• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan

2) Sosialisasi Pengembangan Kepribadian

Dalam pengertiannya, sosialisasi berhubungan dengan kepribadian. Berbicara mengenai hal ini, menggunakan istilah kepribadian untuk menjelaskan susunan khas dari sikap, karakteristik, dan perilaku. Horton memberikan pandangan bahwa seseorang belajar interaksi sosial melalui interaksi dengan orang lain. Kebanyakan orang berpandangan bahwa, kita menilai orang secara pengamatan tetapi juga lewat kesan-kesan. Cooley menggunakan kata looking-glass self yang menekankan bahwa kita melihat orang lain dengan berkaca pada diri kita. Cooley mengemukakan proses pengembangan identitas diri atau konsep diri memiliki tiga penekanan yaitu:

Pertama, kita membayangkan bagaimana kita di mata orang lain, pada keluarga, teman, dan orang lain. Kemudian, kita membayangkan bagaimana orang lain menilai kita (menarik,

commit to user

pintar, malu, dan kuat). Akhirnya kita mengembangkan beberapa bagian tentang penilaian orang lain terhadap diri kita seperti rasa hormat, sebagai hasil atas kesan terhadap kita (Richard T. Shaefer, 2005: 82).

Pandangan Cooley “looking glass self” adalah sebuah hasil dari imajinasi seseorang atas pandangan terhadap orang lain. Sebagai hasilnya, kita dapat mengembangkan identitas diri berdasarkan penilaian orang lain yang yang tidak benar atas diri kita. Kemudian identitas diri merupakan subjek untuk mengubah pandangan di atas.

Goerge Herbert Mead melanjutkan eksplorasi Cooley dari teori interaksi. Mead berpendapat bahwa sosialisasi yang di lalui seseorang dapat di bedakan melalui tahap-tahap, diantaranya: preparatory stages, play stage, dan game stage.

(a) Tahap Persiapan (Preparatory stage)

Selama tahap preparatory stage, anak selalu meniru perilaku orang yang berada di sekitarnya, terutama anggota keluarganya dengan siapa mereka terus-menerus berinteraksi. Lama kelamaan anak akan berkembang menjadi dewasa, anak menjadi pintar menggunakan simbol untuk berkomunikasi dengan orang lain. Simbol dapat terdiri dari gerak tubuh, isyarat, benda, dan kata-kata yang digunakan untuk berkomunikasi. Seperti berbicara dengan menggunakan bahasa, mengubah simbol dari kebudayaan satu ke kebudayaan lain, dan dari satu sub kebudayaan ke sub kebudayaan yang lain.

(b)Tahap Meniru (The Play Stage)

Mead diantara satu hubungan analisa dari simbol untuk sosialisasi. Sebagai anak mengembangkan keterampilan berkomunikasi dengan menggunakan simbol, mereka secara berangsur-angsur menjadi tahu tentang hubungan sosial. Sebagai hasilnya, selama tahap play stage, mereka mulai menganggap orang lain. Mead, dalam kenyataannya,

commit to user

mencatat peranan merupakan aspek penting dari tahap play stage. Peranan merupakan proses dari perumpamaan mental dari perspektif yang lain.

(c) Tahap Siap Bertindak (Game Stage)

Tahap ketiga adalah game stage, anak dari usia 8 atau 9 tahun sampai dewasa memainkan peran tapi mulai untuk mempertimbangkan beberapa tugas-tugas dan hubungannya secara bersama. Pada titik perkembangan ini, anak tidak hanya memegang kedudukan mereka sendiri tetapi juga orang lain disekitarnya. Kemampuannya menempatkan diri pada posisi orang lain pun meningkat sehingga memungkinkan adanya kemampuan bermain secara bersama-sama. Dia mulai menyadari adanya tuntutan untuk membela keluarga dan bekerja sama dengan teman-temannya. Pada tahap ini lawan berinteraksi semakin banyak dan hubungannya semakin kompleks. Individu mulai berhubungan dengan teman-teman sebaya di luar rumah. Peraturan-peraturan yang berlaku di luar keluarganya secara bertahap juga mulai dipahami. Bersamaan dengan itu, anak mulai menyadari bahwa ada norma tertentu yang berlaku di luar keluarganya.

Menurut pendapat Mead, diri mulai mempunyai hak-hak yang sama dalam kedudukannya di dunia ini. Anak memfokuskan pada diri mereka sendiri pada segala sesuatu di sekitarnya dan menemukan kesulitan untuk mempertimbangkan pandangan orang lain.

Goffman berpendapat bahwa seseorang belajar untuk memberikan pandangan dari diri mereka sendiri dalam memberikan perintah untuk menciptakan sesuatu yang khusus dan memuaskan penonton. Goffman menunjuk untuk mengubah pemberian dari diri sebagai kesan-kesan. Goffman membuat banyak penjelasan dan memasukkannya dalam suatu

commit to user

teater yang di sebut dengan dramaturgi. Menurut pandangannya, perilaku orang mirip seperti drama.

Dalam perkembangan teori kognitif, Piaget mengidentifikasikan empat tahap dalam perkembangan proses pikiran anak-anak sebagai berikut:

Pertama, tahap sensorimotor, anak kecil menggunakan pikirannya untuk membuat penemuan. Kedua, tahap preoperational, anak mulai menggunakan kata-kata dan simbol untuk membedakan benda dan pikiran/gagasan. Ketiga, tahap concrete operational, pada tahap ini lebih lanjut anak menggunakan pikiran dan logikanya. Terakhir adalah tahap formal operational, anak muda menjadi cakap dan mampu mengabstraksikan pikiran mereka, dan dapat menyimpulkan dengan pikiran dan menilai dalam menggunakan logikanya (Richard T. Shaefer, 2005: 85)

Piaget menjelaskan bahwa perkembangan moral menjadi bagian penting dalam sosialisasi anak mengembangkan kemampuan untuk berpikir lebih ringkas. Menurut Jean Piaget, interaksi sosial adalah kunci utama dalam perkembangan. Sebagai anak yang tumbuh menjadi dewasa, mereka meningkatkan perhatiannya bagaimana orang lain berpikir dan mengapa mereka kebiasaan dalam berperilaku. Dalam mengembangkan kepribadian, setiap orang membutuhkan peluang untuk berinteraksi dengan orang lain.

Abu Ahmadi menjelaskan salah satu masalah yang menjadi pusat penelitian dan pengembangan Sosiologi pendidikan ialah proses sosialisasi anak (1991). Ahli-ahli Sosiologi pendidikan yang berpendapat bahwa proses sosialisasi merupakan satu-satunya obyek penelitian Sosiologi Pendidikan. Proses sosialisasi adalah proses belajar meskipun sosialisasi kerap kali di sama artikan dengan proses belajar, tetapi beberapa ahli mengartikan sebagai proses belajar yang bersifat khusus. Anak mempelajari kebiasaan sikap, ide-ide, pola-pola nilai dan tingkah laku dalam masyarakat di mana ia hidup kemudian anak tersebut belajar

commit to user

dari kebiasan yang ada di masyarakat atau lingkungannya. Semua sifat dan kecakapan yang dipelajari dalam proses sosialisasi itu disusun dan dikembangkannya sebagai suatu kesatuan sistem dalam diri anak tersebut. Tiap-tiap pilar pendidikan terdapat proses sosialisasi yang berbeda-beda satu sama lain.

(a) Keluarga dan Sosialisasi

Keluarga terdiri dari ayah, ibu, serta anak-anak yang berkumpul dalam satu rumah tangga. Abu Ahmadi menyatakan bahwa “keluarga ialah kelompok sosial yang terdiri dari dua orang atau lebih yang mempunyai ikatan darah, perkawinan, atau adopsi” (1991: 166). Keluarga merupakan tempat sosialisasi yang utama dan pertama karena keluarga merupakan kelompok kecil yang anggotanya berinteraksi face to face secara tetap. Keadaan seperti ini menyebabkan perkembangan anak dapat diikuti dengan seksama oleh orang tuanya dan penyesuaian secara pribadi anak dalam hubungan sosial keluarga lebih mudah. Orang tua pun mempunyai motivasi yang kuat untuk mendidik anak karena anak merupakan buah cinta kasih hubungan suami-istri.

Motivasi yang kuat ini melahirkan hubungan emosional antara orang tua dengan anak sehingga orang tua memiliki peranan penting terhadap proses sosialisasi anak di dalam keluarga. Peran ibu dan ayah tidak hanya itu saja, ayah pun berperan sebagai kepala rumah tangga yang memiliki tanggung jawab yang sangat besar dalam memimpin keluarga sedangkan ibu berperan sebagai ibu rumah tangga yang memiliki tugas mengurusi segala kebutuhan rumah tangga mulai dari memasak, menyuci, menyapu sampai mengasuh anak. Anak dalam keluarga merupakan agen yang di didik melalui kebiasaan-kebiasaan

commit to user

yang ada di dalam keluarga. Selain itu, keluarga juga berperan dalam pembentukan kepribadian anak.

(b)Sekolah dan Sosialisasi

Sekolah memiliki peranan tidak kalah penting dalam proses sosialisai anak karena sekolah memiliki fungsi memberantas kebodohan serta memberikan pendidikan. Gillin dan Gillin berpendapat bahwa fungsi pendidikan sekolah ialah penyesuaian diri anak dan stabilitasi masyarakat. David Popenoe mengemukakan pendapat yang lebih terperinci mengenai fungsi pendidikan sekolah. Menurutnya ada empat fungsi pendidikan antara lain transmisi kebudayaan masyarakat, menolong individu memilih dan melakukan peranan sosialnnya, menjamin integrasi sosial, dan sebagai sumber inovasi sosial.

(c) Masyarakat dan Sosialisasi

Sosialisasi di keluarga dan di sekolah sudah dilalui anak, kemudian anak akan memasuki proses sosialisasi di masyarakat. Dalam masyarakat anak akan mempelajari kebudayaan-kebudayaan yang berkembang di dalam masyarakat. Proses sosialisasi di masyarakat mengalami perubahan, dahulu anak akan belajar norma-norma yang baik di lakukan. Namun seiring dengan perkembangan zaman perubahan pun terjadi. Lingkungan sekarang sudah tidak begitu kondusif sebagai agen sosialisasi anak karena lingkungan justru mengajarkan hal-hal buruk pada anak.

Dokumen terkait