• Tidak ada hasil yang ditemukan

SITUASI PEKERJA ANAK JALANAN DI KOTA MEDAN

BAB VI Penyajian Hasil Penelitian dan Analisis Temuan

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

4.1 KOTA MEDAN

4.1.1 SITUASI PEKERJA ANAK JALANAN DI KOTA MEDAN

Jalanan merupakan tempat yang berbahaya bagi anak, terutama untuk perkembangan moral anak. Kehidupan yang keras diperkotaan memaksa anak- anak jalanan melakukan berbagai pekerjaan di sektor informal untuk bertahan hidup, baik yang legal maupun yang ilegal dimata hukum. Pekerjaan yang biasa mereka lakukan adalah bekerja sebagai penyapu angkot, pedagang asongan, menjajakan koran, menyemir sepatu, mencari barang bekas, mengamen, dan sebagian dari mereka terlibat pada jenis pekerjaan yang kriminal seperti mengompas dan mencuri (Bagong Suyanto, 2003:185).

Sebagai salah satu kota terbesar di Indonesia dan merupakan pusat ekonomi di Sumatera Utara, kota Medan dihadapkan dengan permasalahan

pekerja anak, baik pekerja anak yang berada di kota Medan maupun yang datang dari luar kota Medan. Namun, populasi pekerja anak sangat sulit didapatkan karena tidak adanya data yang akurat berkaitan dengan populasi anak jalanan di kota Medan. Kesulitan tersebut lebih dikarenakan adanya mobilitas anak dari satu lokasi ke lokasi lainnya dan tidak memiliki jam aktifitas yang sama (Misran Lubis dkk, 2010:15).

Menurut Dinas Sosial provinsi Sumatera Utara pada tahun 2008 terdapat 663 anak jalanan baik yang bekerja maupun tidak bekerja di kota Medan, pendataan PKPA tahun 2010 di kota Medan terdapat 420 anak jalanan baik yang bekerja maupun tidak bekerja, sementara lembaga swadaya masyarakat Madya Insani yang pada tahun 2009 telah melakukan perhitungan cepat populasi anak jalanan diseluruh kota Medan telah mendata 800-900 anak jalanan dari 21 Kecamatan yang aktif bekerja dan belum termasuk anak-anak yang bekerja paruh waktu (Misran Lubis dkk, 2011;15)

Tabel IV,2

8 Kecamatan dengan Jumlah Pekerja Anak Tertinggi

NO Kecamatan Jumlah Pekerja Anak

1 Medan Johor 57 anak

2 Medan Amplas 81 anak

3 Medan Kota 94 anak

4 Medan Maimun 103 anak 5 Medan Sunggal 75 anak 6 Medan Petisah 60 anak

7 Medan Barat 53 anak 8 Medan Belawan 61 anak

Sumber:

Kecamatan Belawan pekerja anak terdapat di pelabuhan terbesar untuk wilayah pantai timur Indonesia. Sedangkan pekerja anak di kota Medan lebih banyak berasal dari daerah pinggiran kota yang bekerja di pusat-pusat keramaian di inti kota Medan seperti persimpangan jalan, pasar, dan terminal bus. Berdasarkan data diatas persebaran pekerja anak di kota medan dapat disimpulkan hampir merata di setiap kecamatan walaupun hanya ada 8 kecamatan yang memiliki jumlah pekerja anak jalanan diatas 50 anak.

Tempat berkumpulnya pekerja anak jalanan di kota Medan terkosentrasi di dua terminal terpadu di kota Medan yaitu terminal Pinang Baris dan terminal Amplas. Terminal Terpadu Pinang Baris (TTPB) adalah salah satu terminal terpadu perhubungan darat terbesar di kota Medan. Terminal ini khusus menampung bus-bus antar provinsi dan dalam provinsi yang masuk ke kota Medan dari sebelah barat, terutama bus-bus dari provinsi Aceh, kota Brandan, kota Binjai, kota Stabat, Brastagi dan sekitarnya.

Kawasan terminal Amplas juga memiliki status yang sama dengan terminal Pinang Baris, terminal terpadu Amplas, merupakan terminal terbesar di kota Medan dan jga terminal Tersibuk di kota ini, semua jenis angkutan baik angkutan kota maupun antar kota, dan antar provinsi menggunakan jasa terminal terpadu Amplas. Kedua terminal ini memiliki peran ganda yaitu

sebagai lokasi kerja anak jalanan dan sekaligus kawasan tempat tinggal pekerja anak jalanan.

Secara umum gambaran situasi pekerja anak di kota Medan dapat dilihat di sekitar terminal Pinang Baris dan Terminal Amplas. Jalanan merupakan tempat yang berbahaya bagi anak, terutama untuk perkembangan moral anak. Kehidupan yang keras diperkotaan memaksa anak-anak jalanan melakukan berbagai pekerjaan di sektor informal untuk bertahan hidup, baik yang legal maupun yang ilegal dimata hukum. Pekerjaan yang biasa mereka lakukan adalah bekerja sebagai penyapu angkot, pedagang asongan, menjajakan koran, menyemir sepatu, mencari barang bekas, mengamen, dan sebagian dari mereka terlibat pada jenis pekerjaan yang kriminal seperti mengompas dan mencuri. Di bawah ini adalah data jenis pekerjaan utama pekerja anak jalanan berdasarkan penelitian yang dilakukan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak pada tahun 2010.

Tabel IV.3

Jenis Pekerjaan Anak Jalanan

NO Pekerjaan Anak Laki-laki Perempuan Total %

1 Pengamen 78 29 107 48

2 Tukang Sapu 54 3 57 26

3 Doorsmeer 2 0 2 1

4 Pedagang Asongan 17 7 24 11

6 Pengemis 6 2 8 4

7 Tukang Semir 2 1 3 1

8 Tidak Tetap 3 2 5 2

Jumlah 175 47 222 100

Sumber: Misran Lubis dkk, 2011:17

Dalam penelitian yang dilakukan PKPA tahun 2010 tersebut jumlah terbesar pekerja anak jalanan adalah pengamen. Anak jalanan laki-laki dan anak jalanan perempuan lebih memilih mengamen sebagai pekerjaan utama mereka dalam mencari uang. Resiko dari pekerjaan yang mereka lakukan di sektor informal sangat tinggi terutama adanya eksploitasi terhadap mereka. Bagi anak-anak yang tidak sekolah mereka dapat berada di jalanan selama 24 jam, sementara anak-anak yang bersekolah pada umumnya berada di jalanan selama 7-8 jam setiap harinya.

Jam kerja anak yang sangat variatif yaitu sebanyak 53% anak jalanan bekerja antara 5-11 jam setiap harinya, 22% bekerja antara 12-24 jam, 23% bekerja dibawah 4 jam setiap harinya, dan 3 % anak yang tidak jelas jam kerjanya. Kelompok anak yang bekerja selama 12-24 jam dalam seharinya sebanyak 22% menjadi kelompok yang paling berisiko tinggi terhadap berbagai bahaya dibandingkan kelompok pekerja anak jalanan lainnya. Mereka gampang sekali tergerak pada perilaku negatif seperti pencurian, judi, seks, dan ngelem (Misran Lubis dkk. 2011:18).

Jam kerja yang cukup panjang yang dilakukan oleh pekerja anak jalanan seharusnya juga menjadi perhatian, dalam sehari mereka menghabiskan

waktu lebih dari 7 jam per hari untuk bekerja. Seorang pekerja anak jalanan yang bersekolah misalnya, mereka harus bekerja setelah pulang sekolah sekitar pukul 01.00 siang hari, jika mereka melakukan pekerjaan mulai dari pukul 02.00 setiap harinya, maka mereka akan pulang kerumah pada pukul 09.00 malam hari. Keterlibatan mereka sebagai pekerja anak jalanan dengan jam kerja yang cukup panjang tersebut akan menghilangkan minat anak pada dunia pendidikan.

Gambar IV.1 Pekerja Anak Jalanan di Simpang Terminal Amplas Sedang Membersihkan

Angkutan Kota (Sumber: Observasi, 3 Juni 2014)

Kehidupan dijalanan juga tidak jauh dari tekanan dan stigma sebagai penganggu ketertiban, Situasi seperti itu sering sekali dialami oleh pekerja anak jalanan di terminal Pinang Baris, Rizki salah satu pekerja anak di terminal tersebut bersama dengan teman-teman pekerja jalanan lainnya sering

mendapatkan makian dari sopir Angkutan Kota karena dituduh telah mencuri di dalam Angkutan Kota saat membersihkan Angkutan Kota, barang yang sering disangkakan mereka telah mencurinya adalah flashdisk (Focused Group Discussion, 5 Maret 2014).

Perlakuan yang buruk terhadap mereka selain dalam bentuk kata-kata yang kasar juga ada kekerasan fisik seperti pukulan dan lainnya. Kekerasan fisik pernah dialami Sholeh, pekerja anak yang berusia 13 tahun di terminal Pinang Baris tersebut pernah mengalami tindakan kekerasan oleh supir bus saat dirinya menawarkan untuk menyapu bus. Tanpa disadarinya supir bus tersebut menendangnya dan memukulnya. Kehadiranya dianggap sebagai ancaman terhadap mereka, padahal Sholeh hanya ingin menawarkan jasanya untuk mendapatkan uang yang tidak terlalu besar (Focused Group Discussion, 5 Maret 2014)

Bahaya lainnya terhadap pekerja anak jalanan adalah rawannya mereka menjadi sasaran penculikan anak, anak-anak sering sekali menjadi korban penculikan dengan motif yang berbeda-beda. Minimnya pengawasan orang tua terhadap mereka menjadi alasannya. Pengalaman tersebut pernah dialami Roni (12 tahun) yang pernah diculik seorang ibu yang tidak dikenalnya pada pagi dini hari pukul 02.00 WIB. dia mengaku dibawa ketempat yang menurutnya jauh dan tidak diketahuinya. Namun akhirnya dia dilepaskan dan berhasil kembali kerumah dengan berjalan kaki selama 10 jam lamanya (Focused Group Discussion, 5 Maret 2014).

Tantangan kehidupan yang berbeda seperti dengan kehidupan yang normatif di masyarakat menjadikan sebagian anak jalanan bertahan hidup dengan cara-cara yang secara sosial kurang atau bahkan tidak dapat diterima oleh masyarakat. Prilaku mereka merupakan konsekuensi dari stigma sosial tersebut dan keterasingan mereka di dalam masyarakat. Stigma negatif yang muncul terhadap pekerja anak jalanan mengakibatkan banyak anak jalanan yang terjerumus dalam tindakan yang salah, seperti prilaku menyimpang yang populer di kalangan anak-anak jalanan yaitu “ngelem” (menghisap lem), istilah tersebut sangat dekat dengan mereka anak-anak jalanan. Dengan ngelem mereka bisa menahan lapar, meringankan penderitaan, menghilangkan persoalan dan membuat pikiran tenang.

Ada tiga tipe anak jalanan jika dilihat dari kegiatannya yaitu:

1 Mereka anak-anak yang berada di jalanan hanya untuk mencari kebebasan dengan kegiatan seperti mengelem, mengompas, dan seks.

2 Mereka anak-anak yang berada dijalanan karena mencari sesuap nasi dengan melakukan kegiatan ekonomi seperti mengamen, menyapu angkot, pedagang asongan, dan lainnya.

3 Mereka anak jalanan yang melakukan kegiatan sebagai pekerja anak jalanan seperti mengamen, menyapu angkot pedagang asongan dan lainnya untuk melakukan kegiatan mengelem dan seks (Hasil focused group discussion 5 Maret 2014, observasi dan diskusi dengan seorang supir angkutan kota di terminal Amplas 3 Juni 2014)

Rizky (15 tahun) dirinya menolak jika mereka dekat dengan kegiatan “ngelem”, menurut Rizky mereka berbeda dengan anak-anak jalanan lainnya yang identik dengan kegiatan ngelem. Kegiatan tersebut sering dilakukan oleh anak-anak “Punk” di jalanan. Selama ini dia bersama 10 teman lainnya tidak pernah melakukan hal tersebut, kami hanya melakukan kegiatan bekerja di jalanan dan tidak semua anak jalanan adalah pekerja anak jalanan (Focused Group Discussion, 5 Maret 2014).

Rizky juga mengatakan bahwa selama ini mereka (pekerja anak jalanan) yang berada di terminal Pinang Baris tidak pernah ditangkap ataupun berurusan dengan petugas Dinas Perhubungan ataupun Polisi yang selalu berada di terminal Pinang Baris, karena mereka cuman ingin mencari uang yang halal untuk jajan atau membantu orang tua bukan untuk ngelem ataupun kegiatan buruk lainnya.

Gambar IV.2Pekerja Anak Jalanan Sedang Mencari Angkutan Umum untuk Dibersihkan

(Sumber: Observasi, 3 Juni 2014)

Ancaman dan bahayanya kehidupan dijalanan sebagai pekerja anak jalanan seharusnya menjadi perhatian serius semua pihak, walaupun kita sering melihat mereka tersenyum ataupun bermain-main sambil bekerja. Selain tindak kekerasan, kondisi polusi dan banyaknya kendaraan juga sangat berbahaya bagi mereka. Kecelakaan ataupun gangguan pernapasan dan penyakit lainnya dapat mereka alami kapan saja. Ironisnya, meskipun sebagian anak jalanan terserang penyakit, tetapi hanya sedikit dari mereka yang tersentuh pelayanan kesehatan. Hanya beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat Seperti PKPA yang saat ini sering memberikan pelayanan kesehatan kepada mereka (Focused Group Discussion, 5 Maret 2014).

Dokumen terkait