• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Meredam dan Mengatasi Krisis

Dalam dokumen BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN (Halaman 73-77)

Sebelum mengambil langkah-langkah komunikasi, Kasali mengatakan perlu adanya penetapan strategi generik yang harus diambil oleh perusahaan, diantaranya defensif, adaptif, dan dinamis. Sekali lagi keterbatasan PR yang tidak beranggotakan tim satupun membuatnya dengan terpaksa harus mengambil strategi defensif (devensive strategy) dimana ia tidak melakukan apa-apa, mengulur-ulur waktu, dan justru membentengi diri (stone walling). Selain mengatasnamakan keterbatasan tim, hal ini dilakukan karena dianggap paling mudah untuk dilakukan, tidak memakan waktu, tidak membutuhkan proses yang bertahap mengingat waktu yang dimiliki praktisi PR bersamaan dengan kewajiban dalam menyelesaikan pekerjaannya. Strategi ini juga yang diambil oleh kedua manajer dan pemilik hotel. Hal ini diperburuk oleh ketidaksadaran keduanya akan potensi krisis yang mungkin terjadi sebagai hasil keputusan manajemen. Lebih buruk lagi, keduanya tidak mengerti benar konsekuensi dan definisi dari krisis itu sendiri.

Lalu sebenarnya apa yang menjadi harapan karyawan terhadap manajemen kedepannya yang lebih baik lagi? Peneliti menghimpun apa yang menjadi harapan beberapa subyek penelitian, seperti yang diutarakan oleh informan 1:

“…ya kita butuh satu pimpinan Anda. Jangan dua begini. Semakin banyak kepala semakin bingung kita. Apalagi kalau pada

kenyataannya keduanya tidak memiliki visi misi yang sama, repot itu Anda. Lalu selanjutnya dipilih yang paling mendekati kualifikasi, seperti kita merekrut karyawan juga seperti itu kan? Atau lebih baik lagi GM didatangkan dari pihak luar, jadi ide yang kita miliki lebih fresh lagi…”39

Kemudian harapan dari informan 2 yang bernada serupa,“…langkah pertama adalah adanya satu pimpinan saja. Langkah selanjutnya, pimpinan tersebut harus benar-benar memenuhi kualifikasi yang diinginkan dan harus lebih baik dari yang lalu…”. Harapan lainnya datang dari informan 3, “Satu-satunya jalan keluar adalah adanya GM baru dari luar lingkungan perusahaan. Bukan lagi dari dari dalam lingkungan perusahaan”.

Krisis ini sendiri disadari oleh beberapa pihak salah satunya informan 2 yang menyadari keputusan ini memiliki probabilitas untuk berujung menjadi sebuah krisis manajemen. Kedekatan PR dan informan 2 mendorong PR berfikir lebih keras lagi bagaimana strategi bisa dilakukan olehnya tanpa perlu membentuk tim khusus penanggulangan krisis.

Ia bahkan tidak sempat lagi untuk memikirkan bagaimana caranya merancang strategi yang adaptif agar krisis dapat diredam melalui langkah-langkah yang nyata sehingga krisis tidak berkembang dan dapat dikendalikan. Namun, rupanya ini tidak menjadi harga mati bagi praktisi PR tersebut. Baginya hal ini akan tetap menjadi momok selama perubahan struktur ini dibiarkan saja. Berangkat dari indektifikasi masalah dan siapa yang bisa menangani krisis ini, maka ia melihat peluang bahwa salah satu cara yang paling tepat digunakan

39 Hasil wawancara dengan Informan 1, Manager Departemen Human Resources pada hari Jumat, 27 Juli 2012 di ruang kerja Mr Informan 1

adalah dengan melakukan tindakan persuasif terhadap pemilik hotel, karena ia melihat hanya pemilik hotel lah yang mampu melakukan strategi adaptif dengan menggunakan langkah mengubah kebijakan.

Mencoba meyakinkan pihak-pihak yang memiliki kewenangan atau kuasa akan pengambilan keputusan terhadap perubahan struktur organisasi pada tingkatan general manager, praktisi PR melakukan approach atau pendekatan dengan pemilik hotel. Pendekatan dilakukan dengan berbagai cara, seperti perbincangan yang tidak direncanakan ketika bertemu sapa, namun dengan tetap memperhatikan kesibukan si pemilik hotel dan kenyamanan waktu dan juga tempat. Cara lainnya adalah dengan sengaja menemui pemilik hotel untuk membicarakan perihal restoran dan hotel namun dengan menyisipkan pertanyaan dan pernyataan seputar kedua manajer tersebut. Tidak jarang pula PR memanfaatkan situasi seperti meeting yang memang menghadirkan pemilik hotel. Dimulai dengan mempertanyakan kejelasan jabatan atau posisi yang harus dijawab oleh PR ketika mendapat pertanyaan dari media serta mempertanyakan perihal kemungkinan dibuatnya posisi atau jabatan baru sehingga keduanya tidak hanya dikenal sebagai GM in charge 1 dan GM in charge 2 karena hal ini justru hanya akan memancing media untuk bertanya lebih lanjut dan menggali lebih dalam dan hanya akan memperkeruh situasi dengan memberikan citra kepada media akan ketidak jelasan struktur organisasi hotel ini. Selama pendekatan ini dilakukan praktisi PR melihat adanya peluang untuk lebih meyakinkan pemilik hotel bahwa harus tetap ada langkah yang diambil. Pemilik hotel tidak menolak

bahwa apa yang yang menjadi keluhan praktisi PR selama ini memang sesuatu yang harus lebih diperhatikan.

Strategi pendekatan ini sejak awal tidak memilki ruang waktu atau batasan waktu, PR hanya melihat peluang kapan strategi ini bisa dilaksanakan dan bagaimana pelaksanaannya. Berhubung PR tidak memiliki “bangku” di dalam rapat pengambilan keputusan, namun ia terus memantau dengan terus memperbaharui informasi yang dapat diperoleh dari manajernya yakni ADoS. PR tidak melaksanakan strategi ini dengan cara yang agresif atau terkesan menyudutkan pemilik hotel. PR melakukannya dengan sangat hati-hati, dengan kata lain pemilik harus benar-benar dalam keadaan yang kondusif dan tenang ketika memutuskan langkah yang harus diambil, namun pemilik juga harus tetap menyadari bahwa PR tidak dapat menunggu untuk beberapa waktu kedepan mengingat media yang berkunjung ke Aston selalu ada setiap minggunya, bahkan setiap harinya.

Tepatnya tanggal 1 Desember 2012, strategi ini akhirnya membuahkan hasil, meskipun tidak sesuai dengan apa yang dicita-citakan oleh PR tapi setidaknya ada langkah nyata yang diambil oleh pemilik hotel. Pagi itu PR menerima email yang dikirim oleh manajer departemen human resources yang menyatakan bahwa Mr A dan Mr B secara resmi diangkat menjadi EAM atau Executive Assistant Manager terhitung sejak tanggal 1 Desember 2012. PR menerima bahwa strategi ini bukan tidak membuahkan hasil, namun ternyata strategi ini tidak cukup tepat untuk membantu PR mencapai apa yang ingin diperolehnya. Secara gamblang, PR mengemukakan satu-satunya goal atau

harapan melalui strategi ini adalah pengangkatan pemimpin tunggal yang

secara resmi diinformasikan melalui media komunikasi aktif yang berlaku di Aston at Kuningan Suites. Namun, apa yang diputuskan pada awal desember ini

adalah (tetap) tidak adanya pemimpin tunggal dan tidak adanya perbedaan nama jabatan keduanya meskipun pada akhirnya pengangkatan ini diinformasikan secara resmi oleh pihak manajemen hotel dengan tujuan tidak lagi menimbulkan pertanyaan berulang-ulang yang terus diajukan oleh karyawan.

Memperjelas posisi EAM pada struktur organisasi, peneliti mencoba menggambarkan melalui bagan berikut ini :

Dalam dokumen BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN (Halaman 73-77)