• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. KAJIAN PUSTAKA

2.3 Stratifikasi Sosial

Pitirim A.Sorokin ( 1959 ) Stratifikasi sosial sebagai pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat. Perwujudan dari stratifikasi sosial adalah adanya kelas yang lebih tinggi dan kelas-kelas yang lebih rendah di dalam masyarakat. Dasar dan inti lapisan-lapisan dalam masyarakat adalah tidak adanya keseimbangan dalam pembagian hak-hak dan kewajiban, tanggung jawab nilai-nilai social dan pengaruhnya di antara anggota masyarakat.

Dilihat dari sifatnya, pada dasarnya pelapisan sosial dalam masyarakat dapat dikelompokan menjadi dua, yakni stratifikasi sosial tertutup ( closed social stratification) dan stratifikasi sosial terbuka (open social stratification).

a. Stratifikasi sosial tertutup, bercirikan sulitnya seseorang untuk berpindah dari satu lapisan kelapisan lain. Contoh sistem stratifikasi tertutup adalah pada masyarakat India yang berkasta.

b. Stratifikasi sosial terbuka, setiap anggota masyarakat mempunyai kesempatan untuk berpindah kelapisan lain (yang lebih tinggi). Hal ini dapat dilakukan dengan usaha berdasarkan kecakapannya sendiri.

Pelapisan selalu ada dalm masyarakat, baik itu masyarkat komunis, demokratis, atau masyarakat kapitalis. Demikian dengan masyarakat yang sederhana ataupun yang sudah modern. Lapisan – lapisan masyarakat misalnya perbedaan antara pemimpin dan yang dipimpin, dan lain-lain. Stratifikasi sosial dalam masyarakat sebenarnya banyak

menjadi 3 macam yaitu, stratifikasi berdasarkan ekonomi, politik, jabatan - jabatan tertentu dalam masyarakat. Ketiga dasar stratifikasi tersebut satu sama lain saling berhubungan.

Dikalangan para ahli sosiologi kita menjumpai keanekaragaman dalam menentukan jumlah lapisan sosial. Ada yang merasa cukup dengan klasifikasi dalam dua lapisan. Marx misalnya, membedakan antara kelas borjuis dan proletar, Mosca membedakan antara kelas yang berkuasa dan kelas yang dikuasai, banyak ahli sosiologi membedakan antara kaum elit dan massa, antara orang kaya dan orang miskin. Sejumlah ilmuan sosial membedakan antara tiga lapisan atau lebih. Misalnya kita sudah sering menjumpai pembedaan antara kelas atas, kelas menengah, dan kelas bawah. Warner bahkan merinci tiga kelas ini menjadi enam kelas yakni: kelas atas atas (upper – upper), atas bawah ( lower upper), menengah atas (upper middle), menengah bawah (lower middle), bawah atas (upper lower), dan bawah bawah (lower lower) (Zanden, 1979: 273 pada Kamanto 2000: 90). Dalam penelitiannya Sajogyo membagi petani miskin kedalam tiga lapisan: petani lapisan III (cukup), yang luas tanahnya diatas 0,5 Ha, lapisan II (miskin), yang luas tanahnya antara 0,25 sampai 0,5 Ha, dan lapisan I (miskin sekali), yang luas tanahnya dibawah 0,25 Ha atau buruh tani yang tidak mempunyai tanah (Sajogyo, 1978 pada Kamanto 2000: 90)

Besar tiap kelompok tidak sama. Biasanya golongan paling atas kecil jumlahnya anggotanya, sedangkan golongan rendah pada umumnya lebih besar jumlahnya. Darikeenam golongan kelas sosial menurut Warner dapat didefenisikan sebagai berikut:

1. ( Golongan upper - upper ) atau kelas sosial atas - lapisan atas, merupakan kelassosial yang paling tinggi. Golongan ini mencakup keluarga-keluarga kayalama, yang telah lama berpengaruh dalam masyarakat dan sudah memiliki kekayaan begitu lama, sehingga orang-orang tidak lagi bisa

mengingat kapandan bagaimana cara keluarga-keluarga itu memperoleh kekayaannya. Artinya golongan kelas atas – atas ini merupakan kelompok keluarga keturunan darah biru sejak turun – temurun.

2. ( Golongan lower – upper ) atau kelas sosial atas-lapisan bawah mungkin saja mempunyai jumlah uang yang sama, tetapi mereka belum terlalu lama memilikinya dan keluarga mereka belum lama berpengaruh dalam masyarakat.

3. ( Golongan upper - middle ) atau kelas sosial menengah - lapisan atas mencakup kebanyakan pengusaha dan orang - orang profesional, yang umumnya berlatar belakang keluarga baik dengan penghasilan yang mencukupi.

4. ( Golongan lower-middle ) atau kelas sosial menengah lapisan bawah, meliputi para juru tulis, pegawai kantor lainnya, dan orang – orang semi profesional, serta mungkin pula termasuk beberapa supervisor dan pengrajin terkemuka.

5. ( Golongan upper – lower ) atau kelas sosial rendah - lapisan atas terdiri atas sebagian besar pekerja tetap yang sering disebut sebagai golongan pekerja. 6. ( Golongan lower – lower ) atau kelas sosial rendah - lapisan bawah

meliputi para pekerja tidak tetap, penganggur, buruh musiman, dan orang-orang yang hampir terus menerus tergantung pada tunjangan pengangguran.

(Online)

Diakses pada 5 Maret 2012, Pukul

Bagi para peminat dan pengamat sosial, tentu sering menemukan beragam pola atau bentuk hubungan ( relasi ) yang ada dalam masyarakat. Hubungan - hubungan tersebut terjadi dan terjalin sedemikian rupa di kalangan masyarakat sehingga terus berlangsung dan tak pernah berhenti. Salah satu relasi tersebut adalah hubungan patron - klien atau yang biasa dikenal dengan patronase ( patronage

Istilah patron berasal dari ungkapan bahasa Spanyol yang secara etimologis berarti seseorang yang memiliki kekuasaan ( power ), status, wewenang dan pengaruh ( Usman, 2004: 132 ). Sedangkan klien berarti bawahan atau orang yang diperintah dan yang disuruh. Menurut Palras hubungan patron - klien adalah suatu hubungan yang tidak setara, terjalin secara perorangan antara seorang pemuka masyarakat dengan sejumlah pengikutnya ( Palras, 1971: 1 ). Selanjutnya, pola hubungan patron - klien merupakan aliansi dari dua kelompok komunitas atau individu yang tidak sederajat, baik dari segi status, kekuasaan, maupun penghasilan, sehingga menempatkan klien dalam kedudukan yang lebih rendah ( inferior ), dan patron dalam kedudukan yang lebih tinggi ( superior ). Atau, dapat pula diartikan bahwa patron adalah orang yang berada dalam posisi untuk membantu klien - kliennya ( Scott, 1983: 14 dan Jarry, 1991: 458 ). Pola relasi seperti ini di Indonesia lazim disebut sebagai hubungan bapak - anak buah, di mana bapak mengumpulkan kekuasaan dan pengaruhnya dengan cara membangun sebuah keluarga besar atau extended family ( Jackson, 1981: 13-14 ).Pada tahap selanjutnya, klien membalas dengan menawarkan dukungan umum dan bantuan kepada patron ( Scott, 1993: 7-8 dan Jarry, 1991: 458 ). Hubungan patron - klien itu sendiri telah berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Scott, di mana menurutnya seorang patron berposisi dan berfungsi sebagai pemberi terhadap kliennya, sedangkan klien berposisi sebagai penerima segala sesuatu yang diberikan oleh patronnya

(Scott, 1972: 92-94 ). Dari beberapa pendapat yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam hubungan yang bernama patron - klien, pertukaran barang atau jasa yang dilakukan oleh pihak-pihak yang terlibat di dalamnya memang diarahkan untuk tidak seimbang. Inilah yang menjadi ciri khas dari sebuah hubungan patron - klien. ( Pahrudin. 2009. Mengenal Hubungan Patron Klien. (Blog) 2012, pukul 15.10 Wib)

Dokumen terkait