• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teori Penerjemahan A.Teori Penerjemahan

E. Strategi Penerjemahan

22 Penerjemahharus memiliki strategi atau teknik penerjemahan sebagai tuntunan teknis untuk menerjemahkan frasa demi frasa atau kalimat demi kalimat. Menurut Zuchridin dan Sugeng, ada dua strategi, yaitu strategi struktural dan semantis.12

Strategi Struktural

Yang dimaksud dengan strategi struktural adalah strategi yang berkenaan dengan struktur kalimat. Strategi ini harus diikuti oleh penerjemah jika ingin teks terjemahannya diterima secara struktural di dalam Bsa, atau jika ingin teks terjemahannya memiliki kewajaran dalam Bsa.

Ada tiga strategi dasar yang berkenaan dengan masalah struktur ini, yaitu penambahan (ziyadh), pengurangan (hadzf), dan Transposisi (Tabdil). Strategi penambahan mengharuskan penerjemah untuk menambah kata dalam Bsu yang disebut dalam Bsa. Strategi pengurangan mengharuskan seorang penerjemah untuk membuang kata dalam Bsa yang disebut dalam Bsu. Sedangkan strategi Transposisi mengharuskan seorang penerjemah untuk mengganti struktur kata dalam Bsu dengan memperhatikan makna dalam Bsa. 13

Pada strategi ziyadahmengharuskan seorang penerjemah untuk menambah kata dalam Bsu yang disebut dalam Bsa. Contoh:

ا لا م ف مأ

م م

Artinya: memahami al-Quran merupakan hal (yang) penting. Pada contoh tersebut, kata dalam Tsu berjumlah empat kata, sementara kata dalam Tsa bertembah menjadi enam kata. Tambahan kata merupakan konsekuensi dari perbedaan struktur dalam Bsu dan Bsa.

12Zuchridin Suryawinata dan Sugeng Heriyanto, Translation: Bahasan Teori dan Penuntun Praktis Menerjemahkan. (Yogyakarta: Kanisius, 2003), hlm. 67-76.

13Moch. Syarif. Hidayatullah,Seluk Beluk Terjemahan Arab-Indonesia Kontemporer. (Tangerang: Alkitabah, 2014), hlm. 55-56.

23 Kata tambahan dalam Tsa yang terlihat wujud luarnya (leksikal) itu merupakan konsekuensi struktur gramatikal dalam Tsu yang mengharuskan demikian. Dalam Tsu, tidak diharuskan adanya pemarkah predikat untuk predikat berupa nomina, karena sudah diwakili oleh struktur gramatikal yang menyimpan hal itu.

Pada strategi hadzfmengharuskan seorang penerjemah untuk membuang kata dalam Bsa yang disebut dalam Bsu. Contoh:

نم ي يف يأا

ك سلا ي ل حا به

Artinya: suatu hari, Ahmad (pergi) memancing. Pada contoh ini, sejumlah kata dalam Tsu yang semula berjumlah Sembilan kata, ketika diterjemahkan menyusut menjadi lima kata. Ada beberapa kata yang tidak diterjemahkan, karena kata-kata itu tidak diperlukan untuk kepentingan pengalihan Tsu ke Tsa. Bahkan, apabila kata-kata itu dimunculkan dan tidak dibuang, maka mungkin pesannya menjadi menyimpang.

Sementara itu pada strategi tabdilmengharuskan seorang penerjemah untuk mengganti struktur kata dalam Bsu dengan memperhatikan makna dalam Bsa. Contoh:

ي ا ن م ي

Artinya: gratis atau tidak diperjualbelikan. Pada contoh tersebut, kata dalam Tsu yang berjumlah lima kata, cukup diterjemahkan dengan satu atau dua kata saja. Ini terkait dengan kelaziman penggunaan konsep dari struktur itu dalam Tsa. Kapan diterjemahkan menjadi ‘gratis’ dan kapan diterjemahkan menjadi ‘tidak diperjualbelikan’, sepenuhnya dikaitkan dengan konteks yang melingkupinya.

Tiga strategi ini tak dimungkiri sangat berpengaruh dengan kualitas terjemahan. Karena tiga strategi ini menentukan keefektifan dalam struktur kalimat sehingga mudah dibaca. Dalam konteks ini tidak sewenang-wenang mengurangi, menambahkan, ataupun

24 mengganti. Akan tetapi selalu melihat struktur Tsu sehingga cocok atau tidak cocok menggunakan strategi ini.

Untuk itu, sebuah kalimat yang sudah memiliki padanan yang sama antara Tsu dan Tsa seyogyanya tidak harus menggunakan strategi ini. Karena ini hanya seni dalam proses menghasilkan karya yang baik.

Strategi Semantis

Strategi semantis adalah strategi penerjemahan yang dilakukan dengan pertimbangan makna. Strategi ini ada yang dioprasikan pada tataran kata, frasa maupun klausa dan kalimat. Strategi ini antara lain terdiri dari pungutan, padanan budaya, padanan deskriptif, dan analisis komponensial, sinonim, penambahan, penghapusan, dan modulasi.14

Strategi pungutan dilakukan dengan cara meminjam kata atau ungkapan dari bahasa sumber. Melalui teknik pemadanan paling sederhana ini penerjemah mengambil dan membawa item leksikal dari Bsu ke dalam bahasa target tanpa modifikasi formal.

Dalam praktiknya, bias jadi peminjaman itu bersifat murni atau peminjaman alamiah. Pemakaian teknik peminjaman murni sejatinya mengindahkan tata aturan transliterasi. Sedangkan teknik peminjaman alamiah sudah barang tentu harus memperhatikan kaidah fonotaktik dan morfotaktik yang berlaku dalam bahasa Indonesia. Contoh peminjaman murni, kata غي تditerjemahkan menjadi ‘tabligh’, contoh peminjaman yang dinaturalisasi, kata م

diterjamahkan menjadi ‘musala’.

Strategi padanan budaya direalisasikan penerjemah dengan berupaya mencari padanan yang pas dalam menerjemahkan ungkapan-ungkapan kebudayaan Bsu. Padanan diupayakan sesuai dengan ungkapan-ungkapan kebudayaan yang berlaku dalam bahasa target. Contoh:

14Abdul Munip, Tranmisi Pengetahuan Timur Tengah ke Indonesia (Studi Tentang Penerjemahan Buku Berbahasa Arab di Indonesia 1950-2004). (Jakarta: Puslitbang Lektur Keagamaan, 2010), hlm. 28.

25

ت ء م لا ل ق أ

نئ لا

Artinya: sebelum memanah isi dahulu tabung anak panah. Lebih berterima jika diterjamahkan menjadi sedia paying sebelum hujan. Terjemahan ini lebih dikenal dan mudah dipahami ketimbang terjemahan harfiahnya. Struktur lahir keduanya memang berbeda, tetapi struktur batin keduanya jelas sama.

Strategi padanan deskriptif ialah strategi penerjemahan yang dilakukan dengan cara mengganti suatu ungkapan atau istilah tertentu dengan mendeskripsikan bentuk dan fungsinya. Pemadanan bentuk atau fungsi bahasa sumber yang tidak dikenal dalam bahasa target dapat dilakukan dengan menggunakan kata generik sebagai item leksikaldisertai dengan modifikasi. Dalam bahasa Arab misalnya, terdapat banyak kosakata yang bertalian dengan unta. Sering kali kata-kata tersebut tidak memiliki padanan dalam bahasa Indonesia. Oleh karena itu, teknik deskriptif bias menjadsi pilihan dalam menangani penerjemahan kata-kata semacam itu. Sebagai contoh kata-kata ا ح bias diterjamahkan ‘anak unta yang belum disapih’, sedangkan ل نبا‘anak unta jantan berumur dua tahun’, sementara itu ل ت ب‘anak unta berumur dua tahun’, dan sebagainya.

Strategi komponensial penerjemah menyamakan konsep Bsu dalam bahasa target. Penerjemah berasumsi bahwa antara Bsu dan bahasa target terdapat kesamaan konseptual. Operasionalisasi strategi ini dilakukan dengan menyamakan konsep Bsu dan bahasa target melalui penerjemahan kata dengan kata atau frasa dengan frasa. Contoh:

ء ج ق هنا مأ

كب

Artinya: sesungguhnya telah dating ketetapan Tuhanmu. Penerjemahan kata كب

dengan arti ‘Tuhanmu’ menggunakan teknik komponensial pola ini. Hal ini dilandasi pada asumsi bahwa terdapat kesamaan konseptual antara kata (Kt1) atau له (Kt2) dalam bahasa

26 Arab dengan kata ‘Tuhan’ dalam bahasa Indonesia. Namun, tentu saja struktur makna kata ‘Tuhan’ ini tidak mempresentasikan struktur makna kata dan له. Dalam bahasa Arab, kata bermakna Tuhan dalam pengertian yang mengurus, memelihara, dan mengatur. Sedangkan kata له bermakna Tuhan dalam pengertian wajib dipuja, disembah, dan diibadati. Adapun makna Tuhan dalam bahasa Indonesia ialah yang diyakini, dipuja, disembah oleh manusia sebagai Yang Maha Kuasa dan Maha Perkasa.

Strategi sinonim dilakukan dengan cara memilih istilah yang lebih umum atau istilah netral, yakni dari subordinat ke superordinat. Contohnya kata dan له diterjemahkan menjadi “Tuhan”. Maka makna kata “Tuhan” ini lebih bersifat umum dan bisa memayungi makna kata dan له fitur semantik kata “Tuhan” terdapat pada kedua kata ini.

Dalam strategi penerjemahan, penambahan berati kehadiran satu atau beberapa kata dari yang dimaksudkan untuk memperjelas pesan penulis Tsu. Dengan demikian,diharapkan teks terjemahan lebih berterima, mudah dipahami, dan tidak ambigu. Untuk maksud inilah strategi penambahan digunakan dalam penerjemahan.

Penerapan teknik ini terdapat pada hasil terjemahan penggalan Surat al-Qashash ayat 32 yang berbunyi ‘dan dekapkanlah kedua tanganmu (ke dada) mu bila ketakutan’. Pada penggalan ayat ini terdapat frasa preposisi ‘kepadamu’ yang diterjemahkan menjadi ‘ke dadamu’. Dalam Tsu sebenarnya tidak ada kata ‘dada’ atau semacamnya. Penambahan kata dadadalam teks target dipandang perlu oleh penerjemah demi kejelasan makna.

Penggunaan strategi penghapusan persis dengan strategi reduksi. Keduanya sama-sama meniscayakan adanya penghilangan unsur-unsur linguistik yang ada dalam Bsu. Bedanya, pada strategi reduksi penghilangan bersifat parsial, sedangkan pada strategi penghapusan, informasi yang dihilangkan bersifat menyeluruh.

27 Sedangkan strategi modulasi berarti perbedaan dua bahasa yang sering kali menyebabkan pemadanan literal sulit diterapkan dalam proses penerjemahan. Di sini, penerjemah harus membuat keputusan untuk memperoleh kesepadanan yang paling mendekati antara Bsu dan bahasa target. Kesepadanan, antara lain, dapat dihasilkan dengan melakukan peralihan formal-struktural, misalnya pada tataran morfem, kategori kata, sintaksis, bahkan pada tataran semantis. Peralihan semacam ini mungkin terjadi dan mampu diatasi dengan menggunakan strategi modulasi. Sebab, penerjemahan bukanlah proses yang statis, melainkan proses yang dinamis.

Penggunaan teknik modulasi bisa dilihat dari hasil terjemahan penggalan Surat Maryam ayat 4 yang berbunyi‘sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban’. Di sini terjadi perubahan sudut pandang dari pola aktif bahasa Arab menjadi pola pasif dalam bahasa Indonesia yang bermakna “telah ditumbuhi uban’.15

Dokumen terkait