi pertengkaran hingga menjurus kepada hujatan-hujatan.10

Kemudian syaikh al-Albānī memilih menetap di Amman, ibukota Yordania. Dakwah beliau di sana membuahkan hasil dan tersebar ke seluruh penjuru dunia. Di sinilah beliau memiliki murid yang sangat mencintainya dan beliau juga mencintai mereka, bila diibaratkan maka seperti tubuh yang satu dan bangunan yang kokoh saling menguatkan satu sama lainnya. Beberapa karakteristik syaikh al-Albānī yaitu: tidak jumud dan terus melakukan pembahsan, luasnya penelitian, kecepatan berpikir dan ketajaman akal, memiliki keahlian berdebat dan berdialog, selalu tuntas dalam membahas dan meneliti setiap permasalahan, disiplin dalam memanfaatkan waktu, berusaha untuk tidak melenceng dari salaf al-ṣāliḥ, merujuk kepada sumber asli kitab-kitab hadis, sabar dalam menjalani kehidupan dan menuntut ilmu, zuhud, dan masih banyak lagi karakteristik yang lain.11

9Umar Abu Bakar, Syaikh Muhammad Nāṣir al-Din al-Albānī dalam Kenangan, h. 48.

10 Umar Abu Bakar, Syaikh Muhammad Nāṣir al-Din al-Albānī dalam Kenangan, h. 31.

11 Umar Abu Bakar, Syaikh Muhammad Nāṣir al-Din al-Albānī dalam Kenangan, h. 83- 111.

3. Guru-guru dan Murid Al-Albānī

Syaikh Muhammad Nāṣir al-Dīn al-Albānī pertama kali belajar dengan ayahnya Syaikh al-Ḥājj Nūḥ al-Najātī, beliau belajar berbagai ilmu dari ayahnya seperti al- Qur‟an, bahasa Arab dan Fiqih Mazhab Hanafi, serta belajar memperbaiki jam. Syaikh Muhammad Nāṣir al-Dīn al-Albānī belajar fiqih Hanafiyah lebih lanjut dan bahasa Arab dengan Syaikh Sa‟id al-Burhan. Syaikh al-Albānī bertemu dengan syaikh Ahmad Syakir serta ikut berpartisipasi dalam diskusi dan penelitian mengenai hadits.12

Syaikh al-Albānī memiliki ijazah hadits dari gurunya Syaikh Muhammad Raghīb at-Thabbākh, yang dari beliau, Syaikh al-Albānī mempelajari ilmu hadits, dan mendapatkan hak menyampaikan hadits darinya. Syaikh al-Albānī menjelaskan tentang ijazah beliau pada kitab Mukhtasar al-‘Uluw, hlm. 72, dan Tahdzīr as-Sajid. Beliau memiliki ijazah tingkat lanjut dari Syaikh Bahjat al-Baithār, dimana isnad dari Syaikh terhubung ke Imam Ahmad. Keterangan tersebut terdapat dalam kitab Hayah al-Albani, jilid I, hlm.44, karangan Muhammad Asy-Syaibani. Ijazah tersebut merupakan bukti bahwa, Syaikh al-Albānī benar ahli dalam hadits, dapat dipercaya untuk membawakan hadits secara teliti.13

Selain memiliki guru-guru dalam menuntut berbagai disiplin ilmu, Syaikh al-Albānī juga mempunyai murid-murid yang menimba ilmu kepada beliau.

Didalam kitab Juhūd Syaikh al-Albānī fī al-Hadīts Riwāyah wa Dirāyah,

12 Abdurrahman bin Muhammad Shalih al-Aizari, Juhūd al-Syaikh al-Albānī fī al-Hadīts Riwayah wa Dirāyah (Beirut: Dār al-Islāmī, 1990), h. 43.

13 Abdurrahman bin Muhammad Shalih al-Aizari, Juhūd al-Syaikh al-Albānī fī al-Hadīts Riwayah wa Dirāyah, h. 44.

pengarang Abdurrahman bin Muhammad Ṣalih al-„Aizari, tercantum sebanyak 31 orang murid beliau yang terkenal diantaranya yaitu:

a. Syaikh Hamdi ibn „Abd al-Majīd ibn Ismā‟īl al-Salafī, lahir tahun 1339 H/1921 M. Seorang ahli hadits dari Iraq (Kurdistan) dan dikenal sebagai pentakhrij al-Mu’jam Al-Kabīr Al- Ṭabrānī, Musnad Asy-Syihāb Al-Qudaie dan lainnya. Belajar kepada Syaikh al-Albānī dalam bidang fiqh, tafsir, ilmu hadits, sirah nabawiyah dan lainnya. Syaikh Hamdi disamping kepada Syaikh al-Albānī, juga belajar kepada Syaikh Bahjat al-Baithār, Syaikh Abdul Fatah Imam, Syaikh Al-Fāqī dan lainnya.

b. Syaikh „Alī Hasan al-Hallabī, lahir tahun 1380 H/1960 M di kota Zarqa, Yordania. Orang yang dikatakan oleh Syaikh Muhammad

„Abdul Wahhab Marzuq Al-Bannā,“Syaikh al-Albānī adalah Ibn Taimiyah zaman ini, dan muridnya Syaikh Alī Hasan, Ibn Qayyim zaman ini”. Beliau bertemu Syaikh al-Albānī pada akhir 1977 M di Yordania, belajar kepadanya kitab “Isykālāt Al-Bā‘its al-Hadīts” dan kitab-kitab lainnya mengenai hadits dan ilmu hadits. Beliau memiliki ijazah hadits dari beberapa ulama seperti Syaikh Badi„uddīn Al- indi, Syaikh Muhammad Asy-Syanqiṭī dan lainnya.

c. Syaikh Salim Hilālī, beliau adalah Abu Usamah Salim bin „Īed al-Hilālī dilahirkan pada tahun 1377 H/1957 M, beliau sekarang berdomisili di Amman, Yordania. Bersama murid-murid syaikh al-Albānī beliau memiliki banyak guru lain, diantaranya : syaikh Bādī„

al-Rasyidi, syaikh Muḥib al-Rasyidi, syaikh „Abdul Ghoffār al-Ḥassan, syaikh Muhammad Ismā„īl al-Anṣarī.

d. Syaikh Mūsā Naṣr, dilahirkan di perkemahan Balāṭuṭ di Palestina pada tahun 1374 H. Kemudian beliau menuntut ilmu ke Fakultas al-Qur‟an Universitas Islam Madinah dan menerima gelar sarjana dalam bidang

“Qiraāt dan „Ulūm al-Qur‟an” pada tahun 1918. Kemudian safar ke Damaskus di Syām pada pertengahan 70-an dan belajar kepada syaikh al-Albānī.

e. Syaikh Usamah al-Qūsī al-Ḥajjājī lahir tahun 1373 H/ 1954 M di Kairo. Diantara guru beliau yang lain adalah syaikh Badi‟uddīn al-Sindī, syaikh Muqbil ibn Hadī.

f. Dan lain-lain.14 4. Wafat Al-Albānī

Syaikh al-Albānī wafat bertepatan pada waktu ashar hari Sabtu, 23 Jumadil Akhir 1420 H, penyelenggaraan jenazah dilakukan sesuai dengan yang telah diwasiatkan, dan jenazahnya dimakamkan dipekuburan yang sederhana di pinggir jalan sebagaimana yang syaikh al-Albānī inginkan. Sebelum wafat syaikh al-Albānī memberikan beberapa wasiat, pertama kepada istri-istrinya, anak-anaknya, teman-temannya dan seluruh orang yang mencintainya jika mendengar kabar tentang kewafatan beliau hendaknya mendoakannya agar mendapat maghfirahdan rahmat, jangan meratapi beliau atau menangis hingga bersuara keras. Kedua, menyegerakan penguburan, dan syaikh al-Albānī meminta agar

14Abdurrahman bin Muhammad Shalih al-Aizari, Juhūd al-Syaikh al-Albānī fī al-Hadīts Riwayah wa Dirāyah, h. 45-48.

yang memandikan jenazahnya adalah al-Akh Izzat Khiddir Abū „Abdillah yaitu tetangga sekaligus temanku yang tulus dan beliau (al-Akh Izzat Khiddir Abū

„Abdillah) boleh memilih teman untuk membantunya. Ketiga, syaikh al-Albānī berkata “ pilihlah perkuburan yang paling dekat, agar jangan sampai jenazahku diangkut dengan kendaraan dan para pengiring menaiki kendaraan mereka untuk mengiringinya”.15

B. Syaikh al-Albānī juga mewasiatkan seluruh isi perpustakaan dengan mengatakan “aku mewasiatkan seluruh isi perpustakaanku baik yang dicetak, difotokopi atau masih tertulis dengan tulisan tanganku atau tulisan selainku agar diberikan kepada perpustakaan Jāmi„ah Islāmiyah Madīnah al-Munawwarah, dan aku berharap kepada Allah Swt. Semoga dapat bermanfaat bagi perpustakaan dan bagi para pengurusnya sebagaimana telah memberi manfaat bagiku dan para penuntut ilmu, semoga keikhlasan dan kesabaran mereka bermanfaat bagiku ”.16

B. Pandangan Ulama’ Terhadap Al-Albānī

Pemikiran syaikh al-Albānī yang tertuang dalam karya-karyanya banyak menuai pro dan kontra, hal tersebut terlihat dari munculnya beberapa karya, baik yang memuji usaha dan mengakui kredibilitasnya dalam bidang hadis maupun yang mengkritik pemikiran-pemikirannya. Tidak sedikit ulama yang memberikan pujian dan dukungan terhadap hasil jerih payahnya yang sangat bernilai dalam membela hadis-hadis Nabi saw, seperti yang diungkapkan Muhammad al-Amin Syinqīṭī, Muhibbuddīn Khatīb dan Muhammad bin Ibrāhīm Alisy bahwa

15 Umar Abu Bakar, Syaikh Muhammad Nāṣir al-Din al-Albānī dalam Kenangan, h. 116.

16 Umar Abu Bakar, Syaikh Muhammad Nāṣir al-Din al-Albānī dalam Kenangan, h. 117.

Albānī adalah pengabdi dan menghidupkan sunnah nabi Muhammad Saw. Bahkan Abdul Azīz bin Bāz dan raja Faisal menjuluki al-Albānī sebagai mujaddid abad ini.17

Berikut ini perkataan Mufti Kerajaan Saudi Arabia terdahulu Syaikh Muhammad bin Ibrahīm Ālisy syaikh berkata tentang Fadhilah syaikh Al-Albānī:

"Beliau adalah ulama ahli sunnah yang senantiasa membela al-Haq dan menyerang ahli kebatilan".18

Kemudian Yusuf Qardhawi juga mengatakan: “syaikh al-Albānī menurut pandangan saya adalah seorang ulama hadist yang termasyhur pada zaman kita, khususnya mengenai takhrīj, tautsīq, dan taḍ‘īf. Namun demikian tidak berarti bahwa perkataannya dalam menṣaḥīḥkan atau melemahkan suatu hadis merupakan pamungkas. Sebab kadang-kadang ada pula ulama sekarang yang berbeda pendapat dengannya dalam penilaian terhadap suatu hadis, tidaklah aneh jika mereka berbeda pendapat dengan syaikh Albānī sebagaimana syaikh al-Albānī berbeda pendapat dengan para ulama sebelumnya tentang beberapa hadis.

Oleh sebab itu, penetapan syaikh al-Albānī dalam melemahkan atau mensahihkan suatu hadis bukan merupakan ḥujjah yang qaṭ‘ī dan sebagai kata pemutus”.

Bahkan dapat saya katakan bahwa syaikh al-Albānī melemahkan suatu hadis dalam suatu kitab, dan mengesahkannya di dalam kitab yang lain”.19

Adapun ulama yang kontra atas pemikiran-pemikiran syaikh al-Albānī diantaranya: Ismā„īl al-Anṣārī yag mengkritik fatwa syaikh al-Albānī mengenai

17Umar Abu Bakar, Syaikh Muhammad Nāṣir al-Din al-Albānī dalam Kenangan, h. 163.

18Ibid, h. 166.

19 Yūsuf al-Qardhāwī, Fatwa-fatwa Kontemporer 2 (Jakarta: Gema Insani, 1995), h. 156-157.

pentaḍ‘īfan shalat tarawih 20 rakaat melalui karyanya Taṣḥīḥ Ḥadīts al-Tarāwīḥ ‘Isyrīn Raka‘ah wa al-Ra‘dd ‘alā al-Albānī ‘ala Taḍ‘īfih, Abdullah al-Habsyī al-Harārī melalui karyanya Tabyīn Ḍalālah al-Albānī , dan al-Ghumarī yang menganggap al-Albānī sebagai ahli bid‟ah melalui karyanya al-Qaul al-Muqnī fi al-Radd ‘alā al-Albānī al-Mubtadī‘,20 dan Hasan al-Saqqāf yang mengkritisi salah satu karya Albānī ḍa’īf al-Jāmi‘ melalui karyanya Tanāquḍāt al-Albānī al-Wāḍiḥāt.

C. Tinjauan Kitab Silsilah al-Aḥādīts al-Ḍa’ifah wa al-Mauḍū’ah wa Ātsaruhā al-Sayyi’ fī al-Ummah

1. Latar Belakang Penulisan

Koleksi hadis ḍa„īf dan mauḍū’ karya syaikh Albānī yaitu Silsilah al-Aḥādīts al-Ḍa’ifah wa al-Mauḍū’ah wa Ātsaruhā al-Sayyi’ fī al-Ummah dicetak pertama kali di Maktabah al-Ma‟ārif, Riyādh 1977 M. Kitab tersebut merupakan kitab hadis yang memuat hadis-hadis ḍa„īf dan mauḍū’ hasil seleksi syaikh al-Albānī atas beberapa kitab hadis dengan permasalahan yang bereda-beda. Pada awalnya merupakan tulisan berkala syaikh Albānī yang diterbitkan oleh majalah al-Tamaddun al-Islamī di Amman. Kitab ini terdiri dari 14 jilid yang dicetak dengan tahun yang berbeda-beda.

Kitab Silsilah Aḥādīts Ḍa’ifah wa Mauḍū’ah wa Ātsaruhā al-Sayyi’ fī al-Ummah ditulis karena beberapa alasan: pertama: keprihatinan akan tersebarnya hadis-hadis Mauḍū’ dikalangan umat muslim yang diutarakan dalam ceramah, artikel dimedia massa, bahkan ditulis dalam karya ilmiah. Penulisan karya ini ditujukan agar umat Islam tidak terjeremus pada penggunaan hadis-hadis ḍa„īf dan

20 Muhammad Nāṣir al-Dīn al-Albānī,Silsilah al-Aḥādīts al-Ḍa’ifah wa al-Mauḍū’ah wa Ātsaruhā al-Sayyi’ fī al-Ummah (al-Riyadh: al-Maktabah al-Ma‟arif, 1992), j. 3, h. 9.

mauḍū’ yang disebarkan oleh penceramah ataupun da‟i yang tidak mengetahui keṣaḥiḥan suatu hadis, dan berharap umat hanya mempergunakan hadis-hadis ṣaḥiḥ dalam melaksanakan ajaran-ajaran agama.21

Kedua, dalam rangka memurnikan ajaran Islam. Pada muqaddimah jilid 2 dalam kitab Silsilah Aḥādīts Ḍa’ifah wa Mauḍū’ah wa Ātsaruhā Sayyi’ fī al-Ummah ia menulis: “saya hanya berharap, mudah-mudahan usaha saya menerbitkan buku tentang silsilah ḍa„īf dan mauḍū’ dan Silsilah al-Aḥādīts ṣaḥiḥ ini dapat menjadi andil dalam rangka memurnikan kembali ajaran Islam.22

Faktor pendorong lain penyusunan kitab silsilah ḍa„īf wa al-mauḍū’ah dicetak secara berkelanjutan karena beberapa dialog dan tukar pikiran di antara para ulama, baik kalangan penulis, maupun mahasiswa diberbagai wilayah Islam yang mendesaknya untuk mengintensifkan penyebaran ilmu mengenai silsilah ḍa‘īf dan mauḍū‟.23

2. Sistematika Penulisan

Judul lengkap kitab syaikh Albānī adalah “Silsilah Aḥādīts al-Ḍa’ifah wa al-Mauḍū’ah wa Ātsaruhā al-Sayyi’ fī al-Ummah” yang terdiri dari 14 jilid. Dalam proses penulisannya kitab ini mengalami beberapa perubahan maupun tambahan rincian, penelitian dan kelengkapan lainnya. Kadang-kadang keputusan yang ditetapkan dalam memvonis suatu hadis mengalami perubahan, hal ini terjadi setelah diadakan penelitian lebih jauh dan rinci, kemudian ternyata

21 Lihat Albānī, muqaddimah Silsilah al-Aḥādīts al-Ḍa’ifah wa al-Mauḍū’ah wa Ātsaruhā al-Sayyi’ fī al-Ummah, h. 1

22 Lihat Albānī, muqaddimah Silsilah al-Aḥādīts al-Ḍa’ifah wa al-Mauḍū’ah wa Ātsaruhā al-Sayyi’ fī al-Ummah, h. 1.

23 Lihat Albānī, Silsilah al-Aḥādīts al-Ḍa’ifah wa al-Mauḍū’ah wa Ātsaruhā al-Sayyi’ fī al-Ummah, jld 1, h. muqaddimah.

didapatkan hadis yang naik derajat kualitasnya menjadi lebih ṣaḥīḥ dan lebih rājih dan sebaliknya. Misalnya kata ḍa‘īf diganti kata ḍa‘īf jiddan atau sebaliknya, dan kadang maudhū‘ diganti ḍa‘īf atau sebaliknya. Suatu hal yang biasa terjadi meskipun jarang.24

Sistematika penulisan kitab Silsilah Aḥādīts Ḍa’ifah wa al-Mauḍū’ah tidak menggunakan metode abjad atau sesuai aturan abjad, tetapi ditulis apa adanya sesuai apa yang dianggap perlu. Penyusunan hanya berdasarkan pada nomor hadis, tidak disusun menurut bab atau tema sebagaimana kitab-kitab hadis pada umumnya. Kitab ini telah dicetak dan diterbitkan oleh Maktabah al-Ma‘ārif, Riyādh 1412 H/1992 M, sebanyak 14 jilid, setiap jilid yang memuat hadis 7162 hadis.

- Kitab jilid 1 memuat 1 sampai 500 hadis, - Kitab jilid 2 memuat 501 sampai 1000 hadis, - Kitab jilid 3 memuat 1001 sampai 1500 hadis, - Kitab jilid 4 memuat 1501 sampai 2000 hadis, - Kitab jilid 5 memuat 2001 sampai 2500 hadis, - Kitab jilid 6 memuat 2501 sampai 3000 hadis, - Kitab jilid 7 memuat 3001 sampai 3500 hadis, - Kitab jilid 8 memuat 3501 sampai 4000 hadis, - Kitab jilid 9 memuat 4001 sampai 4500 hadis, - Kitab jilid 10 memuat 4501 sampai 5000 hadis, - Kitab jilid 11 memuat 5001 ssampai 5500 hadis,

24 „Abdullāh bin „Abdul „Azīz al-„Uqail, al-Imām al-Albānī: Durūs wa Mawaqif wa ‘Ibr, h. 6

- Kitab jilid 1 memuat 5501 sampai 6000 hadis, - Kitab jilid 1 memuat 6001 sampai 6500 hadis, dan

- Kitab jilid 1 memuat 5501 sampai 6000 hadis, - Kitab jilid 1 memuat 6001 sampai 6500 hadis, dan

Dokumen terkait