• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dharmawan (2007) menyebutkan pengertian strategi nafkah lebih mengacu pada pengertian livelihood strategy (strategi penghidupan) yaitu strategi membangun sistem penghidupan, cara bertahan hidup atau memperbaiki status kehidupan. Strategi nafkah pada suatu rumahtangga menyangkut keberlangsungan hidup anggota rumahtangga tersebut. Ellis (2000) menuturkan bahwa strategi nafkah merupakan serangkaian pilihan sumber nafkah dan aktivitas nafkah yang meliputi beragam tindakan rasional yang diambil rumahtangga untuk mencapai tujuan yang dirumuskan. Tindakan yang dilakukan berkaitan dengan pemanfaatan penggunaan sumber daya atau aset.

Menurut Scoones dalam Wasito (2012) menggolongkan strategi nafkah petani setidaknya menjadi tiga yaitu rekayasa sumber nafkah pertanian, artinya usaha pemanfaatan sektor pertanian agar lebih efektif dan efisien, baik melalui penambahan input eksternal berupa tenaga kerja atau teknologi (intensifikasi), maupun dengan memperluas lahan garapan pertanian (ekstensifikasi). Strategi kedua adalah pola nafkah ganda, artinya usaha yang dilakukan dengan cara mencari pekerjaan lain selain sektor pertanian untuk menambah pendapatan (diversifikasi pekerjaan) serta yang terakhir adalah rekayasa spasial, artinya usaha yang dilakukan dengan cara mobilisasi/perpindahan penduduk baik secara permanen maupun sirkuler atau komutasi (migrasi).

Fridayanti (2013) mengacu pada strategi rumahtangga petani Scoones mengklasifikasikan rumahtangga petani sekitar kawasan hutan konservasi menjadi rekayasa sumber nafkah pertanian yang disebut sebagai intensifikasi pendapatan pertanian, diversifikasi nafkah atau pola nafkah ganda, rekayasa spasial atau migrasi, dan ditambah intensifikasi pendapatan non pertanian yaitu memanfaatkan sektor non pertanian dengan lebih efektif dan efisien melalui penerapan beragam pekerjaan di luar sektor pertanian. Purnomo (2006) mengklasifikasikan strategi nafkah rumahtangga di sekitar hutan PHBM berdasarkan dua basis. Basis tersebut adalah strategi nafkah basis modal alami yang terdiri atas ekstensifikasi, orientasi, investasi, integrasi, dan asuransi. Basis kedua adalah strategi nafkah basis modal bukan alami yang terdiri atas basis remittance, basis modal sosial dan basis pekerjaan dalam desa. Mengacu beberapa teori dan hasil penelitian sebelumnya berikut adalah strategi nafkah yang diterapkan rumahtangga petani hutan rakyat di lokasi penelitian.

Intensifikasi Pendapatan Pertanian

Intensifikasi pendapatan pertanian artinya memanfaatkan sektor pertanian secara efektif dan efisien untuk memperoleh pendapatan. Rumahtangga di kedua desa banyak yang melakukan strategi ini. Strategi ini dilakukan rumahtangga golongan usia tua. Hal ini dikarenakan usia dan kebutuhan. Rumahtangga usia tua pada umumnya mempunyai kebutuhan yang tidak banyak karena sudah tidak ada lagi tanggungan. Aktivitas nafkah strategi ini meliputi aktivitas di sektor farm

off-farm yaitu aktivitas yang dilakukan masih dalam sektor pertanian namun lebih mengacu berupa upah tenaga kerja pertanian, sistem bagi hasil, dan sebagainya. Berikut aktivitas rumahtangga dengan strategi intensif pendapatan pertanian:

Mengolah lahan dengan tanaman pangan

Mengolah sawah merupakan kegiatan yang dilakukan oleh 80% rumahtangga di kedua desa. Umumnya mereka menanami sawah atau tegalan dengan tanaman padi, jagung, kedelai dan kacang tanah. Sawah di Desa Sejati sebagian besar ditanami padi tiga kali dalam setahun. Rata-rata panen yang dihasilkan untuk satu kotak adalah 20 karung. Tanaman lain seperti jagung, kacang, dan singkong ditanam di tegal. Namun ada juga yang menanam padi dua kali dalam setahun, sekalinya mereka tanam tanaman palawija untuk memperoleh uang.

Padi yang mereka dapat dari mengolah sawah utamanya mereka gunakan untuk keperluan konsumsi sehari-hari. Sisa setelah untuk dikonsumsi baru mereka akan jual. Penjualan padi juga tidak dilakukan secara langsung dengan menual semua padi hasil panen. Mereka akan menjual sedikit demi sedikit saat butuh uang. Hal ini dilakukan untuk menghindari dari kelaparan. Mereka lebih memilih untuk menyimpan padi daripada uang, sebab jika padi sudah diuangkan (jual) akan lebih cepat habis. Pendapatan berupa uang yang diperoleh rumahtangga dari usaha tani adalah penjualan jagung, kedelai, dan kacang tanah.

Mengolah lahan dengan tanaman kayu

Lahan yang dimiliki rumahtangga utamanya yang berupa tegalan merupakan lahan yang cocok ditanami tanaman pekayon. Jenis tanaman kayu yang dibudidayakan adalah jati, akasia, mahoni, dan beberapa jenis lain seperti sengon laut dan trembesi. Menanam tanaman kayu–kayuan merupakan aktivitas yang hampir dilakukan oleh seluruh rumahtangga di Kecamatan Giriwoyo pada umumnya. Menanam kayu tidak memerlukan perawatan yang intensif seperti tanaman pangan. Namun hasil dari kayu tidak bisa cepat dinikmati oleh rumahtangga, mereka harus menunggu bertahun–tahun untuk dapat menebang. Oleh sebab itu, kayu hanya digunakan sebagai tabungan.

Kasus Bapak Sprd, 56 tahun (Desa Sejati)

Bapak Sprd merupakan seorang petani ulung yang lahan tegalan seluas 1,7 hektar. Tegalan dia pilih untuk ditanami kayu jati seluruhnya yang jumlahnya lebih dari 200 pohon. Tegalan tersebut sudah lama tidak ditanami tanaman pangan karena ada hama. Untuk mendapatkan lahan garapan dia melelang sawah seluas satu hektar dengan harga lelang Rp9 000 000. dalam mengelola sawah dia dibantu istri dan orang lain. Dari usaha taninya setiap tahun dia dapat memanen padi dua kali untuk sekali panen mendapat 40 karung, kedelai satu kali sebanyak tiga kwintal, dan jagung satu kali sebanyak tiga kwintal. Hasil yang diperolehkannya lumayan banyak dan digunakan untuk menghidupi keluarganya. Penanaman kayu di tegalan dia anggap sebagai upaya investasi. Kayu digunakan sebagai penolong saat rumahtangganya butuh uang yang besar suatu saat nanti. Jika kayu masih banyak maka kayu tersebut yang nantinya akan diwariskan kepada anak cucunya untuk membangun rumah atau keperluan lain.

Memaksimalkan fungsi pekarangan

Pekarangan bagi sebagian rumahtangga petani di pedesaan Jawa tidak hanya sebagai halaman. Seperti dalam penjelasan sebelumnya, selain dibangun kandang untuk ternak pekarangan juga dimanfaatkan rumahtangga untuk menanam berbagai jenis tanaman. Tanaman tersebut adalah tanaman sayuran seperti kacanag panjang, bayam, terong, dan cabai atau tanaman buah–buahan seperti pisang, mangga, dan pepaya.

Utamanya mereka menanam tanaman sayur dan buah untuk dikonsumsi sendiri, walaupun tidak menghasilkan uang namun dapat mengurangi pengeluaran untuk konsumsi. Namun begitu ada beberapa rumahtangga yang menjual hasil panen dari pekarangannya untuk tambahan pemasukan.

Mengurus hewan ternak

Mengurus hewan ternak merupakan aktivitas nafkah pertanian yang dilakukan hampir semua rumahtangga petani murni dan mereka yang intensif di pertanian. Bagi rumahtangga golongan tua yang tidak bekerja di luar sektor pertanian, mengurus hewan ternak merupakan pekerjaan sehari-hari. Setiap hari mereka harus memberi makan ternak, makanan ternak mereka dapat dengan cara ngarit6 yang dilakukan setiap pulang ke sawah. Jika sedang sibuk mengurus sawah terutama saat musim tanam dan musim panen mereka sebelumnya sudah mencari rumput lebih banyak untuk stok.

“Kebanyakan petani itu tidak memiliki tabungan di bank, karena tabungannya adalah ternak. Hewan ternak dapat dijadikan pegangan jika terjdi sesuatu dalam rumahtangga” (Bapak Ktm, 75 tahun).

Menjadi buruh tani (Off-farm)

Bentuk dari aktivitas off-farm ini adalah sebagai buruh tani. Hampir semua rumahtangga petani baik yang mempunyai tanah luas ataupun sempit juga menjadi buruh di lahan orang lain. Selain kepala rumahtangga biasanya mereka mengerahkan seluruh anggota rumahtangga untuk ikut buruh. Kegiatan buruh tidak hanya didasari motif ekonomi, namun motif sosial juga berperan dalam kegiatan ini. Para petani saling membantu menggarap lahan secara bergantian satu sama lain.

Upah yang diperoleh dari buruh tani beragam. Di Desa Sejati upah yang diberikan untuk laki–laki antara Rp35 000 hingga Rp50 000 per hari sedangkan untuk perempuan Rp25 000 hingga Rp40 000 per hari. Upah buruh tani di Desa Selomarto lebih rendah yaitu Rp30 000 hingga Rp40 000 per hari untuk laki-laki dan Rp25 000 hingga Rp30 000 per hari untuk perempuan. Upah tersebut diberikan saat buruh di musim mluku (olah). Sedangkan saat musim tandur

(tanam) buruh tidak diupah dengan uang melainkan dengan beras yang diberikan saat musim derep (panen). Banyaknya beras yang diberikan bervariasi tergantung banyaknya panen yang diperoleh. Rata-rata setiap kali panen laki-laki menerima satu karung beras sedangkan perempuan tidak sampai satu karung .

6

Strategi intensifikasi pendapatan pertanian meliputi intensifikasi dan ekstensifikasi. Usaha pertanian rumahtangga lapisan atas selalu menambah tenaga kerja untuk membantu mengolah lahan. Sedangkan untuk penambahan input eksternal berupa teknologi masih jarang dilakukan. Input teknologi yang berkembang sejak zaman dahulu hingga sekarang adalah penggunaan traktor untuk membajak sawah. Dulunya petani hanya menggunakan hewan ternak untuk mengolah sawah. Seiring berkembangnya teknologi petani memilih untuk menggunakan traktor agar lebih cepat. Traktor yang digunakan petani adalah traktor milik bersama yang dipakai bergantian.

Ekstensifikasi pertanian yang dilakukan adalah penambahan luas lahan garapan. Bagi rumahtangga di Desa Sejati perluasaan garapan dilakukan dengan cara lelang lahan milik desa untuk digarap. Hal berbeda dilakukan di Desa Selomarto, intensifikasi lahan dilakukan dengan menanami lahan pekarangan dengan tanaman sayuran dan buah-buahan. Kegiatan ini dilakukan untuk menghasilkan barang yang dapat dikonsumsi sehingga mengurangi pengeluaran untuk konsumsi.

Kasus Bapak Tmy, 55 tahun (Desa Sejati)

Bapak Tmy sejak dulu bekerja sebagai petani. Dia memiliki lahan tegalan seluas 5000 m2 dan sawah 3500 m2. Tegalan tersebut sekarang ditanami kayu jati. Saat ini dia menggarap lahan sawah yang diperolehkannya dari cara melelang. Dia melelang sawah seluas 7500 m2 dengan harga lelang Rp5 400 000. Sawah tersebut ditanami padi dengan panen tiga kali dalam setahun. Sekali panen hasil yang diperoleh sekitar 50 karung. Sawah digarap dengan bantuan istri dan buruh pada musim-musim tertentu. Menggarap sawah tidak dilakukannya setiap waktu. Untuk mengisi waktu kosong, mengurus hewan ternak menjadi pilihan lain. Dia memiliki tiga ekor sapi.

Hasil dari tani yang diperolehnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Selain itu pendapatan dari usaha tani dia putar kembali untuk melelang sawah dan membeli hewan ternak. hewan ternak merupakan salah satu bentuk investasi rumahtangganya.

Pertanian merupakan tumpuan hidupnya sejak dulu. Dia memilih bertani karena tidak mempunyai keterampilan lain yang bisa dijadikan untuk mencari nafkah. Dia tidak mengeyam bangku sekolah formal. Namun dia merasa pendapatan dari pertanian cukup untuk menghidupi keluarganya. Dari hasilnya tersebut dia dapat menyekolahkan dua anaknya yang sekarang sudah berumahtangga.

Strategi intensifikasi sektor pertanian memang menjadi pilihan rumahtangga petani yang menguasai lahan persawahan luas di Desa Sejati. Pendapatan dari sektor pertanian dirasa mampu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari apalagi jika rumahtangga sudah tidak mempunyai tanggungan anak. Hal tersebut serupa seperti apa yang diungkapkan White dalam Widiyanto (2009) bahwa rumahtangga atau mereka mengusahakan tanah pertanian luas, menguasai surplus produk pertanian diatas kebutuhan hidup. Surplus dimanfaatkan untuk membiayai pekerjaan di luar sektor non pertanian. Strategi nafkah yang mereka terapkan adalah strategi akumulasi, dimana hasil pertaniannya mampu diinvestasikan kembali baik pada sektor pertanian maupun sektor non pertanian.

Intensifikasi Pendapatan Non Pertanian

Intensifikasi pendapatan non pertanian adalah memanfaatkan sektor non pertanian secara efektif dan efisien melalui berbagai aktivitas nafkah pendapatan pertanian dirasa tidak dapat mencukupi kebutuhan hidup sehingga rumahtangga terdesak untuk keluar dari sektor pertanian. Pendapatan dari sektor non pertanian dirasa telah memberikan penghasilan yang lebih besar daripada sektor pertanian. Pendapatan sektor non pertanian di kedua desa merupakan penyumbang terbesar dari seluruh total pendapatan rumahtangga (dibahas pada bab selanjutnya). Hal serupa juga diungkapkan oleh Fridayanti (2013) bahwa masyarakat Desa Cipeuteuy cenderung memanfaatkan keberadaan sektor non pertanian untuk mencukupi kebutuhan hidup. Para petani mengintensifkan strategi non pertanian karena tingginya pemasukan dari sektor ini.

Bagi rumahtangga yang menerapkan strategi ini menempatkan pendapatan di sektor non pertanian menjadi pendapatan utama bagi rumahtangga. Mereka umumnya memanfaatkan modal manusia, modal fisik, dan modal sosial. Pekerjaan yang ditekuni rumahtangga di kedua desa adalah sebagai buruh serabutan, pedagang, membuka warung, mengelola industri, PNS, dan sopir.

Pekerjaan yang mendatangkan pendapatan besar adalah sabagai PNS, pedagang, dan bakul kayu. Namun dengan keterbatasan pendidikan profesi PNS jarang ditemukan. Hanya ada dua rumahtangga yang ada di kedua desa sebagai PNS yaitu guru SD dan pekerja tata usaha. Pedagang pun beragam kategori ada yang merupakan pedagang sayur, pedagang pakaian, dan pedagang sepatu di pasar. Sedangkan bakul kayu merupakan pekerjaan yang dilakukan oleh beberapa orang saja. Hal ini dikarenakan untuk menjadi seorang bakul kayu diperlukan keberanian dan modal yang cukup besar.

Kasus Bapak Krd, 52 tahun (Desa Selomarto)

Bapak Krd merupakan seorang bakul kayu. Selain bakul kayu dia mempunyai usaha penggergajian. Dari pekerjaannya tersebut pendapatan yang terbilang besar untuk ukuran rumahtangga di pedesaan. Dia mempunyai motor, satu mobil pribadi, dan satu mobil sebagai alat pengangkut kayu. Pekerjaan ini dia tekuni ini karena keluarganya membutuhkan biaya besar untuk keperluan pendidikan anak. Dia mempunyai dua anak masing-masing kuliah dan SMA. Pengeluaran yang untuk pendidikan terbilang cukup besar sekitar Rp2 000 000 perbulannya.

Sawah yang dia miliki kadang diolahnya bersama istri, namun kebanyakan sawah digarap dengan bantuan buruh. Sawah tersebut bisa dipanen padi sebanyak 2 kali dengan hasil panen sekitar 18 karung setiap panennya. Hasil panennya tersebut tidak ada yang dijual hanya dikonsumsi sendiri.

Strategi intensifikasi pendapatan non pertanian rumahtangga di kedua desa terdiri atas dua tipe. Tipe pertama adalah rumahtangga yang tidak mempunyai pendapatan dari sektor pertanian sehingga memilih untuk bekerja di luar sektor pertanian. Tipe kedua adalah rumahtangga yang mempunyai pendapatan dari sektor pertanian namun tidak dijadikan sebagai pendapatan utama.

Kasus Bapak Abdn, 52 tahun (Desa Selomarto)

Bapak Abdn merupakan seorang wiraswasta yang setiap harinya berjualan pakaian di pasar. Usahanya terbilang cukup maju karena saat ini sudah mempunyai dua kios yang masing-masing dikelolanya dan istri. Dari kegiatannya tersebut dia memperoleh pendapatan rata–rata Rp3 000 000 per bulan. Dia memilih untuk menekuni usaha ini karena lebih menjanjikan secara finansial. Usahanya tersebut telah mengantarkannya untuk pergi haji, mempunyai rumah dan mobil, serta menyekolahkan anaknya hingga perguruan tinggi.

Sektor pertanian baginya sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup. Hasil pertanian hanya bisa digunakan untuk kebutuhan konsumsi saja. Walaupun dulu dia masih menggarap sawah juga, namun beberapa tahun belakangan berhenti. Sawah dan tegalan yang dimilikinya seluas dua hektar. sekarang dia ditanami jati sekitar 800 pohon. Pohon kayu tersebut yang nantinya akan diwariskan kepada anak cucunya untuk membangun rumah atau keperluan lain.

Diversifikasi Nafkah

Diversifikasi nafkah atau pola nafkah ganda merupakan penerapan berbagai aktivitas nafkah dengan cara mencari pekerjaan lain selain pertanian untuk menambah pendapatan, atau dengan mengerahkan anggota rumahtangga lain untuk ikut bekerja (selain di sektor pertanian) untuk memperoleh pendapatan. Strategi ini dilakukan karena pendapatan dari sektor pertanian dirasa tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan sehari–hari. Rumahtangga yang melakukan strategi ini umumnya adalah yang menguasai lahan garapan sempit.

Hal tersebut sama seperti yang diutarakan White dalam Widiyanto (2009) bahwa rumahtangga dengan usaha tani sedang mereka memilih untuk bekerja pada sektor non pertanian dalam upaya melindungi diri dari gagal panen atau memberikan sumber pendapatan yang berkelanjutan mengingat usaha pertanian bersifat musiman. Strategi ini disebut sebagai strategi konsolidasi. Sedangkan rumahtangga usaha tani gurem atau tidak bertanah yang bekerja dari usaha tani atau buruh tani, dimana penghasilannya tidak dapat mencukupi kebutuhan dasar. Rumahtangga ini akan mengalokasikan sebagian dari tenaga kerja dengan imbalan yang rendah ke dalam kegiatan luar pertanian. Pada rumahtangga pada golongan ketiga ini menerapkan strategi bertahan hidup (survival strategy).

Banyak kasus yang ditemukan di lokasi penelitian bahwa setiap rumahtangga banyak anggota rumahtangga yang bekerja. Hal ini dilakukan untuk menutupi kebutuhan hidup sehari-hari. Tipe diversifikasi nafkah yang ditemui adalah bagi kepala rumahtangga umumnya mereka intensif di sektor pertanian sedangkan anak akan bekerja di luar sektor pertanian yaitu sebagai buruh di desa atau di luar desa. Buruh ini meliputi buruh bangunan, buruh industri, dan buruh serabutan. Upah buruh berkisar antara Rp35 000 hingga Rp50 000 per hari. Di Desa Sejati ada industri pembuatan kijing (makam), setiap harinya industri ini memperkerjakan beberapa orang baik yang tetap maupun tidak. Buruh yang bekerja diupah Rp35 000 per hari dan tambahan jika ada pekerjaan lebih. Untuk

buruh bangunan mereka mendapat upah Rp50 000 per hari. Buruh yang dilakukan kaum perempuan adalah buruh cuci di kota kecamatan. Biasanya mereka memakai jasa seminggu sekali dengan upah Rp50 000 per hari.

Kasus Bapak Mrj, 60 tahun (Desa Selomarto)

Bapak Mrj merupakan seorang petani yang menggarap satu kotak.sawah Lahan tersebut ditanami padi. Namun hasil panen yang diperoleh hanya satu kali dengan hasil sebanyak 18 karung. Sawahnya tidak menghasilkan hasil yang maksimal karena sawah tadah hujan.

Pekerjaan lain yang menjadi mata pencaharian rumahtangganya adalah pembudidayaan bibit cabe dan usaha pembuatan arang dengan keterampilan yang dimilikinya. Pembibitan cabe dilakukan setiap hari. Dalam setahun dia dapat menjual sebanyak delapan kali dengan pendapatan sekali jual Rp800 000. Sedangkan dari usahanya membuat arang setiap minggunya dia dapat membuat 10 karung arang dan jika dijual seharga Rp25 000 perkarungnya.

Dia mempunyai dua anak dimana satu anaknya telah menikah dan tinggal di Jakarta, sedangkan anak satunya bekerja sebagai buruh di Solo. Jika dia pulang biasanya ikut membantu orangtuanya mengolah sawah atau buruh lain di desa.

Tipe diversifikasi nafkah di kedua desa terdiri atas dua tipe. Tipe pertama adalah rumahtangga dengan luas penguasaan lahan sempit sehingga pendapatan

farm rendah dan melakukan aktivitas lain di luar sektor pertanian. Tipe kedua adalah rumahtangga yang mengerahkan anggota rumahtangga lain (istri atau anak) untuk bekerja di luar sektor pertanian sebagai penambah pendapatan. Kasus tersebut merupakan gambaran rumahtangga di kedua desa. Sektor pertanian dirasa sebagian besar rumahtangga tidak dapat menopang kebutuhan hidup. Terlebih bagi rumahtangga yang masih mempunyai tanggungan anak sekolah. Diversifikasi nafkah sebenarnya meliputi strategi lain seperti strategi rekayasa spasial, intensifikasi sektor non pertanian, pemanfaatan remitan, pemanfaatan modal sosial, dan investasi. Strategi ini dilakukan sebagai bentuk strategi bertahan hidup dengan mengandalkan banyak sektor sebagai sumber pendapatan.

Hal serupa juga diungkapkan Ellis (2000) dalam penelitiannya pada rumahtangga pedesaaan di negara-negara berkembang. Sebagian besar rumahtangga pada umumnya melakukan beragam aktivitas untuk menjaga kelangsungan hidup Mereka berusaha membentengi diri dari ketidakpastian melalui diversifikasi nafkah. Diversifikasi nafkah diartikan sebagai proses dimana rumahtangga membangun beragam kegiatan dan kemampuan bagi kelangsungan hidup dan dalam rangka meningkatkan taraf hidup rumahtangga. Meskipun pertanian merupakan sumber utama penghasilan, namun pertanian sendiri masih tidak mampu menyediakan sarana yang cukup untuk bertahan hidup

Rekayasa Spasial

Strategi rekayasa spasial atau migrasi merupakan strategi merupakan usaha rumahtangga untuk mendapatkan pekerjaan dengan melakukan migrasi ke daerah lain di luar desa. Migrasi dilakukan karena lapangan pekerjaan di desa

tidak sebanyak di kota. Aktivitas nafkah yang dapat mereka lakukan di desa hanya bertani. Sedangkan faktanya pekerjaan tani semakin hari semakin tidak diminati khusunya kaum muda. Mereka lebih memilih untuk bekerja di kota sebagai buruh. Pekerjaan ini dirasa bisa memberi pendapatan yang lebih banyak.

Strategi migrasi dilakukan rumahtangga secara sirkuler atau permanen. Migrasi sirkuler banyak dilakukan rumahtangga di Desa Selomarto Para buruh migran ini bekerja sebagai pembuat galian sumur. Di Jakarta sendiri mereka sudah mempunyai "agen" untuk menyalurkan mereka bekerja. Namun sifatnya tidak tetap. Buruh migran ini akan dipanggil ke Jakarta jika agen memerlukan tenaga kerja seperti musim kemarau tiba. Saat sektor pertanian tidak memberi hasil maksimal mereka lalu pergi ke kota untuk mendapat penghidupan.

Kasus Bapak Lrd, 45 tahun (Desa Selomarto)

Bapak Lrd mempunyai tegalan dan sawah seluas 1,2 hektar. Tegalannya ditanamani kayu-kayuan. Selain itu tanaman lain yang ditanaman adalah padi, jagung, kacang, dan kedelai. Panen padi dilakukan dua kali selanjutnya dia tanami tanaman palawija secara bergantian atau bersamaan. Hasil panen yang diperoleh setiap tahun adalah padi sebanyak 15 karung, jagung 100 kwintal, dan kedelai 50 kg.

Pekerjaan lain yang dia geluti adalah sebagai buruh migran di Jakarta. Buruh yang dilakukan adalah buruh pembuatan sumur pompa. Pekerjaan ini dilakukan saat musim-musim kemarau atau saat ada panggilan. Biasanya jika pergi ke Jakarta dia bersama beberapa orang tetangga yang juga akan bekerja. Saat dia pergi ke Jakarta biasanya kegiatan pertanian dikerjakan oleh istrinya.

Migrasi yang dilakukan rumahtangga secara permanen adalah mereka yang sudah mempunyai pekerjaan tetap. Kepala rumahtangga bekerja di kota sedangkan anak dan istrinya berada di desa. Hal ini dilakukan untuk mengurangi biaya pengeluaran karena jika semua anggota rumahtangga hidup di kota

Dokumen terkait