• Tidak ada hasil yang ditemukan

Skema Perubahan Pengaturan tentang Dana Kampanye

ISU UU NOMOR 10 TAHUN 2008

UU NOMOR 8 TAHUN 2012 KETERANGAN

Batasan besaran sumbangan pihak lain kelompok, perusahan, dan/atau badan usaha non pemerintah untuk kampanye pemilu anggota DPR dan DPRD Rp5.000.000.000,00

(lima miliar rupiah) Rp7.500.000.000,00 (tujuh miliar lima ratus juta rupiah) Terdapat peningkatan threshold maksimal sumbangan Tenggat waktu penyampaian laporan awal dan rekening khusus dana kampanye

Paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum hari pertama jadwal pelaksanaan kampanye dalam bentuk rapat umum

Paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum hari pertama jadwal pelaksanaan Kampanye Pemilu dalam bentuk rapat umum

Penambahan jangka waktu Ancaman pidana terhadap pelaku manipulasi laporan dana kampanye Pasal 281 Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan tidak benar dalam laporan dana kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 dan Pasal 135 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).

Pasal 280

Peserta Pemilu yang dengan sengaja memberikan keterangan tidak benar dalam laporan dana Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 135 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).

Terjadi penurunan ancaman pidana terhadap pelaku manipulasi laporan dana kampanye

ISU UU NOMOR 10 TAHUN 2008

UU NOMOR 8 TAHUN 2012 KETERANGAN

Ancaman pi- dana terhadap pelanggar ba- tas maksimum sumbangan dana kam- panye Pasal 276 Setiap orang yang memberi atau menerima dana kampanye melebihi batas yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 133 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit

Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp.5.000.000.000.00 (lima miliar rupiah).

Pasal 303

(1) Setiap orang, kelompok, perusahan, dan/atau badan usaha nonpemerintah yang memberikan dana Kampanye Pemilu melebihi batas yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(2) Setiap Peserta Pemilu yang menggunakan kelebihan sumbangan, tidak melaporkan kelebihan sumbangan kepada KPU, dan/atau tidak menyerahkan kelebihan sumbangan kepada kas negara paling lambat 14 (empat belas) hari setelah masa Kampanye Pemilu berakhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Pasal 304

(1) Setiap orang, kelompok, perusahan, dan/atau badan usaha nonpemerintah yang memberikan dana Kampanye Pemilu melebihi batas yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 133 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(2) Setiap Peserta Pemilu yang menggunakan kelebihan sumbangan, tidak melaporkan kelebihan sumbangan kepada KPU, dan/atau tidak menyerahkan kelebihan sumbangan kepada kas negara paling lambat 14 (empat belas) hari setelah masa Kampanye Pemilu berakhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 133 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Terjadi perubahan subyek yang dikenakan ancaman pidana. Dalam UU nomor 10 tahun 2008, pemberi dan penerima diancam dengan hokum pidana. Sedangkan dalam UU nomor 8 tahun 2012, pemberi sumbangan yang melanggar batas maksimum sumbangan diancam dengan ancaman pidana, namun terhadap penerima sumbangan (partai politik) hanya diancam dengan hukuman pidana jika tidak menyerahkan kelebihan sumbangan kepada KPU, dan/atau tidak menyerahkan kelebihan sumbangan kepada kas negara paling

Ancaman pidana terhadap penerima sumbangan dari pihak yang dilarang Pasal 277 Peserta pemilu yang terbukti menerima sumbangan dan/atau bantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp.12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp.36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).

Pasal 305

Peserta Pemilu yang terbukti menerima sumbangan dana Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).

Terjadi penghapusan ancaman pidana minimal.

Dari table diatas terlihat adanya penurunan derajat kualitas pengaturan dana kampanye dibandingkan antara UU nomor 10 tahun 2008 dengan UU nomor 8 tahun 2012.

Pengaturan tentang dana kampanye dalam UU nomor 8 tahun 2.

2012 tidak memperbaiki carut-marut sistem pengaturan dana kampanye dalam UU nomor 10 tahun 2008. Kekacauan pengaturan dana kampanye dalam UU nomor 10 tahun 2008 dapat dimaklumi karena terjadinya perubahan sistem pemilu sebagai akibat dari adanya putusan Mahkamah Konstitusi yang menentukan bahwa penentuan calon terpilih berdasarkan suara terbanyak, dimana putusan ini menghasilkan perubahan fundamental metode kampanye dan metode pengelolaan dana kampanye dari berbasis institusi partai menjadi berbasis caleg. akibatnya, sistem pembukuan dan pelaporan dana kampanye dalam Pemilu 2009 mengalami kekacauan dan mismatch.

Sayangnya, dalam UU nomor 8 tahun 2012, persoalan ini tidak dibenahi. Meskipun UU ini secara jelas telah menganut sistem proporsional terbuka dengan penentuan caleg terpilih berdasarkan suara terbanyak, namun sistem pengelolaan dana kampanye tetap dibangun berbasis partai politik, dan tidak secara tegas memandatkan upaya untuk mensinkronkan antara pengelolaan dana kampanye oleh caleg dengan dana kampanye partai politik. Hal ini mengakibatkan munculnya permasalah di level:

(a) ketidakjelasan entitas pengelola dana kampanye. apakah caleg juga harus membuat pembukuan dan laporan dana kampanye ? Bagaimana pola hubungan antara partai dengan caleg dalam mengelola dan melaporkan dana kampanye ? Pada sistem proporsional terbuka, entitas pengelola dana kampanye tidak cukup hanya partai politik, tetapi juga harus mencakup juga caleg, karena caleg mengelola secara langsung dana kampanye, sehingga caleg juga berkewajiban untuk mengelola dan mempertanggungjawabkan dana kampanyenya. Dalam sistem proporsional terbuka, partai sebagai entitas pengelola dana kampanye menjalankan peran

ganda yakni sebagai entitas yang mengelola dana kampanye yang berada di bawah penguasaannya, dan juga berperan sebagai konsolidator atas pengelolaan dan pelaporan dana kampanye seluruh calegnya.

(b) entitas penerima sumbangan dana kampanye. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, dalam sistem proporsional tertutup, penerimaan sumbangan dana kampanye dapat secara mudah dipusatkan kepada institusi partai politik selaku entitas tunggal dalam pengelolaan dan pertanggungjawaban dana kampanye. Namun dalam sistem proporsional terbuka, penerimaan sumbangan dana kampanye lebih sulit disentralisasi kepada partai politik, karena seluruh caleg cenderung secara aktif melakukan fund raising untuk membiayai kampanye individual mereka. Pertanyaanya, apakah caleg boleh menerima sumbangan dana kampanye ? kalo iya, bagaimana mekanisme pembukuannya ? Bagaimana mekanisme pengawasannya ?

(c) sistem pembukuan dana kampanye. Dalam sistem proporsional terbuka yang mendorong pengelolaan dana kampanye dilakukan oleh 2 entitas (partai politik dan caleg) akan mengharuskan sistem pembukuan dana kampanye dibuat dalam format yang mampu mencerminkan arus dana kampanye di 2 entitas tersebut. Oleh karena itu, dalam sistem proporsional terbuka, diperlukan mekanisme pembukuan dana kampanye yang mampu mengintegrasikan antara pembukuan dana kampanye caleg dan pembukuan dana kampanye partai atau lebih lazim disebut sistem pembukuan yang terintegrasi. Permasalahannya, UU nomor 8 tahun 2012 tidak mengatur tentang hal ini.

(d) Sistem pengawasan terhadap pengelolaan dan pelaporan dana kampanye. Sistem proporsional terbuka mengharuskan sistem pengawasan atas pengelolaan dan pelaporan dana kampanye harus dilakukan terhadap 2 entitas yakni terhadap laporan keuangan partai politik dan laporan keuangan caleg. Dalam kaitan ini, menjadi tugas berat bagi pengawas Pemilu

dan masyarakat untuk mengawasi validitas dan akurasi dana kampanye pemilu.

Daftar Pustaka

Ramlan Surbakti, Didik Supriyanto, dan Topo Santoso, Perekayasaan Sistem Pemilu untuk Tata Politik Demokratis, Partnership for governance Reform Indonesia, Jakarta, 2008.

JB Daliyo, dkk, Pengantar Ilmu Hukum, gramedia, Jakarta, 1992, hal 4.

Moempoeni Moelatiningsih Maemoenah, Implementasi Azaz-azaz Hukum Tata Negara Menuju Perwujuan Ius Constituendum di Indonesia, Semarang, 16 Desember 2003, hal 28

Internasional IDEa, Standar-standar Internasional Pemilihan Umum: Pedoman Peninjauan Kembali Kerangka Hukum Pemilu, Jakarta: International IDEa, 2004.

Karl-Heinz Nassmacher, dikutip dari Modul Pemantauan Dana Kampanye, ICW: Jakarta, 2004

Teten Masduki, Urgensi Pengawasan Dana Kampanye Pemilu, Jakarta 29 November 2008.

arend Lijphart, Democracies: Patterns of Majotarian and Counsensus Government in Twety-One Caountries, (New Haven and London: Yale University Press, 1984), Dieter Nohlen, Elections and Electoral System, (New Delhi: Macmilan, 1996).