• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

H. Spesifikasi Produk Yang diharapkan

Spesifikasi produk yang diharapkan dalam penelitian pengembangan desain pembelajaran ini adalah :

1. Desain pembelajaran yang dikembangkan menekankan salah satu objek pembelajaran konsep tentunya dalam desain pembelajaran ini mengakomodasi pemahaman konsep sikap kerja sama dan tanggung jawab.

2. Desain pembelajaran yang dikembangkan sesuai dengan KD dan indikator suatu pokok bahasan yang akan diajarkan, materi barisan tingkat SMA.

3. Desain pembelajaran yang dikembangkan dapat memenuhi kriteria sehingga dapat dikategorikan sebagai desain pembelajaran yang berkualitas baik.

12 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori

a. Penelitian dan Pengembangan (Research and Development)

Sugiyono (2014: 297) mengatakan bahwa metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji produk tersebut merupakan metode penelitian dan pengembangan atau dalam bahasa Inggrisnya Research and Development. Sedangkan Winarni (2018:

248) berpendapat bahwa Research and Development (R&D) atau Penelitian dan Pengembangan merupakan suatu proses atau langkah-langkah dalam mengembangkan suatu produk baru ataupun menyempurnakan suatu produk yang telah ada, sehingga dapat dipertanggungjawabkan. Produk tersebut tidak selalu berbentuk hardware software tetapi dapat berupa pembelajaran di kelas, program komputer untuk pengolahan data, bimbingan, pelatihan, perpustakaan atau laboratorium, manajemen, dan evaluasi.

Menurut van den Akker dan Plomp (2013: 54) penelitian pengembangan merupakan suatu penelitian yang memiliki tujuan untuk dapat menghasilkan suatu produk termasuk memberikan bukti empiris keefektifannya dan juga membangun suatu panduan untuk perancangan dan evaluasi produk-produk tersebut.

Penelitian pengembangan menurut Seels dan Richey (1994: 195) didefinisikan sebagai berikut: “Penelitian pengembangan sebagaimana dibedakan dengan pengembangan pembelajaran yang sederhana, didefinisikan sebagai kajian secara sistematik untuk merancang, mengembangkan dan mengevaluasi program-program, proses dan hasil-hasil pembelajaran yang harus memenuhi kriteria konsistensi dan keefektifan secara internal.” (Developmental research, as opposed to simple instructional development, has been defined as “the systematic study of designing, developing and evaluating instructional programs, processes and products that must meet the criteria of internal consistency and effectiveness). Lebih jauh, Seels dan Richey berpendapat bahwa, secara sederhana penelitian pengembangan dapat berupa :

1. Kajian terkait proses dan dampak rancangan pengembangan dan berbagai upaya pengembangan tertentu atau khusus, atau berupa;

2. Satu keadaan yakni dimana seseorang melakukan atau melaksanakan rancangan pengembangan pembelajaran, atau kegiatan evaluasi dan mengkaji proses pada saat yang sama, atau berupa;

3. Suatu kajian tentang rancangan, pengembangan, dan proses evaluasi pembelajaran baik yang melibatkan komponen proses secara menyeluruh atau tertentu.

Berdasarkan ketiga pendapat ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa penelitian pengembangan merupakan suatu metode penelitian yang

memiliki tujuan untuk mengembangkan dan mengevaluasi sebuah produk yang harus memenuhi kriteria konsistensi dan keefektifan.

Salah satu metode dalam penelitian pengembangan yaitu ADDIE.

Robert Maribe Brach (dalam Sugiyono, 2017: 154) mengembangkan Instructional Design (Desain Pembelajaran) dengan pendekatan ADDIE, yang merupakan singkatan dari Analysis, Design, Development, Implementation, Evaluation. Model ini terdiri atas lima langkah, yaitu: (1) analisis (analyze), (2) perancangan (design), (3) pengembangan (development), (4) implementasi (implementation), dan (5) evaluasi (evaluation).

Model ADDIE dikembangkan oleh Dick and Carry (dalam Winarni, 2018: 114) untuk merancang sistem pembelajaran. Berikut ini beberapa langkah pada pengembangan desain atau metode pembelajaran.

1. Analysis

Pengembangan desain/metode pembelajaran baru diawali dengan masalah dalam model/metode pembelajaran yang telah diterapkan.

Masalah bisa saja terjadi dikarenakan model/metode pembelajaran yang ada pada saat ini sudah tidak relevan dengan kebutuhan sasaran, lingkungan belajar, teknologi, karakteristik peserta didik, dan lain-lain.

Analisis merupakan kegiatan utama yaitu menganalisis perlunya pengembangan desain/metode pembelajaran baru serta menganalisis kelayakan dan syarat-syarat pengembangan desain/metode pembelajaran baru.

Setelah analisis masalah penting adanya pengembangan desain/metode pembelajaran yang baru, peneliti juga perlu menganalisis kelayakan dan syarat-syarat pengembangan desain/metode pembelajaran baru tersebut.

2. Design

Proses perancangan model/metode pembelajaran, tahap desain memiliki kemiripan dengan merancang kegiatan pembelajaran.

Kegiatan ini merupakan proses sistematik yang diawali dari menetapkan tujuan belajar, merancang skenario atau kegiatan pembelajaran, merancang perangkat pembelajaran, merancang materi pembelajaran, dan alat evaluasi hasil belajar. Rancangan model/metode pembelajaran ini masih bersifat konseptual dan mendasari proses pengembangan berikutnya.

3. Development

Development atau pengembangan dalam model ADDIE berisi kegiatan realisasi rancangan produk. Desain telah disusun kerangka konseptual penerapan model/metode pembelajaran baru dalam tahap ini. Pada tahap pengembangan ini, kerangka yang masih konseptual tersebut direalisasikan menjadi produk yang siap diimplementasikan.

4. Implementation

Langkah implementasi merupakan langkah dimana peneliti mengimplementasikan rancangan dan metode yang telah dikembangkan tersebut pada situasi yang nyata, yaitu di kelas. Materi

disampaikan sesuai dengan model/metode baru yang dikembangkan.

Selama langkah implementasi, rancangan model/metode yang telah dikembangkan diterapkan pada kondisi yang sebenarnya. Setelah pengimplementasian, selanjutnya dilakukan evaluasi awal untuk memberi umpan balik pada penerapan model/metode berikutnya.

5. Evaluation

Evaluasi merupakan tahap yang terakhir. Evaluasi dilakukan dalam dua bentuk, yaitu evaluasi formatif dan sumatif. Evaluasi formatif dilakukan pada setiap akhir tatap muka di dalam kelas, sedangkan evaluasi sumatif dilakukan setelah kegiatan berakhir secara keseluruhan. Evaluasi sumatif mengukur kompetensi terakhir terhadap mata pelajaran atau tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Hasil evaluasi digunakan untuk memberi umpan balik kepada pihak pengguna model/metode. Revisi dibuat sesuai dengan hasil evaluasi atau kebutuhan yang belum dapat dipenuhi oleh model/metode baru tersebut.

Tabel 2.1. Rangkuman Aktivitas Model ADDIE Tahap Pengembangan Aktivitas

Analysis

Pra-perencanaan: pemikiran tentang produk baru yang akan dikembangkan.

Mengidentifikasi produk yang sesuai dengan sasaran peserta didik, tujuan belajar, mengidentifikasi isi/materi

pembelajaran, mengidentifikasi lingkungan belajar, dan juga strategi penyampaian dalam pembelajaran yang tepat.

Design

Merancang konsep perangkat

pengembangan produk baru. Rancangan ditulis untuk masing-masing pembelajaran.

Petunjuk penerapan desain atau pembuatan produk ditulis secara rinci.

Development

Mengembangkan perangkat produk yang diperlukan dalam pengembangan.

Berbasis pada hasil rancangan produk, pada langkah ini mulai dibuat produk tersebut yang sesuai dengan struktur model.

Membuat instrument agar dapat mengukur kinerja produk.

Implementation

Melihat kembali dampak pembelajaran dengan cara yang kritis.

Mengukur ketercapaian tujuan pengembangan produk.

Mengukur apa yang telah dicapai oleh sasaran.

Mencari informasi apa saja yang dapat membuat peserta didik mencapai hasil dengan baik.

Evaluation

Produk baru sudah dapat digunakan dalam pembelajaran atau lingkungan yang sebenarnya.

Memperhatikan kembali tujuan-tujuan pengembangan produk, interaksi antar peserta didik serta menanyakan umpan balik awal proses evaluasi.

b. Pembelajaran Konsep

Pasal 1 butir 20 UU No. 20 Tahun 20013 tentang Sisdiknas, pembelajaran adalah proses interaksi pendidik dengan peserta didik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. terdapat terkandung lima

komponen pembelajaran yaitu: pendidik, peserta didik, interaksi, sumber belajar, dan lingkungan belajar. Interaksi memiliki arti hubungan timbal balik antara pendidik dan peserta didik yang paling utama. Daryanto (2014: 5) berpendapat bahwa pembelajaran adalah suatu kegiatan yang mengandung terjadinya proses penguasaan pengetahuan, keterampilan dan sikap oleh subjek yang sedang belajar. Pelaksanaan pembelajaran akan berjalan efektif yang dikembangkan oleh pendidik baik secara individual maupun kelompok yang mengacu pada silabus. Sedangkan, menurut pendapat Hamzah dan Muhlisrarini (2014: 42) pembelajaran merupakan upaya kepada peserta didik dalam bentuk kegiatan memilih, menetapkan dan mengembangkan metode dan strategi yang optimal agar dapat mencapai hasil belajar yang diinginkan. Tidak hanya stimulus awal saja dalam suatu pembelajaran, tetapi juga merupakan kumpulan berbagai jenis stimulasi eksternal dan internal yang menimbulkan aktivitas dan mempengaruhi sejumlah proses belajar yang berbeda. Sistem pembelajaran merupakan pengelolaan sumber dan prosedur yang dapat meningkatkan belajar peserta didik.

Berdasarkan pendapat ketiga ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan interaksi peserta didik dengan pendidik yang mengandung proses penguasaan pengetahuan, keterampilan dan sikap agar siswa memilih, menetapkan dan mengembangkan metode dan strategi yang optimal untuk mencapai hasil belajar yang diinginkan.

Selain itu, Sugiana dkk (2016: 62) berpendapat bahwa konsep dapat diartikan sebagai buah pemikiran seseorang atau kelompok orang yang dinyatakan dalam definisi sehingga memunculkan produk pengetahuan meliputi prinsip, hukum, dan teori. Konsep dapat menunjukkan hubungan suatu konsep dengan konsep lain yang lebih sederhana sebagai dasar perkiraan atau jawaban. Konsep diperoleh dari fakta, peristiwa, pengalaman melalui generalisasi dan berpikir abstrak, konsep berguna untuk menjelaskan dan meramalkan. Menurut Rosser (dalam Waluya, 2008: 3) konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili satu kelas objek-objek, hubungan-hubungan, atau kejadian-kejadian yang memiliki atribut yang sama. Konsep adalah dasar bagi proses mental yang lebih tiggi untuk merumuskan prinsip dan generalisasi. Konsep merupakan penyajian-penyajian internal dari stimulus. Sedangkan, Gazali (2016: 184) mengatakan bahwa konsep merupakan suatu gagasan atau ide abstrak yang memungkinkan seseorang agar dapat mengelompokkan obyek-obyek atau peristiwa-peristiwa tertentu dan memungkinkan juga untuk menentukan apakah obyek-obyek atau peristiwa-peristiwa tertentu tersebut merupakan contoh atau bukan contoh dari gagasan tersebut.

Berdasarkan ketiga pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa konsep merupakan buah pemikiran seseorang atau sekelompok orang yang dinyatakan dalam suatu abstraksi yang mewakili satu kelas obyek-obyek, kejadian-kejadian atau hubungan-hubungan yang mempunyai atribut yang sama, dan memungkinkan pula untuk menentukan apakah obyek-byek atau

peristiwa-peristiwa tertentu itu merupakan contoh atau bukan contoh dari gagasan tersebut.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran konsep merupakan kegiatan interaksi peserta didik dengan pendidik yang mengandung proses penguasaan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang difokuskan pada buah pemikiran seseorang atau sekelompok orang yang dinyatakan dalam suatu abstraksi yang mewakili satu kelas obyek-obyek, kejadian-kejadian atau hubungan-hubungan yang mempunyai atribut yang sama, dan memungkinkan pula untuk menentukan apakah obyek-byek atau peristiwa-peristiwa tertentu itu merupakan contoh atau bukan contoh dari gagasan tersebut

c. Pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif

Menurut Wahana (2016: 19) pendekatan paradigma pedagogi reflektif merupakan prosedur pembelajaran yang berisi interaksi antara peserta didik dengan materi yang dipelajarinya dengan dosen sebagai fasilitator.

Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) (Tim Penerbit Kanisius:

2008: 39) merupakan pola pikir (paradigma = pola pikir) dalam menumbuhkembangkan pribadi peserta didik menjadi pribadi kristiani/kemanusiaan. Polapikir PPR yaitu dalam membentuk pribadi, peserta didik diberikan pengalaman akan suatu nilai kemanusiaan, setelah itu peserta didik akan difasilitasi dengan pertanyaan agar dapat merefleksikan pengalaman tersebut, dan difasilitasi dengan pertanyaan

aksi agar peserta didik membuat niat dan berbuat sesuai dengan nilai tersebut.

Menurut Suparno (2015: 18) PPR adalah suatu pedagogi bukan hanya sekedar metode pembelajaran. Hal ini berarti pedagogi merupakan suatu pendekatan atau cara pendidik mendampingi peserta didik sehingga peserta didik dapat berkembang menjadi pribadi yang utuh. Visi dan tujuan yang terdapat di dalamnya yaitu, peserta didik akan dibantu menjadi manusia seperti apa. Didalamnya juga ada pilihan metode yang digunakan dalam proses pendampingan tersebut.

Berdasarkan ketiga pendapat ahli, dapat disimpulkan bahwa PPR adalah pendekatan dalam proses pembelajaran untuk mendampingi siswa dalam menumbuhkembangkan kepribadian menjadi siswa yang memiliki pribadi kemanusiaan yang utuh.

1. Langkah-Langkah Pelaksanaan PPR

P3MP-LPM (2012: 11-12) mengatakan bahwa Paradigma Pedagogi Reflektif menekankan beberapa langkah berurutan yang terdiri dari: konteks, pengalaman, refleksi, tindakan (aksi), dan evaluasi.

a. Konteks

Mahasiswa diajak untuk mencermati konteks-konteks hidupnya untuk dapat mengenali faktor-faktor yang berkemungkinan mendukung atau juga dapat menghambat proses pembelajaran yang dialaminya. Dosen harus memulai proses pembelajarannya dari diri

mahasiswa (student centered learning) yaitu dengan memahami sebanyak mungkin konteks-konteks yang melingkupi mahasiswa sebagai subyek yang akan ditantang, didorong dan didukung agar dapat mencapai perkembangan pribadi yang utuh.

b. Pengalaman

Aktivitas “mengenyam/mengunyah sesuatu secara batin”

merupakan hal yang sangat penting. Oleh sebab itu pada langkah pengalaman ini, mahasiswa diajak untuk melakukan kegiatan yang tidak hanya memuat aspek kognitif (pemahaman) atas materi yang sedang disimak tetapi juga aspek afektif (perasaan/penghayatan) dan aspek konatif (niat/kehendak). Jadi, keseluruhan pribadi (akal budi, rasa dan kehendak) mahasiswa diasah sagar mereka dapat memperoleh pengetahuan yang semakin utuh.

c. Refleksi

Refleksi menjadi unsur yang juga sangat penting dalam pendidikan Ignasian, hal ini disebabkan karena menjadi penghubung antara pengalaman dan tindakan. Refleksi berarti mengadakan pertimbangan seksama dengan menggunakan daya ingat, pemahaman, imajinasi dan perasaan menyangkut bidang ilmu, pengalaman, ide, tujuan yang diinginkan atau reaksi spontan untuk menangkap makna dan nilai hakiki dari apa yang dipelajari.

Refleksi juga merupakan suatu proses menuju perubahan pribadi yang dapat mempengaruhi perubahan lingkup sekitarnya.

d. Tindakan (Aksi)

Tindakan merupakan kegiatan yang mencerminkan pertumbuhan batin berdasarkan pengalaman yang telah direfleksikan. Menurut Triyono (dalam P3MP-LPM, 2012: 37) tindakan mempunyai dua aspek yaitu aspek internal dan aspek eksternal. Aspek internal merupakan perkembangan batin yang terjadi berkat proses refleksi.

Aspek eksternal adalah perwujudan dari pertumbuhan batin itu.

Dengan demikian tindakan selalu mencakup dua langkah, yaitu pilihan-pilihan batin (hasil dari refleksi pengalaman) dan perwujudan lahiriah (perwujudan nyata) yang dapat dipertanggungjawabkan. Tindakan mencakup dua langkah:

1) Menumbuhkan pilihan-pilihan batin. Langkah ini merupakan momentum bagi peserta didik untuk dapat memilih kebenaran sebagai miliknya, sambil tetap membiarkan diri kearah mana ia dipimpin oleh kebenaran itu. Hal ini terjadi melalui proses mempertimbangkan kembali pengalaman-pengalaman yang didapatkan dalam proses pembelajaran. Disinilah pembelajar dihadapkan pada makna dan nilai yang menyuguhkan pilihan-pilihan yang harus diambil.

2) Menyatakan pilihan secara lahir. Pada suatu ketika, makna-makna hidup, sikap, nilai-nilai yang telah menjadi bagian dari dirinya, mendorong peserta didik untuk berbuat sesuatu yang konsisten dengan keyakinan barunya. Kalau maknanya negatif,

peserta didik akan berusaha memperbaiki, mengubah, mengurangi, atau menghindari apa yang menimbulkan pengalaman yang negatif itu. Sedangkan, kalau maknanya positif, peserta didik akan meningkatkan keadaan yang menimbulkan pengalaman yang bermakna positif.

e. Evaluasi

Pedagogi Reflektif, yaitu pencapaian tujuan untuk membentuk manusia yang berkepribadian utuh, bersedia untuk selalu berkembang, kompeten secara intelektual, bersikap religius, serta penuh kasih dan tekad untuk selalu berbuat adil dalam pelayanan yang tulus kepada sesame. Hal tersebut dilakukan dengan melakukan evaluasi yang menyeluruh pada aspek pengetahuan, perkembangan sikap, penentuan prioritas, dan tindakan-tindakan yang selaras dengan prinsip men and women for and with others yang memiliki arti pria dan wanita untuk dan dengan lainnya.

d. Kajian Materi Konsep Barisan di SMA

Noormandiri (2004: 92) mengatakan bahwa barisan merupakan susunan bilangan yang dibentuk menurut aturan tertentu, masing-masing bilangan pada suatu barisan yang dipisahkan tanda koma, bilangan-bilangan penyusun barisan disebut suku, setiap suku diberi nama sesuai dengan nomor urutnya. Suku pertama dilambangkan dengan U1, suku kedua dilambangkan dengan U2, suku ketiga dilambangkan dengan U3, demikian seterusnya. Suku ke-n dilambangkan dengan Un (n merupakan

bilangan asli). Secara singkat dapat dituliskan barisan merupakan daftar urutan bilangan dari kiri ke kanan yang mempunyai karakteristik atau pola tertentu.

1. Barisan Aritmetika

Manullang (2017: 192) mendefinisikan barisan aritmetika adalah susunan bilangan yang dibentuk antara satu bilangan ke bilangan berikutnya memiliki beda yang sama.

Beda dapat diartikan sebagai selisih antara dua suku yang berurutan yang dinotasikan dengan b. Jika suatu barisan memiliki beda lebih dari nol (b > 0) maka barisan aritmatika tersebut merupakan barisan naik. Sebaliknya, jika bedanya kurang dari nol (b < 0) maka barisan aritmatika tersebut merupakan barisan turun.

Berikut merupakan contoh dan bukan contoh barisan Aritmetika.

Contoh barisan Aritmetika:

i. 1, 2, 3, 4, 5, … ii. 3, 5, 7, 9, 11, … iii. 12, 15, 18, 21, …

Contoh bukan barisan Aritmetika:

i. 2, 3, 8, 16, … ii. 4, 6, 8, 11, … iii. -2, 0, -2, 0, …

2. Barisan Geometri

Manullang (2017: 196) mendefinisikan barisan geometri adalah barisan bilangan yang nilai pembanding (rasio) antara dua suku yang berurutan selalu tetap. Secara sederhana dapat dikatakan barisan geometri adalah susunan bilangan yang dibentuk antara satu bilangan ke bilangan berikutnya memiliki rasio yang sama.

Iryanti (2009: 15) mengatakan bahwa rasio adalah perbandingan antara dua suku berurutan pada barisan geometri yang dinotasikan dengan r. Sebuah barisan geometri dikatakan sebagai barisan geometri naik jika memiliki nilai rasio lebih dari satu (r > 1). Sedangkan barisan geometri turun dibentuk oleh nilai rasio antara nol dan satu (0 < r < 1).

Berikut merupakan contoh dan bukan contoh barisan Geometri.

Contoh barisan Geometri:

i. 81, 27, 9, 3, … ii. 2, 4, 8, 16, … iii. 7, 14, 28, 56, …

Contoh bukan barisan Geometri:

i. 20, 5, 54, 5, … ii. 2, 4, 6, 8, 10, … iii. -4, -2, -4, -2, …

B. Penelitian yang Relevan

Berikut ini adalah beberapa jurnal yang berkaitan dengan pengembangan desain pembelajaran konsep barisan, dan pendekatan PPR.

1. Internalisasi Nilai-nilai Berpikir Kritis Melalui Pengembangan Desain Pembelajaran Konsep Matematika Kreatif pada pendidikan Anak Usia Dini oleh Jamiah (2013). Berdasarkan penelitian tersebut, disimpulkan bahwa model pembelajaran konsep matematika kreatif bagi pendidikan anak usia dini secara teoritis adalah layak dan sangan strategis untuk dikembangkan.

2. Penerapan Strategi Pembelajaran Paradigma Pedagogi Ignatian (Reflektif) Terhadap Peningkatan Hasil Belajar dan Motivasi Berprestasi Belajar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Siswa Kelas V Sekolah Dasar oleh Hartana (2016). Berdasarkan penelitian tersebut, terdapat peningkatan rata-rata hasil belajar siswa sebesar 1,175 dan terdapat peningkatan nilai rata-rata motivasi belajar siswa sebesar 7,825. Hal ini menunjukkan bahwa setelah menerapkan pendekatan PPR, terdapat peningkatan hasil belajar maupu motivasi belajar siswa.

3. Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) untuk Mengembangkan Sikap Kepedulian Sosial Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) oleh Astuti (2018). Berdasarkan hasil penelitian tersebut, siswa belajar untuk bekerjasama, menghargai pendapat dan toleransi antar siswa saat berdiskusi serta siswa lebih antusias dalam proses pembelajaran. Hal ini menunjukkan bahwa

menggunakan pendekatan PPR sikap kepedulian sosial siswa SMA dapat dikembangkan.

Ketiga penelitian di atas, relevan dalam hal model pembelajan konsep barisan dan pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) sehingga dapat digunakan sebagai acuan atau inspirasi pada penelitian ini.

C. Kerangka Pikir

Beberapa masalah yang dihadapi oleh mahasiswa Pendidikan Matematika angkatan 2017 adalah kurang bisa membedakan pembelajaran konsep, prinsip dan keterampilan. Hal ini ditunjukkan pada saat mahasiswa diminta untuk melakukan simulasi terkait pembelajaran konsep, pembelajaran prinsip dan pembelajaran keterampilan. Selain itu, karakteristik mahasiswa berkenaan dengan pengetahuan dan keterampilan terkait konsep yang dilihat dari hasil pretest terkait konsep yaitu 36,36% mahasiswa mendapatkan nilai dibawah 56 dan 63,64% mahasiswa mendapatkan nilai diatas 56, serta sikap yang telah dimiliki oleh mahasiswa berkaitan dengan sikap kerja sama dan tanggung jawab. Selama menjalankan tugas secara berkelompok untuk mensimulasikan pembelajaran terkait konsep, prinsip dan keterampilan, mahasiswa sudah mengerjakan tugas tersebut dengan baik, akan tetapi ada beberapa hal yang mereka lewatkan yaitu kekompakan dalam menjalani simulasi tersebut dan ketepatan terkait tugas yang diberikan. Hal ini menunjukan bahwa sikap kerja sama dan tanggung jawab mahasiswa masih kurang.

Sebagai calon guru, mahasiswa seharusnya sudah paham terkait pembelajaran konsep, prinsip maupun keterampilan, karena pada saat menjadi

guru pembelajaran tersebut akan diterapkan kepada siswa. Pembelajaran di dalam kelas harus menekankan obyek-obyek matematika salah satunya konsep.

Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan mengembangkan desain pembelajaran konsep barisan pada tingkat SMA yang dapat mengakomodasi sikap kerja sama dan tanggungjawab pada mahasiswa. Materi konsep barisan yang akan dibahas yaitu barisan aritmetika dan barisan geometri. Pembelajaran yang akan dikembangkan menggunakan pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR).

Pada pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan desain pembelajaran konsep tersebut, mahasiswa dapat memahami konteks materi dengan jelas dan melihat kaitan materi dengan kehidupan di sekitarnya.

Selanjutnya dengan memberikan pengalaman belajar, mahasiswa dapat menemukan konsep materi secara mandiri bersama kelompok dengan memaksimalkan bantuan Lembar kerja (LK) yang telah disediakan. Selain itu, mahasiswa mampu mengembangkan nilai conscience dan compassionnya seperti mampu bekerja sama dalam kelompok dan bertanggungjawab terhadap apa yang telah ditugaskan.

Pembelajaran menggunakan PPR memfasilitasi mahasiswa untuk dapat merefleksikan proses pembelajaran dengan baik. Tidak hanya merefleksikan, mahasiswa juga diarahkan untuk melakukan aksi sebagai tindak lanjut dari refleksi yang telah dilakukan. Pada akhir proses pembelajaran, diadakan

evaluasi terkait tingkat pemahaman mahasiswa terkait materi yang telah diajarkan. Tahapan-tahapan dalam pembelajaran menggunakan PPR dapat mendukung ketercapaian tujuan pembelajaran yaitu competence, conscience, dan compassion. Hal ini menguatkan bahwa proses pembelajaran dengan menggunakan desain pembelajaran konsep yang telah dirancang cocok digunakan untuk mendukung pengetahuan mahasiswa dan sikap yang harus dikembangkan dalam diri mahasiswa.

Berikut ini merupakan kerangka berpikir dalam penelitian yang dilakukan:

Gambar 2.1. Skema Kerangka Berpikir Identifikasi Masalah

2. Karakteristik mahasiswa

1. Menyusun insturmen pendukung 2. Validasi instrumen pendukungoleh

ahli

3. Revisi instrument pendukung 4. Pemilihan submateri

1. Mengembangkan desain pembelajaran menggunakan Pendekatan PPR 2. Validasi desain pembelajaran 3. Revisi Desain Pembelajaran

Pengimplementasian desain pembelajaran pada subyek sebanyak 20 mahasiswa dalam

mata kuliah Pembelajaran Matematika SMA/SMK

Evaluasi desain

Pembelajaran; tes pemahaman konsep, penyebaran angket respon mahasiswa

dan wawancara

1. Kurangnya aktivitas pembelajaran yang komunikatif

2. Kurangnya keinginan mahasiswa menjadi guru

3. Pentingnya Paradigma Pedagogi Reflektif

32 BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab ini akan dibahas tentang metodologi penelitian diantaranya jenis penelitian, setting penelitian, metode pengumpulan data, instrumen penelitian, dan analisis validitas.

Pada bab ini akan dibahas tentang metodologi penelitian diantaranya jenis penelitian, setting penelitian, metode pengumpulan data, instrumen penelitian, dan analisis validitas.

Dokumen terkait