• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI KRITIK SANAD HADIS-HADIS YANG DIḌA IFKAN OLEH MUHAMMAD NĀṢIR AL-DĪN AL-ALBĀNĪ

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "STUDI KRITIK SANAD HADIS-HADIS YANG DIḌA IFKAN OLEH MUHAMMAD NĀṢIR AL-DĪN AL-ALBĀNĪ"

Copied!
154
0
0

Teks penuh

(1)

DIḌA’IFKAN OLEH MUHAMMAD NĀṢIR AL-DĪN AL-ALBĀNĪ

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S. Ag)

Oleh:

Fatimatuzzahro 1112034000116

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440 H./2018 M.

(2)

Muhammad Nttsir Al“

Dh Al‐

AlbanI

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Olch:

Fatilnatuzzahro ll12034000116

PROGRAⅣ ISTUDIILⅣ

質U AL―

QUR'AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAⅣ

NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAⅡ JAKARTA

1439H./2018Ⅳ賃.

:19740510

(3)

ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag) pada Program Studi Ilmu al-Qur'an dan Tafsir.

Jakalta,24 0ktober 2018

Sidag Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota, Sekertaris Merangkap Anggota,

Dr.Bustalnin,SE.,ⅣI.Si

NIP:19630701 1998031003

Anggota,

196806181

PClltti I Pcngu」l II

26200501 1 101

NIP:1974051 200501200501 1009

(4)

2.

3.

Skripsi ini merupakan hasil karya asii yang dittukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gclar strata satu(Sl)di UIN SyaHfHidayatullah Jakarta

Sclnua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN SyarifHidayatullah Jakarta

Jika di kelnudian ha五 terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan d面 karya orang lain,maka saya bersedia mene五 ma sanksi yang berlakll di UIN Sya五 fHidayatullah」akarta

Ciputat,17

Fatimaflrzzatu'o

(5)

i

Romanisasi Standar Bahasa Arab (Romanization of Arabic) yang pertama kali diterbitkantahun 1991 dari American Library Association (ALA) dan Library Congress (LC).

A. Konsonan Tunggal danVokal

Arab Indonesia Inggris Arab Indonesia Inggris

ا

A A

ط

ب

B B

ظ

ت

T T

ع

ʻ

ث

Ts Th

غ

Gh Gh

ج

J J

ؼ

F F

ح

ؽ

Q Q

خ

Kh Kh

ؾ

K K

د

D D

ؿ

L L

ذ

Dz Dh

ـ

M M

ر

R R

ف

N N

ز

Z Z

ك

W W

س

S S

ق

H H

ش

Sy Sh

ء

ص

م

Y Y

ض

ة

H H

Vokal

َ ا

Ā Ā

َْكُأ

Ū Ū

َْمِإ

Ī Ī

َْك أ

Aw Aw

َْم أ

Ay Ay

َ َ - ل

Á Á

(6)

ii

ة دِّد ع ػتُم

C. Tā’ Marbūṭah(

ة

)

ةلاص

ṣalāh Biladimatikan

فامزلاَةآرم

Mir’āt al-zamān Bilaiḍafah

D. Singkatan

Swt : Subḥānahuwa-taʻālá Saw :ṢallaAllāhʻalayhwa-sallam ra : RaḍiyaAllāhʻanhu

M : Masehi H : Hijriyah

QS : al-Qur’an: Surat HR : HadisRiwayat h. : Halaman

(7)

iii Fatimatuz Zahro

Studi Kritik Sanad Hadis-hadis yang Diḍa’ifkan Oleh Muhammad Nāshir Al- Dīn Al-Albānī

Skripsi ini meneliti tentang hadis-hadis yang diḍa’ifkan oleh al-Albānī yang termuat dalam kitab Silsilah al-Aḥādīts al-Ḍa’ifah wa al-Mauḍū’ah wa Ātsaruhā al- Sayyi’ fī al-Ummah. Kontroversi dikalangan para ulama terkait pendapat beliau yang dianggap melintasi jalur seharusnya menjadikan penulis ingin mengkaji lebih lanjut karya-karyanya.

Kitab Silsilah al-Aḥādīts al-Ḍa’ifah wa al-Mauḍū’ah wa Ātsaruhā al-Sayyi’ fī al-Ummah memuat ribuan hadis yang referensinya tidak hanya kutub al-Sittah.

Namun penulis hanya mengambil hadis-hadis yang diriwayatkan oleh imam al- Bukhārī dan imam Muslim dengan mengangkat hadis nomor 1299, 6947, 927.

Penelitian skripsi ini merupakan jenis penelitian kepustakaan. Untuk itu, digunakan bahan-bahan kepustakaan dengan sumber primer kitab Silsilah al-Aḥādīts al-Ḍa’ifah wa al-Mauḍū’ah wa Ātsaruhā al-Sayyi’ fī al-Ummah, dan sumber sekunder yakni kitab Rijāl al-Ḥadīts, kitab-kitab takhrij hadis, maktabah al-Syāmilah, kitab-kitab hadis serta buku-buku yang berkaitan dengan judul skripsi ini.

Dalam mengolah data, langkah pertama yang dilakukan adalah mentakhrīj hadis-hadis dengan dua metode, yaitu metode takhrij dengan mengetahui lafadz pertama dari matan hadis dan metode takhrij dengan mengetahui kata-kata yang jarang digunakan dari suatu bagian matan hadis. Kemudian langkah kedua menyusun keseluruhan sanad dalam bentuk skema, dan langkah ketiga adalah melakukan kritik sanad hadis, dengan lima syarat yaitu kebersambungan sanad, ‘adil, dabt, tidak syādz dan tidak ada ‘illat. Dengan mengkaji dan meneliti hadis-hadis dalam kitab ini, dapat diketahui keberadaan suatu hadis dalam kitab-kitab rujukan, nilai dan kualitas hadis khususnya dari segi sanad. Setelah melakukan kegiatan tersebut, penulis menganalisis pendapat al-Albānī terkait kualitas hadis-hadis di atas.

Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa standar kualitas hadis al-Albānī yang dilakukan terhadap 3 hadis dalam kitab Silsilah al-Aḥādīts al-Ḍa’ifah wa al- Mauḍū’ah wa Ātsaruhā al-Sayyi’ fī al-Ummah dapat diambil kesimpulan bahwa bentuk dan tingkatan lafal jarḥ wa ta’dil al-Albānī merujuk pada al-Dzahabī dalam kitabnya “Mīzān al-I‘tidāl fī Naqd al-Rijāl”.

Kata kunci: hadis, al-Albānī.

(8)

iv

dengan Rahmat dan kasih sayang-Nya, Alhamdulillah saya dapat menyelesaikan skripsi ini (Hamdan Wa Syukron Lillah), Shalawat dan salam saya haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan semua penerus ajarannya. Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan syafa’at untuk kita (Allahumma sholli ‘ala saidina Muhammad).

Skripsi berjudul: Studi Kritik Sanad Hadis-hadis yang Diḍa’ifkan Oleh Muhammad Nāṣir Al-Dīn Al-Albānī

,

merupakan karya ilmiah saya sebagai perjalanan terakhir, setelah sekian tahun menuntut ilmu di bangku perkuliahan. Guna memenuhi persyaratan untuk gelar Sarjana Strata Satu (S1) di Fakultas Ushuluddin, pada Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Proses penulisan skripsi ini tidak lepas dari sumbangsih berbagai pihak yang telah membatu dan yang memberi dukungan baik moril ataupun materil. Oleh karena itu, dengan segala hormat dan kerendahan hati kepada pihak-pihak yang telah dengan rela membantu dan mendukung dalam penyelesaian skripsi ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat:

1. Segenap civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; Prof. Dr. Dede Rosyada, MA. selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Prof. Dr. Masri Mansoer, MA. selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA,. Ketua jurusan Program studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.

Semoga Allah senantiasa memberikan keberkahan dalam setiap ilmu yang beliau berikan

(9)

v segala urusan beliau.

4. Bapak Dr. Isa Salam, M. Ag, selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis dari semester satu hingga selesai. Bapak Rifki Muhammad Fatkhi, MA. Selaku dosen penguji seminar proposal yang telah mengarahkan, menambah wawasan tentang hadis dan telah menginspirasi penulis.

5. Dr. Ahmad Fudhaili, M.Ag. yang telah memberikan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing, memberikan arahan, kritik dan masukan kepada penulis dengan sabar dan cermat demi kesempurnaan skripsi ini. Masukan-masukan yang beliau berikan sangat berharga bagi penulis.

6. Segenap civitas akademika Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak membantu kelancaran administrasi dan birokrasi. Segenap staf Perpustakaan Umum (PU), Perpustakaan Fakultas Ushuluddin (PF), Pusat Studi al-Qur’an (PSQ), dan Perpustakaan Iman Jama’ yang telah membantu meminjamkan buku-buku dan beberapa literatur dalam penulisan skripsi ini.

7. Seluruh Dosen Fakultas Ushuluddin, terimakasih atas ilmu dan bait-bait nasihat yang telah diberikan dengan tulus kepada saya.

8. Kepada orang tua kami di Padepokan Ngasah Roso, Ayatirrahman, ibunda Lilik Ummi Kaltsum dan bapak Musthofa. Dan Putra-putrinya, Arifah Liqo Rabbani (ka’ Li), Irfan Ayatirrahman Mushaffa (mas Ifan) dan Ahmad Ubayd Fazlurrahman (de Ubs). Semoga Allah Swt senantiasa memberikan kesehatan, semangat belajar, dan ketaatan kepada-Nya.

(10)

vi

9. Guru-guru penulis, Ibu Nyai Hj. Afifah, seluruh guru di Pondok Pesantren AL-Azhar Lubuk Linggau, dan seluruh guru di MIN Pauh, yang telah mengerahkan seluruh kesabaran beliau menghadapi penulis semasa belajar di bangku sekolah.

10. Kepada sang terkasih, tercinta dan tersayang, Abah ‘Abdul Qadir dan Ibu Habibah, yang selalu merangkaikan doa-doa indah, menginspirasi, membiayai, mendidik, mendukung, dan memotivasi dengan sabar dan tak hentinya memberikan semangat, kasih sayang, dan pelukan hangat kepada penulis (Allahumma ghfir lahumā wa irhamhumā kamā rabbayānī saghīrā). Tak lupa kepada kakak dan adik-adik tersayang mas Ja’far, mas Ainul, Salwa, Iif, Ulil, Tika, Aje, Najwa, Icha’, mas Hotto, dan Achim terima kasih atas dukungan dan kasih sayang yang telah kalian berikan. Dan Keluarga besar penulis yang maaf tidak dapat disebutkan satu-persatu, semoga keberkahan selalu menyertai keluarga besar kita. Amien

11. Teman-teman Tafsir Hadis angkatan 2012 khususnya kelas C, sahabat-sahabat KKN SILIWANGI. Teman-teman terkasih di padepokan Ayatirrahman, yang terpenting adalah kalian semua penyemangat dan teman terbaik untuk saya. Doa dekat ini adalah kita bisa haji atau umroh bersama.

12. Kepada senior Najib terimakasih untuk kritik-sarannya, Mbah Ayat terimakasih ilmu dan kesabaran, Yasir, Arip, Ucup, Tommy, kesediaan dan luangan waktunya, sukses dan cepat wisuda dan lanjut S2, S3 dan Es-Uaminya dan kepada sahabat Lili, Intan, Siha, Rois, siska, Anggi, Diana, mb Chuzaimah, Chibi Hikmah, Budhe Ida, Nyunyo, Byun

(11)

vii

14. Semua pihak yang telah memberikan bantuan, dorongan dan informasi yang bermanfaat untuk penulisan dalam penyelesaian skripsi ini.

Akhirnya, penulis berharap semoga amal baik dan partisipan dari semua pihak yang telah membantu penulis baik dari materi maupun dukungan semangat dalam meyelesaikan skripsi ini mendapat balasan pahala dari Allah SWT dan semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pembangunan ilmu agama, khususnya pengembangan ilmu al-Qur’an dan Hadis. Jazākumullāh aḥsan al jazā’, Āmīn...!

Jakarta, 17 Agustus 2018

Fatimatuzzahro

(12)

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING LEMBAR PERNYATAAN

PEDOMAN TRANSLITERASI ... i

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... viii

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 9

D. Tinjauan Pustaka ... 10

E. Metodologi Penelitian ... 11

F. Sistematika Penulisan ... 14

BAB II: SEKILAS TENTANG MUHAMMAD NĀSHIR AL-DĪN AL- ALBĀNĪ DAN KITAB SILSILAH AL-AḤĀDĪTS AL-ḌA’IFAH WA AL- MAUḌŪ’AH WA ĀTSARUHĀ AL-SAYYI’ FĪ AL-UMMAH A. Biografi Muhammad Nāshir Al-Dīn Al-Albānī ... 16

B. Pandangan Ulama’ Terhadap Muhammad Nāshir Al-Dīn Al-Albānī 23 C. Tinjauan Kitab Silsilah al-Aḥādīts al-Ḍa’ifah wa al-Mauḍū’ah wa Ātsaruhā al-Sayyi’ fī al-Ummah ... 25

(13)

ix BAB III: METODE KRITIK HADIS

A. Definisi Kritik Hadis ... 36

B. Metodologi Keshahihan Hadis 1. Kritik Sanad ... 36

2. Al-Jarḥ wa al-Ta‘dīl ... 39

3. Kritik Matan ... 44

C. Kriteria Hadis Berdasarkan Kualitas 1. Hadis Ṣaḥīḥ ... 42

2. Hadis Ḥasan ... 43

3. Hadis Ḍa‘īf ... 44

D. Pemikiran al-Albānī Tentang Hadis 1. Pandangan Mengenai Hadis, Sunah, Khabar dan Atsar ... 55

2. Kritik Sanad dan Matan al-Albānī ... 54

3. Al-Jarḥ wa al-Ta‘dīl al-Albānī ... 53

4. Kriteria Hadis Mauḍū’ dan Hadis Ḍa’īf Menurut al-Albānī ... 55

BAB IV: KRITIK SANAD HADIS-HADIS DALAM KITAB SILSILAH AL- AḤĀDĪTS AL-ḌA’IFAH WA AL-MAUḌŪ’AH WA ĀTSARUHĀ AL-SAYYI’ FĪ AL-UMMAH A. Kritik Hadis ke-1 1. Kritik Sanad ... 61

2. Kritik Matan ... 95

3. Kesimpulan ... 101

B. Kritik Hadis ke-2 1. Kritik Sanad ... 102

(14)

x

2. Kritik Matan ... 115 3. Kesimpulan ... 118 C. Kritik Hadis ke-3

1. Kritik Sanad ...120 2. Kritik Matan ... 130 3. Kesimpulan ... 131 BAB V: PENUTUP

A. Kesimpulan ... 133 B. Saran-saran ...134 DAFTAR PUSTAKA ... 135

(15)

1

Manusia dalam hidupnya membutuhkan berbagai macam pengetahuan.

Sumber dari pengetahuan tersebut ada dua macam yaitu naqli dan ‘aqli. Dan sumber yang sangat otentik bagi umat Islam dalam hal ini adalah al-Qur‟an dan hadis nabi. Allah Swt. telah memberikan kepada umat kita para pendahulu yang selalu menjada al-Qur‟an dan hadis nabi. Mereka adalah orang-orang jujur, amanah, dan memegang janji. Sebagian di antara mereka mencurahkan perhatiannya terhadap al-Qur‟an dan ilmunya yaitu mufassir. Dan sebagian lagi memprioritaskan perhatiannya terhadap hadis nabi Muhammad Saw. dan ilmunya, mereka adalah para ahli hadis. Mereka juga diperintahkan untuk mengerjakan apa yang dibawa oleh nabi dan dilarang untuk mengerjakan semua larangan beliau.1 sebagaimana Allah Swt. berfirman dalam Surah al-Ḥasyr [59]: 7:















...

“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah”.

Ayat di atas menjelaskan bahwa nabi Muhammad Saw. bertugas menjelaskan al-Qur‟an kepada ummatnya dan mewajibkan setiap muslim untuk patuh kepada kebijaksanaan dan ketetapan Rasulullah Saw. dalam bidang apapun baik yang disebut secara tegas dalam al-Qur‟an maupun dalam hadis ṣaḥīḥ.2 Maka dari itu hadis berfungsi sebagai penjelas al-Qur‟an dan teladan bagi ummatnya,

1 Manna‟ al-Qaṭṭān, Pengantar Studi Ilmu Hadis, Penerjemah Mifdhol Abdurrahman (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2005), h. 19-20.

2 M. Quraish Shihab, Tafsīr al-Miṣbāh (Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an) (Ciputat: Lentera Hati, 2002), h. 113.

(16)

membutuhkan hadis.3

Hadis memiliki kedudukan yang penting dalam ajaran agama Islam dan diyakini sebagai salah satu sumber hukum Islam. Posisi yang strategis inilah yang menyebabkan banyak sarjana baik dari kalangan muslim maupun non muslim tertarik untuk mengkaji autentitas hadis yang sangat berpengaruh pada otoritasnya. Kalangan orientalis yang pertama kali mempersoalkan status hadis adalah Alois Sprenger, dalam pendahuluan bukunya mengenai riwayat hidup dan ajaran Muhammad, ia mengkaim bahwa hadis merupakan kumpulan cerita-cerita bohong namun menarik.4

Hadis nabi Muhammad Saw. dalam perjalanan sejarah telah melalui tiga kegiatan yang dilakukan oleh muḥadditsīn untuk memelihara dan mengabadikan hadis, yaitu menulis, menghimpun, dan membukukannya. Kegiatan pertama sudah dilakukan oleh beberapa sahabat Rasulullah Saw. sejak kenabian. Kegiatan kedua terjadi pada akhir abad pertama Hijriyah (100 H), yaitu pada masa pemerintahan Umar ibn Abdul Aziz. Sementara kegiatan ketiga dimulai oleh al-Imām Mālik ibn Anas (97-179 H), yang melahirkan Kitab al-Muwaṭṭa’.5

Pengkajian hadis Nabi Muhammad Saw. tidak hanya menyangkut kandungan dan aplikasi petunjuknya saja, tetapi juga dari segi periwayatannya.

Penelitian terhadap periwayatan hadis menjadi sangat penting karena sebagian yang dinyatakan masyarakat adalah pengguna hadis, terutama para muballigh, ternyata banyak yang tidak memenuhi standar yang ditetapkan. Bahkan tidak

3 Nuruddin „Itr, ‘Ulumul Hadis, h. 8.

4 Faiqatul Mala, Otoritas Hadis-hadis ‘Bermasalah’ dalam Shahih Bukhari (Jakarta: Pt.

Gramedia, 2015), h. 40.

5 Bustamin dan Hasanuddin, Membahas Kitab Hadis (Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), h. 1.

(17)

diteliti sama sekali tidak memenuhi syarat sebagai hadis Karena itulah kesahihan hadis sangat diperhatikan.6

Menurut ahli-ahli hadis, kritik hadis adalah menyeleksi hadis-hadis antara yang ṣaḥīḥ dengan yang ḍa‘īf dan meneliti perawinya apakah yang dipercaya dan kuat ingatannya (tsiqah) atau tidak. Menurut Azami, kritik hadis sudah dimulai sejak Nabi Muhammad Saw. masih hidup, namun lingkupnya masih sangat terbatas dan motifasinya berbeda dengan kritik hadis pada masa-masa belakangan.7 Secara umum, pemalsuan hadis terjadi pada dekade keempat dari hijrah Nabi Muhammad Saw. yaitu dalam masalah politik saling bermusuhan, sedang diantara mereka ada yang lemah imannya, sedikit pengetahuan agamanya, sehingga mereka mebuat hadis palsu untuk kepentingan kelompoknya. Maka sejak saat itu para ahli hadis lebih selektif dalam mendengarkan hadis, dan lebih teliti dalam menerima rawi. Pada saat itu, penggunaan sanad itu lebih penting dibanding masa sebelumnya. 8

Untuk kepentingan penelitian hadis Nabi Muhammad Saw. ini, ulama telah menciptakan berbagai kaidah dan ilmu (pengetahuan) hadis. Dengan kaidah dan ilmu hadis tersebut ulama mengadakan pembagian kualitas hadis. Ibn Khaldun berpendapat bahwa penelitian hadis yang dilakukan oleh ulama hadis hanya terbatas pada penelitian sanad saja. Disamping itu, pendapat tersebut disanggah secara tidak langsung oleh beberapa ulama lainnya misalnya Musṭafā

6 Badri Khaeruman, Otentitas Hadis Studi Kritis Atas Kajian Hadis Kontemporer (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), h. 5.

7 Ali Mustafa Yaqub, Imam al-Bukhārī dan Metodologi Kritik dalam Ilmu Hadis (Jakarta:

Pustaka Firdaus, 1991), h. 16.

8 Muhammad Mustafa Azami, Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya, Penerjemah Ali Mustafa Yaqub (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994), h. 580.

(18)

ulama hadis dalam meneliti hadis Nabi Muhammad Saw. sama sekali tidak mengabaikan penelitian matn. hal ini terbukti pada kaidah keṣaḥiḥan hadis yang menyatakan bahwa syarat yang harus dipenuhi oleh hadis yang berkualitas ṣaḥīḥ ialah matan dan sanad harus terhindar dari kejanggalan (syādz) dan cacat (‘illat) sebagaimana telah ditetapkan oleh ulama hadis.9

Ibn Ṣalāḥ berpendapat bahwa syarat hadis dinilai ṣaḥīḥ apabila memenuhi lima syarat sebagaimana telah menetapkan ulama muhadditsīn. Namun apabila ada perselisihan tentang keṣaḥīḥ an suatu hadis, bukanlah karena syarat-syarat itu sendiri melainkan karena adanya perselisihan dalam menetapkan terwujud atau tidaknya sifat-sifat tersebut. Misalnya Abī Zinād mensyaratkan bagi hadis ṣaḥīḥ hendaknya perawi memiliki ketenaran dan keahlian dalam berusaha dan menyampaikan hadis. Ibn al-Sam‟ānī juga menyatakan bahwa kriteria hadis sahih tidak cukup hanya diriwayatkan oleh rawi yang tsiqah (adil dan ḍabit) saja, tetapi juga harus diriwayatkan oleh orang yang paham benar terhadap apa yang diriwayatkan. Di samping itu, Imam Ibnu Hajar al-Asqalānī tidak sependapat dengan tentang ketentuan syarat-syarat hadis ṣaḥīḥ sebagaiman yang telah diutarakan oleh uama-ulama tersebut, sebab syarat-syarat sebagaimana dikemukakan oleh Abī Zinād telah tercakup dalam persyaratan ḍabit, sedangkan syarat yang dikemukakan oleh Ibn al- Sam‟ānī juga sudah termasuk dalam syarat

“tidak ber’illat”.10

9 Syuhudi Ismail, Kaidah Kesahihan Sanad hadis: Telaah Kritis dan Tinjauan dengan Pendekatan Ilmu Sejarah (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), h. 6.

10 Fatchur Rahman, Ikhtisār Musthalāh al-Hadīts (Bandung: al-Ma‟arif, 1974), cet. 20, h.

118.

(19)

teliti dalam memelihara sunnah nabi Muhammad Saw. cara-cara mereka untuk menyaring sanad-sanad hadis sungguh merupakan hal yang sangat terpuji dan layak untuk dikagumi oleh siapa saja. Dan di samping mereka, banyak pula para ahli yang meneliti matan-matan hadis kemudian memisahkan mana yang dinilai syādz atau bercacat.11

Dalam perkembangannya, usaha kritik hadis yang dilakukan ulama hadis masa kontemporer ini dilakukan dengan menelaah kembali terhadap kitab-kitab yang telah selesai dibukukan. Seperti yang dilakukan oleh ahli hadis semisal Muhammad Nāshir al-Dīn al-Albani, „Abdul Qadir al-Arnauth, Ṭāhā al-Ulwānī dan ulama hadis kontemporer lainnya. Ulama hadis masa kontemporer ini biasa meneliti ulang hadis-hadis yang telah tersebar dalam kitab-kitab penting yang menjadi rujukan umat, dengan menentukan kualitas dari hadis-hadis yang dijadikan hujjah.12 Salah satu ulama hadis yang akan menjadi objek kajian pada penelitian ini adalah Muhammad Nāshir al-Dīn al-Albānī

Sebagai seorang muslim, al-Albānī mengabdikan sebagian besar hidupnya untuk meneliti secara mendalami hadis nabi Muhammad Saw. al-Albānī telah meneliti sejumlah kitab hadis, termasuk Shahīh al-Bukhārī, Shahīh Muslim, Sunan at-Tirmīdzī, Abū Dāūd, al-Nasā‟ī dan ibn Mājah. Sebagai sarjana produktif, ia telah menulis 117 buku, diantaranya: Silsilah al-Aḥādīts al-Ḍa’ifah wa al-Mauḍū’ah wa Ātsaruhā al-Sayyi’ fī al-Ummah, al-Tawassul Anwā’uhu wa Aḥkāmuhu, Taḥdzīr al-Sājid min ittiḥādz al-Qubūr masājid. Dalam karya-karya ini, al-Albānī telah mengidentifikasi 990 hadis yang dianggap autentik oleh

11 Muhammad al-Ghazali, Studi Kritik atas Hadis Nabi Antara Pemahaman Tekstual dan Kontekstual, Penerjemah Muhammad Baqir (Bandung: Mizan, 1998), cet. 9, h. 26.

12 Ali Musthafa Ya‟qub, Kritik Hadis (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2011), h. 4.

(20)

menyatakan lemah (taḍ’īf) sejumlah hadis yang terdapat dalam Ṣaḥīḥ al-Bukhārī dan Ṣaḥīḥ Muslim, salah satu koleksi kitab hadis yang paling bergengsi itu menuai sejumlah kritikan tajam terhadapnya. Di antaranya; Tanāquḍāt al-Albānī al-Waḍīḥāt oleh Ḥasan bin „Ali as-Saqqaf, al-Ta’rīf bi Auhām man Qassama al- Sunan Ilā Ṣaḥīḥ wa Ḍa’īf oleh Mahmud Said Mamduh, Tabyīn ḍalālah al-Albānī, Syaikh al-Wahhabiyyah al-Mutamaḥdits oleh „Abdullah al-Harrārī, dan masih banyak yang lainnya.13

Menurut al-Albānī, dari sekian banyak hadis-hadis yang termuat dalam kitab Ṣaḥīḥ al-Bukhārī dan Ṣaḥīḥ Muslim ternyata tidak semua hadisnya berkualitas ṣaḥīḥ. Banyak terdapat hadis ḥasan dan ḍa’īf yang tercantum dalam kitab-kitab tersebut. Kenyataan ini menimbulkan banyak pertanyaan bagi para kritikus hadis, karena pengarang dari kitab ini merupakan tokoh hadis besar yang terkenal dan selektif dalam periwayatan hadis.14 Seperti hadis al-Imām al- Bukhārī berikut ini:

َنْبا نِْعَ ي َِّللَّا ِدْبَع ُنْب ِنَْحَّْرلا ُدْبَع اَنَ ثَّدَح ،ِرْضَّنلا َبََأ َعَِسَ ،ٍيرِنُم ُنْب َِّللَّا ُدْبَع ِنَِثَّدَح ،ٍٍاَنيِِ

ِِّبَّنلا ِنَع ،َةَرْ يَرُه ِبَِأ ْنَع ،ٍحِلاَص ِبَِأ ْنَع ،ِهيِبَأ ْنَع : َلاَق

َلَ َِّللَّا ِناَوْضٍِ ْنِم ِةَمِلَكْلِبَ ُمَّلَكَتَ يَل َدْبَعْلا َّنِإ

13 Phil Kamaruddin Amin, Menguji Kembali Keakuratan Metode Kritik Hadis (Jakarta:

PT. Mizan Publika, 2009), h. 72.

14 Muhammad Nāṣir al-Dīn al-Albānī, Ḍa’īf al-Adab al-Mufrad , Penerjemah Hery Wibowo (Jakarta: Pustaka Azzam, 2002), h. 16.

(21)

َلَ َِّللَّا ِطَخَس ْنِم ِةَمِلَكْلِبَ ُمَّلَكَتَ يَل َدْبَعْلا َّنِإَو ، ٍتاَجٍََِ اَِبِ َُّللَّا ُهُعَ فْرَ ي ، الََبَ اََلَ يِقْلُ ي َمَّنَهَج ِفِ اَِبِ يِوْهَ ي

15

“Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Munir dia mendengar Abu An Nadlr telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Abdullah yaitu Ibnu Dinar dari Ayahnya dari Abu Shalih dari Abu Hurairah dari Nabi Saw.

beliau bersabda: “Sesungguhnya ada hamba yang pasti mengucapkan kalimat di antara yang diridlai Allah, yang tidak dihayatinya, yang karenanya Allah meninggikan beberapa derajat. Dan sesungguhnya, ada hamba yang pasti mengucapkan kalimat yang dibenci oleh Allah, yang tidak dihayatinya, yang karenanya dia terjerumus ke dalam neraka Jahannam .”16 (HR. Imam al-Bukhārī)

Al-Albānī mengatakan bahwa hadis di atas adalah hadis ḍa’īf dengan menjelaskan dua ‘illat di dalam sanadnya.17Selain al-Imām al-Bukhārī, al-Albānī juga men-dha‟ifkan hadis yang diriwayatkan oleh al-Imām Muslim, yaitu:

ْخَأ َةَزَْحْ ُنْب ُرَمُع اَنَ ثَّدَح َّيٍِاَزَفْلا ِنِْعَ ي ُناَوْرَم اَنَ ثَّدَح ِء َلََعْلا ُنْب ٍِاَّبَْلْا ُدْبَع ِنَِثَّدَح وُبَأ ِنَِرَ ب

َِّللَّا ُلوُسٍَ َلاَق ُلَوُقَ ي َةَرْ يَرُه َبََأ َعَِسَ ُهَّنَأ ُّيِّرُمْلا َناَفَطَغ ْمُكْنِم ٌدَحَأ َّنَبَرْشَي َلَ َمَّلَسَو ِهْيَلَع َُّللَّا ىَّلَص

ْئِقَتْسَيْلَ ف َيِسَن ْنَمَف اامِئاَق

18

“Abdul Jabbar bin Al-„Alā‟ telah menceritakan kepadaku, telah menceritakan kepada kami Marwan yaitu Al-Fazāri, telah menceritakan kepada kami „Umar bin Hamzah; telah mengabarkan kepadaku Abu Ghathafan Al Murri

15 Abī „Abdillāh Muḥammad bin Ismā„īl al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī (Beirut: Syirkah al-Quds, 2008), h. 1304.

16 Ibn Hajar al-Asqalani, Fatḥ al-Bārī Syarah Shahih al-Bukhari, Penerjemah Amir Hamzah (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), j. 31, h. 267.

17 Muhammad Nāṣir al-Dīn al-Albānī,Silsilah al-Aḥādīts al-Ḍa’ifah wa al-Mauḍū’ah wa Ātsaruhā al-Sayyi’ fī al-Ummah (al-Riyadh: al-maktabah al-Ma‟arif, 1992), j. 3, h. 463.

18 Abī al-Ḥusain Muslim bin al-Ḥajjāj al-Naisābūrī, Ṣaḥīḥ Muslim (Beirut: Dār al-Hadits, 2010), j. 3, h. 425.

(22)

“Janganlah salah seorang dari kalian minum sambil berdiri, apabila dia lupa maka hendaklah ia memuntahkanya”.19

Al-Albānī menyatakan bahwa hadis di atas sebagai hadis munkar bihādzā al-lafdz.20 Telah diakui oleh jumhur ulama, bahwa karya Imam al-Bukhārī adalah seṣaḥīḥ-ṣaḥīḥ kitab hadis dan sebesar-besar pemberi faedah, sedang Imam Muslim adalah periwayat yang secermat-cermat isnadnya dan sekurang-kurang perulangannya, sebab sebuah hadis yang telah beliau letakkan pada satu tema, tidak lagi ditaruh di bab lain.21

Dari latar belakang di atas, penulis bermaksud untuk meneliti ke-ḍa‘īfan hadis-hadis yang terdapat dalam Kitab Silsilah al-Aḥādīts al-Ḍa’ifah wa al- Mauḍū’ah wa Ātsaruhā al-Sayyi’ fī al-Ummah dari segi sanad. Oleh karena itu, judul yang diangkat untuk penelitian ini adalah “Studi Kritik Sanad Hadis-hadis yang Diḍa’ifkan Oleh Muhammad Nāshir Al-Dīn Al-Albānī”

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut:

a. Apakah al-Albānī mengkritik kriteria hadis ḍa‘īf pada kitab-kitab pokok?

b. Apakah al-Albānī mengkritik kriteria hadis mauḍū‘ pada kitab-kitab pokok?

19 Imām al-Nawawī, Syarh Ṣaḥīḥ Muslim, Penerjemah Fathoni Muhammad, dkk (Jakarta Timur : Darus Sunnah Press, 2013), j. 9, h. 724.

20 Muhammad Nāshir al-Dīn al-Albānī,Silsilah al-Aḥādīts al-Ḍa’ifah wa al-Mauḍū’ah wa Ātsaruhā al-Sayyi’ fī al-Ummah (al-Riyadh: al-maktabah al-Ma‟arif, 1992), j. 2, h. 326.

21 Fathur Rahman, Ikhtisar Musthalahul Hadis (Bandung: PT Alma‟arif, 1974), h. 379.

(23)

kriteria hadis ḍa‘īf dan mauḍū‘?

d. Bagaimana standar al-Albānī dalam menḍa’ifkan hadis-hadis?

2. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi di atas, kajian ini akan dibatasi pada kajian tentang kritik sanad hadis, dengan mengangkat hadis-hadis imam al-Bukhārī dan imam Muslim yang tercantum pada nomor 1299, 6947, dan 927 dalam kitab Silsilah al-Aḥādīts al-Ḍa’ifah wa al-Mauḍū’ah wa Ātsaruhā al-Sayyi’ fī al- Ummah karya Muhammad Nāshir al-Dīn al-Albani.

3. Perumusan Masalah

Sehubungan dengan pembatasan masalah di atas, rumusan masalahnya yaitu:

a. Bagaimana standar al-Albānī dalam menḍa’ifkan hadis-hadis?

b. Mengapa hadis-hadis tersebut tercantum dalam dalam kitab Ṣaḥīḥ al- Bukhārī dan Ṣaḥīḥ Muslim?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Skripsi ini merupakan bagian dari kerja penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan jawaban terhadap masalah pokok di atas, yaitu melihat secara obyektif metodologi yang digunakan oleh al-Albānī dalam menetapkan kualitas suatu hadis. Dari permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini meliputi beberapa hal:

a. Mengetahui kriteria kualitas hadis oleh al-Albānī,

b. Mengkategorikan al-Albānī di antara tiga ciri ulama hadis: muttaṣil, mu‘tadil, atau mutasyaddid dalam menentukan kualitas hadis.

(24)

Adapun penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat:

a. Menambah khazanah ilmiah kriteria kualitas hadis oleh ulama kontemporer.

b. Menjadi bahan kajian lebih lanjut bagi para pengkaji hadis.

c. Penelitian ini merupakan kegiatan dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang hadis dan ilmu hadis.

D. Tinjauan Pustaka

Ai Eli Latipah, “Ar-Radd ‘Ala al-Albānī fī Tadh’if Ḥadīts at-Tawassul fī Kitāb “At-Tawassul Anwā’uhu wa Aḥkāmuhu”, FU/TH, 2016, Skripsi, dalam penelitian ini penulis mengungkapkan penolakan atau bantahan terhadap al- Albānī yang mendha‟ifkan salah satu hadis tawassul dalam kitab At-Tawassul Anwā’uhu wa Aḥkāmuhu dengan mengangkat satu hadis, setelah melakukan penelitian ini penulis mengambil kesimpulan bahwa al-Albānī mengatakan ḍa‟īf sanadnya karena ada riwayat dari „Aṭiyah al-„Aufī dari Sa‟id al-Khudrī. Hal ini disebabkan banyak lupa, tadlis dan fanatik syi‟ah. Namun penulis membantah pernyataan tersebut dengan mengatakan bahwa status hadis ini sebenarnya adalah ḥasan.

Umaiyatus Syarifah, “Konsistensi Nāṣir al-Dīn Al-Albānī dalam Menetapkan Status Hukum Hadis: Telaah Atas Kitab Ḍa’īf Sunnah Al-Nasā’ī, FU/TH, 2012, skripsi ini mengungkapkan metode ke-dha’ifan hadis yang terdapat dalam kitab Silsilah al-Aḥādīts al-Ḍa’ifah wa al-Mauḍū’ah wa Atsarihā fī al- Sayyi’ al-Ummah.

(25)

Albānī dalam Mendaifkan Hadis: Telaah Kitab Ḍa’īf al-Adab al-Mufrād”, Al- Taḥdīts: Journal of Hadits Studies, Vol. 1, no 2, Juli Desember 2017. Dalam jurnal ini, penulis menganalisa metode dan kritik yang dilakukan oleh al-Albānī dengan objek kajian kriteria hadis ḍa‟īf menurut al-Albānī.

Mohammad Lutfianto, “Metode Kritik Muḥammad Naṣir al-Dīn Al-Albānī dalam Kitab Ḍa’īf al-Adab al-Mufrād”, FU/IQTAF, UIN Sunan Ampel 2016, skripsi ini mengangkat tentang kriteria hadis ḍa’īf dan bagaimana kritik yang digunakan al-Albānī dalam mengkritik hadis dalam Kitab Ḍa’īf al-Adab al- Mufrād.

Dari beberapa pembahasan di atas, penulis belum menemukan pembahasan tentang standar kualitas hadis-hadis keḍa‘īfan al-Albānī.

E. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian

a. Jenis Penelitian

Dalam melakukan pengkajian dan penelitian hadis-hadis yang terdapat dalam kitab Silsilah al-Aḥādīts al-Ḍa’ifah wa al-Mauḍū’ah wa Ātsaruhā al-Sayyi’

fī al-Ummah karya Muhammad Nāshir al-Dīn al-Albāni, penulis sepenuhnya menggunakan jenis penelitian kepustakaan (library research).

b. Metode Pembahasan

Pembahasan ini bersifat deskriptif analisis yaitu melalui pengumpulan data dan beberapa pendapat ulama dan pakar untuk kemudian diteliti dan dianalisa sehingga menjadi sebuah kesimpulan.

(26)

Pengumpulan data berdasarkan pada dua sumber, yaitu pertama sumber primer, yang dalam penelitian ini adalah kitab Silsilah al-Aḥādīts al-Ḍa’ifah wa al-Mauḍū’ah wa Ātsaruhā al-Sayyi’ fī al-Ummah karya Muhammad Nāshir al- Dīn al-Albānī, Ṣaḥīḥ Bukhārī dan Ṣaḥīḥ Muslim.

Kedua yaitu sumber sekunder yakni kutub al-tis‘ah, kitab-kitab Rijāl al- Hadīts, kitab-kitab takhrīj hadis, Maktabah al-Sy‘āmilah, kitab-kitab hadis serta buku-buku yang berkaitan dengan judul skripsi.

d. Pengolahan dan Analisa Data

Dalam pengolahan data, langkah pertama yang ditempuh adalah mentakhrīj hadis-hadis yang terdapat dalam kitab Silsilah al-Aḥādīts al-Ḍa’ifah wa al-Mauḍū’ah wa Ātsaruhā al-Sayyi’ fī al-Ummah untuk menunjukkan sumber dari hadis yang bersangkutan. Adapun metode takhrīj hadīts yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

1.) Takhrij dengan mengetahui lafadz pertama dari matan hadis, menggunakan kitab Mausū’ah Atrāf al-Hadīts al-Nabāwī al- Syarīf karya Muhammad Sa„īd ibn Basyūnī;

2.) Metode takhrij dengan mengetahui kata-kata yang jarang digunakan dari suatu bagian matan hadis, menggunakan kitab Mu’jam al-Mufahras li Alfādz al-Hadīts al-Nabāwī karya A. J. Wensinck.22

Setelah melalui proses dari kedua metode takhrij di atas, langkah kedua yaitu menyusun keseluruhan sanad dalam sebuah skema sanad (dengan tujuan

22 Mahmud al-Thahan, Uṣl al-Takhrīj wa Dirāsah al-Asānid (Riyadh: Maktabah al- Ma‟arif, 1991), h. 35.

(27)

ketiga yaitu melakukan kritik sanad hadis, yakni segala syarat atau kriteria yang harus dipenuhi oleh suatu sanad hadis yang berkualitas ṣaḥīḥ24. Adapun dalam melakukan kritik kesahīhan hadis, menurut al-Nawawi, bahwa yang disebut sebagai hadis sahīh adalah hadis yang bersambung sanadnya oleh rawi-rawi yang

‘adil dan ḍābit serta terhindar dari syādz dan ‘illat.25

Dalam kritik sanad hadis, berikut beberapa hal yang akan ditelusuri terkait periwayat hadis:

1) Mencatat semua nama lengkap periwayat dalam sanad yang diteliti, mencatat biografi masing-masing periwayat (tahun lahir/wafat, guru dan murid), dan ṣighat (kata-kata) dalam proses taḥammul wa al-adā’

(menerima dan menyampaikan hadis). Hal ini dilakukan dalam rangka mengetahui persambungan sanad hadis.

2) Pendapat para ulama hadis berupa penerapan kaidah al-jarḥ wa al-ta’dīl.

Hal ini dilakukan dalam rangka mengetahui ke’adilan dan kedābitan para periwayat hadis.26

3) Terkait syarat terhindar dari syādz dan ‘illat, sekiranya unsur sanad bersambung dan rawi ḍabt telah dilaksanakan dengan semestinya, niscaya unsur terhindar dari syādz dan ‘illat telah terpenuhi juga.27

23 Hasan Asy‟ari Ulama‟I, Melacak Hadis Nabi Saw.: Cara Cepat Mencari Hadis dari Manual hingga Digital, (Semarang: RaSAIL, 2006), h. 25.

24 Syuhudi Ismail, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis: Telaah Kritis dan Tinjauan dengan Pendekatan Ilmu Sejarah, (Jakarta: Bulan Bintang, 2014), h. 123.

25 Hasan Asy‟ari Ulama‟I, Melacak Hadis Nabi Saw., h. 26-30, dan lihat Syuhudi Ismail, Kaidah Kesahihan Sanad, h. 128.

26 Hasan Asy‟ari Ulama‟I, Melacak Hadis Nabi Saw., h. 26-30.

27 Syuhudi Ismail, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis, h. 177-178.

(28)

Dalam penyusunan skripsi ini, digunakan teknik penulisan karya ilmiah yang berpedoman pada buku Pedoman Penulisan Skripsi yang terdapat dalam Buku Pedoman Akademik Program Strata 1 tahun 2013-2014 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kecuali untuk transliterasi dimana peneliti menggunakan pedoman transliterasi Romanisasi Standar Bahasa Arab (Romanization of Arabic) yang pertama kali diterbitkan tahun 1991 dari American Library Association (ALA) dan Librrary Congres (LA).

F. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pembaca dalam memahami gambaran secara menyeluruh dari skripsi ini, maka akan diuraikan sistematika beserta penjelasan secara garis besar. Skripsi ini akan dibagi menjadi empat bab yang terdiri dari beberapa sub-bab. Adapun sistematika penulisannya dapat dijelaskan sebagai berikut:

Pertama, Bab Pendahuluan yang merupakan gambaran secara global tentang pembahasan-pembahasan pada bab-bab selanjutnya. Di dalamnya diuraikan latar belakang atau alasan terkait tema dan judul yang diangkat. Setelah menguraikan latar belakang tersebut, masalah dibatasi dan dirumuskan untuk dijawab dalam karya tulis ini. Penjelasan terkait tujuan dan manfaat penelitian juga menjadi poin dalam bab ini. Selanjutnya adalah tinjauan pustaka, metode penelitian dan terakhir sistematika penulisan yang akan disajikan dalam skripsi ini.

Kedua, berisi tentang biografi pengarang kitab yaitu Muhammad Nāshir al- Dīn al-Albānī dan dibahas pula gambaran seputar kitab Silsilah al-Aḥādīts al-

(29)

sumber primer dalam penelitian ini.

Ketiga, dalam bab ini, penulis akan menyuguhkan metode keḍa‘īfan hadis al- Albānī kemudian mengambil empat sample hadis yang akan dikritik sanad yang terdapat dalam Kitab Silsilah al-Aḥādīts al-Ḍa’ifah wa al-Mauḍū’ah wa Ātsaruhā al-Sayyi’ fī al-Ummah, meliputi: takhrîj hadis, skema sanad dan kritik sanad.

Keempat, adalah bab penutup yang berisi kesimpulan dari hasil penelitian dan saran-saran terkait kualitas sanad hadis-hadis dalam Kitab Silsilah al-Aḥādīts al- Ḍa’ifah wa al-Mauḍū’ah wa Ātsaruhā al-Sayyi’ fī al-Ummah.

Kelima, dicantumkan daftar pustaka yang menjadi sumber referensi dalam penelitian karya tulis ini.

(30)

16 1. Nasab Keluarga Al-Albānī

Nama syaikh al-Albānī adalah Abū „Abdirrahmān Muhammad Nāṣir al- Dīn bin Nūḥ al-Albānī, yang lahir pada tahun 1333 H/ 1914 M. Di kota Ashqudarrah, ibukota Albania (Eropa), sering dipanggil Abū „Abdurrahman.1 Ayahnya adalah Nūḥ Najātī al-Ḥanāfī merupakan ulama besar dalam madzhab Ḥanāfī, seorang lulusan lembaga pendidikan ilmu-ilmu syari‟at di ibukota negara dinasti „Utsmaniyah (kini Istambul). Ketika Raja Ahmad Zakho naik tahta di Albania dan mengubah total sistem pemerintahan menjadi pemerintah sekuler, Syekh Nūḥ memutuskan untuk berhijrah ke Syām kemudian menuju Damaskus.2

Di kota Damaskus inilah al-Albānī kecil mulai aktif mempelajari bahasa Arab. Beliau masuk sekolah madrasah yang dikelola oleh Jam„iyyah al-Is‟āf al- Khairī. Usai tamat Ibtidaiyyah, beliau menuntut ilmu langsung kepada para syekh.

Dari ayahnya ia belajar al-Qur‟an, tilawah, tajwid, dan sekilas fikih madzhab Hanafī. Selain belajar ilmu-ilmu agama, al-Albānī juga belajar keterampilan unutk memperbaiki jam dari ayahnya. Karena keahliannya inilah, al-Albānī sebagai seorang servis jam yang amat masyhur.3

1 Herry Mohammad, dkk, Tokoh-tokoh Islam yang berpengaruh Abad 20 (Jakarta: Gema Insani, 2006), h.248-249.

2 Umar Abu Bakar, Syaikh Muhammad Nāṣir al-Din al-Albānī dalam Kenangan, Penerjemah Abu Ihsan al-Atsarī (Solo: At-Tibyan, t.t.), h. 17-18

3Mubarak Bamuallim bin Mahfudh, Biografi Syaikh Albānī Mujaddid dan Ahli Hadis Abadini (Bogor: Pustaka Imam Syafi‟I, 2003), h. 13.

(31)

2. Kehidupan dan Rihlah Ilmiah Al-Albānī

Syaikh al-Albānī dianugerahi kecintaan terhadap ilmu tentang hadis-hadis Rasulullah Saw. hal ini dapat dilihat dari aktifitas beliau sehari-hari yang sanggup duduk berjam-jam, keluar-masuk, dan mondar-mandir di perpustakaan al- Dhahiriyyah di Damaskus untuk menelaah ilmu-ilmu tentang hadis.4

Ketertarikan syaikh al-Albānī pada kajian hadis ini dimulai saat ia berusia 20 tahun, berawal dari dijumpainya beberapa edisi majalah al-Manār, beliau menelaah tulisan Rasyid Ridha dalam mengkritisi kitab Ihya’ ‘Ulūm al-Dīn karya imam al-Ghazālī dari beberapa segi seperti masalah tasawuf dan hadis-hadis ḍa‘īf . Persentuhan pertama syaikh al-Albānī dengan hadis dimulai dengan menyalin dan mengomentari kitab al-Irāqī dengan melakukan takhrīj dan kajian ulang hadis-hadis yang terdapat dalam kitab Ihyā’ ‘Ulūm al-Dīn. Pada tahap berikutnya, syaikh al-Albānī mulai mengkritisi karya-karya ulama hadis terkemuka seperti al- Imām al-Bukhārī, al-Imām Muslim, dan imam kitab empat sunan lainnya. Karya ilmiahnya dimulai ketika ia menulis hasil kajiannya tentang hadis yang berseri dalam majalah al-Taḍamun al-Islāmi, tulisan berseri tersebut diberi judul Silsilah al-Aḥādīts al-Ḍa’ifah wa al-Mauḍū’ah wa Ātsaruhā al-Sayyi’ fī al-Ummah dan diterbitkan pertama kali oleh al-Maktab al-Islamī pada tahun 1379 H/1958 M.5

Kemudaian beliau mempelajari buku Marāqī al-Falāḥ, beberapa buku hadis dan ilmu balaghah dari Syaikh Sa„īd al-Burhānī. Syaikh al-Albānī tidak memperoleh ijazah dari guru-gurunya karena beliau memang tidak memintanya.

4 Abdul Basith bin Yusuf al-Gharib, Koreksi Ulang Syaikh al-Albānī, Penerjemah Abdul Munawwir (Jakarta: Pustaka Azzam, 2003), h. 24.

5Mubarak Bamuallim bin Mahfudh, Biografi Syaikh Albānī Mujaddid dan Ahli Hadis Abad Ini, h. 19.

(32)

Ijazah yang beliau peroleh dalam ilmu hadis adalah pemberian dari tokoh ulama Halab, Syaikh Raghīb al-Ṭabbākh, setelah bertemu dengan syaikh al-Albānī lewat perantara ustadz Muhammad Mubarak.6

Syaikh al-Albānī adalah orang yang gemar mencari kebenaran dan seorang peneliti dalil-dalil, ia sangat jauh dari sifat fanatik, taqlid, bertele-tele atau meremehkan orang-orang yang sangat hati-hati dengannya. Bahkan syaikh al- Albānī termasuk orang yang hati-hati terhadap para pendukung akal. Syaikh al- Albānī juga termasuk orang yang gemar mendakwahkan untuk mengikuti sunnah.

Beliau juga sangat hati-hati dari pendapat-pendapat yang nyeleneh atau dibuat- buat dan menyimpang dari ijtihad ahlu al-‘ilmi dari kalangan salaf al-shālih.7

Ketika syaikh al-Albānī ditanya tentang cara beliau memanfaatkan waktu luang untuk menimba ilmu sekaligus bekerja mereparasi jam dan jual beli jam, beliau menjawab: “berkat karunia Allah Swt. Profesi sebagai reparasi jam yang telah kujalani sejak usia muda. Dan aku munyukainya karena profesi ini bebas, tidak mengganguku untuk menimba ilmu. Aku menyediakan waktu setiap hari untuk bekerja selain hari Selasa dan Jum‟at, itupun hanya tiga jam saja. Hal ini sudah mencukupi kebutuhan keluargaku, tentunya dengan amat sederhana”.8

Salah satu karya dan jasa syaikh al-Albānī di al-Jāmi„ah al-Islāmiyyah adalah memasukkan materi ilmu sanad ke dalam kurikulum bidang studi hadis yaang diajarkan diperguruan tinggi. Ilmu sanad yang diperkenalkan oleh syaikh al-Albānī tersebut merupakan kreasi terbaik. Beliau terhitung sebagai orang

6 Umar Abu Bakar, Syaikh Muhammad Nāṣir al-Din al-Albānī dalam Kenangan, Penerjemah Abu Ihsan al-Atsarī (Solo: At-Tibyan, t.t.), h. 17-18.

7 Muhammad Nāṣir al-Din al-Albānī , Ensiklopedi Fatwa Syaikh al-Albānī, Penerjemah Rudi Hartono (Jakarta: Pustaka as-Sunnah, 2005), h. 3.

8 Umar Abu Bakar, Syaikh Muhammad Nāṣir al-Din al-Albānī dalam Kenangan, h. 25.

(33)

pertama di dunia yang memasukkan bidang studi ini dalam kurikulum perguruan tinggi. Materi ini memberikan pengaruh yang positif setelah beliau meninggalkan al-Jāmi„ah al-Islāmiyyah.9

Syaikh al-Albānī selalu menyibukkan diri dengan berdakwah, adapun dakwah beliau juga tak luput dari tantangan. Ia menceritakan ada beberapa tantangan yang beliau hadapi dari beberapa masyāyīkh hanya karena satu alasan dan sebab, yaitu fanatik madzhab. Namun sayangnya, perselisihan itu berkelanjutan dan berkembang menjadi pertengkaran hingga menjurus kepada hujatan-hujatan.10

Kemudian syaikh al-Albānī memilih menetap di Amman, ibukota Yordania. Dakwah beliau di sana membuahkan hasil dan tersebar ke seluruh penjuru dunia. Di sinilah beliau memiliki murid yang sangat mencintainya dan beliau juga mencintai mereka, bila diibaratkan maka seperti tubuh yang satu dan bangunan yang kokoh saling menguatkan satu sama lainnya. Beberapa karakteristik syaikh al-Albānī yaitu: tidak jumud dan terus melakukan pembahsan, luasnya penelitian, kecepatan berpikir dan ketajaman akal, memiliki keahlian berdebat dan berdialog, selalu tuntas dalam membahas dan meneliti setiap permasalahan, disiplin dalam memanfaatkan waktu, berusaha untuk tidak melenceng dari salaf al-ṣāliḥ, merujuk kepada sumber asli kitab-kitab hadis, sabar dalam menjalani kehidupan dan menuntut ilmu, zuhud, dan masih banyak lagi karakteristik yang lain.11

9Umar Abu Bakar, Syaikh Muhammad Nāṣir al-Din al-Albānī dalam Kenangan, h. 48.

10 Umar Abu Bakar, Syaikh Muhammad Nāṣir al-Din al-Albānī dalam Kenangan, h. 31.

11 Umar Abu Bakar, Syaikh Muhammad Nāṣir al-Din al-Albānī dalam Kenangan, h. 83- 111.

(34)

3. Guru-guru dan Murid Al-Albānī

Syaikh Muhammad Nāṣir al-Dīn al-Albānī pertama kali belajar dengan ayahnya Syaikh al-Ḥājj Nūḥ al-Najātī, beliau belajar berbagai ilmu dari ayahnya seperti al- Qur‟an, bahasa Arab dan Fiqih Mazhab Hanafi, serta belajar memperbaiki jam. Syaikh Muhammad Nāṣir al-Dīn al-Albānī belajar fiqih Hanafiyah lebih lanjut dan bahasa Arab dengan Syaikh Sa‟id al-Burhan. Syaikh al-Albānī bertemu dengan syaikh Ahmad Syakir serta ikut berpartisipasi dalam diskusi dan penelitian mengenai hadits.12

Syaikh al-Albānī memiliki ijazah hadits dari gurunya Syaikh Muhammad Raghīb at-Thabbākh, yang dari beliau, Syaikh al-Albānī mempelajari ilmu hadits, dan mendapatkan hak menyampaikan hadits darinya. Syaikh al-Albānī menjelaskan tentang ijazah beliau pada kitab Mukhtasar al-‘Uluw, hlm. 72, dan Tahdzīr as-Sajid. Beliau memiliki ijazah tingkat lanjut dari Syaikh Bahjat al- Baithār, dimana isnad dari Syaikh terhubung ke Imam Ahmad. Keterangan tersebut terdapat dalam kitab Hayah al-Albani, jilid I, hlm.44, karangan Muhammad Asy-Syaibani. Ijazah tersebut merupakan bukti bahwa, Syaikh al- Albānī benar ahli dalam hadits, dapat dipercaya untuk membawakan hadits secara teliti.13

Selain memiliki guru-guru dalam menuntut berbagai disiplin ilmu, Syaikh al-Albānī juga mempunyai murid-murid yang menimba ilmu kepada beliau.

Didalam kitab Juhūd Syaikh al-Albānī fī al-Hadīts Riwāyah wa Dirāyah,

12 Abdurrahman bin Muhammad Shalih al-Aizari, Juhūd al-Syaikh al-Albānī fī al-Hadīts Riwayah wa Dirāyah (Beirut: Dār al-Islāmī, 1990), h. 43.

13 Abdurrahman bin Muhammad Shalih al-Aizari, Juhūd al-Syaikh al-Albānī fī al-Hadīts Riwayah wa Dirāyah, h. 44.

(35)

pengarang Abdurrahman bin Muhammad Ṣalih al-„Aizari, tercantum sebanyak 31 orang murid beliau yang terkenal diantaranya yaitu:

a. Syaikh Hamdi ibn „Abd al-Majīd ibn Ismā‟īl al-Salafī, lahir tahun 1339 H/1921 M. Seorang ahli hadits dari Iraq (Kurdistan) dan dikenal sebagai pentakhrij al-Mu’jam Al-Kabīr Al- Ṭabrānī, Musnad Asy- Syihāb Al-Qudaie dan lainnya. Belajar kepada Syaikh al-Albānī dalam bidang fiqh, tafsir, ilmu hadits, sirah nabawiyah dan lainnya. Syaikh Hamdi disamping kepada Syaikh al-Albānī, juga belajar kepada Syaikh Bahjat al-Baithār, Syaikh Abdul Fatah Al-Imam, Syaikh Al- Fāqī dan lainnya.

b. Syaikh „Alī Hasan al-Hallabī, lahir tahun 1380 H/1960 M di kota Zarqa, Yordania. Orang yang dikatakan oleh Syaikh Muhammad

„Abdul Wahhab Marzuq Al-Bannā,“Syaikh al-Albānī adalah Ibn Taimiyah zaman ini, dan muridnya Syaikh Alī Hasan, Ibn Qayyim zaman ini”. Beliau bertemu Syaikh al-Albānī pada akhir 1977 M di Yordania, belajar kepadanya kitab “Isykālāt Al-Bā‘its al-Hadīts” dan kitab-kitab lainnya mengenai hadits dan ilmu hadits. Beliau memiliki ijazah hadits dari beberapa ulama seperti Syaikh Badi„uddīn Al- indi, Syaikh Muhammad Asy-Syanqiṭī dan lainnya.

c. Syaikh Salim Hilālī, beliau adalah Abu Usamah Salim bin „Īed al- Hilālī dilahirkan pada tahun 1377 H/1957 M, beliau sekarang berdomisili di Amman, Yordania. Bersama murid-murid syaikh al- Albānī beliau memiliki banyak guru lain, diantaranya : syaikh Bādī„

(36)

al-Rasyidi, syaikh Muḥib al-Rasyidi, syaikh „Abdul Ghoffār al-Ḥassan, syaikh Muhammad Ismā„īl al-Anṣarī.

d. Syaikh Mūsā Naṣr, dilahirkan di perkemahan Balāṭuṭ di Palestina pada tahun 1374 H. Kemudian beliau menuntut ilmu ke Fakultas al-Qur‟an Universitas Islam Madinah dan menerima gelar sarjana dalam bidang

“Qiraāt dan „Ulūm al-Qur‟an” pada tahun 1918. Kemudian safar ke Damaskus di Syām pada pertengahan 70-an dan belajar kepada syaikh al-Albānī.

e. Syaikh Usamah al-Qūsī al-Ḥajjājī lahir tahun 1373 H/ 1954 M di Kairo. Diantara guru beliau yang lain adalah syaikh Badi‟uddīn al- Sindī, syaikh Muqbil ibn Hadī.

f. Dan lain-lain.14 4. Wafat Al-Albānī

Syaikh al-Albānī wafat bertepatan pada waktu ashar hari Sabtu, 23 Jumadil Akhir 1420 H, penyelenggaraan jenazah dilakukan sesuai dengan yang telah diwasiatkan, dan jenazahnya dimakamkan dipekuburan yang sederhana di pinggir jalan sebagaimana yang syaikh al-Albānī inginkan. Sebelum wafat syaikh al-Albānī memberikan beberapa wasiat, pertama kepada istri-istrinya, anak- anaknya, teman-temannya dan seluruh orang yang mencintainya jika mendengar kabar tentang kewafatan beliau hendaknya mendoakannya agar mendapat maghfirahdan rahmat, jangan meratapi beliau atau menangis hingga bersuara keras. Kedua, menyegerakan penguburan, dan syaikh al-Albānī meminta agar

14Abdurrahman bin Muhammad Shalih al-Aizari, Juhūd al-Syaikh al-Albānī fī al-Hadīts Riwayah wa Dirāyah, h. 45-48.

(37)

yang memandikan jenazahnya adalah al-Akh Izzat Khiddir Abū „Abdillah yaitu tetangga sekaligus temanku yang tulus dan beliau (al-Akh Izzat Khiddir Abū

„Abdillah) boleh memilih teman untuk membantunya. Ketiga, syaikh al-Albānī berkata “ pilihlah perkuburan yang paling dekat, agar jangan sampai jenazahku diangkut dengan kendaraan dan para pengiring menaiki kendaraan mereka untuk mengiringinya”.15

B. Syaikh al-Albānī juga mewasiatkan seluruh isi perpustakaan dengan mengatakan “aku mewasiatkan seluruh isi perpustakaanku baik yang dicetak, difotokopi atau masih tertulis dengan tulisan tanganku atau tulisan selainku agar diberikan kepada perpustakaan al-Jāmi„ah al-Islāmiyah al-Madīnah al- Munawwarah, dan aku berharap kepada Allah Swt. Semoga dapat bermanfaat bagi perpustakaan dan bagi para pengurusnya sebagaimana telah memberi manfaat bagiku dan para penuntut ilmu, semoga keikhlasan dan kesabaran mereka bermanfaat bagiku ”.16

B. Pandangan Ulama’ Terhadap Al-Albānī

Pemikiran syaikh al-Albānī yang tertuang dalam karya-karyanya banyak menuai pro dan kontra, hal tersebut terlihat dari munculnya beberapa karya, baik yang memuji usaha dan mengakui kredibilitasnya dalam bidang hadis maupun yang mengkritik pemikiran-pemikirannya. Tidak sedikit ulama yang memberikan pujian dan dukungan terhadap hasil jerih payahnya yang sangat bernilai dalam membela hadis-hadis Nabi saw, seperti yang diungkapkan Muhammad al-Amin al-Syinqīṭī, Muhibbuddīn al- Khatīb dan Muhammad bin Ibrāhīm Alisy bahwa al-

15 Umar Abu Bakar, Syaikh Muhammad Nāṣir al-Din al-Albānī dalam Kenangan, h. 116.

16 Umar Abu Bakar, Syaikh Muhammad Nāṣir al-Din al-Albānī dalam Kenangan, h. 117.

(38)

Albānī adalah pengabdi dan menghidupkan sunnah nabi Muhammad Saw. Bahkan Abdul Azīz bin Bāz dan raja Faisal menjuluki al-Albānī sebagai mujaddid abad ini.17

Berikut ini perkataan Mufti Kerajaan Saudi Arabia terdahulu Syaikh Muhammad bin Ibrahīm Ālisy syaikh berkata tentang Fadhilah syaikh Al-Albānī:

"Beliau adalah ulama ahli sunnah yang senantiasa membela al-Haq dan menyerang ahli kebatilan".18

Kemudian Yusuf Qardhawi juga mengatakan: “syaikh al-Albānī menurut pandangan saya adalah seorang ulama hadist yang termasyhur pada zaman kita, khususnya mengenai takhrīj, tautsīq, dan taḍ‘īf. Namun demikian tidak berarti bahwa perkataannya dalam menṣaḥīḥkan atau melemahkan suatu hadis merupakan pamungkas. Sebab kadang-kadang ada pula ulama sekarang yang berbeda pendapat dengannya dalam penilaian terhadap suatu hadis, tidaklah aneh jika mereka berbeda pendapat dengan syaikh al-Albānī sebagaimana syaikh al- Albānī berbeda pendapat dengan para ulama sebelumnya tentang beberapa hadis.

Oleh sebab itu, penetapan syaikh al-Albānī dalam melemahkan atau mensahihkan suatu hadis bukan merupakan ḥujjah yang qaṭ‘ī dan sebagai kata pemutus”.

Bahkan dapat saya katakan bahwa syaikh al-Albānī melemahkan suatu hadis dalam suatu kitab, dan mengesahkannya di dalam kitab yang lain”.19

Adapun ulama yang kontra atas pemikiran-pemikiran syaikh al-Albānī diantaranya: Ismā„īl al-Anṣārī yag mengkritik fatwa syaikh al-Albānī mengenai

17Umar Abu Bakar, Syaikh Muhammad Nāṣir al-Din al-Albānī dalam Kenangan, h. 163.

18Ibid, h. 166.

19 Yūsuf al-Qardhāwī, Fatwa-fatwa Kontemporer 2 (Jakarta: Gema Insani, 1995), h. 156- 157.

(39)

pentaḍ‘īfan shalat tarawih 20 rakaat melalui karyanya Taṣḥīḥ Ḥadīts al-Tarāwīḥ ‘Isyrīn Raka‘ah wa al-Ra‘dd ‘alā al-Albānī ‘ala Taḍ‘īfih, Abdullah al-Habsyī al-Harārī melalui karyanya Tabyīn Ḍalālah al-Albānī , dan al-Ghumarī yang menganggap al-Albānī sebagai ahli bid‟ah melalui karyanya al-Qaul al-Muqnī fi al-Radd ‘alā al-Albānī al- Mubtadī‘,20 dan Hasan al-Saqqāf yang mengkritisi salah satu karya al-Albānī ḍa’īf al- Jāmi‘ melalui karyanya Tanāquḍāt al-Albānī al-Wāḍiḥāt.

C. Tinjauan Kitab Silsilah al-Aḥādīts al-Ḍa’ifah wa al-Mauḍū’ah wa Ātsaruhā al-Sayyi’ fī al-Ummah

1. Latar Belakang Penulisan

Koleksi hadis ḍa„īf dan mauḍū’ karya syaikh al-Albānī yaitu Silsilah al- Aḥādīts al-Ḍa’ifah wa al-Mauḍū’ah wa Ātsaruhā al-Sayyi’ fī al-Ummah dicetak pertama kali di Maktabah al-Ma‟ārif, Riyādh 1977 M. Kitab tersebut merupakan kitab hadis yang memuat hadis-hadis ḍa„īf dan mauḍū’ hasil seleksi syaikh al-Albānī atas beberapa kitab hadis dengan permasalahan yang bereda-beda. Pada awalnya merupakan tulisan berkala syaikh al-Albānī yang diterbitkan oleh majalah al- Tamaddun al-Islamī di Amman. Kitab ini terdiri dari 14 jilid yang dicetak dengan tahun yang berbeda-beda.

Kitab Silsilah al-Aḥādīts al-Ḍa’ifah wa al-Mauḍū’ah wa Ātsaruhā al- Sayyi’ fī al-Ummah ditulis karena beberapa alasan: pertama: keprihatinan akan tersebarnya hadis-hadis Mauḍū’ dikalangan umat muslim yang diutarakan dalam ceramah, artikel dimedia massa, bahkan ditulis dalam karya ilmiah. Penulisan karya ini ditujukan agar umat Islam tidak terjeremus pada penggunaan hadis-hadis ḍa„īf dan

20 Muhammad Nāṣir al-Dīn al-Albānī,Silsilah al-Aḥādīts al-Ḍa’ifah wa al-Mauḍū’ah wa Ātsaruhā al-Sayyi’ fī al-Ummah (al-Riyadh: al-Maktabah al-Ma‟arif, 1992), j. 3, h. 9.

(40)

mauḍū’ yang disebarkan oleh penceramah ataupun da‟i yang tidak mengetahui keṣaḥiḥan suatu hadis, dan berharap umat hanya mempergunakan hadis-hadis ṣaḥiḥ dalam melaksanakan ajaran-ajaran agama.21

Kedua, dalam rangka memurnikan ajaran Islam. Pada muqaddimah jilid 2 dalam kitab Silsilah al-Aḥādīts al-Ḍa’ifah wa al-Mauḍū’ah wa Ātsaruhā al-Sayyi’ fī al- Ummah ia menulis: “saya hanya berharap, mudah-mudahan usaha saya menerbitkan buku tentang silsilah ḍa„īf dan mauḍū’ dan Silsilah al-Aḥādīts ṣaḥiḥ ini dapat menjadi andil dalam rangka memurnikan kembali ajaran Islam.22

Faktor pendorong lain penyusunan kitab silsilah ḍa„īf wa al-mauḍū’ah dicetak secara berkelanjutan karena beberapa dialog dan tukar pikiran di antara para ulama, baik kalangan penulis, maupun mahasiswa diberbagai wilayah Islam yang mendesaknya untuk mengintensifkan penyebaran ilmu mengenai silsilah ḍa‘īf dan mauḍū‟.23

2. Sistematika Penulisan

Judul lengkap kitab syaikh al-Albānī adalah “Silsilah al-Aḥādīts al- Ḍa’ifah wa al-Mauḍū’ah wa Ātsaruhā al-Sayyi’ fī al-Ummah” yang terdiri dari 14 jilid. Dalam proses penulisannya kitab ini mengalami beberapa perubahan maupun tambahan rincian, penelitian dan kelengkapan lainnya. Kadang-kadang keputusan yang ditetapkan dalam memvonis suatu hadis mengalami perubahan, hal ini terjadi setelah diadakan penelitian lebih jauh dan rinci, kemudian ternyata

21 Lihat Albānī, muqaddimah Silsilah al-Aḥādīts al-Ḍa’ifah wa al-Mauḍū’ah wa Ātsaruhā al-Sayyi’ fī al-Ummah, h. 1

22 Lihat Albānī, muqaddimah Silsilah al-Aḥādīts al-Ḍa’ifah wa al-Mauḍū’ah wa Ātsaruhā al-Sayyi’ fī al-Ummah, h. 1.

23 Lihat Albānī, Silsilah al-Aḥādīts al-Ḍa’ifah wa al-Mauḍū’ah wa Ātsaruhā al-Sayyi’ fī al-Ummah, jld 1, h. muqaddimah.

(41)

didapatkan hadis yang naik derajat kualitasnya menjadi lebih ṣaḥīḥ dan lebih rājih dan sebaliknya. Misalnya kata ḍa‘īf diganti kata ḍa‘īf jiddan atau sebaliknya, dan kadang maudhū‘ diganti ḍa‘īf atau sebaliknya. Suatu hal yang biasa terjadi meskipun jarang.24

Sistematika penulisan kitab Silsilah al-Aḥādīts al-Ḍa’ifah wa al- Mauḍū’ah tidak menggunakan metode abjad atau sesuai aturan abjad, tetapi ditulis apa adanya sesuai apa yang dianggap perlu. Penyusunan hanya berdasarkan pada nomor hadis, tidak disusun menurut bab atau tema sebagaimana kitab-kitab hadis pada umumnya. Kitab ini telah dicetak dan diterbitkan oleh Maktabah al- Ma‘ārif, Riyādh 1412 H/1992 M, sebanyak 14 jilid, setiap jilid yang memuat hadis 7162 hadis.

- Kitab jilid 1 memuat 1 sampai 500 hadis, - Kitab jilid 2 memuat 501 sampai 1000 hadis, - Kitab jilid 3 memuat 1001 sampai 1500 hadis, - Kitab jilid 4 memuat 1501 sampai 2000 hadis, - Kitab jilid 5 memuat 2001 sampai 2500 hadis, - Kitab jilid 6 memuat 2501 sampai 3000 hadis, - Kitab jilid 7 memuat 3001 sampai 3500 hadis, - Kitab jilid 8 memuat 3501 sampai 4000 hadis, - Kitab jilid 9 memuat 4001 sampai 4500 hadis, - Kitab jilid 10 memuat 4501 sampai 5000 hadis, - Kitab jilid 11 memuat 5001 ssampai 5500 hadis,

24 „Abdullāh bin „Abdul „Azīz al-„Uqail, al-Imām al-Albānī: Durūs wa Mawaqif wa ‘Ibr, h. 6

(42)

- Kitab jilid 1 memuat 5501 sampai 6000 hadis, - Kitab jilid 1 memuat 6001 sampai 6500 hadis, dan - Kitab jilid 1 memuat 6501 sampai 7162.

Pembagian bab sebagaimana terletak pada akhir kitab, dalam penulisannya belum mengikuti sistem penulisan bab. Secara umum bisa dilihat pada jilid 1-5, bab yang ada adalah: al-Akhlāq wa al- Bir wa al-ṣilah, al-Adab wa al-Isti‘dzān, al-Imān wa al-Tauḥīd wa al-Dīn, al-Adzān wa al-Ṣalāḥ wa al-Masājid, al-Buyū‘

wa al-Kasab wa al-Zuhd, al-Taubah wa al-Mawā’īd wa al-Riqāq, al-Janā’iz wa al-Marādh wa al-Maut, al-Jihād wa al-Ghazw, al-Ḥajj wa al-Umrah wa al- Ziyārah, al-ḥudūd wa al-Mu’amalāt wa al-Ahkām, al-Zakāt wa al-Sakhā, al- Khilāfah wa al-Bai’ah wa al-Imārah, al-Zawāj wa Tarbiāt al-Aulād, al-Ṣalāh wa al- Adzān, al-Sirāh al-Nabawiyah wa al-Yamā’īl al-Muhammadiyah, al-Ṣiyām wa al- Qiyām, al-Thīb wa al-‘Iyādah, al-Thaharah wa al-Wudhū‘, al-‘Ilm wa al- Ḥadīts al- Nabawī, al-Fitan wa Asyrāt al-Sa‘ah wa al-Ba’s, Fadhā’il al-Qur’ān wa al-‘Ād’iyah wa al-Adzkār, al-Libās wa al-Zinah, al-Mubtadā’ wa al-Anbiyā’

wa ‘Ajāib al- Makhluqāt, dan al-Manāqib wa al-Masālib. 25

Ketika al-Albānī ditanya tentang sebagian ahli hadis yang membolehkan mengamalkan hadis ḍa‘īf yang derajat kelemahannya ringan, beliau menjelaskan

“tidak didapati satu dalilpun yang membolehkan untuk mengamalkan hadis ḍa‘īf walaupun derajat kelemahannya ringan karena amalan yang tidak berdasarkan hadis ṣaḥīḥ adalah bid‟ah”.26

25Albānī, Silsilah al-Aḥādīts al-Ḍa’ifah wa al-Mauḍū’ah wa Ātsaruhā al-Sayyi’ fī al- Ummah, j. 1, h. 771, j. 2, h. 486-478, j. 4, h. 527-542, dan j. 5, h. 609-623.

26 Muhammad Nāṣir al-Din al-Albānī, Fatwa-fatwa Syaikh Muhammad Nāṣir al-Din al- Albānī, Penerjemah Taqdir Muhammad Arsyad (Yogyakarta: Media Hidayah, t.th), h. 55.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan tidak melepas sekejap pun nikmat yang selalu Allah berikan kepada penulis sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan baik walau harus melewati banyak tantangan

Dari 46 jenis mamalia yang teridentifikasi tersebut, terdapat 37 jenis mamalia termasuk dalam daftar jenis mamalia yang telah dilindungi oleh IUCN dengan

Definisi lain dikemukakan oleh Kolb yang mengatakan bahwa gaya belajar merupakan metode yang dimiliki individu untuk mendapatkan informasi, yang pada prinsipnya gaya

Waktu kematian nimfa dan imago sangat bervariasi, karena itu pengamatan dilakukan terhadap estimasi rata-rata hati kematian nimfa dan imago dengan mengamati jumlah

Alvarezii di sekitar Pulau Panjang sudah mendekati daya dukungnya (50 Ha) karena penanaman yang ada sudah mencapai luasan lebih dari 40 hektar dengan sistem penanaman

Setelah dilakukannya telaah dokumen didapatkan hasil bahwa: dalam pelaksanaan program KIA terdapat 15 orang orang yang berprofesi sebagai bidan yang terdiri atas 11

Analisis data yang didapatkan sangat diperlukan dalam penciptaan busana ini dikarenakan ada beberapa pengubahan busana hanbok yang identik dikenal dengan model tradisional

Untuk itu perlu bimbingan keluarga mendampingi anak agar anak tidak ambil langkah yang salah dalam mencari tahu sesuatu yang