• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tabel 3 Laporan Belanja Kampanye Menurut Laporan Hasil Auditor

NO PARTAI POLITIK TOTAL BELANJA KAMPANYE

1 GERINDRA Rp308.770.923.325 2 DEMOKRAT Rp235.168.086.289 3 GOLKAR Rp145.583.002.911 4 PKS Rp36.521.468.175 5 HANURA Rp19.235.371.037 6 PAN Rp17.858.157.150 7 PDIP Rp38.944.436.113 8 PPP Rp18.338.239.000 9 PKB Rp3.609.500.000

Sementara itu, realita yang terjadi di lapangan adalah masing- masing calon legislatif jauh lebih banyak menggunakan modal dana yang dikelola sendiri daripada dana kampanye bantuan dari partai politik.11 Di

antara beberapa narasumber yang berhasil ditemui, mereka mengakui bahwa untuk membiayai kampanye calon legislatif yang bersangkutan mengeluarkan dana dari kantong sendiri dan sumbangan dari pihak lain (keluarga, teman, kolega, dan sebagainya). Sedangkan sumbangan dari partai politik hanya sekedarnya seperti memberikan bendera partai, atau kampanye terbuka. Di antara narasumber yang diwawancarai, mereka

10 Berdasarkan data hasil pemantauan ICW terhadap Pemilu 2009

11 Hasil dari diskusi dan wawancara yang dilakukan dengan sejumlah calon legislatif untuk DPR RI dari berbagai partai politik yang pernah maju dalam Pemilu 2004 dan Pemilu 2009. Wawancara dan diskusi dilakukan sejak Maret – Mei 2012.

mengakui bahwa untuk selama kampanye telah menghabiskan sekitar Rp500 juta sampai dengan Rp 1 miliar rupiah. Semua pengeluaran kampanye itu bervariasi berdasarkan kemampuan modal dari masing- masing calon legislatif, metode kampanye, serta daerah pemilihan. Walaupun telah mengeluarkan dana sebanyak itu, nyatanya ada di antara narasumber yang tidak terpilih dalam pemilu dan tidak berhasil meraih kursi di DPR. Pengeluaran untuk kampanye juga tergantung pada tingkat

popularitas seseorang, untuk seorang publik figur pengeluaran kampanye

antara Rp100 juta sampai Rp500 juta. aktivis partai antara Rp300 juta sampai Rp1 miliar. Sementara untuk pensiunan birokrasi biasanya berkisar di atas Rp1 miliar sampai Rp1,8 miliar dan untuk pengusaha bisa mencapai di atas Rp1,8 miliar.12

Sementara itu, pada Pemilu 2009 yang lalu saja dana kampanye yang dilaporkan oleh masing-masing partai dari sembilan partai yang meraih kursi di DPR RI sudah bernilai hingga ratusan milyar rupiah. Maka dapat dibayangkan berapa total pengeluaran dana kampanye yang dihabiskan dalam satu kali kampanye pemilu bila ditambahkan dengan total pengeluaran dana kampanye yang dikeluarkan oleh masing-masing calon legislatif dari masing-masing partai. Jumlah pengeluaran dana kampanye yang sebenarnya tentunya akan jauh lebih fantastis jumlahnya. Namun, sayangnya karena ketiadaan aturan sehingga tidak dapat dihitung dengan berapa kira- kira besaran total jumlah pengeluaran untuk membiayai kampanye secara realistis bila digabungkan pengeluaran partai politik dengan calon legislatif.

Dilema yang muncul dari ketentuan peserta pemilu sebagai partai politik adalah berakibat pada adanya aturan yang ‘lepas’ sehingga untuk masing-masing kandidat calon legislatif tidak dapat dikendalikan dan luput dari pengawasan dana kampanye yang dikeluarkannya. aturan yang ada tidak menempatkannya sebagai objek hukum membuka kesempatan bagi masing-masing calon legislatif untuk ‘bebas’ dari segala macam aturan dan ketentuan yang sudah ada. Hal ini yang kemudian membuka peluang besar munculnya berbagai praktek korupsi yang tidak dapat diawasi atau bahkan ditindak secara hukum.

12 Menurut keterangan dari Pramono Anung, salah seorang politikus senior dari PDI Perjuangan, “Mau Jadi Anggota DPR? Ini Biaya yang Harus Dikeluarkan”, diakses darihttp://jakarta. okezone.com/read/2012/05/09/339/626616/mau-jadi-anggota-dpr-ini-biaya-yang-harus- dikeluarkan, pada Rabu, 9 Mei 2012

Di sisi lain, apabila setiap calon legislatif diwajibkan oleh undang- undang untuk membuat laporan dana kampanye dan kewajiban lainnya maka akan mengakibatkan munculnya kesulitan secara teknis bagi pihak penyelenggara pemilu, pengawas pemilu dan auditor yang melakukan audit terhadap laporan dana kampanye tersebut. Kesulitan yang muncul dariketerbatasan waktu untuk melakukan audit karena adanya aturan dalam undang-undang.13 Belum lagi masalah biaya anggaran untuk

membayar jasa auditor yang akan membesar karena semakin banyaknya laporan yang harus diaudit dalam waktu yang singkat.

Sebenarnya, persoalan teknis tersebut dapat dihindari apabila audit tidak dilakukan secara menyeluruh terhadap semua laporan dana kampanye seluruh calon legislatif. audit laporan dana kampanye sebenarnya dapat dilakukan atas dasar permintaan, misalnya hanya dilakukan dengan memperhatikan masukan dari masyarakat. apabila lembaga penyelenggara yang berwenang menangani laporan pelanggaran yang berkaitan dengan dana kampanye menerima masukan dari masyarakat kemudian melakukan pemeriksaan awal terhadap laporan dana kampanye Partai Peserta Pemilu, maka lembaga tersebut baru akan menugaskan kantor akuntan publik untuk melakukan audit investigatif dan forensik terhadap laporan yang dianggap ada kemungkinan telah terjadinya pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.14

ada satu persoalan lagi yang seringkali diabaikan oleh pembuat undang- undang adalah disclosure regulationatau ketentuan untuk mengumumkan hasil laporan dana kampanye atau membuka akses bagi masyarakat untuk mengetahui informasi tersebut. Masalah dana kampanye adalah persoalan sensitif bagi partai politik dan calon legislatif, banyak di antaranya yang berpendapat bahwa dana kampanya adalah masalah dapur masing-masing yang tidak perlu dicampuri dan diatur secara ketat atau masyarakat tidak perlu tahu. Padahal, salah satu hak rakyat untuk mendapatkan informasi

13 Lihat pasal 135 ayat (3), Kantor akuntan publik menyampaikan hasil audit kepada KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya laporan. 14 Gagasan ini pernah diusulkan oleh Working Group yang disajikan dalam Brief Papar berjudul:

“Reformasi Sistem Pendanaan Parpol dan Kampanye di Indonesia: Beberapa Usulan”. Papaer tersebut adalah hasil dari diskusi mendalam yang melibatkan berbagai ahli dari lembaga penyelenggara pemilu (KPU & Bawaslu), partai politik (pengurus partai dan anggota DPR RI), pemerintah (BPK & KPK) serta lembaga masyarakat sipil (ICW, Perludem, TII).

yang jelas mengenai dana kampanye terutama sumber-sumber pendanaan serta penggunaannya. Sehingga rakyat dapat memberikan penilaiannya sendiri mengenai laporan tersebut dengan melihat siapa yang memberikan sumbangan terbesar dan untuk apa dana itu digunakan. Prinsip dasar dari transparansi dan keterbukaan informasi kepada publik. Dalam aturan yang ada, dalam pasal 135 ayat (5) disebutkan bahwa KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota mengumumkan hasil pemeriksaan dana Kampanye Pemilu kepada publik paling lambat 10 (sepuluh) hari setelah diterimanya laporan hasil pemeriksaan. Namun, tidak diatur secara jelas bagaimana caranya mengumumkan laporan hasil pemeriksaan tersebut. Sehingga masing-masing KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/ Kota mengumumkan hasil laporan tersebut dengan cara yang berbeda- beda bahkan sulit untuk diakses oleh masyarakat umum. Seharusnya pengumuman tersebut dapat dijangkau atau diakses masyarakat dengan mudah. Padahal, di negara-negara lain laporan dana kampanye tersebut dapat diakses dengan bebas melalui situs internet baik pada situs lembaga penyelenggara pemilu maupun pada situs masing-masing partai politik atau kandidat. Laporan dana kampanye menjadi salah satu tolok ukur bagi masyarakat dalam menentukan pilihannya serta sarana masyarakat untuk mengawasi kinerja calon legislatif yang dipilihnya. Manfaat yang dapat dirasakan masyarakat dengan adanya pengumuman dan transparansi keuangan diantaranya agar publik dapat mengetahui informasi seputar dana kampanye kanidat dan partai, agar media dan masyarakat sipil dapat melakukan kontrol terhadap kandidat/partai politik dari pengaruh intervensi penyumbang dan untuk meredam aliran dana kotor dalam peredaran dana kampanye.15

Di dalamrevisi UU Pemilu Legislatif yang baru, juga ada ketentuan yang mengatur tentang larangan kampanye dengan kegiatan yang menjanjikan atau memberi imbalan yang dapat mempengaruhi pilihan suara seseorang (vote buying dan money politic)pada pasal 84. Dengan adanya aturan ini, ada harapan untuk mengatasi pelanggaran-pelanggaran yang berkaitan dengan praktek jual beli suara yang marak terjadi dengan ditambahnya ketentuan sanksi yang diatur dalam pasal 297 pidana dengan pidana penjara

15 Bima Arya Sugiarto, “Politik Uang dan Pengaturan Dana Politik di Era Reformasi”, dalam Buku Wijayanto & Ridwan Zachrie (Ed.), Korupsi Mengorupsi Indonesia: Sebab, Akibat, dan Prospek Pemberantasan, Jakarta: Gramedia, 2009, halaman 487

paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan pasal 301 ayat (2) yaitu sanksi pidana penjara paling lama 48 (empat puluh delapan) bulan dan denda paling banyak Rp48.000.000,00 (empat puluh delapan juta rupiah).

UU PEMILU PRESIDEN: REVISI UNTUK