• Tidak ada hasil yang ditemukan

Stratifikasi Sosial

Dalam dokumen Laporan DAn Praktikum Dan Revisi.docx (Halaman 69-83)

BAB III Status Sosial dan Ekonomi

3.6 Stratifikasi Sosial

2.04%

48.98% 48.98%

Tingkat stratifkasi sosial

rendah sedang tinggi

Secara umum, tingkat stratifikasi sosial di masyarakat Kemantren tidak menunjukkan kesenjangan yang cukup tinggi. Diagram pie diatas menunjukkan bahwa 49 % penduduk diklasifikasikan dalam kategori sedang, dan dengan persentase yang sama juga tergolong dalam kategori tinggi, sedangkan 2 % sisanya tergolong rendah. Indikator dalam menentukan tingkat stratifikasi ini merujuk pada kepemilikan yang bersifat kebendaan seperti sawah, tegalan, dan kendaraan. Merujuk pada tingkat stratifikasi diatas, terlihat bahwa kepemilikan kebendaan tersebut hampir merata di setiap wilayah. Umumnya, penduduk diklasifikasikan tinggi jika memiliki kepemilikan kebendaan seperti sawah ataupun tegalan dan kendaraan. Sedangkan penduduk bisa diklasifikasikan sedang jika memiliki hanya memiliki kendaraan tanpa memiliki tegalan. Selain faktor- faktor tersebut, terdapat beberapa faktor lain yang menjadi indikator peneliti. Rinciannya akan dijelaskan dalam beberapa tabel dibawah ini.

Stratifikasi sosial di dalam masyarakat, dapat dilihat melalui adalah melalui kepemilikan ternak. Berikut ini merupakan tabel jumlah responden yang memiliki ternak.

Diagram 3 18 Tingkat Stratifikasi Sosial

Unggas Kambing Sapi Lainnya 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 Kepemilikan Ternak Iya Tidak

Jika mengacu kepada tabel diatas, berdasarkan pengamatan serta analisis yang sudah peneliti lakukan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa dari tabel kepemilikan ternak unggas, sekitar 24% responden menyatakan bahwa warga Desa Kemantren sudah mempunyai ternak unggas mereka sendiri. Sedangkan 76% responden menyatakan mereka tidak memiliki perternakan unggas. Ini menunjukkan bahwa ternyata masyarakat Kecamatan Jabung sebagian besarnya tidak memiliki ternak unggas mereka sendiri, jelas menujukkan bahwa adanya dominasi masyarakat yang tidak memiliki ternak unggas jika dibandingkan dengan warga yang mempunyai ternak unggas.

Lalu masyarakat Desa Kemantren yang memiliki ternak kambing hanya sebagian kecil yakni 4% saja, sedangkan jika peneliti bandingkan dengan warga desa yang tidak memiliki ternak kambing sudah mencapai sekitar 96%. Artinya adalah masih banyak warga Desa Kemantren yang masih belum memiliki ternak kambing. Gap yang sangat tinggi ini tentu dapat dikatakan bahwa tingkat perekonomian warga Desa Kemantren harus segera ditingkatkan karena dapat terlihat stratifikasi dan kesenjangan sosial yang terjadi pada desa tersebut. Lalu sama halnya dengan kepemilikan ternak sapi pada warga Desa Kemantren yang mana tabel diatas menunjukkan presentasi yang begitu signifikan. Hanya sekitar 4% warga Kemantren yang sudah memiliki peternakan sapi, sedangkan jika peneliti bandingkan dengan warga desa yang tidak memiliki peternak sapi sudah mencapai angka 96%. Riset kami membuktikan bahwa ter nyata sebagian besar warga Kemantren pada dasarnya tidak memiliki peternakan sapi. Tentu terjadi

kemiripan presentase antara ternak kambing. Hasil yang tidak terlalu signifikan terlihat pada tabel kepemilikan ternak unggas.

Sedangkan yang memiliki ternak lainnya (diluar unggas, sapi, kambing,

babi dan ikan) hanya sekitar 2% saja, sedangkan jika peneliti bandingkan dengan

warga desa yang tidak memiliki peternakan lainnya sudah mencapai angka 98%. Adapun 2 ternak lainnya yang tidak peneliti cantumkan kedalam laporan yang berbentuk tabel yakni peternakan babi dan ikan, hal tersebut dapat terjadi dikarenakan warga Desa Kemantren tidak memiliki kedua peternakan tersebut. Jika peneliti mencoba untuk melakukan analisa terhadap beberapa data konkrit yang berupa tabel diatas, tentu dapat dikatakan bahwa tingkat kepemilikan peternakan wilayah, khususnya Desa Kemantren masih cenderung rendah. Peneliti mendunga, tidak menutup kemungkinan bahwa perihal rendahnya kepemilikan peternakam ini mungkin terjadi karena biaya perawatan serta harga hewan maupun kondisi geologi Desa Kemantren yang masih belum mendukung. Serta stratifikasi sosial yang terjadi terhadap warga yang mayoritasnya tidak memiliki peternakan sudah mendominasi terhadap para warga Desa Kemantren yang memiliki peternakan sekalipun. Kesenjangan sosial yang nyatanya sudah terjadi dalam masyarakat ini sangat kentara bagaimana Gap presentase antara yang memiliki dan tidak memiliki peternakan sangat jauh. Bahkan presentase yang tertinggi pun hanya mencapai dibawah 50%, yakni peternakan unggas yang hanya 24% saja, diikuti dengan kepemilikan peternakan kambing dan sapi yang hanya mencapai 4% saja, lalu tidak lupa dengan kepemilikan ternak babi dan ikan yang mana tidak ada warga yang memiliki peternakan tersebut.

Luas tegalan lahan memberikan gambaran mengenai tingkat kepemilikan penduduk terhadap tanah. Umumnya daerah pedesaan masih menerapkan sistem patron klien sehingga, rincian mengenai jumlah dan luas tegalan menjadi penting.

Jika peneliti mengacu terhadap hasil presentase yang berupa tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa sebagian warga khususnya pada Desa Kemantren, hanya sebagian kecil yang memiliki lahan berupa tegalan, yang mana masing – masing presentasinya yakni hanya sekitar 2% saja. Warga Desa Kemantren yang sudah mempunyai lahan tegalan mereka sendiri dengan luas yang cukup besar yakni 1000m hanyalah 2% saja. Sama halnya dengan beberapa pemilik luas tegalan lainnya dengan luas yang cukup bervariasi yakni dimulai dari yang paling

Diagram 3 19 Luas Lahan Tegalan

2.02% 2.02% 2.02% 2.02%

2.02% 2.02%

87.90%

Luas Lahan Tegalan

1000 m 10000 m 1008 m 2000 m 2500 m 57 m

kecil yaitu 57m, diikuti dengan luas lahan yang cukup besar yakni 1008m, 2000m, 2500m, 2500m sampai kepada luas kepemilikan tegalan yang sangat luas yang sudah mencapai 10000m. yang mana masing – masing luas tersebut jika dilihat data yang sudah tercantum pada tabel diatas, dapat dietahui bahwa presentase kepemilikan tegalan hanya 2% saja. Dapat disimpulkan bahwa total presentase kepemilikan lahan tegalan terhadap warga Desa Kemantren yang hanya mencapai 12% saja.

Sedangkan jika peneliti bandingkan dengan masyarakat Desa Kemantren yang tidak memiliki lahan berupa tegalan yang sudah mencapai 88%, tentu dapat terlihat bahwa ternyata masih terdapat warga yang belum memiliki lahan berupa tegalan serta dominasi yang sangat kentara yakni mayoritas warga Desa Kemantren yang tidak memiliki lahan berupa tegalan dengan warga Kemantren yang minoritasnya sudah memiliki luas lahan yang berupa tegalan. Tentu terlihat jelas bahwa terdapat kesenjangan antara yang memiliki dengan yang tidak memiliki tegalan. Pembuktian ini dapat dikatan benar adanya dengan melihat Gap

yang cukup luas yakni antara 88% untuk mayoritas warga yang tidak memiliki lahan berupa tegalan dengan warga yang sudah memiliki tegalan yang pada faktanya hanya mencapai 12% saja. Jika ditinjau lebih lanjut dalam kajian-kajian stratifikasi sosial khususnya dalam ukuran kekayaan baik materi ataupun kebendaan, dapat dilihat pada tabel diatas bahwa sebagian besar warga Desa Kemantren ternyata mayoritasnya tidak memiliki lahan berupa tegalan dan bagi warga yang memiliki lahan berupa tegalan masih dimiliki oleh segelintir orang saja dan dapat dikatakan bahwa mereka merupakan kaum minoritas.

Tidak jauh berbeda

96.00% 2.00% 2.00%

Kepemilikan Luas Lahan Sawah

Tidak Memiliki Lahan 1500 m

dengan luas, tegalan, kepemilikan sawah juga menjadi bagian dari penelitian kami.

Jika peneliti mengacu terhadap hasil presentase yang berupa tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa sebagian warga khususnya pada Desa Kemantren, hanya sebagian kecil yang memiliki lahan berupa sawah, yakni total presentase kepemilikan luas lahan hanya 4% saja yang terbagi atas dua jenis luas lahan sawah. Yang pertama adalah warga Desa Kemantren yang memiliki jenis lahan berupa sawah yang memiliki tanah kurang lebih seluas 1500 m yang hanya sekitar 2% saja. Diikuti dengan warga Desa Kemantren yang memiliki jenis lahan berupa sawah yang memiliki tanah kurang lebih seluas 800 m hanya sekitar 2% saja. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa masing – masing presentase kepemilikan dari kedua jenis lahan yang berupa sawah tersebut hanya 2% saja, yang mana total kepemilikan jenis lahan yang berupa sawah seluruhnya hanya 4%. Sehingga dapat dikatakan bahwa warga Desa Kemantren yang masih tidak mempunyai luas lahan berupa sawah sudah mencapai angka 96%.

Tentu dapat terlihat bahwa pada dasarnya mayoritas warga Desa Kemantren ternyata tidak memiliki lahan yang berupa sawah, sementara hanya sedikit saja warga yang sudah memiliki lahan yang berupa sawah yang dapat dikatakan kaum minoritas. Jika ditinjau lebih lanjut dalam kajian-kajian stratifikasi sosial khususnya dalam ukuran kekayaan, bisa dikatakan bahwa sangat kentara ketika melihat tabel diatas bahwa hanya 4% dari 96% warga Kemantren yang memiliki luas lahan sekitar 800m maupun 1500m. ini artinya terlihat bahwa terciptanya

stratifikasi sosial yang perwujudannya merupakan kelas-kelas sosial yang faktanya adalah hanya segelintir orang saja yang memiliki tanah berupa sawah diikuti dengan sawah yang cukup luas, sementara sisanya merupakan masyarakat Kemantren yang tidak memiliki tanah berupa sawah, sehingga kepemilikan lahan berupa sawah merupakan tolak ukur suatu kekayaan seseorang atau harta milik tiap-tiap individu tersebut dan secara tidak langsung menciptakan lapisan – lapisan sosial di masyarakat.

Selain kepemilikan luas tegalan dan sawah, kepemilikan kendaraan juga menjadi bagian dari indikator dalam menentukan tingkat stratifikasi sosial. Berikut ini adalah informasi mengenai tingkat kepemilikan kendaraan bermotor d Desa Kemantren.

Sepeda Motor Mobil Truk 0 10 20 30 40 50 60 Kepemilikan Kendaraan Iya Tidak

Berdasarkan tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa kepemilikan kendaraan pribadi terhadap warga Desa Kemantren yang dimulai dari sepeda yakni sebanyak 21 responden memiliki kendaraan pribadi berupa sepeda, lalu sisanya yakni 28 responden merupakan warga Kemantren yang tidak memiliki sepeda pribadi. Ini menunjukkan bahwa hampir setengah dari total jumlah responden di Desa Kemantren tidak memiliki sepeda pribadi, hanya sebagian kecil warga yang memiliki jenis kendaraan berupa sepeda pribadi. Dapat dikatakan bahwa Gap

yang terjadi pada data yang berupa tabel kepemilikan sepeda tidak terlalu tinggi, kami menduga karena harga sepeda pada umumnya yang notabene tidak terlalu mahal serta tidak adanya pajak dalam kepemilikan sepeda itu sendiri, sehingga daya beli masyarakat Desa Kemantren terhadap kendaraan sepeda masih cenderung tinggi meskipun jumlahnya tidak mencapai setengah dari total responden.

Lebih jauh, data diatas juga menunjukkan bahwa dari keempat jenis kendaraan (sepeda, motor, truk dan mobil) yang menduduki peringkat kepemilikan tertinggi adalah motor. Jumlahnya mencapai 44 dari total 49 responden, sehingga memberikan suatu perbandingan yang cukup besar dengan jenis kendaraan lainnya seperti mobil dan truk. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar atau mayoritas warga Kemantren pada umumnya sudah memiliki Motor pribadi. Indikasi ini memberikan gambaran bahwa warga Kemantren memiliki daya beli kendaraan berupa motor yang cukup tinggi. Serta dapat dikatakan pula bahwa tingkat kesejahteraan warga Kemantren bisa dikatakan cukup baik jika dilihat dari daya beli kendaraan jenis motor yang cukup tinggi.

Sebaliknya grafik kepemilikan mobil menunjukkan data yang tergolong rendah, yakni hanya 5 dari 49 responden. Disini dapat dilihat bahwa sangat sedikit

Tabel 3 12 Kepemilikan Kendaraan

bagi warga Kemantren yang sebagian besarnya tidak memiliki kendaraan pribadi berupa mobil dan rata – rata warga yang memiliki mobil tersebut merupakan keluarga yang memiliki perekeonomian menengah keatas. Artinya adalah mayoritas warga Kemantren tidak mempunyai mobil sebagai kendaraan pribadi, kami menduga bahwa rendahnya kepemilikan mobil pada Desa Kemantren ini sangat kecil karena hanya sebagian kecil pula warga yang memiliki perekonomian menegah keatas, sehingga menimbulkan daya beli mobil yang sangat sedikit serta harga mobil yang tiap tahunnya terus meningkat tetapi tidak diikuti dengan meningkatnya kesejahteraan pada Desa Kemantren tersebut. Hal yang hampir sama juga terjadi pada kepemilikan truk, dimana hanya 1 dari 49 responden yang memiliki kendaraan pribadi berupa truk. Sedangkan sisanya, hanya memiliki kendaraan berupa sepeda ataupun motor.

Dapat dikatakan bahwa kepemilikan truk pada warga Desa Kemantren ini masih sangat rendah mengingat harga truk yang tidak bisa dibilang murah sehingga daya beli truk oleh masyarakat masih tergolong rendah serta pekerjaan warga Kemantren yang cukup bervariasi pula membuat truk tidak harus menjadi alat utama untuk mengangkut barang bawaan (ternak, bahan bangunan dan lainnya). Peneliti melihat bahwa ternyata masih banyak warga yang menggunakan motor sebagai kendaraan utama untuk berkativitas sehari-hari. Umumnya, truk hanya dimiliki oleh petani pemilik lahan untuk mengangkut hasil pertaniannya.

Gambaran lebih lanjut mengenai kepemilikan kendaraan juga tersaji dalam 4 tabel berikut yang memberikan informasi mengenai jumlah kendaraan yang dimiliki oleh penduduk.

2.00%

Jumlah Truk

5

Tidak Memiliki Truk 40.80% 4.10% 4.10% 12.20% Jumlah Motor 1 2 3 4

Tidak Memiliki Motor 30.63%

2.00% 55.16%

Jumlah Sepeda

Mengacu pada hasil presentase yang berupa tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa sebagian warga Desa Kemantren dapat dilihat bahwa presentase warga yang memiliki 1 motor ternyata lebih dominan daripada jumlah lainnya, yakni mencapai 41%. Lalu diikuti dengan warga Kemantren yang memiliki jumlah 2 unit motor presentasenya menduduki peringkat kedua, yakni mencapai 39% yang mana selisih antara kepemilikan motor yang hanya berjumlah 1 motor tersebut sangat sedikit. Tentu daya beli masyarakat terhadap motor bisa dikatakan masih cukup tinggi, terlihat dari mayoritas warga Kemantren yang nyatanya sudah memiliki motor sebagai kendaraan pribadi. Diikuti dengan jumlah lainnya yakni warga yang memiliki 3 unit motor presentasenya hanya mencapai 4% saja. Sama halnya dengan warga Kemantren yang memiliki jumlah motor terbanyak yakni mencapai 4 unit yang mana presentasenya hanya mencapai 4% saja. Jika dilihat dari data yang berupa tabel diatas, kepemilikan jumlah motor lebih dari 2 unit pada warga Kemantren masih sedikit, sementara jumlah kepemilikan motor yang kurang dari 2 unit menujukkan presentase yang sangat besar, yakni 41% untuk 1 unit dan 39% untuk 2 unit motor. Diikuti dengan sisanya yakni 12% warga Kemantren yang belum memiliki kendaraan berupa motor. Megacu kepada data diatas, Minat warga terhadap kendaraan berupa motor ini masih bisa dikatakan cukup tinggi perihal mayoritas warga Kemantren yang faktanya sudah memiliki kendaraan berupa motor, meski dengan jumlah yang sedikit.

Diagram 3 21 Jumlah Kendaraan

8.20%

2.00%

89.80%

Jumlah Mobil

Lalu diikuti dengan kepemilikan jumlah kendaraan sepeda yang hanya 1 unit presentasenya mencapai 31% yang mana menjadi dominan di antara jumlah kepemilikan sepeda yang lain, khususnya kepemilikan sepeda diatas 1 unit. Sebagai pembuktian warga Kemantren yang memiliki 2 unit sepeda jika dilihat dari data diatas, presentasenya hanya mencapai 12% yang artinya hampir setengah persen dari kepemilikan kendaraan presentase pada 1 unit motor tersebut. Selanjutnya adapula warga yang memiliki 3 unit sepeda diikuti dengan presentase yang hanya mencapai 3% saja. Terakhir, sekitar 55% masyarakat Kemantren tidak memiliki kendaraan berupa sepeda, dapat ditarik kesimpulan bahwa mayoritas warga Kemantren pada umumnya tidak memiliki sepeda pribadi. Ini menunjukkan bahwa daya beli masyarakat Desa Kemantren terhadap sepeda tidak terlalu besar bilamana dibandingkan dengan daya beli kendaraan berupa motor. Meski harga sepeda yang relatif lebih murah daripada motor, diikuti dengan tidak dikenakan pajak atau surat – surat lainnya, akan tetapi daya beli masyarakat Kemantren terhadap sepeda masih cenderung lebih rendah.

Selanjutnya, jika mengacu terhadap tabel jumlah kepemilikan kendaraan pribadi berupa mobil bisa dikatakan masih cukup sedikit dan hanya sebagian kecil saja warga yang memiliki kendaraan berupa mobil. Berikut merupakan presentase jumlah kepemilikan kendaraan warga Desa Kemantren yang memiliki 1 unit mobil yang mana hanya mencapai 8% saja, angka tersebut menujukkan bahwa kebutuhan akan kendaraan berupa mobil masih cenderung sedikit jika dibandingkan dengan motor maupun sepeda. Lalu diikuti dengan kepemilikan kendaraan berupa mobil warga Desa Kemantren yang berjumlah 2 unit mobil presentasenya hanya mencapai 2% saja. Dan terakhir sisanya yakni 90% merupakan warga Desa Kemantren yang mayoritas atau sebagian besar dari mereka tidak memiliki kendaraan berupa mobil. Merujuk kepada data diatas, dapat terlihat bahwa daya beli kendaraan berupa mobil masih tergolong sangat rendah, terbukti dari selisih yang sangat besar antara 10% bagi warga yang memiliki mobil sedangkan presentase mencapai 90% bagi warga yang pada umumnya tidak memiliki mobil. Kebutuhan mobil sebagai kendaraan yang

bersifat primer masih rendah jika dilihat bahwa ternyata hanya sebagian kecil saja warga Desa Kemantren yang memiliki ekonomi pada level menengah keatas.

Selanjutnya diikuti dengan presentase kepemilikan kendaraan pribadi berupa Truk berjumlah 5 unit yang presentasenya hanya 2% saja. Sedangkan presentase yang didapat yakni 98% bagi warga Desa Kemantren yang tidak memiliki kendaraan berupa truk. Dapat ditarik kesimpulan bahwa ternyata, mayoritas masyarakat Desa Kemantren pada umumnya tidak memiliki truk sebagai kendaraan pribadi sehingga menyebabkan daya beli kendaraan berupa truk yang masih sangat rendah hingga saat ini diikuti dengan presentase yang sangat sedikit bagi warga yang sudah memiliki truk dan presentasi yang sangat besar yakni 98% bagi warga yang tidak memiliki kendaraan berupa truk. Jika ditinjau lebih lanjut dalam kajian-kajian stratifikasi sosial khususnya dalam ukuran kekayaan yakni sangat kentara bahwa kepemilikan kendaraan yang memiliki harga lebih mahal seperti mobil ataupun truk ternyata hanya dimiliki oleh sebagian kecil masyarakat Desa Kemantren, lain halnya jika berbicara motor dan sepeda yang mana kedua jenis kendaraan tersebut memiliki harga yang bisa dibilang jauh lebih murah daripada mobil ataupun truk sehingga kelas-kelas sosial menengah kebawah maupun menengah keatas sangat kentara serta menciptakan perbedaan status yang terdapat dan berlaku di dalam suatu masyarakat.

Hubungan antara berbagai indikator sebelumnya, juga berdampak pada posisi sosial kepala rumah tangga dalam masyarakat.

2.00%

6.11%

Posisi Sosial Kepala Rumah Tangga

Warga

Jika mengacu kepada tabel diatas, berdasarkan pengamatan serta analisis yang sudah peneliti lakukan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa dari tabel chart menyatakan posisi sosial masyarakat sebagai warga biasa mencapai sekitar 92%, dapat dikatakan bahwa posisi tersebut menimbulkan dominasi diantara posisi waga lainnya seperti tokoh agama maupun pengurus desa serta mayoritas warga Desa Kemantren merupakan warga biasa. Sedangkan hanya sebagian kecil saja yang masyarakatnya memiliki posisi sosial sebagai tokoh agama, terlihat dari tabel diatas bahwa presentase posisi sebagai tokoh agama hanya mencapai 6% saja. Ini menunjukkan bahwa stratifikasi sosial yang terjadi pada masyarakat Kecamatan Jabung pada umumnya tingkat partisipasi warga yang ingin menjadi tokoh agama sangat sedikit jumlahnya dan mayoritas masyarakat Kemantren merupakan warga biasa. Sama halnya dengan presentase masyarakta Desa Kemantren yang memiliki posisi sosial sebagai pengurus desa yang bahkan lebih kecil dari posisi sebagai tokoh agama yang hanya mencapai 2% saja. Jelas terlihat bahwa minat masyarakat Desa Kemantren untuk memiliki posisi sosial seperti tokoh agama maupun pengurus desa masih sangat sedikit presentasenya. Padahal dengan memiliki posisi sosial sebagai tokoh masyarakat baik itu tokoh agama maupun pengurus desa sebenarnya warga mempunyai peluang untuk mengembangkan potensi pada Desa Kemantren tersebut.

Dengan menjadi pengurus desa misalnya, warga seharusnya mampu untuk menjaga ataupun mengelola desa dengan lebih baik dan sejahtera baik dari segi perekonomian maupun segi pendidikan desa itu sendiri. Sama halnya dengan posisi sosial warga sebagai tokoh agama yang seharusnya masyarakat Desa Kemantren meningkatkan minat mereka untuk menduduki posisi tersebut agar kegiatan keagamaan seperti (pengajian, tahlilan, qasidahan, PKK dan lainnya)

agar nantinya dapat berjalan dengan lebih efektif. Jika ditinjau lebih lanjut dalam kajian-kajian stratifikasi sosial khususnya dalam ukuran kekuasaan atau

kewenangan yakni adalah bagi warga yang memiliki status ataupun posisi sosial di suatu wilayah khususnya Desa Kemantren yakni sebagai pengurus desa, tentu mereka lebih mempunyai kuasa lebih untuk mengelola desa tersebut. Tentu hal tersebut terjadi selain karena tugas mereka memang diarahkan untuk mengurus dan mengelola warganya dengan baik, tetapi lapisan masyarakat yang berada pada golongan minoritas tersebut memiliki wewenang lebih serta mempunyai pula status sosial yang lebih tinggi daripada warga pada biasanya.

BAB IV

Dalam dokumen Laporan DAn Praktikum Dan Revisi.docx (Halaman 69-83)

Dokumen terkait